BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Keterbukaan informasi publik dan partisipasi warga dalam kebijakan publik di Indonesia telah mendapat ruang yuridis formal sebagaimana dapat dicermati pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU PP). UU KIP kemudian dilengkapi dengan keberadaan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik. Menurut UU KIP salah satu tujuan Undang-Undang ini adalah “meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas” (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 3, bagian g). Dengan kata lain pelaksanaan UU KIP dapat menjadi tolok ukur kualitas layanan informasi yang disediakan oleh suatu badan publik. Tujuan yang sama “meningkatkan pelayanan Informasi Publik di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi publik yang berkualitas”, tercantum pula pada pasal 2 poin b Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010. Dalam Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Penganugerahan Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2015, Komisi Informasi (KI) Indonesia menegaskan bahwa penerapan UU KIP diharapkan dapat mewujudkan masyarakat informasi Indonesia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keterbukaan informasi mencakup mental, mindset, sikap dan budaya yang memerlukan komitmen, konsistensi, koordinasi, kolaborasi dan komunikasi untuk mewujudkannya. Oleh karena itu menarik untuk memperhatikan sejauh mana keterbukaan 1
informasi publik dan partisipasi warga dalam ranah kebijakan publik, sungguhsungguh mendapat ruang dari pemerintah melalui berbagai media komunikasi pemerintah, yang salah satunya adalah laman (website) pemerintah. Selain persoalan itikad baik dalam politik (political will) era demokrasi elektronik (edemocracy), hal ini sekaligus merupakan persoalan profesionalisme pengelolaan website pemerintah sebagai media komunikasi yang vital dan strategis di era pemerintah elektronik (e-government). Pemerintah seringkali dinilai berjalan sendiri, tanpa sungguh-sungguh melibatkan warga dalam berbagai proses sosial politik. Di era demokrasi yang terus berkembang, keterbukaan informasi publik dan partisipasi adalah harapan yang wajar bahkan hak warga negara dalam relasinya dengan pemerintah, berkenaan dengan berbagai aspek kehidupan yang menyangkut hajat hidup warga negara itu sendiri. Perkembangan demokrasi juga menemukan titik temunya dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet. Pertemuan politik dan pemerintahan dengan teknologi informasi komunikasi internet melahirkan apa yang dikenal luas sebagai e-democracy dan e-government. Demikian pula, spirit partisipasi menemukan persinggungannya dengan internet dalam konsepsi partisipasi elektronik (e-participation). Semua ini tidak terlepas dari karakteristik bawaan internet yang dapat diakses oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, secara cepat, mudah, murah, dan dalam jangkauan yang sangat luas. Setelah dinamika yang menguntungkan bagi tumbuh kembangnya egovernment
dan
e-democracy,
menarik
untuk
mencermati
bagaimana
perkembangan website pemerintah di Indonesia dalam kaitannya dengan spirit pelibatan warga. Bahkan lebih jauh lagi, lahirnya wacana dan praktek kemitraan pemerintah yang terbuka (Open Government Partnership) atau biasa disingkat OGP, dan dalam konteks di Indonesia dikenal dengan istilah Open Government Indonesia (OGI), telah membuka peluang meningkatnya partisipasi warga dalam 2
semangat kemitraan dengan pemerintah, dan juga semangat keterbukaan. Keterbukaan, adalah lawan ketertutupan, yang dalam konteks pemerintah di Indonesia menjadi salah satu kondisi yang menyuburkan persoalan korupsi. Penelitian ini mencoba mengkaji dalam ranah yang lebih sempit, namun mewakili. Tidak meneliti seluruh fenomena website pemerintah Indonesia, yang membutuhkan berbagai sumber daya memadai, namun memilih webportal Kementerian Agama Republik Indonesia. E-Portal adalah halaman web yang dirancang secara khusus pada website yang membawa pasokan informasi dalam jumlah yang banyak secara bersamaan, yang berhubungan dengan bidang kepentingan, dari berbagai sumber yang berbeda, dengan cara yang seragam. Portal e-government memberikan kemudahan akses bagi penggunanya pada seluruh informasi dan layanan pemerintah (Dhindsa, Narang & Choudhary, 2013:121). Webportal Kementerian Agama dipilih karena alasan persoalan korupsi – sebagai fenomena anti transparansi dalam tinjauan komunikasi-- pada institusi ini yang kasusnya cukup menonjol. Webportal Kementerian Agama RI sendiri menempati posisi ke-22 pada Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) tahun 2013, dan naik ke peringkat 18 pada ajang pemeringkatan yang sama di tahun 2014 dan 2015. Korupsi adalah salah satu masalah terbesar di Indonesia yang terkait erat dengan budaya yang menyuburkan ketertutupan (anti transparansi), yang merupakan masalah komunikasi.
Menurut data Transparency International
Indonesia bahkan dikenal sebagai salah satu negara terkorup di dunia (lihat misalnya Znoj dalam Nuijten dan Anders, 2007:53). Gencarnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, yang terwakili oleh sepak terjang KPK, seolah-olah sama fantastisnya dengan kasus demi kasus korupsi yang terungkap, yang selalu membawa efek keterkejutan yang besar mengingat besaran angka yang dikorupsi, kekuasaan pejabat yang terlibat, hingga jumlah pejabat yang terlibat, peran, beserta institusi masing-masing. 3
Dalam kasus korupsi di Kementerian Agama, penetapan Menteri Agama saat itu yaitu Suryadharma Ali pada akhir Mei 2013 sebagai tersangka korupsi penyelenggaraan haji tahun 2012/2013, sebenarnya sudah dimulai dengan sinyalemen pendahulu dalam beberapa tahun terahir. Salah satu yang menjadi sorotan dalam persoalan korupsi dana haji adalah keberadaan Dana Abadi Umat (DAU). Dari pemberitaan di media massa yang mengangkatnya, persoalan DAU selalu terkesan tertutup, tanpa ada penjelasan yang memuaskan bagi publik. Kesan dan sikap tertutup ini menjadi boomerang yang selalu menyulitkan para pimpinan di Kementerian Agama yang menangani urusan haji, terlebih manakala muncul persoalan ini, yaitu KPK mencium adanya penyalahgunaan dana, tak tanggungtanggung oleh Menteri Agama sendiri. Ketertutupan komunikasi seperti ini jelas sebuah persoalan besar, bertentangan dengan bagaimana idealnya keterbukaan komunikasi seharusnya ada pada sebuah organisasi. Sebagai catatan, beberapa penelitian tentang website pemerintah Indonesia menunjukkan kesimpulan bahwa website pemerintah masih sebatas wahana informasi searah pemerintah, fasilitas interaktif belum dimanfaatkan optimal, dan website belum benar-benar dikelola serta dimanfaatkan untuk berlangsungnya partisipasi publik (lihat misalnya Nurdin, Stockdale & Scheepers, 2012; Dewi, 2011; Sosiawan, 2008; Broto, Wibowo, Budyo, Wicaksana & Djuharsa, 2007; Maria, 2005). Perlu dicatat pula bahwa pendayagunaan teknologi informasi untuk penyediaan data dan informasi yang cepat dan akurat masih merupakan persoalan aparatur pemerintah (Rayanto, 2009:82-83). Dari aspek pemanfaatan TIK, seluruh website pemerintah sebagai representasi e-government selama ini selalu dilibatkan dalam penilaian melalui ajang Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) yang menilai 5 (lima) aspek yaitu; kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan perencanaan. PeGI mencakup penilaian dan pemeringkatan atas website Kementerian juga pemerintah daerah, baik provinsi, maupun kabupaten/kota. Lebih khusus, pemeringkatan keterbukaan informasi publik di Indonesia 4
telah rutin dilakukan sejak tahun 2011, hingga data terakhir tahun 2015. Pemeringkatan dilakukan untuk mengetahui tingkat pelaksanaan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dari Badan Publik dalam menjalankan kewajiban dan memberikan akses informasi publik ke masyarakat.1 Menarik bahwa pada pemeringkatan keterbukaan informasi publik tahun 2014, Kementerian Agama menempati posisi 9 untuk kategori kementerian. Berbagai kondisi pengelolaan informasi dan komunikasi publik di Kementerian Agama bisa diungkap tentang bagaimana kinerja ini bisa tercapai, mengingat kasus korupsi pada tahun-tahun sebelumnya tentu sebaliknya terkait dengan nuansa ketertutupan informasi. Selain itu didukung pula dengan fakta diraihnya predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Kementerian Agama RI pada tahun 2013 dan 2014. Hal yang bisa dicatat, sejak mundurnya SDA dalam keterkaitan dengan persoalan korupsi dana haji tahun 2012/2013, posisi Menteri Agama digantikan oleh Lukman Hakim Saifuddin, yang kemudian terpilih kembali pada kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.2 Namun demikian, pada ajang pemeringkatan yang sama di tahun 2015, Kementerian Agama tidak lagi menempati peringkat 10 besar. Beragam fitur tersedia pada website pemerintah, yang pada prinsipnya merupakan perwujudan upaya komunikasi efektif pemerintah, khususnya melalui humas pemerintah, pada publiknya, sekaligus upaya pencapaian tujuan organisasi, yang dalam hal ini pelayanan publik. Demikian halnya dengan Pusat Informasi 1
Komisi Indonesia melakukan pemeringkatan Keterbukaan Informasi Badan Publik melalui 4 tahap, yaitu pengiriman kuisioner dan pengisian secara mandiri, verifikasi melalui website BP dan soft file data pendukung, verifikasi lanjut secara acak kepada 20 BP nilai tertinggi untuk tiap kategori BP, dan tahap visitasi BP. Instrumen Kuisioner Penilaian Mandiri dilakukan sejak tahun 2013. Indikator yang digunakan dalam kuinioner adalah mengumumkan informasi publik (25%), menyediakan informasi publik (20%), pelayanan informasi publik (25%), pengelolaan dan pendokumentasian informasi publik (30%) (lihat Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Penganugerahan Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2015, Jakarta)
2
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kemudian cukup populer paling tidak menurut beberapa riset, salah satunya yang diselenggarakan SETARA Institute. Ia meraih posisi ketiga popularitas setelah Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti di posisi pertama, dan Menteri Pendidikan Anies Baswedan di posisi kedua.
