BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagai negara hukum yang sedang berkembang Negara Republik Indonesia tengah berupaya untuk melakukan reformasi yang terus menerus di berbagai bidang guna untuk mewujudkan pembentukan pemerintahan yang baik. Dalam upaya pelaksanaan pemerintahan yang baik tersebut, berbagai perizinan dikeluarkan oleh pemerintah guna mewujudkan masyarakat yang teratur. Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja, usaha, pendidikan, sarana olahraga dan rekreasi, serta sarana lain sesuai dengan kebutuhan manusia. Pada dasarnya setiap orang, badan, atau institusi bebas untuk membangun bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan dana, bentuk, konstruksi, dan bahan yang digunakan. Hanya saja mengingat mungkin saja pembangunan suatu bangunan dapat mengganggu orang lain maupun mungkin membahayakan kepentingan umum, tentunya pembangunan bangunan gedung harus diawasi oleh pemerintah. Untuk itu, di perlukan suatu aturan hukum yang dapat mengatur agar bangunan gedung dapat dibangun secara benar. Dewasa ini bangunan gedung di indonesia telah diatur dalam dasar hukum yang kuat, yaitu dalam bentuk undang -undang yang memiliki
aturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2002. Sebagai aturan pelaksanaannya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 September 2005.1 Mengenai kelayakan penggunaan bangunan telah ditentukan dalam beberapa peraturan, seperti dalam Pasal 37 dalam Undang -Undang Nomor 2008 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang berbunyi : (1) Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau pengguna bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi. (2) Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi
apabila
telah
memenuhi
persyaratan
teknis,
sebagaimana dimaksud dalam Bab IV undang -undang ini. (3) Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada bangunan gedung harus dilakukan agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi.
Marihot Pahala Siahaan, 2008, Hukum Bangunan Gedung di Indonesia , Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 1-2.
(4) Dalam pemanfaatan bangunan gedung, pemilik atau pengguna bangunan gedung mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam undang -undang ini. (5) Ketentuan mengenai tata cara pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam beberapa pasal lain dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung ini juga disebutkan mengenai laik fungsi bangunan seperti dalam Pasal 1 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (11), Pasal 39 ayat (1) huruf a, Pasal 41 ayat (1) huruf d, ayat (2) huruf d, e, f , Pasal 45 ayat (1) huruf g dan h, Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (3). Selain ketentuan yang ada dalam Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2002 tersebut, ketentuan lanjutan mengenai laik fungsi bangunan juga ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomo r 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang antara lain terdapat dalam Pasal 71 yang berbunyi: (1) Pemerintah daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan
telah
memenuhi
persyaratan
kelaikan
fungsi
berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan. (2) Pemberian dilakukan
sertifikat dengan
laik
fungs i
mengikuti
bangunan
gedung
prinsip -prinsip pelayanan
prima dan tanpa dipungut biaya. (3) Sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 20 (dua puluh) tahun untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tingg al deret, serta berlaku 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung lainnya. (4) Sertifikat laik fungsi bangunan gedung diberikan atas dasar permintaan pemilik untuk seluruh atau sebagian bangunan
gedung
sesuai
dengan
hasil pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan gedung. Selanjutnya ketentuan laik fungsi bangunan dalam beberapa pasal lain dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tersebut juga disebutkan dalam Pasal 1 ayat (23), ayat (27), ayat (28), Pasal 72 ayat (2), Pasal 73 ayat (3), Pasa l 78 ayat (2), Pasal 79 sampai Pasal 82, Pasal 91 ayat (2) huruf a, Pasal 113 ayat (1) huruf g dan h, dan Pasal 116. Kemudian sebagai kelanjutan dari kedua peraturan diatas, terdapat beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum terkait mengenai kelaikan fungsi bangunan, yaitu : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
Gedung,
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung, dan yang khusus mengatur mengenai laik fungsi ba ngunan yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan salah satu daerah yang dinyatakan sangat besar potensinya untuk terjadi gempa hingga saat ini, sehingga sangat dianjurkan untuk lebih memperhatikan dalam hal pengaturan di dalam pemberian izin mendirikan bangunan maupun dalam hal pengawasan kelayakan penggunan bangunan. Ketentuan bangunan gedung di Kota Yogyakarta pada saat ini telah dilakukan perubahan, yaitu telah dikeluarkanya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung
sebagai pengganti dari Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan. Ketentuan ini adalah dalam rangka meningkatkan ketertiba n, pengendalian dan pembinaan serta menjamin keandalan teknis bangunan gedung di Kota Yogyakarta. Dengan dikeluarkanya peraturan daerah tersebut yang merupakan bentuk penyesuaian terhadap dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Ged ung yang mana didalamnya terdapat banyak sekali perubahan yang mendasar
didalamnya
terutama mengenai
penentuan
kelayakan
penggunaan
bangunan gedung. Dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Bangunan, selama ini memang belum diatur mengenai penentu an kelayakan penggunaan bangunan sebagimana yang diisyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 28 Tah un 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mana seharusnya
peran pemerintah
dituntut untuk lebih aktif dalam penentuan kelayakan penggunaan bangunan gedung sebagai sarana untuk mewujudkan kondisi bangunan yang benar-benar laik fungsi baik itu secara administra tif maupun secara teknis sesuai dengan fungsi bangunan yang ditetapkan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ada beberapa pokok masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimanakah bentuk dan proses perizinan yang harus dilakukan untuk menentukan apakah bangunan gedung tersebut masih layak untuk digunakan khususnya pasca Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimanakah proses pengawasan dan penerap an sanksi terhadap adanya pelanggaran dari pelaksanaan perizinan tersebut, beserta
kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan penerapan dan pengawasan dari perizinan tersebut?
C. Tujuan Penelitian Adapaun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk dan proses perizinan yang harus dilakukan dalam menentukan apakah bangunan gedung tersebut masih layak digunakan khususnya pasca Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung di Kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui proses pengawasan dan penerapan sanksi terhadap adanya pelanggaran dari pelaksanaan perizinan tersebut , serta kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan penerapan dan pengawasan dari perizinan tersebut.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Teoritis. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu Hukum Administrasi Negara. 2. Praktis. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat dan juga pemerintah, khusunya pemerintah Kota Yogyakarta tentang
proses pelaksanaan perizinan kelayakan penggunaan bangunan pasca Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung di Kota Yogyakarta.