BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Jasa konstruksi adalah sebuah sektor yang memegang peran penting dalam pembangunan Indonesia. Melalui sektor inilah, secara fisik kemajuan pembangunan Indonesia dapat dilihat langsung, keberadaan gedung-gedung yang tinggi, jembatan, infrastruktur seperti jalan tol, sarana telekomunikasi adalah halhal aktual yang menandakan denyut ekonomi Indonesia tengah berlangsung. 1 Jasa Konstruksi ialah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi. Sementara ruang lingkup pekerjaan konstruksi sendiri didefinisikan sebagai keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. 2 Jadi jasa konstruksi ini meliputi semua pekerjaan konstruksi dari mulai perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan. Untuk menjalankan pekerjaan konstruksi antara penyedia jasa dengan pemerintah, berdasar pada perjanjian pemborongan atau kontrak kerja konstruksi, yaitu perjanjian dengan dimana pihak satu (si pemborong), mengikatkan diri 1
Siti Anisah,et.al, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia , Position Paper KPPU Terhadap Perkembangan Industri Jasa Konstruksi, Pusat Studi Hukum-Fakultas Hukum UII Yogyakarta 2008, Hal.1. 2 ibid.,
1
untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan. 3 Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terikat dalam perjanjian pemborongan yaitu : 1. Pihak Kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal 2. Pihak Kedua disebut pemborong atau kontraktor. 4 Awal adanya suatu pekerjaan konstrusksi tersebut yaitu ketika adanya suatu lelang yang terbuka secara umum yang diadakan oleh suatu dinas ataupaun lembaga negara yang di wakili oleh Panitia pengadaan yang diikuti oleh berbagai peserta lelang dan dimenangkan oleh salah satu penyedia jasa yang ikut dalam pelelangan tersebut. Setelah adanya keputusan pemenang lelang tersebut, kemudian diumumkan siapa pemenang lelang tersebut bertempat di Dinas atau lembaga yang mengadakan lelang tersebut. Apabila dalam jangka waktu 14 hari tidak ada pihak atau peserta lelang lain yang keberatan akan hasil keputusan pemenang lelang tersebut maka pemenang lelang tersebut telah capai pada tahap pemenang putusan final. 5
Kemudian setelah itu, penyedia jasa yang
memenangkan lelang tersebut menandatangi kontrak yang disebut Kontrak Kerja Konstruksi yang mempunyai arti adalah Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara Pejabat Pembuat komitmen dan Penyedia Jasa dalam
3
F.X. Djumialdi, Perjanjian Pemborongan, Ctk.Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1987, Hal..3 Ibid., 5 Wawancara dengan Bambang Widayanto , selaku Sekretaris Jendral DPP GAPEKNAS (Gabungan Pengusaha Konstraktor Nasional), mengenai Lelang dan Awal Pekerjaan Konstruksi, pada hari minggu 28 maret 2010 pukul 10.00 wib. 4
2
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 6 Kontrak kerja konstruksi sekurangkurangnya harus mancakup uraian mengenai, yaitu : 1. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak 2. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup, kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan 3. Masa pertanggungan dan atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa 4. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi 5. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi 6. Cara Pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi 7. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan 8. Penyelesaian Perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan
6
Kementrian Pekerjaan Umum Dirjen SDA Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak SNVT, Pelaksana Pengelolaan SDA serayu-Opak, Dokumen Lelang Bab 4 Syarat-syarat umum kontrak, Mengenai Kontrak Kerja Konstruksi, SU-2
3
9. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak 10. Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak 11. Kegagalan Bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan 12. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan social 13. Aspek Lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. 7 Kontrak kerja konstruksi tersebut memberi pengaturan bahwa dalam menjalankan pekerjaannya setiap penyedia jasa harus berpedoman pada kontrak kerja konstruksi yang telah ditandatangani tersebut. Dalam pembuatan kontrak kerja konstrusksi tersebut dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen yaitu Kepala kantor / satuan kerja / pemimpin proyek / pemimpin bagian proyek sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pengadaan jasa dalam lingkungan kantor / satuan kerja / proyek / bagian / proyek tertentu. 8 Dalam setiap pembuatan kontrak kerja konstruksi tersebut kontraktor selaku penyedia jasa tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan kontrak kerja konstruksi tersebut. Setiap pengaturan 7