5
dan Humas Kementerian Agama Republik Indonesia (Pinmas Kemenag RI). Pinmas Kemenag RI antara lain mengelola webportal kemenag.go.id. Seluruh website unit kerja di lingkungan Kemenag pusat, dan website unit kerja kantor wilayah di 34 provinsi, terintegrasi dalam webportal ini. Merujuk Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, pasal 473, dinyatakan bahwa: “Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang keagamaan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.” Selanjutnya lebih dijelaskan pada pasal 474, bahwa; “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 473, Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi: (a). perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keagamaan; (b). pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama; (c). pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama; (d). pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah; (e). pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan (f). pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. Jelas terlihat bahwa Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi “perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keagamaan”, sebuah proses yang dapat melibatkan partisipasi masyarakat atau publik, yang salah satunya melalui optimalisasi website pemerintah sebagai media informasi dan partisipasi publik yang efektif. Pemerintah RI telah menerapkan e-government sejak tahun 2003, melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2003 tentang Strategi dan Kebijakan e-Government. Indonesia mempunyai dasar hukum untuk pelaksanaan e-government, antara lain mulai dari Inpres No. 6/2001 tentang Telematika, UU No. 11/2008 tentang ITE, UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 25/2009 tentang 6
Pelayanan Publik, Inpres No. 3/2003 Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengembangan E-Government, dan lain sebagainya. Melengkapi Inpres No. 3 Tahun 2003, 9 Juni 2003, dirumuskan dengan jelas dalam lampiran Inpres tentang motivasi kebijakan e-government, yang mempertimbangkan tuntutan perubahan, pemerintah yang diharapkan, tujuan pengembangan e-government, pembacaan atas kondisi saat ini dan kesiapan pemanfaatan teknologi informasi, inisiatif e-government yang berkembang, strategi pengembangan e-government, hingga langkah pelaksanaan. Selain itu pula telah dirumuskan dalam lampiran lainnya mengenai kerangka e-government di Indonesia, kerangka pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government, hingga kerangka kebijakan anggaran pengembangan e-government (lampiran Inpres No. 3 Tahun 2003). Tidak
sampai
satu
dekade,
e-government
di
Indonesia
yang
pelaksanaannya belum optimal ini lantas kembali mendapatkan daya dorong tambahan melalui gerakan open government, lebih khusus Open Government Indonesia (OGI). Spirit ini adalah tentang kemitraan antara masyarakat dan pemerintah Indonesia untuk mendorong keterbukaan pemerintah yang bersinergi dengan pertumbuhan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Di sisi lain, dalam tinjauan demokrasi berkembang konsep demokrasi deliberasi (democracy deliberation) sebagai sebuah demokrasi yang menekankan partisipasi publik atau warga (lihat misalnya McGann, 2006:122). Sebagaimana dinyatakan Saward (2000), konsep demokrasi deliberasi ini berkembang dalam dua dekade terakhir. Dalam konsep ini, demokrasi lebih dari sekedar menghitung kepala, namun mencakup diskusi berdasar inklusivitas dan kesetaraan, dengan pengetahuan mendalam tentang isu terkait, dari para partisipannya, kesadaran akan adanya kepentingan yang sama, dan kepercayaan diri untuk mengambil peran secara aktif dalam urusan kepublikan (Saward, 2000:5). Sekali lagi, dinamika teknologi informasi dan komunikasi memberikan 7
peluang untuk tumbuh kembangnya deliberasi digital (digital deliberation) atau deliberasi online (online deliberation), termasuk di Indonesia. Deliberasi online ini
sangatlah
operasional.
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/BAPPENAS dapat dikatakan motor penting deliberasi online di Indonesia
melalui
program
e-musrenbang
(musyawarah
perencanaan
pembangunan nasional secara elektronik). Hal ini diaplikasikan oleh pemerintah daerah di Indonesia dengan operasionalisasi website e-musrenbang yang pada prinsipnya menunjukkan kecenderungan praktek nyata deliberasi online di Tanah Air. Selain e-musrenbang yang diinisiasi BAPPENAS, tentu menarik untuk mencermati lebih jauh spirit dan praktek partisipasi deliberasi secara online pada website pemerintah. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini mencoba mengkaji webportal Kementerian Agama RI atas dimensi kualitas keterbukaan informasi publik dan kualitas partisipasi deliberasi, dimana kualitas keterbukaan informasi publik di sini mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, juga Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Pelayanan Informasi Publik.
B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah penelitian ini adalah; “Bagaimana kualitas webportal Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai media keterbukaan informasi publik dan media partisipasi deliberasi warga dalam bidang kehidupan beragama?” Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas informasi publik bagi umat beragama, pada webportal Kementerian Agama RI, merujuk Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008? 8
2. Bagaimana kualitas partisipasi deliberasi warga terkait kepentingan mereka sebagai umat beragama, pada webportal Kementerian Agama RI?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji kualitas informasi publik khususnya aspek kehidupan beragama, pada webportal Kementerian Agama RI, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik. 2. Melihat dan mendeskripsikan kualitas partisipasi deliberasi warga sebagai umat beragama pada webportal Kementerian Agama RI.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Praktis a. Memberikan gambaran bagi Kementerian Agama Republik Indonesia, dan para pemangku kepentingan mengenai kualitas informasi publik ditinjau dengan UU Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi mengenai Standar Pelayanan Informasi Publik, juga kualitas partisipasi deliberasi warga, pada webportal Kementerian Agama RI, di bidang kehidupan keagamaan. Dengan demikian diharapkan adanya upaya peningkatan sebagai media yang dapat mendorong tumbuh kembangnya budaya keterbukaan dan budaya partisipasi dalam semangat demokrasi deliberasi, khususnya dalam aspek kehidupan sebagai umat beragama di Indonesia. b. Para pemangku kepentingan khususnya warga, dapat mengetahui peluang memperoleh informasi publik secara terbuka dan keterlibatan dalam pencapaian visi misi berbangsa dan bernegara di bidang kehidupan keagamaan melalui partisipasi deliberasi dengan memanfaatkan media website pemerintah, 9
khususnya pada webportal Kementerian Agama RI. 2. Manfaat Akademis a. Menambah khasanah kajian mengenai kualitas website kementerian di Indonesia khususnya dalam aspek kualitas informasi publik sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik, dan juga Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik, dengan pendekatan analisis isi kualitatif. b. Menambah khasanah kajian pemanfaatan dan peningkatan deliberasi online pada website pemerintah, khususnya kementerian, untuk partisipasi warga secara demokratis.
E. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Dari Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Government) Menuju Tata Kelola Deliberatif (Deliberative Governance) Dwiyanto menilai birokrasi pemerintah Indonesia belum tanggap pada tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan melihat indikasi; pertama, masih rendahnya pelibatan warga oleh birokrasi pemerintah dalam pengambilan keputusan menyangkut kepentingan dan kebutuhan publik, kedua, penyelenggaraan pemerintahan masih dirasakan tertutup bagi para pemangku kepentingan. Untuk yang kedua, antara lain ditandai dengan kesulitan akses atas informasi penting penyelenggaraan pemerintahan seperti anggaran, pengambilan keputusan dalam pengelolaan proyek, hasil pengawasan pemerintah, rekrutmen pegawai, dan promosi pejabat (Dwiyanto, 2011:132). Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN), pengertian good governance mengandung dua makna. Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat
dalam
pencapaian
tujuan
(nasional)
kemandirian,
pembangunan
berkelanjutan, dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari 10
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (dalam Sedarmayanti, 2009:274). Dapat digarisbawahi bahwa good governance berkenaan dengan menempatkan warga sebagai subyek aktif pembangunan, melalui aspirasi dan peran nyata warga, selain juga bermakna efektifitas dan efisiensi fungsi pemerintahan --salah satunya melalui optimalisasi teknologi informasi dan komunikasi dalam urusan pemerintahan-- yang dalam hal ini digerakkan oleh para aparatur pemerintah, untuk mencapai visi dan misi masing-masing lembaga pemerintahan dalam melayani publik. Sebagaimana dinyatakan UNDP tentang ciri-ciri good governance, maka partisipasi, aturan hukum, keterbukaan, ketanggapan, orientasi
berdasar
kesepakatan, keadilan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas adalah mutlak untuk dapat dikatakan pemerintahan memiliki tata kelola yang baik, sebagai syarat dan kondisi mencapai tujuan pelayanan publik. Lebih dari konsep good governance, saat ini di berbagai negara telah pula dikenal, diterapkan, dan dikembangkan konsep deliberative governance. Konsep deliberative governance salah satunya mengacu pada tulisan Ganuza dan Frances (2012), yang dapat diartikan tata kelola deliberatif. Artinya, ada penekanan lebih dari sekedar good governance (tata kelola yang baik dalam pemerintahan khususnya), yang telah populer dan banyak diterapkan. Namun, tata kelola yang baik ini juga mempersyaratkan tata kelola yang melibatkan keterlibatan warga secara musyawarah mufakat dalam urusan publik. Sebagaimana pemikiran Ganuza dan Frances (2012:285), bahwa ide pemberdayaan politik berpusat pada tata kelola deliberatif. Konsep deliberative governance ini menjadi penting disadari karena menjadi dasar dan nilai utama dalam mewujudkan deliberasi dalam kehidupan sehari-hari demokrasi. Dari sini dapat pula diturunkan konsep-konsep yang relevan seperti; model tata kelola deliberatif, inisiatif tata kelola deliberatif, 11
