BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Setiap perempuan mendapat anugerah Tuhan untuk dapat mengandung,
melahirkan,dan menyusui. Kodrat yang diberikan kepada perempuan ini ditandai oleh perangkat reproduksi yang dimilikinya, yaitu rahim dan semua bagiannya, untuk tempat tumbuh kembang janin selama didalam kandungan, dan payudara untuk dapat menyusui anak ketika sudah dilahirkan di dunia. Semua perempuan berpotensi untuk menyusui anaknya, sama dengan potensi untuk mengandung dan melahirkan (Perinasia. 2004.hlm.1). Tidak semua perempuan dapat memahami dan menghayati kodratnya sebagai perempuan. Faktor penyebabanya yaitu karena pengetahuan yang kurang memadai, atau persepsi yang keliru tentang payudara dan menyusui, pemahaman yang kurang tentang peran dan fungsi sebagai seorang ibu, payudara tidak dilihat sebagai perangkat untuk menyusui anakanya. Akibatnya air susu ibu (ASI) menjadi terbuang percuma karena tidak dimanfaatkan dengan baik. Ibu lebih suka menggunakan susu formula padahal manfaat ASI sampai sekarang belum ada tandingannya (Perinasia. 20004.hlm.1). Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta – juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Bahkan ibu yang buta hurufpun dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Ironisnya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan (Roesli. 2000.hlm.2). Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibunya maupun masalah yang terjadi pada bayinya. Sebagian besar ibu yang tidak paham dengan masalah ini menganggap kegaglan menyusui sering dianggap problem pada anaknya. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca perasalinan dini, dan masa persalinan lanjut. Masalah pada bayi umumnya berkaitan dengan manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi bingung putting atau sering menangis. Karena hal tersebut ibu dan keluarga sering mempresentasikan bahwa ASI tidak tepat bagi bayinya (Perinasia. 2004.hlm.16). World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI secara ekslusif sekurangnya selama usia 6 bulan pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain dan rekomendasi serupa juga didukung oleh American Academy of Pediatrics (AAP), Academy Of Breastfeeding Medicine, demikian pula oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDAI. 2010.hlm.108). Pada tahun 1999, setelah pengalaman 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI ekslusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak Negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan. Terlepas dari isi rekomendasi baru UNICEF tadi, masih ada pihak yang tetap mengusulkan pemberian makanan pada usia 4 bulan sesuai dengan isi deklarasi Innocent (1990), yaitu “hanya diberi ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan”. Namun, pengetahuan terakhir tentang efek negatif pemberian makanan padat yang terlalu dini
Universitas Sumatera Utara
telah cukup menunjang pembaharuan defenisi ASI ekslusif menjadi,
ASI saja
sampai usia sekitar 6 bulan (Roesli. 2000.hlm.3). Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997 sampai 2003, diketahui bahwa angka pemberian ASI ekslusif turun dari 49% menjadi 39%, sedangkan penggunaan susu formula meningkat tiga kali lipat (Prasetyono. 2012.hlm.23). Hasil SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) 2007 adalah sebanyak 44% bayi baru lahir di Indonesia mendapat ASI dalam 1 jam setelah kelahiran dan 62% bayi mendapat ASI pada hari pertama. Proporsi anak yang diberi ASI pada hari pertama paling rendah yaitu 43% untuk bayi yang dilahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan, dan tertinggi 54% untuk bayi lahir tanpa pertolongan. Sebanyak 65% bayi mendapatkan makanan selain ASI sejak dini. Hanya 32% bayi di Indonesia mendapat ASI ekslusif selama 6 bulan (IDAI. 2010.hlm.147). Berat badan bayi meningkat secara tidak teratur, terutama pada bayi yang disusui. Rata – rata, peningkatan berat badan bayi berkisar pada 150 – 200 gr per minggu, dan biasanya melambat setelah usia 3 bulan, kemudian menjadi lebih lambat lagi setelah 6 bulan. Ada waktu yang tepat bagi bayi untuk mengalami dorongan pertumbuhan yang cepat dan kenaikan berat badan (Khasanah. 2011.hlm.21). Penelitian yang dilakukan oleh Matondang. S (2008) kepada 30 orang sampel di peroleh ibu yang memberikan ASI Eksklusif dan kenaikan berat badan 0-6 bulan. . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kenaikan berat badan bayi 0-6 bulan. Desain Penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental. Mayoritas ibu yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 19 jiwa (63.3%) dan minoritas 11 jiwa (33.7%). Penelitian ini bersifat study korelasi dengan menggunakan data primer yaitu dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
