BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagian orang mengatakan bahwa tahun 2010 merupakan tahun yang berat. Pelaku bisnis salon dan spa membantah hal tersebut, mereka menganggap makin kedepan bisnis
salon kecantikan makin maju.
Mallato
(2010)
mengungkapkan bahwa “prospek Spa semakin bagus, orang ke salon saat ini merupakan sebuah kebutuhan pokok. Dibandingkan Eropa, negara-negara di Asia mengalami perkembangan karena pada dasarnya mereka suka dandan“. Pada awalnya, kata spa masih awam dikalangan masyarakat kota, yang umum pada saat itu adalah kata salon yang merupakan tempat mempercantik diri, seperti cuci blow, potong rambut, make up, hair set, atau hair coloring, dan dapat membeli produk-produk kecantikan seperti, shampoo, conditioner, lipstik, hair tonik dan lain sebagainya. Spa hadir di Indonesia pada awal tahun 1990-an yang merupakan pelengkap dari klub kebugaran (fitness center), di hotel-hotel bintang lima dan hanya sebatas fasilitas sauna. Namun dalam perkembangannya, konsep spa semakin marak dan dikenal oleh masyarakat Kota Denpasar (Idrus, 2009). Semakin
meningkatnya perekonomian di Indonesia
menyebabkan
pertumbuhan bisnis di Indonesia juga berkembang pesat. Salah satu bisnis yang berkembang pesat di Indonesia, khususnya di Kota Denpasar adalah spa, pusat kebugaran dan kesehatan. Perkembangan ini diketahui dengan meningkatnya jumlah spa dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kota Denpasar
1
2
diketahui perkembangan jumlah bisnis salon kecantikan dan spa di Kota Denpasar mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1. Perkembangan Bisnis Salon dan Spa di Kota Denpasar Tahun 2005 hingga Tahun 2010 Tahun
Jumlah Pertumbuhan (Buah) (%) 2005 168 2006 168 0 2007 168 0 2008 220 30,95 2009 260 18,18 2010 300 15,38 Sumber : Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 2011 Fenomena ini menunjukan orang masih melihat adanya peluang bisnis disalon kecantikan dan spa. Peningkatan jumlah spa tersebut dapat dijadikan salah satu indikator meningkatnya minat konsumen terhadap usaha tersebut yaitu meningkatnya minat konsumen untuk tampil segar dan sehat. Konsep ini sepertinya akan terus berkembang, sebab banyak wanita yang mengunjungi salon kecantikan dan spa dengan tujuan mencerahkan dan menjaga keindahan kulit (Triyas, 2009). Martha Tilaar (2011) mengatakan perkembangan spa di Indonesia dan Dunia berkembang pesat. Faktor penyebab tekanan batin atau stres manusia semakin lama semakin tinggi sehingga banyak yang membutuhkan spa sebagai relaxing theraphy. Spa sebagai suatu bagian dari gaya hidup masyrakat dengan tingkat kesibukan tinggi dan tekanan hidup yang besar juga terjadi di Kota Denpasar. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pertumbuhan salon kecantikan dan spa di Kota
3
Denpasar. Berbagai bentuk iklan salon kecantikan dan spa yang hampir selalu menghiasi beberapa surat kabar nasional, seperti Jawa Post, Bali Post, Nusa Bali dan lain sebagainya. Semua ini sebagai dampak pergeseran gaya hidup agraris keindustri terutama kalangan metropolitan. Meski bisnis kecantikan saat ini sangat menjanjikan, namun bila tidak memiliki produk dan kualitas layanan yang unggul, dapat dipastikan akan kalah bersaing dari yang lain. Bisnis kecantikan sekarang menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan oleh wanita. Semakin tinggi kesibukan mereka, semakin membutuhkan orang lain untuk merawat diri mereka (Ria, 2006). Menurut Danel (2001) semakin banyaknya salon kecantikan dan spa akan memacu salon dan spa untuk meningkatkan mutu dan kualitas layanan. Perkembangan bisnis salon dan spa yang semakin meningkat membawa pengaruh dan persaingan para pelaku bisnis salon dan spa tersebut. Berbagai perusahaan salon dan spa bermunculan sehingga membuat para pelaku bisnis mulai bersiapsiap untuk bersaing secara ketat dengan perusahaan sejenisnya. Persaingan bisnis penyedia jasa salon kecantikan tidak hanya menyediakan fasilitas, tetapi menjalankan strategi pemasaran untuk mengalokasikan sumberdayanya sehingga dapat mencapai penjualan maksimal. Kuncinya terletak pada totalitas pelayanan terhadap para pelanggan, penyediaan fasilitas dan kualitas produk yang digunakan (Biyan, 2002). Meningkatnya persaingan dan tuntutan pelanggan memaksa perusahaan jasa untuk fokus pada pelaksanaan peningkatan yang berkelanjutan terhadap pelayanan yang diberikan. Akan tetapi, program yang paling berkualitas atau
4