kapabilitas deliberatif individual, partisipasi, proses partisipasi baru, rancangan prosedur partisipasi, partisipasi individual (lihat Ganuza & Frances, 2012). Ganuza dan Frances dalam hal ini mencoba membedah aktivitas participatory budgeting yang telah menjadi rutinitas di beberapa negara, termasuk Brazil dan Spanyol yang mereka teliti. Demikian pula dengan kajian atas 289 website Pemerintah daerah di Swedia, yang dilakukan oleh Wiklund, atas potensi teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung penerapan demokrasi deliberasi di Swedia. Hasil penelitiannya menyimpulkan, bahwa jika dirancang dengan benar, pelayanan melalui teknologi informasi ini memiliki potensi demokrasi deliberasi (lihat Wiklund, 2006:701). Menurut Kies gagasan demokrasi deliberasi pertama kali digali dari perspektif sejarah dan sosial dengan menganalisa bagaimana Habermas (1989) dan Sennet (1977), pada tahun 1970-an mempertahankan ide bahwa demokrasi abad 20 harus didasarkan pada “public space” yang asli dan kritis dengan inspirasi ruang publik yang muncul pada abad 18. Analisis ini menarik karena menginspirasi beberapa pertanyaan orsinil berkenaan dengan potensi deliberasi ruang publik online (Kies, 2010:7-8). Kies menegaskan alasan mengapa memilih demokrasi deliberasi antara lain adalah; (a). pilihan yang lebih baik bagi masyarakat yang kompleks dan plural dibandingkan memilih model liberal dan republik, (b). menumbuhkan penerimaan dan legitimasi keputusan kolektif, (c). dibandingkan demokrasi agregasi, demokrasi deliberasi lebih mungkin dalam mengarahkan bentuk kesepakatan dan untuk membatasi bahaya polarisasi kelompok sosial, (d). menumbuhkan kemungkinan pengembangan semangat publik (Kies, 2010:31-32). Lebih jauh merujuk Hartz-Karp, prinsip-prinsip demokrasi deliberasi adalah inklusif (inclusiveness), musyawarah (deliberation), dan pengaruh (influence) (Hartz-Karp, 2005). 12
2. Komunikasi Interaktif, Partisipatif, Hingga Deliberatif Menyoal komunikasi interaktif saat ini hampir tak bisa dilepaskan dari konteks teknologi informasi komunikasi yang dinamis. Dinamika teknologi informasi dan komunikasi ini telah memungkinkan siapapun saat ini dapat berhubungan dengan siapa saja, dalam posisi memberi sekaligus menerima informasi, dengan cara yang mudah bahkan menyenangkan. Demikian halnya dalam hubungan antara warga negara, pemerintah, dan pelaku usaha atau pasar. Memperhatikan arti penting para pemangku kepentingan tersebut, pemerintah dan pebisnis secara sadar menggunakan media interaktif untuk mewadahi komunikasi satu sama lain, dan meraih manfaat bagi organisasi dan lingkungannya. Wacana interaktivitas penting dalam konteks pemerintah untuk menyediakan kesempatan memberi umpan balik bagi warga (Reinsalu, 2006:75). Sebab itu sebagaimana dijelaskan Reinsalu, warga haruslah memiliki motivasi untuk menggunakan internet, khususnya website pemerintah. Hal ini hanya dapat terjadi bila website pemerintah menyediakan cukup alasan bagi warga untuk mengakses, berkepentingan dan terlibat dalam proses informasi dan komunikasi. Kondisi ini dapat terjadi bila interaksi dengan website pemerintah memberi manfaat bagi warga. Dalam konteks humas pemerintah, interaktivitas dapat mengacu pada model public relations (PR) Grunig dan Hunt (dalam Sheehan & Xavier, 2009), yaitu model ke-empat, two-way symmetric. “The two-way symmetric model” yang diajukan Grunig dan Hunt ini adalah model yang paling ideal dari keseluruhan empat model PR (1) press agentry/publicity, (2) public information, (3) two-way asymmetric, dan (4) two-way symmetric. Menurut Sheehan dan Xavier (2009) walaupun model ini mendapatkan kritik karena dianggap terlalu ideal dan tidak realistis, dengan asumsi bahwa PR adalah pihak yang “dibayar” oleh organisasi, terutama dalam hal ini PR perusahaan atau swasta, namun justru dalam konteks PR institusi publik, model ini terasa sangat ideal dan realistis. Demikian mestinya PR dalam konteks pelayanan publik. 13
Tujuan PR disini untuk meraih saling pemahaman, baik publik maupun organisasi yang merupakan hasil dari aliran komunikasi dua arah yang simetris ini. Pendekatan ini mendukung dalam membangun hubungan melalui dialog, mendengarkan, dan meraih saling pengertian yang baik (Sheehan & Xavier, 2009:41-42). Mengenai komunikasi dialogis yang penting bagi PR pemerintah, Kim dan Molleda (2011) mengutip Kent dan Taylor (1998), dimana keduanya mengenalkan teori komunikasi dialogis yang menganggap dialog sebagai produk sampingan dari proses simetris dua arah J. Grunig dan Hunt dalam konteks world wide web. Lebih lanjut Kim dan Molleda masih merujuk Kent dan Taylor (1988) bahwa organisasi dapat menyediakan informasi tidak hanya apa yang ingin mereka sampaikan pada para pemangku kepentingan, namun juga apa yang menjadi permintaan para pemangku kepentingan terhadap organisasi. Berkenaan dengan dialog Kent dan Taylor (2002) menunjukan 5 prinsip dialog: mutualitas, kedekatan, empati, risiko, dan komitmen (Kim & Molleda, 2011:6). Selaras dengan itu, sebagaimana dikutip Diaz, Blazquez, Molina, & Martin-Consuegra (2013:374), Waters dan Tindall (2010) menegaskan bahwa komunikasi dialogis digunakan dalam website organisasi untuk memetik manfaat efektivitas hubungan dengan target khalayak Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari perspektif hubungan, organisasi atau pemerintah menggunakan media interaktif sebagai alat membangun hubungan untuk memuaskan permintaan warga negara untuk akses publik untuk keterlibatan informasi dan sosial (Kazoleas & Teigen, 2006, dalam Kim & Moleda, 2011:6). Selain itu media interaktif telah merubah karakteristik PR dari informasi top down ke pendekatan komunikasi model bottom up (Kazoleas & Teigen, 2006, dalam Kim & Moleda, 2011:6). Menghimpun berbagai hasil penelitian tentang tingginya pemanfaatan media interaktif oleh public relations berbagai institusi, Kim, Chun, Kwak & Nam (2014) menekankan pentingnya pemanfaatan website itu sendiri, media sosial 14
facebook dan twitter, dalam membangun komunikasi interaktif, dialogis, antara institusi dan publik. Mengutip Avery et.al (2010:337), media sosial memiliki ciriciri bawaan yaitu interaktif, komunikatif, dan sosial. Maka, memanfaatkan website dan media sosial, merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam membangun hubungan dengan publik. Namun demikian, ditegaskan bahwa hal ini menuntut alokasi sumber daya organisasi berupa SDM pengelolanya, sekaligus biaya. Komunikasi melalui media interaktif adalah komunikasi partisipatif, yaitu komunikasi yang menempatkan para aktor komunikasi yang terlibat sebagai partisipan atau peserta aktif, yang sekaligus menjalankan peran mengemukakan pendapat atau aspirasi, menyimak pendapat atau aspirasi dan atau tanggapan orang lain, dan kesemua partisipan terintegrasikan dalam mekanisme komunikasi yang dinamis. Tipe dan kualitas aliran informasi khususnya untuk memperbandingkan metode partisipatif diperlihatkan pada gambar berikut ini; Gambar 1.1. Kualitas aliran informasi dalam metode partisipatif Gudowsky dan Bechtold (2013).
Sumber: Gudowsky & Bechtold, 2013:9 Sebagaimana dijelaskan Gudowsky dan Bechtold (2013) mengenai gambar tersebut, dalam tipe aliran satu arah, seseorang secara partisipatif menyediakan atau memperoleh informasi. Aliran satu arah yang bi-direksional bisa saja diinterpretasikan sebagai aliran dua arah. Namun demikian, argumen yang lebih ditekankan di sini adalah bahwa aliran dua arah yang sebenarnya, 15
hanya terjadi dalam sebuah diskusi atau dalam sebuah dialog. Sebuah diskusi tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan dengan memahamkan argumen, sedangkan dialog membentuk pembelajaran sebagai pertukaran argumen dari kedua belah pihak (Gudowsky & Bechtold, 2013:9). Lebih jauh hingga konsep komunikasi deliberatif, partisipasi komunikasi tidak hanya berhenti pada komunikasi dinamis saling belajar dan memperoleh informasi satu sama lain, namun, ada hasil yang dicapai, yaitu sebentuk kemufakatan, dimana proses komunikasi juga dilandasi saling menghargai, kesetaraan dan kepercayaan satu sama lain, dan dimana kemufakatan itu memiliki posisi tawar untuk mempengaruhi proses kebijakan publik oleh pemerintah. Partisipasi dalam forum deliberatif dapat mempengaruhi pengetahuan politik peserta, opini dan partisipasi sipil (Cappella, Price, dan Nir, 2002; Delli Carpini, Cook, dan Jacobs, 2004; Gastil, Deess, dan Weiser, 2002; Gastil dan Dillard, 1999; Warren, 1992, dalam Black, 2009:1). Lebih lanjut menurut Black sebagai tambahan, forum semacam itu dapat menyediakan informasi yang lebih lengkap tentang pendapat anggota komunitas berkenaan isu publik dibandingkan tipikal melalui polling opini publik tradisional (Crosby, 1995; Fishkin, 1991; Gastil, 2000; dalam Black, 2009:1). Adapun Kies (2010:42) menguraikan kriteria dan makna deliberasi sebagai berikut: Tabel 1.1 Kriteria dan Makna Deliberasi Kriteria Deliberatif Inclusion
Discursive Equality
Makna Semua yang dipengaruhi dan atau berkepentingan dengan isu suatu diskusi semestinya dimungkinkan untuk dapat berpartisipasi baik secara aktif maupun pasif. Para peerta semestinya memiliki peluang yang setara untuk menyatakan dan bertanya tentang pernyataan 16
Reciprocity
Justification
Reflexivity
Empathy
Sincerity
Plurality
External Impact
apapun, dan untuk menyatakan sikap, keinginan dan kebutuhan. Peserta semestinya mendengarkan, dan menanggapi komentar yang disampaikan peserta lain Pendapat dan proposisi harus disertai dengan alasan, dapat diakses, dan pembenaran moral Para peserta semestinya secara kritis menguji nilai, asumsi, dan kepentingan mereka, serta konteks sosial yang lebih besar Para peserta seharusnya peka terhadap pandangan dan pendapat lain, tidak hanya dari mereka yang hadir selama debat Para peserta harus melakukan upaya yang tulus agar dapat diketahui semua informasi yang relevan dan niat mereka yang sebenarnya, minat, kebutuhan dan keinginan. Sebuah konteks musyawarah harus menjadi konteks dimana pluralitas suara terdengar sekalipun suara tersebut bersifat kritis terhadap pendapat/ideologi yang dominan Proses musyawarah yang sukses harus memiliki sebuah pengaruh dalam pembentukan opini dan keputusan yang diambil, di luar konteks perdebatan
Sumber: Kies (2010:42) Membandingkan kedua pandangan tersebut, maka penelitian ini melihat bahwa paling tidak, ciri, nilai atau prinsip deliberasi adalah sebagaimana yang dikemukakan Hartz-Karp yaitu inklusivitas, musyawarah mufakat dan adanya pengaruh.