Pasal 29, Keputusan Presiden Republik Indonesia No.80 Tahun 2000, Tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 8 Kementrian Pekerjaan Umum Dirjen SDA Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak SNVT, Pelaksana ..... op.cit., SU-2
4
yang ada dalam isi kontrak tersebut ditentukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen tersebut. Dengan demikian apapun yang ditentukan dalam kontrak tersebut penyedia jasa harus patuh. Namun antara tiap dinas maupun lembaga yang memiliki suatu proyek, pembuatan kontrak kerja konstruksi tidak pernah sama, antara ketentuan maupun isi dalam kontrak tersebut. 9 Ada fenomena bahwa posisi penyedia jasa dipandang lebih lemah daripada posisi pengguna jasa. Dengan kata lain posisi pengguna jasa lebih dominan daripada posisi penyedia jasa. Penyedia jasa hampir selalu harus memenuhi konsep atau draf kontrak yang dibuat pengguna jasa karena pengguna jasa selalu menempatkan dirinya lebih tinggi dari penyedia jasa. Mungkin hal ini diwarisi dari pengertian bahwa dahulu pengguna jasa disebut Bouwheer (majikan bangunan) sehingga sebagaimana biasa “ majikan” selalu lebih “kuasa”. Hal ini terjadi pada masa lalu sampai sekarang. 10 Peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatur hak-hak dan kewajiban para pelaku industri jasa konstruksi sampai lahirnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, belum ada sehingga “ Asas Kebebasan Berkontrak “ sebagimana diatur oleh kitab Undang-Undang KUH Perdata Pasal 1338 dipakai sebagai satu-satunya asas dalam penyusunan kontrak.
9
Wawancara dengan Bambang Widayanto, Selaku Sekretaris Jendral DPP GAPEKNAS (Gabungan Pengusaha Konstraktor Nasional), mengenai Kontrak Kerja Konstruksi, pada hari Selasa 30 maret 2010 pukul 20.00 wib 10 Siti Anisah,et.al, “Kontrak Kerja Konstruksi”, Klaim Pada Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia dan Cara Penyelesainnya, Pusat Studi Hukum-Fakultas Hukum UII Yogyakarta 2008, Hal.1.
5
Dengan posisi yang lebih dominan, pengguna jasa lebih leluasa menyusun kontrak dan ini dapat merugikan penyedia jasa. 11 Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata , yang berbunyi : “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya “. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut, tidak lain dari pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua pihak. Tetapi dari peraturan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. 12 Adanya asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan para pihak untuk: 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun 3. Menentukan isi perjanjian dengan siapapu 4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 13 Ketidakseimbangan antara terbatasnya pekerjaan konstruksi atau proyek dan penyedia jasa mengakibatkan posisi tawar penyedia jasa sangat lemah. Dengan banyaknya jumlah penyedia jasa maka pengguna jasa leluasa melakukan pilihan. Adanya kekhawatiran tidak mendapatkan pekerjan yang ditenderkan pengguna jasa atau pemilik proyek menyebabklan penyedia jasa rela menerima kontrak konstruksi yang dibuat oleh pengguna jasa . Bahwa sewaktu proses tender biasanya penyedia jasa enggan bertanya hal-hal yang sensitife namun penting
11
ibid., Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT Intermasa, 1984, Hal..127 13 Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, Hal. 9 12
6
