1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kemampuan berpikir yang dapat ditumbuhkan pada diri siswa ketika mempelajari fisika antara lain kemampuan analisis. Kemampuan analisis yang dilatihkan dalam pembelajaran fisika akan menyebabkan siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Setyowibowo (2006) yang menyatakan bahwa “kemampuan analisis yang dilatihkan pada siswa, menyebabkan siswa akan cenderung berpikir kritis”. Dengan demikian kemampuan analisis perlu dilatihkan dalam pembelajaran fisika. Hasil observasi terhadap proses pembelajaran fisika pada salah satu SMA negeri yang tergolong sekolah tingkat Cluster 2 pada tahun pelajaran 2007/2008 di kota Bandung, diketahui kemampuan analisis siswa belum dilatihkan secara optimal. Diperoleh dua fakta penting yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Fakta pertama, pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru masih berupa penyampaian hukum-hukum, prinsip, dan teori yang lebih menekankan pada perumusan matematis daripada penguasaan konsep dan kemampuan analisis. Hal ini terlihat dari nilai ulangan harian yang diperoleh siswa yang masih berada di bawah Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang di targetkan oleh sekolah.
1
2
Padahal siswa-siswa yang diterima di sekolah tersebut merupakan siswa unggulan, dengan nilai passing grade siswa baru sebesar 29,39. Fakta kedua, metode mengajar yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran masih terbatas pada metode ceramah dan sekali-kali menggunakan metode demonstrasi. Selain itu, berdasarkan pengakuan siswa, pelaksanakan kegiatan praktikum hanya dilakukan pada kelas-kelas yang ditangani dalam Program Pengalaman Lapangan (PPL), padahal sarana laboratorium fisika yang ada sudah cukup representatif. Berdasarkan hasil wawancara kepada guru, alasan guru lebih memilih metode ceramah dan sekali-kali menggunakan metode demonstrasi, karena cara tersebut dianggap paling mudah untuk dilakukan terkait waktu yang terbatas dan beban materi cukup banyak. Fakta-fakta tersebut tentu saja bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan yang mencakup Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP), Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SKL-KMP), dan Standar Kompetensi Lulusan Minimal Mata Pelajaran (SKL-MMP). SKL-SP untuk tingkat SMA antara lain siswa dapat menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan sehari-hari, serta menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial. Adapun SKL-KMP untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (antara lain mata pelajaran Fisika) pada tingkat SMA bertujuan mengembangkan logika, kemampuan berpikir, dan analisis peserta didik. Artinya, bahwa siswa SMA sudah harus dilatih kemampuan
3
analisisnya, sehingga diharapkan menjadi bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Selain itu, proses pembelajaran yang menekankan pada cara belajar dengan menghapal sekumpulan informasi yang ditransfer oleh guru, kurang menunjang siswa untuk mengembangkan kemampuan analisis. Alasannya, siswa lebih banyak berperan sebagai penerima informasi dari guru dan kegiatan siswa dalam pembelajaran hanya mendengarkan, mencatat penjelasan guru, dan membaca buku pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Guerin (2006) bahwa “dampak dari belajar hanya sebatas menghapal, mengakibatkan siswa kurang memiliki ketrampilan analisis dan kemampuan memecahkan masalah”. Salah satu upaya untuk melatih kemampuan analisis siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep (concepts based problem solving). Model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya guna memecahkan masalahmasalah berdasarkan konsep-konsep yang telah dibangun oleh siswa sendiri (Leonard, et al,1999: 3). Model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menganalisis dan bernalar serta memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan/konsep yang telah dibangun oleh siswa sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan Juhaeni (2006), menyebutkan bahwa pengaruh
4
model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep terhadap kemampuan siswa dalam menganalisis dalam setiap pembelajaran pada konsep tekanan zat padat dan tekanan zat cair kelas VII adalah sebesar 26,4% serta kemampuan analisis pada aspek menghubungkan antar konsep diperoleh persentase paling rendah yaitu sebesar 12,8%. Lebih lanjut Juhaeni mengungkapkan bahwa kemampuan siswa dalam menganalisis perlu dilatihkan dalam pembelajaran dan menyarankan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep terhadap kemampuan siswa dalam menganalisis pada aspek lainnya serta konsep lainnya. Berdasarkan pemaparan di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dan diteliti lebih lanjut adalah apakah model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep efektif untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa SMA.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep efektif untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa SMA?”. Untuk memperjelas permasalahan dalam penelitian ini, maka rumusan masalah di atas diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas peningkatan kemampuan analisis siswa SMA pada aspek: menghubungkan,
membedakan,
membandingkan,
dan
memilih,
menarik setelah
kesimpulan, belajar
pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep?
mengidentifikasi,
menggunakan
model
5
2. Bagaimana efektivitas model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep terhadap peningkatan kemampuan analisis siswa SMA? Supaya penelitian ini terfokus dan terhindar dari kesalahan penafsiran, maka perlu adanya batasan masalah sebagai berikut : 1. Pengertian meningkatan kemampuan analisis yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya selisih positif antara skor rata-rata post test dengan skor ratarata pre test pada tes kemampuan analisis. 2. Pengertian efektivitas yaitu tingkat ketercapaian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep. Efektivitas diukur melalui skor gain ternormalisasi. Pada penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep dan kemampuan analisis. Model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep sebagai variabel bebas dan kemampuan analisis sebagai variabel terikat. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep (concepts based problem solving) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya guna memecahkan masalah-masalah berdasarkan konsep-konsep yang telah dibangunnya sendiri. Sesuai dengan pendapat Leonard, et al. (1999: 3), maka secara operasional model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep terdiri dari lima tahapan. Keterlaksanaan model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep pada
6
penelitian ini dapat diukur dengan menggunakan format observasi yang memuat indikator tahapan model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep, sebagai berikut : Tabel 1.1 Indikator Tahapan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Berbasis Konsep No 1.