Berkenaan dengan perangkat deliberasi pada internet, perangkat ini telah digunakan oleh pemerintah. Merujuk Richard (2009:177) yang meneliti 17
pengelolaan deliberasi online oleh pemerintah Kanada, perangkat deliberasi pada pemerintahan di Kanada sudah tersebar penggunaannya yang mencakup forum diskusi, chats, webinars, survei, dan perangkat kolaborasi dan jejaring sosial. 3. Website Pemerintah Sebagai Media Pelayanan Publik, Keterbukaan Informasi Publik dan Partisipasi Publik Website ditandai dengan kehadirannya dimana-mana, jangkauan global, interaktivitas, desentralisasi, struktur hyperlink, dan multimedia (Weare & Lin, 2000: 272) Humas
pemerintah
memanfaatkan
internet
untuk
mendukung
penyelenggaraan aktivitas komunikasi yang dikenal sebagai electronic PR, atau PR on the net, atau PR online. Salah satu bentuk electronic PR yang paling umum adalah pengelolaan website pemerintah oleh humas pemerintah (lihat misalnya Kelleher, 2007). Demikian halnya dengan pengelolaan website pemerintah di Indonesia yang dikelola oleh bagian humas pemerintah. Humas pemerintah (public affairs) adalah praktek PR yang membahas kebijakan publik dan publik yang mempengaruhi kebijakan tersebut. (Cutlip, Center & Broom, 2006: 16). Masih menurut Cutlip, Center dan Broom, tujuan humas pemerintah erat dan bersesuaian dengan demokrasi. Informasi berlimpah dan akurat digunakan oleh pemerintahan demokratis yang efektif untuk mempertahankan hubungan responsif dengan konstituen, berdasarkan saling pengertian dan melanjutkan komunikasi dua arah (2006:411). Humas pemerintah mengelola informasi dan opini publik. Informasi mengenai kebijakan pemerintah disebarkan seluas-luasnya, dan opini publik dikaji dan diteliti seefektif-efektifnya untuk keperluan pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan berikutnya (Effendy, 1992:37). Di era demokrasi, maka sangat penting untuk mengamati berlangsung tidaknya sebuah proses humas pemerintah yang mestinya ada, yaitu pengkajian dan penelitian opini publik secara efektfi yang dapat mempengaruhi proses dan 18
hasil kebijakan publik. Dan hal ini tentunya harus didukung oleh itikad dan kehendak baik pemerintah, dan ditindaklanjuti secara teknis manajerial dengan fasilitasi wadah aspirasi warga yang terbuka, dialogis, dan berhasil guna. Some Black menyatakan bahwa humas kementerian memiliki dua tugas, yaitu; pertama, menyebarkan informasi secara teratur mengenai kebijakan, perencanaan, dan hasil yang telah dicapai; kedua, menerangkan dan mendidik publik mengenai perundang-undangan, peraturan-peraturan, dan hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari. Humas pemerintah juga dapat memberikan nasehat
atau masukan bagi
pimpinan kementerian
dalam
hubungannya dengan reaksi atau tanggapan publik terhadap kebijakan yang dijalankan (dalam Effendy, 1992:37). a. Website Sebagai Media Pelayanan Publik Pada dasarnya website pemerintah menyediakan kemudahan bagi warga untuk mengakses layanan dan informasi pemerintah dengan perangkat elektronik. Penggunaan website pemerintah untuk pelayanan membawa banyak manfaat seperti hemat waktu, kemudahan pelayanan single window, prosedur yang lebih sederhana, manajemen penyimpanan dan perkantoran yang lebih baik, mengurangi kemungkinan korupsi, dan meningkatkan sikap, perilaku, dan kemampuan menangani pekerjaan para pegawai (Dhindsa et.al. 2013: 121). Dalam aspek pelayanan publik, menurut perspektif teoritik, telah terjadi pergeseran paradigma pelayanan publik menjadi model pelayanan publik baru (new public service), yang semula adalah model manajemen publik baru (new public management), yang juga merupakan perubahan dari model lama, model administrasi publik traditional (old public administration) (Denhardt & Denhardt, dalam Dwiyanto, 2005:138). Dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam model new public service, pelayanan publik berlandaskan teori demokrasi yang menekankan prinsip egaliter dan persamaan hak diantara warga negara. Menurut model ini kepentingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari berbagai nilai yang ada dalam masyarakat (lihat Dwiyanto, 2005:138). Spirit dan konsepnya dikenal sebagai reformasi 19
pelayanan publik yang mendapatkan daya dorong dari dinamika teknologi informasi dan komunikasi, yang juga bagian tak terpisahkan dari dinamika global. Wujudnya yang paling mengemuka adalah e-government. Menurut UU Pelayanan Publik bab I, pasal 1, dan ayat 1, pelayanan publik adalah: “kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara” (UU Nomor 25 Tahun 2009).
Pada Bagian Kedua Organisasi Penyelenggara, pasal 8 UU Nomor 25 tahun 2009 ini disebutkan: (1). Organisasi penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukan; (2). Penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi: (a). pelaksanaan pelayanan; (b). pengelolaan pengaduan masyarakat; (c). pengelolaan informasi; (d). pengawasan internal; (e). penyuluhan kepada masyarakat; dan (f). pelayanan konsultasi (UU Nomor 25 Tahun 2009). Dapat dilihat bahwa penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud pada Undang-Undang Pelayanan Publik, seluruhnya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis, melalui media interaktif, yang dalam hal ini adalah website pemerintah.
b. Website Sebagai Media Keterbukaan Informasi Publik Ditegaskan Sanz, keterbukaan adalah kekuatan pengaruh yang dominan dari internet (Sanz, 2014:3). Pemerintah yang terbuka dan transparan mempunyai dua tujuan; (1) sebuah kendaraan kunci untuk merestorasi kepercayaan dalam pemerintahan dan untuk menyatukan sektor publik dengan praktek manajemen informasi modern dimana warga mencari “pelayanan pemerintah cukup dalam sebuah „click‟ ”, (2) jantung kebijakan untuk memfasilitasi kapasitas perubahan dan untuk reformasi berkelanjutan dalam sektor publik (OECD, 2011:12). 20
Jelas bahwa pemerintah yang terbuka dan transparan adalah mutlak untuk memperbaiki dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Selain itu, selaras dengan dinamika teknologi informasi dan komunikasi, dituntut pemerintah yang terbuka dan transparan, dimana kebutuhan warga cukup dengan mengakses wesbite. Pemerintah yang terbuka juga vital untuk berlangsungnya perubahan konstruktif dalam berbagai aspek pelayanan sektor publik. Berkenaan dengan penggunaan media dalam upaya membangun keterbukaan informasi publik, UU KIP bahkan memuat hal tersebut sebagaimana dapat dilihat pada ayat 6 pasal 7 bagian keempat tentang kewajiban badan publik. Ayat 6 tersebut menyatakan bahwa “Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.” Dengan demikian pemanfaatan website oleh pemerintah keterbukaan informasi publik merupakan hal penting dan strategis. Website memang bukan satu-satunya media yang harus digunakan sebagai media untuk mewadahi keterbukaan informasi publik. Namun demikian website merupaka media paling efektif, efisien, bahkan ekonomis, memiliki daya jangkau yang luas, tanpa batasan geografis, serentak, cepat, dalam penyebarluasan informasi publik, walaupun website juga menuntut prasyarat tertentu. Sebagaimana
dinyatakan
Rosenbaum,
website
dapat
membantu
organisasi pemerintah untuk meningkatkan legitimasi dengan membantunya untuk lebih transparan, lebih terbuka untuk berbagi pembuatan kebijakan publik dengan para pemangku kepentingan, lebih efektif karena kecerdasan baru dan kemitraan baru, dan utamanya lebih bertanggung jawab pada publik yang dilayaninya (Rosenbaum, 2011: 26). Kebijakan keterbukaan informasi publik hendaknya tidak dipahami dan diterapkan
lebih
dibandingkan
berdimensi
dengan
hak
hak publik
publik untuk
untuk
memperoleh
berkomunikasi
informasi
secara
aktif,
mengemukakan opini, aspirasi dan harapannya pada pemerintah, dan partisipatif 21
dalam proses perumusan kebijakan publik, hingga pengambil kebijakan publik. Hak ini bahkan secara jelas termaktub dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Sebagaimana didapati pada UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, bagian ke dua, pasal 3, bahwa tujuan UU KIP adalah;
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Dapat dipahami sebagaimana tersurat dengan jelas bahwa UU KIP mengakomodasi kepentingan dan hak warga negara untuk mendapatkan informasi publik, juga untuk berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik. Masih merujuk UU KIP No. 14 tahun 2008, Bab VI tentang “Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan” bagian kesatu tentang “Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala” Pasal 9, bahwa informasi yang dimaksud meliputi (a). informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; (b). informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; (c). informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau (d). informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selanjutnya Bagian Kedua tentang “Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta” Pasal 10, dinyatakan bahwa Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. 22
Kemudian Bagian Ketiga tentang “Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat” Pasal 11 Dijelaskan bahwa; (1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: (a). daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; (b). hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; (c). seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; (d). rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; (e). perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; (f). informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; (g). prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau (h). laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
c. Website Sebagai Media Partisipasi Publik Mencermati kembali UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, bagian ke dua, pasal 3, tentang tujuan UU KIP poin b dan c, yaitu “(b). mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (c). meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan Publik yang baik”, sangat jelas bahwa partisipasi mendapatkan tempat khusus dan perhatian lebih pada Undang-Undang ini. Dengan demikian, menterjemahkan amanat pasal ini secara paktis, partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dengan sendirinya harus mendapat perhatian khusus dan nyata oleh pemerintah, melalui pewadahan atau media yang dirancang dan dikelola untuk tujuan tersebut. Tegasnya, media tersebut harus menampung forum atau aktivitas yang memungkinkan berlangsungnya partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Menurut Dwiyanto (2008:10), ada lima langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi warga dalam proses pelayanan publik, dimulai dari mengidentifikasi peran yang dapat dilakukan, mengidentifikasi instrumen untuk meningkatkan partisipasi menyesuaikan antara instrumen dengan peran,
23
memilih instrumen yang akan dipakai, serta mengimplementasikan strategi dan instrumen yang terpilih. Website sebagai wujud teknologi informasi dan komunikasi internet memungkinkan siapa saja tanpa batasan kalangan, waktu dan tempat untuk dapat mengaksesnya. Peluang partisipasi atau kesertaan khalayak, sangat terbuka luas dalam media website. Demikian halnya dengan website pemerintah yang terkait dengan para pemangku kepentingannya baik dalam relasi antar pemerintah, bisnis, maupun publik. Segenap pemangku kepentingan ini memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk terlibat dalam relasi informasi, komunikasi dan pelayanan dengan pemerintah melalui mediasi website. Internet bagi organisasi pemerintah menyediakan peluang untuk mendemokratisasikan
partisipasi
masyarakat
(Rosenbaum,
2004,
dalam
Rosenbaum, Graziano, Stephens, & Shuck 2011: 26). Tak heran bila pemerintah di seluruh penjuru dunia menyadari dan memanfaatkan website karena arti pentingnya dalam menyediakan akses publik pada informasi pemerintah, dan sekaligus mendorong keterlibatan publik dalam informasi dan komunikasi dengan pemerintah (Dolson & Young, 2012 :2) Partisipasi sendiri adalah prinsip klasik teori deliberasi (Ganuza & Frances, 2012: 283). Kajian Ganuza dan Frances atas participatory budgeting di Brazil dan Spanyol menunjukan bahwa ketidaksetaraan menjadi masalah yang signifikan dalam partisipasi. Mereka melihat bahwa pada tata kelola deliberatif, masalahnya bukan soal kapabilitas deliberasi para peserta, namun lebih pada rancangan prosedur partisipatif dan partisipasi individu (Ganuza & Frances, 2012). Selanjutnya menurut Ganuza dan Frances mutlak diperlukan adanya jaminan administratif untuk membuat ruang politik inklusif dalam melakukan aktivitas deliberasi semacam participatory budgeting (Ganuza & Frances, 2012: 283). Disadari bahwa karena pemerintah tidak netral, maka harus ada penegasan dan jaminan bahwa proses pembuatan kebijakan bersifat inklusif, agar publik bersedia menerimanya (Ganuza & Frances, 2012: 300).