orientasi pelayanan yang tinggipun tidak dapat menghindari kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Kegagalan pelayanan tersebut dapat mendorong terjadinya word of mouth dan publikasi negatif terhadap perusahaan. Dalam pelayanan, strategi yang paling penting adalah untuk menjaga pelanggan yang dimiliki oleh perusahaan dan berusaha menarik minat pelanggan lainnya (McCole, 2004). Ketika terjadi kegagalan pelayanan, perusahaan harus segera memberikan respon agar dapat memuaskan pelanggan tersebut dan menjadi pelanggan yang loyal terhadap perusahaan. Kepuasan pelanggan akan mampu menciptakan perilaku pelanggan yang menguntungkan bagi perusahaan. Pengulangan transaksi, pelanggan tidak beralih pada penyedia jasa yang lain, menceriterakan reputasi baik perusahaan serta bersedia membayar lebih adalah bentuk-bentuk behavioral intentions yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini akan berlaku sebaliknya jika perusahaan tidak mampu memberikan pelayanan prima, maka pelanggan akan beralih pada penyedia jasa lain, menceriterakan reputasi buruk perusahaan kepada koleganya dan mengurangi transaksi bisnis dengan perusahaan. Perilaku ini tentunya sangat tidak baik bagi perusahaan karena perusahaan akan kehilangan pelanggannya dan menciptakan reputasi buruk dimasyarakat. Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu adalah beberapa perusahan penyedia jasa salon dan spa yang sudah banyak dikenal di Kota Denpasar. Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu adalah anggota dari Asosiasi Pengusaha Produk Spa (Approspa) di Kota Denpasar, Approspa merupakan perhimpunan pengusaha produk spa, namun belum semua anggota Approspa yang memiliki jasa treament
5
dari 11 (sebelas) anggotanya baru Bali Tangi, Altara, dan Pusaka ayu yang menyediakan treatment sisanyan hanya menyediakan produk spa untuk spa lain. Anggota Aprospa Kota Denpasar sangat konsisten dengan penggunaan bahanbahan alami tanpa bahan kimia dari produk yang mereka produksi. Dimulai dari sepuluh tahun yang lalu, diawali dari sebuah usaha rumahan, Bali Tangi berusaha mengajak semua orang untuk kembali menggunakan bahan alami untuk produk perawatan tubuh dan kecantikan. Semua produk organik tersebut tersedia luas disekitar kita, seperti; rempah-rempah, mineral alami dan tumbuh-tumbuhan yang kesemuanya diproses secara tradisional dan natural. Rumah Lulur adalah brand name yang digunakan Bali Tangi untuk layanan Spa yang mereka miliki, berlokasi strategis di kawasan Kuta. Rumah Lulur memberikan berbagai macam perawatan dan pemijatan tubuh dengan pelayanan yang ramah dari staff yang bertugas. Visi Rumah Lulur Bali Tangi adalah menjadikan rumah lulur sebagai tempet alternatif untuk perawatan tubuh dan massages, dimana kami dengan bangga mengatakan bahwa kami adalah pelopor konsep perawatan tubuh secara tradisional Bali. Rumah Lulur Bali Tangi mempunyai misi untuk mendorong orang kembali kepada cara alami dalam perawatan tubuh sebagaimana hal tersebut merupakan cara paling aman dalam mencapai keindahan tubuh dan kesehatan yang sempurna. Altara berlokasi dikawasan Jalan Nangka Selatan dengan menyediakan produk Spa herbal organik traditional asli Bali yang terjamin kualitasnya serta sudah diekspor ke Jepang , Malaysia, Belanda, Philipina dan lainnya.
6
Altara sangat memperhatikan pelayanan maksimal bagi pelanggannya, sejak enam bulan terakhir mereka memiliki data base pelanggan yang tercatat dengan sangat rapi. Altara sangat sadar bahwa mencari pelanggan baru memerlukan cost yang lebih banyak daripada mempertahankan pelanggan yang sudah loyal. Pusaka Ayu telah berdiri sejak tahun 1998, awalnya hanya menyediakan jasa perawatan rambut. Pusaka Ayu mulai fokus pada pelayanan spa sejak 7 tahun terakhir. Lokasi yang cukup luas dan berada dipinggiran Kota Denpasar membuat Pusaka Ayu menjadi tempat Spa yang sangat nyaman.
Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Pelanggan dan Pelanggan Tetap Spa Beserta Pertumbuhannya Tahun 2010 Bali Tangi Periode Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Total Rata-rata
Kunjungan Pelanggan Orang 231 197 135 95 104 219 153 371 243 127 211 312 2398 200
Pertumbuhan (%) -14.72 -31.47 -29.63 9.47 110.58 -30.14 142.48 -34.50 -47.74 66.14 47.87 188.35 17.12
Altara Pelanggan Tetap
Orang 935 942 951 958 962 968 971 973 977 981 984 987 11589 966
Kunjungan Pelanggan
Pertumbuhan (%) 0.75 0.96 0.74 0.42 0.62 0.31 0.21 0.41 0.41 0.31 0.30 5.43 0.49
Pusaka Ayu Pelanggan Tetap