seperti ketersediaan dana, isi kontrak, kelancaran pembayaran, penyedia jasa takut pihaknya dimasukkan dalam daftar hitam. 14 Tidak adanya suatu klasula apa saja yang harus dicantumkan secara sama antara proyek yang satu dengan proyek yang lainnya dan antara satu instansi pemerintah dengan instansi pemerintah lainnya termasuk isi kontrak dalam pembuatan Kontrak Kerja Konstruksi tersebut membuat setiap Pejabat Pembuat Komitmen bebas dalam menentukan setiap isi kontrak itu. Pejabat Pembuat Komitmen mempunyai kewenangan yang luas dalam membuat kontrak kerja konstrusksi tersebut berdasar pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Namun penafsiran akan pengertian Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa tersebut sebagai dasar dalam pembuatan kontrak kerja konstruksi tersebut nampak kabur. Antara tiap pejabat pembuat komitmen selalu menafsirkan berbeda-beda akan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa tersebut. Hal ini dikawatirkan akan terjadi suatu penyelewengan yang di lakukan oleh pejabat pembuat komitmen suatu proyek dalam kaitannya membuat suatu kontrak kerja konstruksi. 15 Misalnya : dalam pemberian uang muka pelaksanaan proyek, dimana dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa
14
Siti Anisah,et.al, “Kontrak Kerja Konstruksi”, Klaim Pada Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia dan Cara Penyelesainnya....op.cit., Hal..1 15 Junjungan Pasaribu, Artikel Kontrak Konstruksi, Majalah LPJK Konstruksi Indonesia, Edisi 1 Januari 2007, Hal..18
7
Pasal 33 disebutkan bahwa uang muka maksimal 30% dari nilai kontrak, namun pada kenyataanya ada juga suatu proyek yang tidak diberi uang muka. 16 Salah satu contoh dari isi kontrak kerja konstruksi tentang adanya ketidaksetaraan hak dan kewajiban antara penyedia jasa dengan pengguna jasa ialah tentang masalah denda yaitu : apabila penyedia jasa terlambat mengerjakan suatu proyek maka pasti akan terkena denda, namun apabila pengguna jasa terlambat dalam melakukan pembayaran hal tersebut tidak pernah terkena denda. Karena dalam kontrak kerja konstruksi tersebut tidak ada pengaturannya. Hal ini sungguh sangat tidak adil bagi penyedia jasa, karena penyedia jasa berada di pihak yang lemah. Dan adanya isi kontrak semacam itu seolah-olah seperti sudah menjadi hal yang lumrah dalam kontrak kerja konstruksi. 17 Adanya suatu penyelewengan atau ketentuan yang memberatkan dalam kontrak kerja konstruksi tersebut jelas sangat menghalangi atau menghambat dari tujuan UU nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yaitu mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam suatu proyek konstruksi kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa dapat tercapai apabila kedua belah pihak memiliki itikad baik dan mendukung adanya suatu penggunaan Persyaratan 16
Wawancara dengan Bambang Widayanto, Selaku Sekretaris Jendral DPP GAPEKNAS (Gabungan Pengusaha Konstraktor Nasional), mengenai Ketentuan Suatu Klausula Kontrak Kerja Konstruksi, pada hari Kamis 1 April 2010 pukul 16.00 wib. 17 Wawancara dengan Bambang Widayanto, Selaku Sekretaris Jendral DPP GAPEKNAS (Gabungan Pengusaha Konstraktor Nasional), mengenai ketentuan Kontrak Kerja Konstruksi yang Tidak Berimbang, pada hari jumat, 2 April 2010 pukul 16.00 wib
8
umum kontrak baku yang adil dan berimbang. Karena itu di perlukan tindakan pengaturan berupa penggunaan suatu Persyaratan Umum Kontrak dengan mempertimbangkan permasalahan atau sengketa yang potensial terjadi. 18 Paling penting dari suatu kontrak untuk bidang apapun adalah adanya penawaran yang kemudian disepakati oleh para pihak dan akhirnya menjadi suatu perjajian kontrak. Khusus untuk kontrak konstruksi, persyaratan umum kontrak yang baik adalah adanya suatu persyaratan umum yang memungkinkan terjadinya perubahan, tetapi dengan potensi minimum terjadinya perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan sengketa 19 Oleh karena itu penulis bermaksud untuk menganalisis atau mengkaji permasalahan tersebut. Dengan judul “ Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Milik Pemerintah “
B. Rumusan Masalah Berdasarkan Dari latar belakang masalah di atas, dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah? 2. Apakah akibat hukum jika dalam kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak?
18
Sarwono Hardjomuljadi, “Standar Persyaratan Umum Kontrak Konstruksi”, Suatu Upaya Efisiensi, Majalah LPJK Konstruksi Indonesia, Edisi 15 maret 2010, Hal..26. 19 Sarwono Hardjomuljadi, Standar Persyaratan Umum Kontrak Konstruksi.....op.cit., Hal..27
9
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis : 1. Untuk mengkaji pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. 2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila dalam kontrak pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.