24
Partisipasi politik bukan hanya sebuah bentuk mengelola, namun mempererat masyarakat sipil berdasarkan prinsip demokrasi kesetaraan, hak sipil, aturan hukum, dan swakelola (Habermas 1996, dalam Jiang & Xu, 2009: 175). Selanjunya, merujuk Macintosh (2004) tujuan e-partisipasi dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) untuk meraih audiens yan lebih luas dalam rangka partisipasi yang lebih luas; (2) untuk mendukung partisipasi melalui berbagai teknologi untuk memenuhi beragam teknis dan keterampilan komunikasi warga; (3) untuk menyediakan informasi yang terkait dalam sebuah bentuk yang lebih mudah diakses dan lebih mudah dipahami target audiens, dengan tujuan memungkinkan kontribusi warga yang lebih terinformasi; (4) untuk mengikatkan dengan audiens yang lebih luas, untuk memungkinkan kontribusi yang lebih dalam dan untuk mendukung debat deliberatif (dalam Sobaci, 2010:230) Bersesuaian dengan hal itu, Phang dan Kankanhalli (2008), Sobaci (2010:235) juga menjelaskan bahwa inisiatif e-partisipasi bisa digunakan untuk meraih empat tujuan umum partisipasi warga, yaitu: (1) pertukaran informasi; (2) pendidikan dan dukungan pembangunan; (3) tambahan dalam pembuatan keputusan; dan (4) menelaah masukan.
4. Aspek-Aspek Kualitas Website Pemerintah Sebagaimana bisa dilihat dalam Parajuli (2007:87) yang mengevaluasi kualitas website kementerian, kajian analisis website yang dilakukannya mendasarkan
pada
determinan
transparansi
(transparency),
interaktivitas
(interactivity), aksesibilitas (accessibility), dan kegunaan (usability). Merujuk Phillips (2001), Parajuli (2207:89) lebih jauh menjelaskan pengertian transparansi atau keterbukaan disini sebagai membuka seluas-luasnya sistem dan proses internal kepada khalayak luar. Peneliti lain, Sorum, Andersen & Clemmensen (2013), dengan merujuk model DeLone dan McLean (2003) merumuskan bahwa tiga aspek kualitas website adalah kualitas informasi, kualitas sistem, dan kualitas layanan. Kualitas informasi mencakup isi website/aplikasi. Isi website semestinya personal, lengkap, 25
relevan, mudah dipahami, dan aman jika pengguna mengunjungi website secara rutin (Sorum, Andersen & Clemmensen, 2013:324).
Sejalan dengan itu, Rocha (2012) juga mengelompokkan kualitas website dalam 3 dimensi utama, yaitu kualitas isi (content quality), kualitas layanan (service quality), dan kualitas teknis (technical quality). Gambar 1.2 Tiga dimensi utama kualitas website
Sumber: Rocha, 2012: 375 Lebih lanjut diuraikan Rocha (2012:375) bahwa dalam kualitas isi, yang dievaluasi adalah atribut seperti akurasi (accuracy), kelengkapan (completeness), relevansi (relevance), peluang (opportunity), konsistensi (consistency), koherensi (coherence), kebaruan (updates), orthography, dan sintaksis (syntax). Toots (2006:276) merumuskan bahwa contents atau isi merujuk pada informasi verbal dan visual. Dimana menurutnya kualitas informasi dapat diukur dengan indikator: fokus pada kebutuhan pengguna, sesuai dengan tujuan atau misi website, cakupan (yaitu keluasan dan kedalaman informasi, meninggalkan hal-hal yang tidak signifikan), dan kebaruan. Kualitas informasi (tipe, tingkat kelengkapan, dan ragam informasi) 26
biasanya ditentukan oleh desain sistem dan pengembangan tahap sementara seperti ketepatan waktu, akurasi, dan reliabilitas yang dihasilkan dari sistem operasi (Diaz, Blazquez, Molina, & Martin-Consuegra 2013: 374). Menyoal interaktivitas, sepakat dengan Phillips (2001) dan UN (2005), Parajuli (2007:89) melihat makna interaktivitas sebagai peningkatan eksistensi dan konvergensi beragam format media yang biasanya terdapat dalam website seperti fitur umpan balik, forum diskusi, ruang obrolan, dan papan buletin interaktif, untuk dapat menyasar khalayak yang lebih luas, yang membuat pemerintah dapat meningkatkan partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan sebagaimana dinyatakan Moon (2002), dan memungkinkan mobilisasi masyarakat yang lebih luas. Lebih jauh Toots memerinci interaktivitas merujuk pada arah dan tipe komunikasi. Tiga tipe interaktivitas dapat dibedakan sebagai: interaktivitas pengguna dengan pengguna yang diukur dengan forum, ruang perbincangan, dan forum lain pertukaran informasi resiprokal; interaktivitas manusia dengan dokumen, yang diukur dengan ketersediaan format untuk aktivitas mengunduh, kemungkinan untuk terlibat dalam kreasi dokumen; interaktivitas manusia dengan sistem, merujuk pada komunikasi dengan tampilan website (bantuan online, transaksi dengan sistem, permainan interaktif, umpan balik dari sistem, dan akses pada bank data) (Toots, 2006:276).
Mossberger dan Wu (2012) menganalisis isi website pemerintah dengan menguji fitur pada website pemerintah daerah yang dapat memberikan kontribusi untuk keterlibatan masyarakat, antara lain melalui peluang interaktif atau partisipatif secara online. Dimana menurut Manoharan, e-participation mengacu pada promosi demokrasi elektronik yang melibatkan warga partisipatif 27
(Manoharan, 2013:153). Sobaci (2010:234) membuat sebuah kerangka operasional tentang isi dari layanan e-partisipasi dalam website pemerintah, khususnya website parlemen yang ditelitinya, yang mencakup information delivery, communication services, dan online participation services. Untuk menilai kualitas informasi dalam website bisa didekati oleh peneliti, oleh sekelompok ahli yang terkait, atau oleh pengguna website. Dalam kajian ini penelitian atas kualitas informasi dalam website dilakukan oleh peneliti, secara kualitatif. Informasi dalam penelitian ini adalah informasi publik, mengingat website yang dikaji kualitasnya dalam penelitian ini adalah website pemerintah. Dengan demikian, untuk menilai kualitas informasi publik pada website Kementerian Agama yang dapat dilakukan dengan sudut pandang peneliti secara kualitatif adalah dengan menilai mutu informasi publik yang antara lain pada aspek keragaman jenis informasi, kelengkapan, dan relevansinya dengan kebutuhan pengguna informasi publik. Sedangkan untuk menilai kualitas partisipasi deliberasi, pada prinsipnya peneliti akan melihat dan menelaah jenis forum partisipasi yang tersedia, beserta keberadaan ciri-ciri atau nilai-nilai deliberasi yang menyertainya. 5. Informasi Publik Mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Layanan Informasi Publik Aspek kualitas informasi publik dilihat dalam indikator ketersediaan jenis informasi publik, kelengkapan informasi publik, dan relevansi sebagai informasi publik. Ketersediaan jenis informasi publik, kelengkapan informasi publik, dan relevansi sebagai informasi publik merujuk pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008. Sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bab IV “Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan”, 28
bagian pertama, “Informasi yang Wajib Diumumkan dan Disediakan secara Berkala, pasal 9, bagian kedua “Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta Merta”, pasal 10, dan bagian ketiga “Informasi yang Wajib Selalu Tersedia”, pasal 11 dapat dilihat lebih jelas sebagaimana kutipan lengkap berikut ini.
BAB IV INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN Bagian Kesatu Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala Pasal 9 (1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. (2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. ...
Pada bagian penjelasan UU KIP ini dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan "berkala" adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan "Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik" adalah informasi yang menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan informasi lainnya yang merupakan informasi publik yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Huruf b.
29
Adapun yang dimaksud kinerja badan publik adalah kondisi badan publik yang bersangkutan yang meliputi hasil dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.
Bagian Kedua Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta Pasal 10 (1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. (2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Yang dimaksud dengan "serta-merta" di sini adalah spontan, pada saat itu juga.
Bagian Ketiga Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat Pasal 11 (1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; 30
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Penjelasan lebih terperinci mengenai informasi diatas dirumuskan dalam item-item sesuai dengan apa yang tertera pada Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik sebagai berikut:
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan No. a. 1.
2. 3.
b. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. c.
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala informasi tentang profil Badan Publik yang meliputi: informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap, ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi Badan Publik beserta kantor unit-unit di bawahnya struktur organisasi, gambaran umum setiap satuan kerja, profil singkat pejabat struktural laporan harta kekayaan bagi Pejabat Negara yang wajib melakukannya yang telah diperiksa, diverifikasi, dan telah dikirimkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ke Badan Publik untuk diumumkan. ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkup Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: nama program dan kegiatan penanggungjawab, pelaksana program dan kegiatan serta nomor telepon dan/atau alamat yang dapat dihubungi target dan/atau capaian program dan kegiatan jadwal pelaksanaan program dan kegiatan anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan jumlah agenda penting terkait pelaksanaan tugas Badan Publik informasi khusus lainnya yang berkaitan langsung dengan hak-hak masyarakat informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat Badan Publik Negara informasi tentang penerimaan calon peserta didik pada Badan Publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk umum; ringkasan informasi tentang kinerja dalam lingkup Badan Publik berupa narasi tentang realisasi kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan beserta capaiannya 31
d. 1. 2. 3. 4. e. 1. 2. 3. 4. f.
1. 2. g.
h.
i. j.
ringkasan laporan keuangan yang sekurang-kurangnya terdiri atas: rencana dan laporan realisasi anggaran Neraca laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku daftar aset dan investasi; ringkasan laporan akses Informasi Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: jumlah permohonan Informasi Publik yang diterima waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permohonan Informasi Publik jumlah permohonan Informasi Publik yang dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya dan permohonan Informasi Publik yang ditolak alasan penolakan permohonan Informasi Publik informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: daftar rancangan dan tahap pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang sedang dalam proses pembuatan daftar Peraturan Perundang-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang telah disahkan atau ditetapkan; informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi Publik, serta tata cara pengajuan keberatan serta proses penyelesaian sengketa Informasi Publik berikut pihakpihak yang bertanggungjawab yang dapat dihubungi; informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang bersangkutan; Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait; informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik.
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara Serta Merta No.
a.
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara serta merta Setiap Badan Publik yang memiliki kewenangan atas suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum dan/atau Badan Publik yang berwenang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum wajib memiliki standar pengumuman informasi serta merta. Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain: informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena 32
b.
c. d. e.
f.
a. b.
c. d. e. f. g. h.
faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa; informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror; informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular; informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; dan/atau informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik. Standar pengumuman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: potensi bahaya dan/atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan; pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak baik masyarakat umum maupun pegawai Badan Publik yang menerima izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik tersebut; prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi cara menghindari bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan; cara mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang; pihak-pihak yang wajib mengumumkan informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; tata cara pengumuman informasi apabila keadaan darurat terjadi; upaya-upaya yang dilakukan oleh Badan Publik dan/atau pihak-pihak yang berwenang dalam menanggulangi bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan.