Orang Pertumbuhan (%) Orang 103 506 112 8.74 509 131 16.96 524 95 -27.48 533 104 9.47 551 113 8.65 583 86 -23.89 592 71 -17.44 598 103 45.07 603 121 17.48 611 113 -6.61 627 132 16.81 634 1284 47.76 6871 107 4.34 573
Persentase 0.59 2.95 1.72 3.38 5.81 1.54 1.01 0.84 1.33 2.62 1.12 22.90 2.08
Kunjungan Pelanggan
Pelanggan Tetap
Kunjungan Pelanggan
Orang Pertumbuhan (%) Orang Pertumbuhan (%) Orang 85 434 419 39 -54.12 435 0.23 348 102 161.54 439 0.92 368 86 -15.69 442 0.68 276 49 -43.02 448 1.36 257 70 42.86 453 1.12 402 109 55.71 458 1.10 348 99 -9.17 461 0.66 541 89 -10.10 463 0.43 435 76 -14.61 469 1.30 324 47 -38.16 471 0.43 371 87 85.11 473 0.42 531 938 160.35 5446 8.65 4620 78 14.58 454 0.79 385
Pertumbuhan (%) -16.95 5.75 -25.00 -6.88 56.42 -13.43 55.46 -19.59 -25.52 14.51 43.13 67.89 6.17
Pelanggan Tetap Orang Pertumbuhan (%) 1,875 1,886 0.59 1,914 1.48 1,933 0.99 1,961 1.45 2,004 2.19 2,021 0.85 2,032 0.54 2,043 0.54 2,061 0.88 2,082 1.02 2,094 0.58 2,094 11.12 698 1.01
Sumber : Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu (Data Diolah, 2011)
7
7
8
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa kunjungan terbesar terdapat di Bali Tangi yaitu sebanyak 371 kunjungan pada bulan Agustus 2010 dan kunjungan terkecil terdapat di Pusaka Ayu sebanyak 47 kunjungan pada bulan November. Tingkat pertumbuhan kunjungan tertinggi terdapat di Pusaka Ayu yaitu sebesar 161,54 persen pada bulan Maret 2010 dan pertumbuhan kunjungan terendah juga terdapat di Pusaka Ayu yaitu sebesar -54,12 persen pada bulan Februari 2010. Total kunjungan adalah sebesar 4.620 kunjungan dengan rata-rata pertumbuhan 6.17 persen. Tabel 1.2 Pada bulan yang sama yakni Desember, ketiga spa memiliki jumlah member yang berbeda, Bali Tangi sebanyak 987, Altara sebanyak 634 dan Pusaka Ayu sebesar 473 orang. Jumlah member total dari ketiga Spa selama periode Januari-Desember 2010 adalah sebesar 2.094 orang dengan rata-rata pertumbuhan adalah 1,01 persen. Tabel 1.2 menunjukkan adanya ketimpangan antara pertumbuhan kunjungan pelanggan dengan pertumbuhan member. Terlihat bahwa trend kunjungan pelanggan berfluktuasi meningkat. Rata-rata pertumbuhan kunjungan pelanggan hingga bulan Desember 2010 adalah sebesar 6,17 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan member hingga Desember 2010 adalah sebesar 1,01 persen. Ini berarti tidak semua pengunjung dari ketiga spa bersedia menjadi pelanggan tetap (members). Hal ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan pelanggan kepada kualitas pelayanan yang diberikan oleh ketiga spa. Tabel 1.3 menyajikan keluhan-keluhan dominan yang disampaikan oleh pelanggan pada ketiga spa.
8
9
Tabel 1.3 Keluhan pelanggan Spa tahun 2010 Klasifikasi
Keluhan
Lingkungan fisik Variasi paket treatment Jam operasional Kelengkapan alat treatment Service Quality Lamanya Antrean Ketersediaan terapis Penampilan terapis Fasilitas parkir Harga Service Value Lokasi
Jumlah Keluhan Pelanggan Bali Tangi Altara Pusaka Ayu Total Persentase Kasus Persentase Kasus Persentase Kasus Persentase 3 3.66 87 8.66 70 8.77 160 8.49 8 9.76 103 10.25 85 10.65 196 10.40 5 6.10 112 11.14 39 4.89 156 8.28 6 7.32 131 13.03 102 12.78 239 12.68 14 17.07 95 9.45 86 10.78 195 10.34 11 13.41 104 10.35 49 6.14 164 8.70 7 8.54 113 11.24 70 8.77 190 10.08 13 15.85 86 8.56 109 13.66 208 11.03 9 10.98 71 7.06 99 12.41 179 9.50 6 7.32 103 10.25 89 11.15 198 10.50
Sumber: Data diolah, 2011 Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa keluhan pelanggan di atas dapat dikelompokkan menjadi dua yakni service quality dan service value. Keluhan pelanggan yang tergolong kategori service quality antara lain: lingkungan fisik, variasi paket treatment, jam operasional, kelengkapan alat treatment, ketersediaan terapis, penampilan terapis dan fasilitas parkir. Sedangkan keluhan dari segi service value yang disampaikan pelanggan kepada ketiga Spa tersebut seperti: harga dan lokasi yang disediakan. Jumlah keluhan terbesar yaitu 239 keluhan terfokus pada kelengkapan alat treatment. Jumlah keluhan terkecil adalah pada jam operasional dengan keluhan sebanyak 156 keluhan. Keluhan terhadap jam operasional ini sering kali terjadi karena terapist salah memperhitungkan antara jumlah treatment dengan waktu yang diperlukan untuk masing-masing treatment. Dampaknya adalah perpanjangan waktu pelayanan dan pengunduran waktu pelayanan bagi pelanggan berikutnya. Pengunduran waktu ini tidak dikompensasikan dengan penambahan jam operasional, sehingga pelanggan pada giliran terakhir sering kali tidak mendapatkan pelayanan maksimal.