D. Tinjauan Pustaka Hukum Kontrak secara umum mempunyai pengertian aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan. 20 Istilah kontrak berasal dari kata contract dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Perancis contrat dan dalam bahasa Belanda overeenkomst. Dalam bahasa Indonesia istilah kontrak sama pengertiannya dengan perjanjian. Kedua istilah ini merupakan terjemahan dari contract,contrat,dan overeenkomst. Istilah kontrak lebih menunjukkan pada nuansa bisnis atau komersil pada hubungan hukum yang dibentuk. 21 Menurut Subekti perjanjian ialah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 22 Sedangkan menurut R. Wirjono Prodjodikoro suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hokum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk 20
Salim, Hukum Kontrak.....Op cit Hal. 3 Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian, Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, Ctk. 1, juli 2009 Laksbang PRESSindo. Hal. 30 22 Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, Hal..7 21
10
melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut. 23 Untuk perjanjian, ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut dapat dikatakan sah di mata hukum. Adapun syarat-syarat tersebut ialah : 1. Sepakat mereka untuk mengikatkan dirinya, bahwa maksud dari pernyataan ini ialah bahwa setiap sekata, setuju mengenai hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendakai oleh pihak yang lain. Jadi mereka mengehendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Menurut pasal 1321 KUHPerdata sepakat yang mengandung cacat seperti paksaan, kesesatan dan penipuan itu bukan merupakan sepakat yang sah. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, orang-orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa adalah cakapa menurut hukum. Orang-orang yang sudah dewasa menurut pasal 1330 ayat 1 KUHPerdata adalah : “ mereka yang telah mencapai umur genap 21 tahun atau lebih dulu kawin”. Dalam pasal 1330 KUHPerdata disebutkan tentang orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu : a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
23
ibid.,
11
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang telah melarang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu. 3. Adanya objek perjanjian Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak debitur. Prestasi ini terdiri dari perbuaran positif dan negatif. Prestasi terdiri atas : a. Memberikan sesuatu b. Berbuat sesuatu, dan c. Tidak berbuat sesuatu Misalnya jaul beli rumah, yang menjadi prestasi atau pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan dan dapat dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari pada B dengan harga Rp500.000 ini berati objeknya itu adalah lemari, bukan benda lainnya. 4. Suatu sebab yang halal, Menurut subekti , bahwa causa dalam hokum perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Isi dari suatu perjanjian disamping harus jelas dan tertentu juga harus tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan
12
dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Sesuai dengan pasal 1337 KUHPerdata yang berbunyi : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum“ Sedangkan menurut suatu yurisprudensi yang disitir dari buku mariam darus badrlzaman di tafsirkan bahwa yang dimaksud dengan causa adalah isi atau maksud dariperjanjian. 24 Terdapat 5 asas dalam suatu perjanjian, yaitu : a. Asas Kebebasan berkontrak, sebagaimana hasil analisis pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya “. Asas Kebebasan Berkontrak ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 1) Membuat atau tidak membuat perjanjian 2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun 3) Menentukan isi perjanjian dengan siapapu 4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. b. Asas Konsensualisme, sebagimana dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
yaitu
adanya
kseapakatan
kedua
belah
pihak.
