BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula (Jane, 1995). Winarno (2002), menyatakan bahwa granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat inilah yang disebut birefringent. Pada saat granula mulai pecah, sifat birefringent ini akan menghilang. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung dari sumbernya. Salah satu sumber pati adalah jagung. Jagung relatif mudah diperoleh karena tanaman jagung dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia. Jagung berperan penting dalam perekonomian nasional dengan berkembangnya industri pangan yang ditunjang oleh teknologi budi daya dan varietas unggul. Indonesia mengimpor jagung hampir setiap tahun. Pada tahun 2000, impor jagung mencapai 1,26 juta ton, Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat (BPS, 2005). Selain untuk pengadaan pangan, pakan, dan ternak. Jagung juga banyak digunakan oleh industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri kan memberi nilai tambah bagi usaha tani komoditas tersebut (Suarni dan Sarasutha, 2002).
1
Pati jagung mempunyai ukuran granula yang tidak homogen yaitu 1 μm 7 μm untuk yang kecil dan 15 μm - 20 μm untuk yang besar. Granula besar berbentuk oval polihedral dengan diameter 6 μm - 30 μm. Granula pati yang lebih kecil kurang tahan terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar (Singh, dkk., 2005). Pomeranz
(1991)
menyatakan
bahwa
gelatinasi
adalah
proses
pembengkakan granula pati ketika dipanaskan dalam media air. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi granula pati dapat mengembang dalam air panas. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati. Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara granula yang satu dengan granul lainnya. Mula-mula pembengkakan granula pati bersifat reversible, tetapi ketika suhu tertentu sudah terlewati, pembengkakan granula pati menjadi irreversible. Kondisi pembengkakan granula pati yang bersifat irreversible ini disebut dengan gelatinasi, sedangkan suhu terjadinya peristiwa ini disebut dengan suhu gelatinasi. Pati yang telah mengalami gelatinasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifatsifat semula. Pati gelatinasi yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air dalam jumlah yang cukup besar. Pati yang telah mengalami gelatinasi dapat membentuk pasta dari granulagranula yang membengkak yang tersuspensi di dalam air panas dan molekulmolekul amilosa yang terdispersi di dalam air. Molekul-molekul amilosa tersebut akan terus terdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi panas. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku (Winarno, 2002). Berdasarkan sifat ini peneliti melakukan penelitian untuk
2
menggunakan pati jagung gelatinasi sebagai bahan pengikat tablet. Pati gelatinasi merupakan pati yang telah dibuat dengan cara memanaskan suspensi pati hingga suhu 70°C kemudian dikeringkan. Allopurinol adalah obat utama yang digunakan untuk pengobatan hiperurisemia (yaitu kelebihan asam urat di dalam darah) dan komplikasi ini termasuk pula pirai atau gout. Allopurinol menghambat xantin oksidase digunakan secara oral (Wikipedia Inc, 2014).
Allopurinol sangat sukar larut
dalam air (Ditjen POM RI, 1995), sehingga untuk membuat formula dalam bentuk sediaan tablet perlu dicari bahan pembantu yang dapat mempersingkat waktu hancur. Tablet diharapkan larut pada waktu disolusi yang sesuai pada literatur, sehingga diperoleh sediaan tablet allopurinol yang larut sempurna pada tapak kerjanya, maka kemungkinan bahan pengikat amilum gelatinasi sesuai digunakan sebagai bahan pembantu pada formulasi tablet allopurinol. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian pembuatan tablet secara granulasi basah menggunakan bahan pengikat amilum gelatinasi dengan allopurinol sebagai model obat. Tablet yang diperoleh dilakukan pengujian beberapa parameter mutu industri yaitu uji friabilitas (Voight, 1994) dan uji kekerasan (Parrot, 1971), parameter mutu yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi III yaitu uji waktu hancur (Ditjen POM, 1979), penetapan kadar allopurinol, uji keseragaman sediaan, dan uji disolusi (Ditjen POM, 1995) sehingga dapat diketahui amilum gelatinasi dari jagung dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet. Menurut Moffat (2004) allopurinol mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 250 nm dengan harga A11 563a dalam HCl 0,1 N maka pada 3
evaluasi penetapan kadar, keseragaman sediaan,dan disolusi dilakukan dengan cara spektrofotometri Ultra-violet.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a.
Apakah pati jagung gelatinasi dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet allopurinol secara granulasi basah?
b.
Berapakah konsentrasi pati jagung gelatinasi yang optimal yang dapat sebagai pengikat pada formulasi tablet?
1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: a.
Pati jagung gelatinasi dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet allopurinol secara granulasi basah.
b.
Pati jagung gelatinasi dapat digunakan sebagai pengikat yang optimal dalam rentang konsentrasi tertentu.
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan hipotesis di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: a.
Untuk dapat menggunakan pati jagung gelatinasi sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet allopurinol secara granulasi basah.
4
b.
Untuk mengetahui konsentrasi pati jagung gelatinasi yang paling baik digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet allopurinol secara granulasi basah.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penggunaan gelatinasi pati jagung sebagai bahan pengikat pada pembuatan tablet allopurinol secara granulasi basah.
5