10
Adanya keluhan dari pelanggan mencerminkan kualitas pelayanan yang kurang dari ketiga penyedia jasa Spa tersebut. Bila kualitas pelayanan rendah maka nilai pelayanan yang diberikan pelanggan kepada penyedia jasa adalah rendah juga. Namun keluhan pelanggan dalam penelitian tidak dapat diartikan semata-mata sebagai rendahnya kualitas pelayanan. Pelanggan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelanggan tetap (members) dari ketiga penyedia jasa tersebut. Jadi keluhan yang disampaikan kepada penyedia jasa lebih bersifat sebagai sebuah saran untuk mengakomodir keinginan dari pelanggan. Karena keluhan yang disampaikan lebih bersifat saran maka nilai pelayanan yang diberikan pelanggan kepada penyedia jasa adalah tetap tinggi. Indikasi dari asumsi tersebut adalah dengan terus meningkatnya jumlah pelanggan tetap (members) dari ketiga penyedia jasa Spa tersebut. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.2 di atas. Jadi dapat dinterpretasikan bahwa keluhan yang disampaikan lebih bersifat saran untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Saran ini selanjutnya diakomodir dalam bentuk peningkatan kualitas layanan sesuai harapan pelanggan tetap. Dampaknya adalah terjadinya kesesuaian antara harapan dengan kualitas pelayanan yang diterima. Kesesuaian harapan dengan kualitas pelayanan yang diterima ini memicu peningkatan pada nilai pelayanan yang bermuara pada kepuasan pelanggan. Persaingan yang semakin ketat mengharuskan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu mulai memperhatikan kepuasan dan perilaku pelanggan mereka pasca pembelian. Pelanggan yang puas dengan jasa yang diberikan suatu perusahaan belum dapat dikatakan loyal, loyalitas konsumen dapat dimulai ketika mereka
11
melakukan repeat buying. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penyedia jasa tidak boleh berhenti bila sudah memberikan pelayanan prima dan kepuasan kepada konsumennya. Salah satu strategi yang sangat penting untuk dapat sukses dan bertahan dalam persaingan industri yang kompetitif adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas, nilai yang tinggi, dan kepuasan kepada konsumen atau pelanggan. Konsumen jasa membandingkan quality dari jasa yang diterima dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan jasa tersebut, (Bolton and Drew, 2001). Adanya sacrifice yang harus diberikan maka jasa akan mempunyai value tertentu di mata konsumennya. Pentingnya memberikan service quality, service value dan satisfaction dalam industri jasa adalah keharusan. Beberapa perusahaan jasa mengabaikan hal-hal penting tersebut menjadikan konsumen mereka tidak kembali untuk mengkonsumsi jasa yang mereka tawarakan. Setiap perusahaan tidak mengharapkan adanya keluhan konsumen dalam perusahaan, justru menginginkan konsumennya puas namun tetap saja keluhan tersebut selalu datang. Keluhan yang datang pun tidak dapat dianggap sebagai suatu masalah tetapi justru sebagai kritik yang konstruktif bagi perusahaan. Jadi Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dituntut untuk lebih memperhatikan kualitas dari jasa dan nilai yang diberikan kepada pelanggannya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka menjadi semakin strategis untuk meneliti pengaruh service quality dan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intention (Studi pada Jasa Spa di Kota Denpasar).
12
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang kemukakan diatas, disusun suatu
rumusan masalah sebagai berikut ; 1) Apakah service quality berpengaruh terhadap service value pelanggan? 2) Apakah service quality berpengaruh terhadap customer satisfaction? 3) Apakah service value berpengaruh terhadap customer satisfaction? 4) Apakah service quality berpengaruh terhadap behavioral intentions pelanggan? 5) Apakah
customer
satisfaction
berpengaruh terhadap
behavioral
intentions pelanggan? 6) Apakah service value berpengaruh terhadap behavioral intentions pelanggan? 7) Apakah terdapat perbedaan sikap responden didalam menilai hubungan antar variabel yang diteliti pada penelitian ini, jika dilihat dari merek spa?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, pokok permasalahan, dan judul
penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut ; 1) Untuk mengetahui pengaruh service quality terhadap service value pelanggan. 2) Untuk mengetahui pengaruh service quality terhadap customer satisfaction.
13
3) Untuk
mengetahui
pengaruh
service
value
terhadap
cutomer
satisfaction. 4) Untuk mengetahui pengaruh service quality terhadap behavioral intentions pelanggan. 5) Untuk mengetahui pengaruh customer satisfaction terhadap behavioral intentions pelanggan. 6) Untuk mengetahui pengaruh service value terhadap behavioral intentions pelanggan. 7) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sikap responden didalam menilai hubungan antar variabel yang diteliti pada penelitian ini, jika dilihat dari merek spa.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi perguruan tinggi,
pengelola perusahaan jasa, dan pengambil kebijakan publik dengan kegunaan sebagai berikut ; 1) Manfaat teoritis (1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada penyusun strategi service quality, service value untuk menciptakan customer satisfaction dan behavioral intentions pelanggan. (2) Mendapat
gambaran menyeluruh tentang keterkaitan antara
variabel-variabel tertentu, khususnya antara variabel service quality,
14
service value, customer satisfaction, dan behavioral intentions pelanggan. 2) Manfaat praktis (1) Dapat menjadi referensi bagi perusahaan dalam mengidentifikasi variabel dan indikator penentu variabel service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intentions pelanggan dalam sebuah pengelolaan perusahaan jasa. (2) Dapat menjadi referensi bagi perusahaan untuk menentukan kebijakan mengenai strategi bisnis melalui variabel service quality dan service value dalam menjalankan bisnis jasa.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Service Quality Service quality merupakan komponen penting dalam persepsi konsumen,
juga sangat penting dalam pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik kualitas maka jasa yang diberikan maka akan semakin baik pula citra jasa tersebut dimata konsumen. Menurut Parasuraman et al. (2008) ciri-ciri dari kulitas jasa adalah sebagai berikut : 1) Kualitas jasa sangat sulit untuk dilakukan evaluasi dibandingkan dengan kualitas barang. 2) Kualitas jasa merupakan perbandingan hasil dari pandangan konsumen antara harapan dan kenyataan. 3) Kriteria untuk menentukan kualitas jasa akhirnya dikembalikan kepada konsumen sendiri. Pandangan pada suatu kualitas jasa dimulai bagaimana penyedia jasa dapat memenuhi harapan konsumen. Pada saat konsumen memiliki harapan pada jasa, kualitas akan menjadi elemen penting. Harapan yang dimaksud berasal dari banyak faktor (Parasuraman et al, 2008) : 1) What of mouth communication Yaitu apa yang didengar dari konsumen lain yang telah menikmati kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan, merupakan faktor potensial mempengaruhi harapan konsumen.