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala No. (1). a. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. b.
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala Setiap Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang sekurang-kurangnya terdiri atas: Daftar Informasi Publik yang sekurang-kurangnya memuat: Nomor ringkasan isi informasi pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi waktu dan tempat pembuatan informasi bentuk informasi yang tersedia jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip; informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Badan Publik 33
1. 2. 3. 4. 5. 6. c. d. 1. 2.
3. 4. e. f. g. h. i. j. k.
l. m. n. o.
p.
yang sekurang-kurangnya terdiri atas: dokumen pendukung seperti naskah akademis, kajian atau pertimbangan yang mendasari terbitnya peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut masukan-masukan dari berbagai pihak atas peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut risalah rapat dari proses pembentukan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut rancangan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut tahap perumusan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan; seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan, antara lain: pedoman pengelolaan organisasi, administrasi, personil dan keuangan profil lengkap pimpinan dan pegawai yang meliputi nama, sejarah karir atau posisi, sejarah pendidikan, penghargaan dan sanksi berat yang pernah diterima Anggaran Badan Publik secara umum maupun anggaran secara khusus unit pelaksana teknis serta laporan keuangannya data statistik yang dibuat dan dikelola oleh Badan Publik; surat-surat perijinan dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya; surat menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya; syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan; data perbendaharaan atau inventaris; rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik; agenda kerja pimpinan satuan kerja; informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik yang dilaksanakan, sarana dan prasarana layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber daya manusia yang menangani layanan Informasi Publik beserta kualifikasinya, anggaran layanan Informasi Publik serta laporan penggunaannya; jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam pengawasan internal serta laporan penindakannya; jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan oleh masyarakat serta laporan penindakannya; daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan; Informasi Publik lain yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik; informasi tentang standar pengumuman informasi sebagaimana dimaksud 34
q.
dalam Pasal 12 bagi Badan Publik yang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum.
Keragaman jenis informasi menunjukkan pilihan atau variasi format, dan tema informasi, yang keseluruhannya relevan bagi kepentingan pengguna website. Kelengkapan artinya keseluruhan pasokan informasi publik yang dibutuhkan masyarakat tersedia tanpa ada yang kurang, yang memungkinkan parsialitas dalam memahami keseluruhan persoalan publik yang mestinya disajikan melalui website sebagai media bagi keterbukaan informasi publik. 6. Kualitas Partisipasi Deliberasi Di era teknologi informasi dan komunikasi, partisipasi memang juga menemukan formatnya yang khas, yang umum dikenal sebagai e-partisipasi (eparticipation). Scherer, Wimmer & Ventzke, mendeskripsikan sebagai berikut; Aplikasi e-partisipasi memungkinkan partisipasi secara online warga dan kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang tertarik dalam debat politik dan pengambilan keputusan strategis. Alat-alat, saluran dan perangkat di mana partisipasi secara online berlangsung membutuhkan desain yang tepat untuk mendukung warga, politisi dan aktor-aktor lain. Untuk menggabungkan kebutuhan aktor ini menjadi fungsi dari platform eParticipation, kontribusi ini mengusulkan pedoman hands-on untuk inisiatif e-partisipasi (Scherer, Wimmer, & Ventzke, dalam Janssen, Lamersdorf, Pries-Heje, Rosseman, (Eds.), 2010:49). Macintosh
(2004),
dalam
Veit
dan
Huntgeburth
(2014:146)
mengelompokkan dan mendeskripsikan perangkat e-partisipasi yang dapat diaplikasikan pada sebuah website pemerintah sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2 Perangkat E-Partisipasi Tipe Perangkat
Deskripsi 35
Webcast adalah rekaman real-time suatu pertemuan yang ditransmisikan melalui internet Daftar pertanyaan dan jawaban yang dapat dicari dengan FAQ menggunakan kata kunci atau dengan memasukkan pertanyaan atau pernyataan tertentu. FAQ dapat dieksplorasi untuk menemukan jawaban yang paling dekat dengan pertanyaan pengguna Blog dalam hal ini adalah blog yang berada di dalam Blog website Polling di sini adalah survei berbasis web Opinion Poll Layanan percakapan online yang bisa digunakan oleh Chat Room para pengguna web dan atau pengguna Layanan dikusi antar sesama pengguna dan atau dengan Discussion Forum pengelola website Diskusi diantara dua kelompok peserta yang direkrut Panel secara khusus dimana mereka mengemukakan pandangan tentang berbagai masalah menggunakan perangkat TIK selama periode tertentu Sistem berbasis web yang mengelola petisi online yang Petitioning memungkinkan siapapun untuk mengikuti dengan mencantumkan nama dan alamat online Virtual Community Komunitas maya yang disatukan kesamaan ciri, minat atau dan kepentingan tertentu, dalam sebuah website Layanan informasi berbentuk komunikasi satu arah untuk Allert Service memberitahukan pengguna tentang sebuah berita atau peristiwa terkait infomasi yang diakses Sumber: Macintosh, dalam Veit dan Huntgeburth (2014:146) Webcast
Lebih khusus, Richard (2009) mengidentifikasi perangkat deliberasi pemerintahan di Kanada mencakup; forum diskusi, chats, webinars, survei, dan perangkat kolaborasi dan jejaring sosial. Penelitian ini merujuk Hartz-Karp dalam menetapkan atribut atau prinsip-prinsip demokrasi deliberasi, yaitu inklusif (inclusiveness), musyawarah (deliberation), dan pengaruh (influence) (Hartz-Karp, 2005). Kualitas partisipasi deliberasi adalah mutu interaksi yang berlangsung melalui media website, yaitu hubungan timbal balik antara pengelola dan publik pengguna website, dimana masing-masing dilandasi keterikatan kepentingan satu sama lain, dengan informasi sebagai aspek yang dipertukarkan dalam hubungan 36
tersebut, dan bermuara pada hasil tertentu. Hubungan timbal balik pertukaran informasi ini merujuk pada proses khusus dialog, yaitu aktivitas saling memahami dan saling memahamkan yang terus berlangsung diantara partisipan, dengan dilandasi nilai-nilai kesetaraan dan saling menghargai. Kualitas partisipasi deliberasi ini juga ditandai dengan adanya kemufakatan sebagai hasil dari proses dialog. Dalam penelitian ini aspek kualitas partisipasi deliberasi dilihat dari ketersediaan fitur partisipasi, berupa menu dan sub menu partisipasi, juga dari atribut atau ciri-ciri deliberasi yaitu inklusivitas (keterbukaan pada semua yang berkepentingan), deliberatif (musyawarah mufakat), dan berpengaruh pada pengambilan kebijakan publik oleh pemerintah. 7. Fitur Informasi dan Fitur Partisipasi dalam Website Webportal dapat dilihat dalam 3 dimensi isi (konten) yaitu e-information, e-transaction, dan e-participation, (lihat misalnya dalam penelitian Sorum (2013), Manoharan (2013), Mossberger dan Wu (2012), Bertot, Jaeger & Grimes (2012), Rocha (2012), Sobaci (2010), Utomo (2009), Jiang dan Xu (2009), Reinsalu (2006), dan Huang (2006). Dengan demikian webportal khususnya webportal pemerintah dapat dilihat dalam 3 klasifikasi fitur, yaitu; informasi, pelayanan, partisipasi, serta fitur teknis. Pada prinsipnya fitur dalam website adalah fitur informasi, fitur pelayanan, fitur partisipasi, serta fitur teknis yang bersifat mendukung sebuah website secara keseluruhan. Fitur ditunjukan dengan menu dan sub menu juga format, yang memuat lebih spesifik dan beragam, informasi, pelayanan, partisipasi, juga aspek teknis pada sebuah website. Penelitian ini hanya melihat fitur informasi dan fitur partisipasi. Fitur informasi disini adalah informasi publik, mengingat konteksnya pada website pemerintah. Adapun klasifikasi informasi publik pada penelitian ini
37
mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008 dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010.
F. MODEL PENELITIAN Model penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Kualitas Informasi Publik: Ragam/Jenis Kelengkapan Relevansi (Sumber: Sorum, Andersen & Clemmensen 2013; Diaz, Blazquez, Molina, & Martin-Consuegra, 2013; Rocha, 2012), juga dengan mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik
Kualitas Partisipasi Deliberasi:
Kualitas Webportal Kementerian Agama RI
Ketersediaan Forum Partisipasi:
chatt, diskusi, webinar, survey/poll, jejaring sosial, webcast, FAQ, blog, panel, petitioning, komunitas virtual, dan alert service. (Sumber: Macintosh, 2004; Richard, 2009)
38
Keberadaan Nilai-Nilai Deliberasi: Inklusif, Musyawarah Mufakat, Pengaruh (Hartz-Karp, 2005)
Seperti digambarkan model, penelitian ini mengkaji kualitas webportal Kementerian Agama Republik Indonesia dalam dua tinjauan, yaitu pertama, kualitas informasi publik sebagai ketersediaan ragam/jenis, kelengkapan, dan relevansi, dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. dan kedua, kualitas partisipasi deliberasi pada webportal. Informasi publik dalam penelitian ini adalah informasi yang wajib diumumkan dan disediakan secara berkala, informasi yang diumumkan secara serta merta, dan informasi yang wajib selalu tersedia. Masing-masing klasifikasi informasi tersebut memiliki sub klasifikasi yang lebih terperinci sebagaimana dapat dilihat pada kerangka konseptual (halaman 39-44). Fitur partisipasi ditunjukkan dengan menu dan sub menu atau forum seperti chatt, diskusi, webinar, survey/poll, jejaring sosial, webcast, FAQ, blog, panel, petitioning, komunitas virtual, dan alert service. Indikator deliberasi diukur dengan nilai-nilai atau atribut inklusif, musyawarah mufakat, dan pengaruh.
G. KERANGKA KONSEPTUAL
39
1. Kualitas Webportal Kementerian Agama Telaah kualitas webportal Kementerian Agama dalam penelitian ini adalah upaya untuk melihat dan menjelaskan bagaimana kualitas informasi publik dan kualitas partisipasi deliberasi bagi warga khususnya dalam kepentingan sebagai
umat
beragama
disajikan
pada
webportal
Kementerian Agama oleh Pusat Informasi dan Humas. 2. Kualitas Informasi Publik Penelitian ini mencoba mengkaji kualitas website pemerintah, yaitu webportal Kementerian Agama Republik Indonesia pada aspek kualitas informasi publik sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang dijabarkan melalui Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik, dan pada aspek kualitas partisipasi deliberasi. Kualitas informasi publik dalam penelitian ini dijabarkan sebagai ragam/jenis informasi publik yang tersedia, tingkat kelengkapan informasi publik, dan relevansi sebagai informasi publik, yang mengacu pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dalam webportal Kementerian Agama RI. 3. Kualitas Partisipasi Deliberasi Kualitas partisipasi deliberasi disini adalah ketersediaan jenis forum partisipasi, chatt, diskusi, webinar, survey/poll, jejaring sosial, webcast, FAQ, blog, panel, petitioning, komunitas virtual, dan alert service, serta ada tidaknya ciri-ciri atau nilai-nilai deliberasi pada forum tersebut, yaitu inklusif, musyawarah mufakat, dan pengaruh.