kuisioner yang dibagikan kepada respoden. Dari hasil penelitian di peroleh bayi yang mempunyai kenaikan berat badan mayoritas 19 jiwa (63.3%) dan minoritas bayi yang tidak mempunyai kenaikan berat badan berjumlah 11 jiwa (33.7%). Dari data di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa mayoritas ibu yang memberikan ASI eksklusif mempunyai kenaikan berat badan pada bayi 0-6 bulan. Berdasarkan penelitian di atas di simpulkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan ASI eksklusif mempunyai kenaikan berat badan pada bayi nya, dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif di karenakan kurangnya memdapatkan sumber informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Budiaman. A (2009) di Desa Urban kepada 221 orang bayi yang terdiri dari 110 orang bayi yang diberi ASI ekslusif dan 111 orang bayi yang diberi makanan tambahan ASI. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi ekspermental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan bayi usia 0-4 bulan berdasarkan berat badan bayi yang diberi ASI ekslusif dengan bayi yang diberi makanan pendamping ASI.. Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat pertambahan berat badan bayi yang diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan, pertambahan berat badan yang terjadi sampai 0,14kg per bulan
sedangkan pada bayi yang diberi makanan pendamping ASI
terjadi penambahan berat badan hanya 0,12 kg per bulan. Dapat disimpulkan bahwa berat badan bayi yang diberi ASI ekslusif lebih besar penambahan berat badan yang terjadi dibanding dengan bayi yang diberi makanan pendamping ASI. Dalam laporan Riskesdas (2010) dikumpulkan data tentang pola pemberian ASI pada anak 0-23 bulan dari 69.300 sampel yang ada yang meliputi : proses mulai menyusui, pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusui eksklusif, dan pemberian MP-ASI. Persentase proses mulai menyusui pada anak umur 0-23 bulan menurut provinsi di Indonesia yaitu persentase proses mulai menyusui kurang
Universitas Sumatera Utara
dari satu jam (< 1 jam) setelah bayi lahir adalah hanya berkisar 29,3%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan presentase terendah di Maluku 13,0%. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah lahir tetapi masih ada 11,1% proses mulai menyusui dilakukan setelah 48 jam. Data yang diperoleh dari dinas kesehatan kabupaten di Sumatera Utara pada tahun 2010 dari 3116 sampel yaitu proses menyusui bayi dimulai dari usia bayi < 1jam setelah bayi lahir terdapat 20,2%, pada waktu 1–6 jam setelah bayi lahir proses menyusui terdapat 34%, 7-23 jam setelah bayi lahir terdapat 12%, pada waktu 24– 47 jam setelah bayi lahir terdapat 14,3%, sedangkan proses menyusui bayi yang dimulai ≥ 48 jam terdapat 19,5% (Riskesdas. 2010). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan frekuensi pemberian ASI ekslusif terhadap penambahan berat badan bayi di klinik bersalin Nurbaini Medan karena masih banyaknya ibu – ibu yang belum memberikan ASI secara ekslusif selama 6 bulan.
B.
Perumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan frekuensi
pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi di Klinik Bersalin Bersama Medan pada tahun 2013.
C.
Tujuan penelitian
1.
Tujuan umum Untuk mengidentifikasi hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap
penambahan berat badan bayi di klinik bersalin Bersama di Medan tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.
Tujuan khusus
a.
Untuk mengidentifikasi karakteristik responden yang meliputi umur bayi, dan jenis kelamin bayi, paritas bayi di klinik bersalin Bersama Medan tahun 2013
b.
Untuk mengidentifikasi frekuensi pemberian ASI di klinik Bersama Medan tahun 2013
c.
Untuk mengidentifikasi penambahan berat badan bayi yang diberi ASI di klinik Bersama Medan tahun 2013
d.
Untuk mengidentifikasi hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi di klinik Bersama tahun 2013
D.
Manfaat penelitian
1.
Bagi ibu menyusui Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi ibu menyusui untuk mengetahui frekuensi menyusui yang efektif bagi bayi dalam 24 jam terhadap peningkatan berat badan bayi.
2.
Bagi Pelayanan kebidanan Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada ibu – ibu pasca bersalin dalam memberikan ASI pada bayi. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan untuk penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya ASI terhadap penambahan berat badan bayi.
3.
Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan penelitian – penelitian lain yang berkaitan dengan frekuensi pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi.
Universitas Sumatera Utara
4.
Bagi peneliti Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu metodelogi penelitian yang diperoleh penulis di bangku perkuliahan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis tentang pemberian ASI yang efektif bagi bayi.
Universitas Sumatera Utara