15
16
2) Personal needs Yaitu keinginan perorangan dapat mempengaruhi harapan konsumen. 3) Past experience Yaitu tingkat pengalaman masa lalu yang dialami oleh seseorang konsumen dapat mempengaruhi tingakt harapan konsumen tersebut. Memberikan kualitas pelayanan dipertimbangkan sebagai sebuah strategi penting supaya sukses dan bertahan dalam lingkungan persaingan saat ini. Kualitas pelayanan adalah tingkatan dimana dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen. (Parasuraman et al, 2008). Dapat ditarik kesimplan bahwa kualitas jasa adalah suatu tingkat sejauh mana kemampuan pelayanan perusahaan dapat memenuhi harapan konsumen. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kemampuan pelayanan menyebabkan tingkat ketidak puasan konsumen semakin besar pula. Sepuluh
dimensi
pokok
yang
menentukan
kualitas
pelayanan
dikemukakan oleh (Parasuraman et al, 2008) : 1) Kehandalan (Reliability) Mencakup dua hal pokok yaitu performance (konsistensi kerja) dan dependability (kemampuan untuk dipercaya). 2) Daya Tanggap (Responsiveness) Yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk meberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
17
3) Keterampilan (Competence) Artinya setiap orang dalam perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tersebut. 4) Kemudahan (Access) Meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui, artinya mudah dijangkau, tidak menunggu terlalu lama, saluran komunikasi mudah dihubungi. 5) Keramahan (Courtesy) Meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan. 6) Komunikasi (Communication) Artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7) Kredibilitas (Credibility) Yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karaktristik pribadi dan interaksi dengan pelanggan. 8) Keamanan (Security) Yaitu aman dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi kaemanan secara fisik (physical safety), keamana financial (financial safety), dan kerahasiaan (considentially).
18
9) Memahami atau mengetahui pelanggan (Understanding atau Knowing the customer). Yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10) Bukti Fisik (Tangibles) Yaitu bukti fisik dari jasa, baik berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dari jasa. Kemudian kesepuluh dimensi disederhanakan menjadi lima dimensi pokok (Valarie dkk dalam Bleber 2006 : 320), yaitu : 1) Reliability Adalah kemampuan untuk menyajikan jasa yang dijanjikan secara baik dan akurat. 2) Responsiveness Berkenaan dengan dan kemampuan para partner untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 3) Assurance Karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
dan
mampu
menciptakan
rasa
aman
bagi
para
pelanggannya. 4) Empathy Penyedia jasa mampu memahami masalah para pelanggan dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian
19
personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5) Tangible Meliputi bagian-bagian yang bersifat nyata, yaitu penampilan fasilitas fisik yang meliputi peralatan, layout, dan perlengkapan ruang, penampilan karyawan dan peralatan komunikasi serta hal-hal lain yang dapat diamati oleh konsumen.
2.2 Service Value Menurut Brady et al (2001), jika pertukaran antara sacrifice dan service quality sepadan, maka suatu jasa dapat dikatakan memiliki value atau nilai dimata konsumen. Value tidak selalu positif, terkadang hubungan yang ada antara sacrifice dan sevice quality tidak memenuhi harapan konsumen sehingga value yang tercipta akan negatif. Menurut Kotler dan Keller (2006) definisi nilai pelanggan adalah : “ Customer delivered value is the difference between total customer value and total customer cost. Total customer value is the bundle of benefit expect from a given product or service. Total customer cost is the bundle of costs customers expect to incur in evaluating, obtaining, using, and disposing of the product or service”
20
Nilai yang diberikan kepada Pelanggan
Nilai Pelanggan Total
Biaya Pelanggan Total
Nilai
Biaya
Produk
Moneter
Nilai
Biaya
Pelayanan
Waktu
Nilai
Biaya
Karyawan
Energi
Nilai
Biaya
Citra
Mental
Sumber : Kotler and Keller, 2006 Kutipan tersebut di atas memiliki arti, nilai yang dirasakan pelanggan adalah selisih antara jumlah nilai pelanggan dengan jumlah biaya pelanggan. Jumlah nilai pelanggan adalah sekelompok manfaat yang diharapkan dari produk dan jasa. Jumlah biaya pelanggan adalah sekelompok biaya yang digunakan dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk atau jasa.
21
Nilai yang dirasakan oleh konsumen berasal dari keseluruhan evaluasi konsumen akan kegunaan produk berdasarkan apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan. (Bolton et al, 2001). Berdasarkan sudut pandang konsumen, memperoleh value adalah tujuan dasar dan titik tumpuan untuk segala transaksi jual beli maka dari itu penting bagi manajer jasa untuk memahami konsumen mendapatkan value pada jasa yang ditawarkan.
2.3 Customer Satisfaction Kepuasan menurut Kotler dan Keller (2006) adalah sebagai berikut :“Satisfaction is a person’s feelings of pleasure of disappointment resulting from comparing performance (or outcome) in relation to his or her expectations” Kutipan tersebut di atas memiliki arti, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil bandingan dari penampilan atau hasil dari produk yang diterima dengan harapannya. Jika konsumen merasa senang dengan penampilan atau hasil dari produk tersebut, berarti ia merasa puas dengan produk tersebut.