H. METODOLOGI PENELITIAN Masalah dalam penelitian ini akan dijawab melalui langkah-langkah 40
penelitian, mulai dari pengumpulan data, analisis data, penarikan kesimpulan, hingga penyajian hasil penelitian. Bagian ini menjelaskan perspektif dan jenis studi, objek kajian, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta bagaimana penarikan kesimpulan hingga penyajian hasilnya. 1. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas webportal Kementerian Agama Republik Indonesia dengan melihat kualitas informasi publik dan kualitas partisipasi deliberasi warga. Dengan demikian webportal Kementerian Agama adalah objek yang diteliti. Salah satu teknik yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi website, khususnya analisis isi kualitatif. Analisis isi digunakan secara intensif dalam penelitian perilaku konsumen, komunikasi publik, dan media analisis. Baru-baru ini, telah sering digunakan untuk menyelidiki penggunaan internet, misalnya, konten dan struktur website (Bauer dan Scharl, 2000, dalam Huang, 2006). Perkembangan dan penyebarluasan analisis isi utamanya terdorong oleh pertumbuhan media massa, media cetak di abad 19 dan media elektronik di abad 20, dan kemudian oleh pertumbuhan internet (Weare & Lin, 2000:272). Analisis isi biasanya menggunakan metode analisis sebuah rentang luas data tekstual, termasuk transkrip wawancara, pengamatan yang direkam, narasi, tanggapan pada item pertanyaan terbuka, pidato, posting pada listservs, dan media semacam gambar, foto, dan video (Given, 2008:120). Penelitian ini memakai analisis isi kualitatif untuk menilai kualitas informasi publik dan kualitas partisipasi deliberasi pada fitur informasi dan fitur partisipasi berupa menu serta sub menu dalam webportal Kementerian Agama. Untuk menilai kualitas informasi publik, penelitian ini merujuk pada pasal 9, 10, 11, dan 12, UU Keterbukaan Informasi Publik, dan pasal 11, 12, 13, Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik dalam 41
melihat ketersediaan jenis, kelengkapan, dan relevansi. Sebuah daftar disusun berdasar UU KIP dan Peraturan Komisi Informasi tersebut sebagai panduan dalam melihat ketersediaan menu informasi publik yang ada pada webportal Kementerian Agama (lihat lampiran). Panduan tersebut digunakan untuk melihat ketersediaan atau ketidaktersediaan ragam/jenis informasi publik pada webportal Kementerian Agama. Selanjutnya, kelengkapan dan relevansi informasi publik juga bisa dilihat dari data tersebut. 2. Objek Penelitian Webportal Kementerian Agama Republik Indonesia merupakan objek penelitian ini. Webportal dalam konteks penelitian ini ditempatkan sebagai media yang menyediakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, sekaligus sebagai media penyampaian aspirasi warga secara partisipasi-deliberatif. Dengan menempatkan webportal Kementerian Agama sebagai objek penelitian, maka populasi kajian ini adalah menu dan sub menu pada webportal Kementerian Agama yang merupakan fitur informasi, fitur pelayanan, fitur partisipasi, dan fitur teknis. Tidak semua menu dan sub menu pada webportal ini akan diteliti. Peneliti memilih beberapa diantaranya secara purposive, sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria menu dan sub menu yang diambil adalah menu dan sub menu yang merupakan fitur informasi untuk melihat penyediaan informasi publik, dan fitur partisipasi untuk melihat fasilitasi partisipasi deliberasi. Sedangkan untuk menu dan sub menu pada fitur pelayanan dan fitur teknis tidak digunakan dalam penelitian ini. Persoalan mendasar dalam penelitian ini adalah memahami bagaimana upaya pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Agama dalam menciptakan keterbukaan informasi publik, dan bagaimana Kementerian Agama menempatkan posisi dan peran warga sebagai mitra, dalam keterlibatan aktifnya untuk menyampaikan aspirasi seluruh lapisan tanpa kecuali, melalui mekanisme permusyawarahan dalam kesetaraan dan menghasilkan keputusan yang dapat 42
menjadi pertimbangan pemerintah bahkan mempengaruhi pengambilan kebijakan pemerintah, khususnya pada lingkup tugas dan fungsi Kementerian Agama. Selanjutnya kesungguhan pemerintah dalam menciptakan keterbukaan informasi publik dan kesungguhan penyelenggaraan dan pengelolaan fasilitasi forum partisipasi deliberasi bagi warga ini dilihat sebagai kualitas webportal sebagai media informasi dan komunikasi yang dikelola oleh humas pemerintah pada Kementerian Agama.
3. Unit Analisis Penyediaan informasi publik dijabarkan merujuk UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam tiga atribut, yaitu ketersediaan jenis informasi publik, kelengkapaan informasi pulik, dan relevansi sebagai informasi publik. Informasi publik dalam hal ini merujuk pada kelompok informasi yang wajib disediakan dan diumumkan, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, dan informasi yang wajib tersedia setiap saat. Kualitas partisipasi deliberasi dilihat dari ketersediaan jenis fitur atau forum partisipasi yang ada pada webportal Kementerian Agama, serta apakah jenis fitur deliberasi yang ada memenuhi atau tidak memenuhi atribut/nilai-nilai deliberasi yaitu inklusivitas, musyawarah mufakat, dan pengaruh. Adapun unit kajian dalam penelitian ini beserta penjelasannya adalah sebagai berikut: Unit Kajian Kualitas informasi publik
Dimensi/Sub Unit Kajian Ragam/Jenis informasi (Diaz, Blazquez, Molina, & Martin43
Definisi/Keterangan Ketersediaan ragam/jenis informasi pada webportal Kementerian Agama, mengacu
Consuegra, 2013)
Kelengkapan informasi (Sorum, Andersen & Clemmensen 2013; Diaz, 2013; Rocha, 2012) Relevansi informasi (Sorum, Andersen & Clemmensen 2013; Rocha, 2012), atau fokus pada kebutuhan pengguna (Toots, 2006)
Kualitas partisipasi deliberasi
Ketersediaan jenis forum partisipasi: (Richard, 2009; Macintosh, 2004)
Keberadaan ciri atau nilai deliberasi (Hartz-Karp, 2005)
44
pada jenis-jenis informasi UU KIP yang dirincikan dalam Standar Layanan Informasi Publik (lihat operasionalisasi konsep dan kategori) Memuat seluruh jenis informasi publik sebagaimana dirumuskan dalam UU KIP dan Standar Layanan Informasi Publik Memiliki hubungan atau keterkaitan dengan kepentingan publik, yang dalam hal ini kesesuaian dengan jenis-jenis informasi publik sebagaimana dijelaskan dalam UU KIP dan Standar Layanan Informasi Publik Ketersediaan menu/sub menu atau ragam forum partisipasi pada webportal Kemenag seperti: forum diskusi, chats, webinars, survei, perangkat kolaborasi, jejaring sosial, webcast, FAQ, blog, opinion poll, panel, petitioning, virtual community, allert service. Ada tidaknya nilai-nilai deliberasi yaitu: Inklusif (partisipan forum tidak dibatasi) Deliberatif/musyawarh mufakat (berlangsung musyawarah, dialog antar peserta, dan ada mufakat, yaitu hasil dari dialog antar peserta) Pengaruh (hasil musyawarah mufakat menjadi salah satu rujukan bahan pertimbangan pemerintah dalam proses kebijakan publik)
4. Operasionalisasi Konsep dan Kategori Operasionalisasi konsep dan kategori menjelaskan lebih lanjut tentang dimensi kualitas informasi publik, dan dimensi kualitas partisipasi deliberasi. Dimensi kualitas informasi publik sebagaimana dijelaskan sebelumnya mencakup ragam/jenis informasi publik, kelengkapan informasi publik, dan relevansi informasi publik. Dimensi kualitas partisipasi deliberasi mencakup ragam atau jenis forum partisipasi dan keberadaan nilai-nilai atau ciri-ciri deliberasi.
a. Jenis-Jenis Informasi Publik Berikut ini jenis-jenis informasi publik sebagaimana dijelaskan dalam UU KIP. Lebih terperinci jenis-jenis informasi publik ini merujuk pada Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik.
45
No.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP
Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala Informasi yang berkaitan dengan badan publik
No.
a. 1.
2. 3.
Informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik b. terkait 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 46
Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Layanan Informasi Publik Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala informasi tentang profil Badan Publik yang meliputi: informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap, ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi Badan Publik beserta kantor unit-unit di bawahnya struktur organisasi, gambaran umum setiap satuan kerja, profil singkat pejabat struktural laporan harta kekayaan bagi Pejabat Negara yang wajib melakukannya yang telah diperiksa, diverifikasi, dan telah dikirimkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ke Badan Publik untuk diumumkan. ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkup Badan Publik yang sekurangkurangnya terdiri atas: nama program dan kegiatan penanggungjawab, pelaksana program dan kegiatan serta nomor telepon dan/atau alamat yang dapat dihubungi target dan/atau capaian program dan kegiatan jadwal pelaksanaan program dan kegiatan anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan jumlah agenda penting terkait pelaksanaan tugas Badan Publik informasi khusus lainnya yang berkaitan langsung dengan hakhak masyarakat
8. 9.
c.
Informasi mengenai laporan keuangan
d. 1. 2. 3.
Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangan
4. e. 1. 2. 3.
4. f.
1. 47
informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat Badan Publik Negara informasi tentang penerimaan calon peserta didik pada Badan Publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk umum; ringkasan informasi tentang kinerja dalam lingkup Badan Publik berupa narasi tentang realisasi kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan beserta capaiannya ringkasan laporan keuangan yang sekurang-kurangnya terdiri atas: rencana dan laporan realisasi anggaran neraca laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku daftar aset dan investasi; ringkasan laporan akses Informasi Publik yang sekurangkurangnya terdiri atas: jumlah permohonan Informasi Publik yang diterima waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permohonan Informasi Publik jumlah permohonan Informasi Publik yang dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya dan permohonan Informasi Publik yang ditolak alasan penolakan permohonan Informasi Publik informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: daftar rancangan dan tahap pembentukan Peraturan Perundang-
2. g.
h.
i. j.
Informasi yang diumumkan secara serta merta
No.
Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. 48
undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang sedang dalam proses pembuatan daftar Peraturan Perundang-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang telah disahkan atau ditetapkan; informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi Publik, serta tata cara pengajuan keberatan serta proses penyelesaian sengketa Informasi Publik berikut pihakpihak yang bertanggungjawab yang dapat dihubungi; informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang bersangkutan; Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait; informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara serta merta Setiap Badan Publik yang memiliki kewenangan atas suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum dan/atau Badan Publik yang berwenang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum wajib memiliki standar pengumuman informasi serta merta. Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
a.
b.
c. d. e. f.
a. b.
c. d. e. f. 49
antara lain: informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa; informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror; informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular; informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; dan/atau informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik. Standar pengumuman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: potensi bahaya dan/atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan; pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak baik masyarakat umum maupun pegawai Badan Publik yang menerima izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik tersebut; prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi cara menghindari bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan; cara mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang; pihak-pihak yang wajib mengumumkan informasi yang dapat
g. h.
Informasi yang wajib tersedia setiap saat
Daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
Hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; tata cara pengumuman informasi apabila keadaan darurat terjadi; upaya-upaya yang dilakukan oleh Badan Publik dan/atau pihakpihak yang berwenang dalam menanggulangi bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan.
No.
Informasi yang wajib tersedia setiap saat
(1).
Setiap Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang sekurang-kurangnya terdiri atas: Daftar Informasi Publik yang sekurang-kurangnya memuat: nomor ringkasan isi informasi pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi waktu dan tempat pembuatan informasi bentuk informasi yang tersedia jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip; informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas: dokumen pendukung seperti naskah akademis, kajian atau pertimbangan yang mendasari terbitnya peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut masukan-masukan dari berbagai pihak atas peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut risalah rapat dari proses pembentukan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut
a. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. b. 1.
2. 3. 50
4. 5. 6. c.
Rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik
d. 1.
2.
3.
Perjanjian badan publik dengan pihak ketiga Prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
4. e. f. g.
h. i. j. 51
rancangan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut tahap perumusan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan; seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan, antara lain: pedoman pengelolaan organisasi, administrasi, personil dan keuangan profil lengkap pimpinan dan pegawai yang meliputi nama, sejarah karir atau posisi, sejarah pendidikan, penghargaan dan sanksi berat yang pernah diterima Anggaran Badan Publik secara umum maupun anggaran secara khusus unit pelaksana teknis serta laporan keuangannya data statistik yang dibuat dan dikelola oleh Badan Publik; surat-surat perijinan dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya; surat menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya; syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan; data perbendaharaan atau inventaris; rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik; agenda kerja pimpinan satuan kerja;
Laporan mengenai pelayanan akses informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
k.
l. m. n. o.
p.
Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum
q.
52
informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik yang dilaksanakan, sarana dan prasarana layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber daya manusia yang menangani layanan Informasi Publik beserta kualifikasinya, anggaran layanan Informasi Publik serta laporan penggunaannya; jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam pengawasan internal serta laporan penindakannya; jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan oleh masyarakat serta laporan penindakannya; daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan; Informasi Publik lain yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik; informasi tentang standar pengumuman informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bagi Badan Publik yang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum; informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum.
b. Jenis Forum Partisipasi dan Ciri atau Nilai Deliberasi Merujuk perangkat e-partisipasi Macintosh, jenis forum partisipasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Jenis Forum Penjelasan Deliberatif Layanan dikusi antar sesama pengguna dan atau dengan Forum Diskusi pengelola website Layanan percakapan online yang bisa digunakan oleh Chatts/Obrolan para pengguna web dan atau pengguna Webinar adalah fasilitas seminar secara online yang Webinar didukung perangkat teknologi informasi komunikasi Survei online adalah bentuk pertanyaan yang didesain Survey untuk dijawab melalui internet, yang simpel dan dapat dikerjakan dengan mudah. Webcast adalah rekaman real-time suatu pertemuan yang Webcast ditransmisikan melalui internet Daftar pertanyaan dan jawaban yang dapat dicari dengan FAQ menggunakan kata kunci atau dengan memasukkan pertanyaan atau pernyataan tertentu. FAQ dapat dieksplorasi untuk menemukan jawaban yang paling dekat dengan pertanyaan pengguna Blog dalam hal ini adalah blog yang berada di dalam Blog website Polling di sini adalah survei berbasis web Polling Diskusi diantara dua kelompok peserta yang direkrut Panel secara khusus dimana mereka mengemukakan pandangan tentang berbagai masalah menggunakan perangkat TIK selama periode tertentu Sistem berbasis web yang mengelola petisi online yang Petisi memungkinkan siapapun untuk mengikuti dengan mencantumkan nama dan alamat online Komunitas Virtual Komunitas maya yang disatukan kesamaan ciri, minat atau dan kepentingan tertentu, dalam sebuah website Layanan informasi berbentuk komunikasi satu arah untuk Allert Service memberitahukan pengguna tentang sebuah berita atau peristiwa terkait infomasi yang diakses Layanan berbasis Web 2.0 seperti Facebook, Twitter, Media Sosial Youtube, Instagram, dan lainnya yang terintegrasikan dalam website. Layanan yang sifatnya memungkinkan aktivitas Lainnya partisipatif yang belum termasuk dalam kategori yang sudah dihimpun khusus dalam penelitian ini.
53
Adapun penjelasan atribut deliberasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Atribut Deliberatif Inklusif
Penjelasan Forum interaktif yang ada pada webportal tidak membatasi partisipannya. Berlangsungnya dialog antar partisipan dan ada hasil yang disepakati pada sebuah forum interaktif. Hasil musyawarah mufakat dari forum interaktif pada webportal mampu mempengaruhi proses dan hasil kebijakan pemerintah/kementerian.
Deliberasi/Musyawarah-Mufakat
Pengaruh
5. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif karena merupakan sekumpulan informasi baik visual maupun verbal yang memiliki makna tertentu, dalam pengelompokkan tertentu, dan bukan berupa angka-angka. Perlu dicatat pula bahwa sebagian data penelitian ini berupa webportal dan website-website sub organisasi Kementerian Agama, sebagai bagian integral dari webportal Kementerian Agama Republik Indonesia. Data berupa website ini beragam baik dengan format Web 2.0 termasuk Facebook dan Twitter, juga Web 1.0 seperti web blog. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah observasi fitur informasi dan fitur partisipasi yang dalam hal ini berupa menu dan sub menu pada webportal Kementerian Agama Republik Indonesia, dengan mengaksesnya melalui internet, pada alamat kemenag.go.id. Kedua, mengidentifikasi data sesuai kategori yang telah ditetapkan berupa fitur informasi publik dan fitur partisipasi yang dalam hal ini akan dilihat secara lebih khusus dalam nilai-nilai partisipasi deliberasi. Ketiga, mengelompokkan data sesuai tema yaitu tema keterbukaan informasi publik dan tema partisipasi deliberasi. Keempat menganalisis data pada masing-masing kelompok. Keenam menarik kesimpulan 54
sesuai pedoman teori yang telah diuraikan sebelumnya. Ketujuh menyajikan hasil penelitian. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dalam rangka mencapai tujuan penelitian, yang dalam hal ini menilai kualitas menu dan sub menu pada webportal/website Kementerian Agama dalam aspek keterbukaan informasi publik dan dalam partisipasi deliberasi. Pada penelitian ini analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif. Langkah dalam melakukan analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut. Analisis pertama dilakukan untuk mengetahui penyediaan informasi publik yang menunjukan kecenderungan keterbukaan Kementerian Agama atas informasi publik bagi kepentingan warga. Selanjutnya akan dilihat kualitas keterbukaan informasi publik itu berdasarkan nilai atau atribut ketersediaan ragam atau jenis informasi publik, kelengkapan, dan relevansi. Penilaian kualitas webportal dalam partisipasi deliberasi warga ditempuh dengan menilai secara kualitatif tiap webportal terkait aspek ketersediaan dan jenis menu atau forum partisipasi, serta keberadaan nilai deliberasi yang mencakup atribut inklusivitas, musyawarah mufakat, dan pengaruh di dalamnya. 6. Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Februari-Mei 2016, dengan mengkaji objek penelitian, yaitu webportal Kementerian Agama Republik Indonesia yang beralamat di kemenag.go.id. Objek penelitian ini dilihat dalam unit kajian yaitu fitur informasi dan fitur partisipasi berupa menu dan sub menu yang ada pada webportal Kementerian Agama RI. Menu dan sub menu tersebut berupa data verbal, audio, video, dan audio visual.
7. Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki dua fokus kajian. Pertama, kualitas informasi 55
yang mengacu pada konsep keterbukaan informasi publik sesuai UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik. Kedua, kualitas deliberasi, pada webportal Kementerian Agama RI. Walaupun dua fokus ini ditempuh karena memiliki keterkaitan, namun secara teknis, menjadikan penelitian ini memiliki jumlah unit kajian yang banyak, sehingga memberi kesan melebar. Secara metodologi, penelitian ini hanya menggunakan metode analisis isi, sehingga temuan yang ada mutlak berdasarkan hasil analisis isi webportal dan dokumen pendukung, serta referensi. Disadari bahwa informasi hasil penelitian akan lebih baik apabila disertai dengan metode wawancara juga Focus Group Discussion (FGD) dengan pejabat yang terkait, dan pengelola webportal Kementerian Agama. Informasi berkenaan dengan pengelolaan webportal Kementerian Agama Republik Indonesia, baik visi, misi, strategi, kebijakan, hingga tentang apakah aspirasi publik berpengaruh atau tidak berpengaruh dalam perumusan dan penetapan kebijakan publik di Kementerian Agama RI. Penelitian ini membatasi pada satu webportal kementerian, secara kualitatif. Disadari bahwa di sisi lain website di lingkungan pemerintah selain puluhan website/webportal kementerian, juga mencakup puluhan website lembaga negara, badan, dan ratusan webportal dan website pemerintah daerah baik pemerintah provinsi dan kabupaten, beserta SKPD masing-masing, bahkan hingga tingkat yang paling bawah yang lebih bersinggungan dengan publik yang berkepentingan langsung. Penelitian ini berfokus pada webportal Kementerian Agama RI tanpa menelaah website-website yang terintegrasi di dalam webportal ini, sebagai satu kesatuan utuh, seperti website semua Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan Litbang dan Diklat, website biro dan website pusat di bawah Sekretariat Jenderal, serta website di seluruh Kantor Wilayah Provinsi se-Indonesia. Dengan demikian hasil penelitian mengenai kualitas informasi publik dan kualitas 56
partisipasi deliberasi warga benar-benar hanya berkenaan dengan isi website Kementerian Agama RI yang dikelola oleh Pusat Informasi dan Humas (Pinmas). Penelitian ini sekaligus merupakan upaya mengurangi masih sedikitnya penelitian website pemerintah dengan obyek website kementerian, dibandingkan lebih maraknya penelitian website pemerintah daerah di Indonesia.
57