Asas
konsesnsualisme pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakan kedua belah pihak. Disini kesepakatan 24
Ibid., Hal..9-11
13
merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang di buat oleh kedua belah pihak. c. Asas Pacta Sunt Servanda, merupakan asas kepastian hukum sebagai akibat perjanjaian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyai : “ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang “ selain itu pada asas ini juga dikatakan bahwa pihak lain ( Hakim atau Pihak ketiga ) harus menghormati dan tidak boleh mengintervensi subtansi kontrak yang dibuat para pihak, sebagai mana layaknya sebuah undang-undang. d. Asas Itikad Baik, asas ini dapat disimpulakn dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi : “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik “. Asas itikad baik ini merupakan asas para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak. e. Asas Kepribadian, Asas ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang akan mnelakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja, sebagai mana dalam pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi: “ Pada umumnya sesorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri “, dan pasal 1340 KUH Perdata yang menyatkan bahwa : “ Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya “. 25 25
Salim, Hukum Kontrak.....op cit Hal.9-12
14
Jasa Konstruksi ialah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. 26 Penyelenggaran pengadaan barang dan jasa dibidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dilihat dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak, undang-undang ini cukup lengkap mengatur pengadaan barang dan jasa konstruksi. Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peranan Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. 27 Untuk menjalankan pekerjaan konstruksi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa terikat pada suatu kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu Kontrak Kerja Konstruksi yang mempunyai pengertian keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 28
E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Asas kebebasan berkontrak dalam kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. 26
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999, Tentang Jasa Konstruksi, Pengertian Jasa Konstruksi, Bab 1 pasal 1 27 Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian.....Op cit Hal. 252-253 28 Sarwono Hardjomuljadi, Standar Persyaratan Umum Kontrak Konstruksi.....op cit Hal..28
15
2. Subjek Penelitian a. Pihak Lembaga Pengembang Jasa Konstruksi b. Pihak Penyedia Jasa 3. Sumber Data a. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh dengan penelitian langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan. Penelitian lapangan ini akan dilakukan dengan wawancara langsung kepihak terkait yang terdiri atas Lembaga Pengembang Jasa Konstruksi (LPJK) dan juga Penyedia Jasa. b. Data sekunder Data sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat, yang terdiri dari: a) Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang - Undang Hukum Perdata) b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi c) Keputusan Presiden Repiblik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 tentang Peran dan Usaha Masyarakat Jasa Konstruksi e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi
16
f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi 2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan kejelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari: a) Buku-buku yang berhubungan dengan Jasa Konstruksi b) Buku-buku yang berhubungan dengan kontrak c) Buku-buku yang berkaitan dengan perjanjian d) Majalah atau jurnal yang berkaitan dengan Jasa Konstruksi e) Artikel maupun Karya Tulis yang berkaitan dengan Jasa Konstruksi 3) Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari: a) Kamus b) Ensiklopedia Hukum 4. Teknik Pengumpulan Data a) Wawancara Penelitian ini dilakukan dengan wawancara karena metode ini dinilai yang paling befektif guna mengumpulkan data primer di lapangan. Hal itu juga karena dengan wawancara penulis dapat mengetahui secara detail mengenai apa atau hal-hal yang akan ditanyakan tersebut.
17
Dengan wawancara data primer tersebut dapat dicerna dengan lebih mudah untuk dimengerti. b) Studi Pustaka Studi keperpustakaan ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai bahan keperpustakaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, yakni dengan mengkaji peraturan perundang-undangan atau literatur-literatur yang relevan dengan masalah yang diteliti. 5. Metode Pendekatan Metode pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan peneliti dalam mendekati dan memahami obyek penelitian. Pendekatan yang digunakan oleh peneliti yuridis normatif, yaitu pendekatan dari sudut pandangan ketentuan
hukum
atau
perundang-undangan
yang
berlaku
dan
berhubungan dengan permasalahan penelitian yang kemudian di telaah terhadap kontrak kerja konstruksi terkait dengan kesetaraan para pihak yang ada di dalam kontrak tersebut. 6. Analisis Data Analisis data adalah kegiatan menguraikan, membahas, menafsirkan temuan-temuan penelitian perspektif atau sudut pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau data kualitatif. Kegiatan analisis ini merupakan proses untuk merumuskan kesimpulan atau generalisasi dari pertanyaan penelitian. Peneliti menggunakan analisis data deskriptif kaulitatif, yaitu dengan cara mengelompokkan data, memilahmilah data, memberikan gambaran dan penjelasan pada data yang berhasil
18
di kumpulkan dengan menggunakan teori yang ada didalam landasan teori dan melalui penalaran yuridis yang kemudian di simpulkan. Pengolahan data yang diperoleh dari gambaran sistematis berdasarkan teori dari pengertian umum yang terdapat dalam ilmu hukum sehingga diperoleh sesuatu kesimpulan. Kesimpulan ditarik dengan menggunakan metode induktif yaitu penarikan kesimpulan yang dimulai dari fakta-fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.
F. Kerangka Penulisan Bab I adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan kerangka penulisan. Bab II adalah tinjauan umum tentang hukum perjanjian, hokum kontrak yang ada di Indonesia, undang-undang yang mengatur dan berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa dalam bidang jasa konstruksi, serta para pihak dalam pengadaan barang dan jasa dalam bidang jasa konstruksi di indonesia. Bab III adalah analisis terhadap proses pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah, analisis terhadap bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah yang tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. Bab IV adalah penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.
19