Menurut Brady et al (2001) adalah : “Customer satisfaction is a customer’s positive, neutral or negative feeling about the value she received fromorganizations product in specific use situation”
Kepuasan konsumen adalah perasaan positif, netral atau negatif konsumen tentang nilai yang didapat dari produk suatu organisasi dalam situasi penggunaan
22
yang spesifik. Konsumen akan puas jika nilai yang didapat dari produk lebih besar dari harapan mereka. Kotler and Keller (2006) memandang kepuasan konsumen terhadap suatu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut, apabila harapannya terlampaui berarti jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa, dan juga akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila harapan itu tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau perusahaan tersebut gagal melayani konsumennya. Apabila harapannya sama dengan apa yang dia peroleh berarti konsumen itu puas. Kepuasan dipaparkan sebagai sebuah penilaian dari suatu emosi. Kepuasan dengan penyedia jasa depersepsikan sebagai sebuah evaluasi dan emosi yang berdasarkan pada pelayanan jasa. (Brady et.al, 2000). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa kepuasan adalah seluruh sikap konsumen yang mencerminkan ekspresi mereka setelah mengkonsumsi barang atau jasa. Sikap tersebut bisa positif atau negatif. Pencapaian kepuasan konsumen merupakan hal yang penting bagi setiap perusahaan karena hal tersebut merupakan sasaran dari semua kegiatan pemasaran dan menandakan bahwa kegiatan tersebut telah dilakukan dengan sukses. Pelanggan yang puas akan membeli produk berulang kali.
23
Menurut Kotler dan Keller (2006) kepuasan konsumen diciptakan melalui tiga faktor berikut ini : 1) Kualitas. Kualitas mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Jika perusahaan dapat memberikan pelayanan dengan sangat baik maka konsumen akan merasa bahwa kualitas dari perusahaan itu dapat memenuhi kebutuhan dan harapannya akan jasa tersebut dan dengan sendirinya akan menciptakan kepuasan didalam diri konsumen tersebut. Kepuasan itu akan menciptakan loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas yang memenuhi harapan mereka. 2) Pelayanan Konsumen Layanan konsumen tidak hanya sekedar menjawab pertanyaan dan keluhan konsumen mengenai suatu produk atau jasa yang tidak memuaskan mereka, namun lebih dari pemecahan yang timbul setelah pembelian. Pelayanan terhadap konsumen harus diberikan semaksimal mungkin oleh perusahaan agar konsumen dapat merasa terpuaskan dari pelayanan yang telah diberikan. 3) Nilai Nilai adalah penilaian secara keseluruhan oleh konsumen mengenai penggunaan sebuah produk berdasarkan perasepsinya mengenai apa yang diterimanya dan apa yang diberikan. (Parasuraman et al, 2008). Konsumen yang puas dengan jasa yang diberikan perusahaan dengan sendirinya akan memiliki nilai yang lebih dimata konsumannya.
24
Empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan (Kotler and Keller, 2006) yaitu : 1) Sistem keluhan dan saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanngan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada konsumen untuk menyampaikan kelelapuhan, saran dan pendapat. Media yang digunakan biasanya kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis, kartu komentar, saluran telepon bebas pulsa, kuisioner, dan lain-lain. 2) Pembelian bayangan. Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang pembeli bayangan berpura-pura menjadi pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk tersebut, mengamati cara perusahaan atau pesaing melayani permintaan konsumen, atau menjawab pertanyaan konsumen dan menanggapi keluhan. 3) Metode analisa kehilangan pelanggan. Perusahaan seyogyanya menghubungi konsumen yang telah berhenti membeli atau pindah keperusahaan lain, untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.
25
4) Survai kepuasan pelanggan Melalui survai, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari konsumen dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan telah menaruh perhatian kepada konsumen. Menurut Kennedy and Young (2003), terdapat enam dimensi pengukuran kepuasan pelangan dibidang jasa, yaitu : 1) Kepuasan terhadap proses Pelangan merasa puas terhadap keseluruhan proses yang diperoleh dari pelanggan sejak awal menerima jasa sampai meninggalkan tempat pelayanan. 2) Kepuasan terhadap personal treatment Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh seluruh orang-orang yang terlibat didalam proses penmberian jasa sejak awal menerima jasa hingga meninggalkan tempat pelayanan. 3) Kepuasan terhadap waktu tunggu Kepuasan terhadap waktu antri yang harus dilakukan pelanggan untuk menunggu giliran mendapatkan pelayanan dari penyedia jasa. 4) Kepuasan terhadap tempat Kepuasan pelanggan terhadap tempat dimana terjadi penyerahan jasa, seluruh ruangan yang ada mampu memberikan kesan yang bersih dan nyaman kepada pelanggan.
26
5) Kepuasan Keseluruhan Tingkatan kepuasan yang dirasakan pelanggan terhadap pelayanan secara keseluruhan. Menurut Parasuraman et al (2008) kepuasan konsumen dipengaruhi oleh empat hal, yaitu : 1) Product and service features Kepuasan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa sangat dipengaruhi oleh evaluasi pelanggan atau fitur jasa. Fitur tergantung pada tipe jasa yang dievaluasi dan jasa yang telah mengalami kritik dan saran. 2) Consumer emotion Emosi konsumen juga dapat mempengaruhi persepsi mereka tentang kepuasan dengan produk atau jasa. Emosi konsumen ini dapat menjadi stabil, emosi yang sudah ada misalnya : keadaan perasaan atau kepuasan hidup. 3) Attributions for service success or failure Atribut-atribut sebab akibat dari suatu kejadian mempengaruhi persepsi tentang kepuasan pelanggan juga. Pada saat mereka dikejutkan oleh hasil jasa, para pelanggan cenderung untuk mencari penyebab dan penilaian mereka berdasarkan penyebab yang dapat mempengaruhi kepuasan mereka.