Tahapan Penelusuran konsep awal
2.
Pengasahan dan pengelompokkan konsep
Indikator Siswa melaksanakan apersepsi dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, ditandai dengan : - Beberapa siswa mengungkapakan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru mengenai materi sebelumnya yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. b. Siswa mengungkapkan pengetahuan awalnya dengan cara menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, ditandai dengan : - Beberapa siswa mengajukan hipotesisnya dari kegiatan demonstrasi yang dilakukan Siswa secara berkelompok melakukan percobaan sesuai dengan pedoman LKS yang telah disediakan, ditandai dengan : a.
a.
Beberapa kelompok siswa menuliskan alat dan bahan yang dipilih yang sesuai untuk digunakan dalam percobaan.
b.
Beberapa kelompok siswa menuliskan cara-cara merancang percobaan yang sesuai dengan tujuan percobaan.
c.
Beberapa kelompok siswa menuliskan tentang cara mengidentifikasi data pengamatan yang telah diperoleh.
d.
Beberapa kelompok siswa menuliskan tentang cara merbedakan fenomena yang terjadi dalam percobaan
e.
3.
Mengembangkan kemampuan analisis dan kemampuan bernalar
Beberapa kelompok siswa menuliskan kesimpulan berdasarkan data hasil percobaan yang telah diperoleh. Siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil pengamatannya di depan kelas dan melaksanakan diskusi serta melakukan tanya jawab tentang hasil pengamatan yang telah diperoleh yang dibimbing oleh guru, sehingga :
a.
Beberapa siswa mengungkapkan cara membedakan setiap konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya.
b.
Beberapa siswa mengungkapkan cara membandingkan setiap konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya.
c.
4.
5.
Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
Menyusun pengetahuan dalam ingatan
Beberapa siswa mengungkapkan cara mengidentifikasi setiap konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya. Siswa melaksanakan diskusi dan melakukan tanya jawab tentang permasalahan dalam LKPM yang dibimbing oleh guru, sehingga:
a.
Beberapa siswa mengungkapkan tentang alasan memilih konsep yang telah diperolehnya yang sesuai untuk menjawab permasalahan dalam LKPM.
b.
Beberapa siswa mengungkapkan tentang cara menghubungkan konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya dengan permasalahan yang tersedia dalam LKPM.
c.
Beberapa siswa mengungkapkan tentang cara menerapkan konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya untuk menjawab permasalahan dalam LKPM.
a. Siswa menyimpulkan konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya yang diarahkan oleh guru, -
Beberapa siswa mengungkapkan kesimpulan tentang konsep/pengetahuan yang telah diperolehnya.
b. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang kegiatan yang telah berlangsung. - Beberapa siswa mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari.
2. Kemampuan analisis yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada ranah kognitif tingkatan keempat berdasarkan taksonomi hasil belajar Bloom yaitu berupa kemampuan menguraikan suatu informasi serta hubungan antara komponen-komponennya, sehingga struktur informasi serta hubungan antara
7
komponen informasi tersebut menjadi jelas (Bloom, 1979: 144). Kata kerja operasional
yang
termasuk
kemampuan
analisis
yaitu
memecahkan,
memperinci, menguraikan, membedakan, mengidentifikasi, menggambarkan, membuat diagram, menarik kesimpulan, membuat garis besar, menunjukkan, membandingkan, memilih, memisahkan, dan menghubungkan (Rustaman, 2003: 43). Kemampuan analisis pada penelitian ini diukur dengan menggunakan tes kemampuan analisis yang memuat kata kerja operasional atau kemampuan analisis pada aspek: menghubungkan, membedakan, menarik kesimpulan, mengidentifikasi, membandingkan, dan memilih.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh informasi empiris mengenai efektivitas model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep terhadap peningkatan kemampuan analisis siswa SMA. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini diuraikan sebagai berikut : 1. Mengetahui efektivitas peningkatan kemampuan analisis siswa SMA pada aspek: menghubungkan, membedakan, menarik kesimpulan, mengidentifikasi, membandingkan,
dan
memilih,
setelah
belajar
menggunakan
model
pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep. 2. Mengetahui efektivitas model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep terhadap peningkatan kemampuan analisis siswa SMA. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
8
1. Bagi siswa, diterapkannya model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep diharapkan efektif meningkatkan kemampuan analisis. 2. Bagi guru, penerapan model pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep diharapkan menjadi salah satu alternatif model pembelajaran. 3. Bagi peneliti, memperluas wawasan khususnya dalam hal melakukan penelitian eksperimen pola kelompok rotasi.
E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen pola kelompok rotasi, yaitu setiap kelompok dijadikan sebagai kelas eksperimen dan sebagai kelas kontrol secara bergiliran. Instrumen penelitian berupa tes kemampuan analisis dan format observasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes tertulis dan observasi partisipatif. Sebelum dan sesudah pembelajaran diberikan pre test dan post test. Skor pre test dan post test yang diperoleh kemudian dianalisis efektivitas peningkatannya berdasarkan skor gain ternormalisasi.
F. Lokasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMU Negeri 2 Bandung. Cara pengambilan sampel menggunakan teknik purposif (purposive sampling) yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan pertimbanganpertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006: 124). Sampel penelitian yang digunakan terdiri atas dua kelompok siswa yaitu siswa kelas XI IPA 4 sebagai kelompok A dan siswa kelas XI IPA 6 sebagai kelompok B.