27
4) Perception of equality or fairness Kepuasan pelanggan dipengaruhi juga oleh persepsi dari ekuitas dan kejujuran. Adanya kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi persepsi kepuasan dari pelanggan terhadap barang dan jasa.
2.4 Behavioral Intention Behavioral Intentions didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa. Jadi konsumen dapat membentuk keinginan untuk mencari informasi, memberitahukan orang lain tentang pengalamannya dengan sebuah produk, membeli sebuah produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara tertentu (Lee, 2005). Kecenderungan perilaku konsumen adalah seperangkat hasil akhir dari item-item yang termasuk dalam analisa. Teori-teori menyatakan semakin rendahnya tingkat konsumen yang meninggalkan pengkonsumsian suatu barang atau jasa adalah kunci utama kemampuan penyedia jasa dalam menghasilkan laba. Dimensi behavioral intention ada lima yaitu (Brady et al, 2000) : 1) Kesetiaan (Loyalty) Tindakan konsumen yang puas terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan sehingga
konsumen akan
berprilaku
setia
terhadap
perusahaan. Konsumen akan menyatakan hal-hal yang positif tentang perusahaan. Mereka merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang sedang mencari informasi mengenai informasi yang sejenis, dan
28
akan menjadikan perusahaan sebagai pilihan utama ataupun tetap menggunakan perusahaan dimasa yang akan datang. 2) Beralih (Switch) Tindakan beralih akan dilakukan konsumen apabila konsumen kecewa dengan kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan, sehingga konsumen akan mengurangi memakai jasa perusahaan dimasa yang akan datang atau beralih keperusahaan lain yang memberikan jasa atau fasilitas sejenis dengan harga yang lebih rendah. 3) Bersedia membayar lebih (Paymore) Tindakan konsumen yang puas terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan sehingga tetap menggunakan jasa perusahaan walaupun harga yang ditawarkan telah berubah (lebih tinggi dari harga sebelumnya) dan bersedia membayar lebih mahal dari harga yang ditawarkan perusahaan. 4) Tanggapan kepihak luar (External response) Tindakan yang dilakukan konsumen yang tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan dengan cara menyampaikan ketidakpuasannya kepihak luar. 5) Tanggapan keperusahaan (Internal response) Tindakan konsumen yang tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan dapat juga dilakukan dengan cara menyampaikan ketidak puasannya kepihak perusahaan melalui karyawan, kotak saran dan keluhan atau melalui departemen yang bersangkuatan.
29
Secara khusus (Brady at.al, 2000) menyatakan kecenderungan perikau konsumen dihubungkan dengan kemampuan penyedia jasa untuk menyuruh konsumennya agar : 1) Menyatakan hal yang positif mengenai mereka (penyedia jasa). 2) Merekomendasikan mereka ( penyedia jasa ) kepada konsumen lain. 3) Tetap loyal kepada mereka ( atau membeli barang lagi dari mereka ). 4) Menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka. 5) Membayar harga premium. Kualitas pelayanan yang buruk dari perusahaan dapat mengubah prilaku konsumen dari menguntungkan menjadi tidak menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan apabila kualitas pelayanan yang diberikan memuaskan bagi konsumen maka akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Brady et al. (2000), wujud dalam prilaku konsumen yang puas atau tidak puas terhadap kualitas pelayanan perusahaan sebagai berikut : 1) Prilaku yang menguntungkan (Favorable behavioral intentions) Dimana terdapat beberapa prilaku yang menunjukkan bahwa konsumen mengikat diri dengan perusahaan. 2) Prilaku yang merugikan ( Unfavorable behavioral intention ) Apabila konsumen merasa bahwa kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan buruk maka cenderung akan meninggalkan perusahaan atau mengurangi jumlah volume pembelian di perusahaan tersebut. Prilaku yang merugikan mencangkup keluhan, disampaikan dengan 3 cara ( Singh, dalam Brady et al, 2000) yaitu :
30
1) Voice response, yaitu keluhan yang disampaikan secara langsung ke perusahaan. 2) Private
response,
yaitu
tindakan
yang
dilakukan
antara
lain
memperingatkan atau memberitahukan teman dan keluarga mengenai pengalamannya dengan perusahaan. 3) Third- party response, yaitu keluhan disampaikan kepada pihak ketiga seperti media masa atau lembaga hukum. Prilaku yang ditimbulkan oleh konsumen dari kualitas yang diberikan, akan memberikan prilaku yang menguntungkan maupun prilaku yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik dari perusahaan akan menimbulkan prilaku konsumen yang menguntungkan dan mengurangi prilaku yang tidak menguntungkan bagi perusahaan.
2.5 Pengaruh service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intentions. Konsumen membandingkan sacrifice yang dibutuhkan untuk memperoleh purchase dan value dari barang atau jasa yang mereka konsumsi. Tentang hubungan yang ada antara sacrifice dan service value, Brady et al (2001) mengemukakan : “ Consumers compare their ecquisition to the necessary secrivice needed to obtain the purchase, and the over all value appraisal emerges”.
Hal ini berarti bahwa membandingkan pendapatan mereka dengan sacrifice yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembelian dan penilaian keseluruhan nilai yang ada.
31
Service quality didefinisikan sebagai suatu superiority dari jasa yang ditawarkan (Parasuraman pada Brady et al, 2001), sedangkan sacrifice merefleksikan pengeluaran yang didefinisiskan sebagai pertukaran antara sacrifice dan service quality dengan hubungan yang positif dan negatif. Pertukaran antara sacrifice dan service quality sepadan jika suatu jasa dapat dikatakan memiliki value atau nilai dimata konsumen. Teori menjelaskan bahwa konsumen jasa membandingakan kualitas dari jasa yang diterima dengan pengorbanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan jasa tersebut, (Bolton et al, 2001). Bagozzi dalam Brady et al (2001) mengemukakan kerangka pengaruh yang ada pada service quality dapat mempengaruhi satisfaction yang akan menentukan behavioral intention. Pengertian akan service quality dan service value dapat mempengaruhi pandangan konsumen akan customer satisfaction jika jasa yang dikonsumsi memiliki kualitas maka jasa-jasa tersebut akan memiliki nilai dimata konsumen dan jasa yang memiliki nilai secara otomastis dapat merangsang kepuasan didalam diri konsumen. Karena itu terlihat jelas hubungan yang terdapat antara service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intentions dimana service quality, service value dan customer satisfaction saling berhubungan dalam mempengaruhi behavioral intention.
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Konseptual Penelitian Perusahaan penyedia jasa saat ini sangat membutuhkan suatu strategi
untuk dapat sukses dan bertahan dalam dunia industri yang semakin kompetitif. Agar dapat bertahan dalam industri perusahaan jasa dapat melakukan berbagai cara antara lain dengan memberikan pelayanan yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen terhadap nilai pelayanan yang positif. Kerangka konseptual pada penelitian ini dilandasi bahwa ada pengaruh kualitas jasa, nilai, dan kepuasan konsumen terhadap perilaku konsumen. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan dimensi kualitas pelayanan yang dijadikan pedoman untuk menilai hasil kerja dalam bentuk perilaku konsumen. Jika konsumen merasakan kualitas pelayanan seperti apa yang diharapkan, maka akan tercipta nilai dan kepuasan yang akhirnya terlihat dalam perilaku konsumen dengan : mengatakan hal yang positif mengenai penyedia jasa kepada konsumen ain, tetap loyal kepada penyedia jasa (membeli barang mereka lagi), menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka, dan membayar harga premium. Konsumen didalam memperoleh suatu jasa dibutuhkan beberapa pengorbanan untuk mengkonsumsi jasa tersebut. Mereka berharap dapat mengeluarkan sacrifice yang seminimal mungkin tetapi mereka mendapatkan kualitas yang semaksimal mungkin yang benar-benar dapat memenuhi harapan mereka. Jika pertukaran antara service quality sepadan dengan sacrifice yang
32
33
dikeluarkan maka jasa tersebut akan memiliki nilai yang tinggi dimata konsumen (Bogozzi, dalam Brady et al 2001). Service value juga berperan penting didalam membentuk perilaku konsumen dalam hubungannya dengan perusahaan. Semakin tinggi value yang dirasakan dari konsumen maka konsumen akan merasa puas dengan jasa yang diterimanya, sebaliknya jika konsumennya merasa bahwa value dari jasa tersebut rendah maka konsumen merasa ketidakpuasan dari jasa yag diterima dan ini akan membentuk perilaku konsumen yang dapat merugikan perusahaan. Konsumen menginginkan sacrifice
yang sekecil
mungkin untuk
mendapatkan service value yang sebesar mungkin. Hal ini yang menyembabkan pengaruh sacrifice terhadap service value menjadi negatif. Brady et al (2001) mengemukakan beberapa definisi akan value dan sampai pada kesimpulan bahwa konsep model value adalah kombinasi antara “gives” and “gets”. Semakin tinggi service quality yang diterima konsumen maka akan menyebabkan service value yang semakin tinggi juga. Begitu pula sebaliknya semakin rendah service quality yang diterima konsumen maka service value yang dirasakan konsumen juga semakin rendah. Jika jasa yang dikonsumsi memiliki kualitas maka jasa tersebut akan memiliki nilai dimata konsumen (Brady et al, 2001). Satisfaction adalah gagasan emosional yang dapat mempengaruhi penilaian dari jasa yang disediakan (Oliver, 2007). Evaluasi service qulity menciptakan penilaian emosional akan satisfaction (Brady et al, 2001). Perusahaan harus memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumennya
34
karena jika konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perusahaan akan dapat menciptakan hubungn yang kuat dan menguntungkan perusahaan. Nilai mempunyai hubungan yang kuat dengan kepuasan. Kepuasan merupakan perasaan konsumen dalam megevaluasi satu atau lebih pengalaman dengan produk atau jasa. Semakin tinggi service value yang diterima oleh konsumen maka konsumen akan meras semakin terpuaskan terhadap jasa yang diterima, sebaliknya semakin rendah service value yang diterima konsumen, akan menimbulkan ketidakpuasan bagi konsumen jasa. Nilai secara otomatis dapat merangsang kepuasan dalam diri konsumen (Bogozzi pada Brady et al 2001). Perusahaan harus meningkatkan kualitas pelayanannya pada pelanggan, dimana semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan akan menciptakan kecenderungan perilaku konsumen yang menguntungkan perusahaan. Begitu pula sebaliknya, apabila konsumen tidak mendapatkan pelayanan yang baik dan merasa tidak puas maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang tidak menguntungkan sehingga akan merugikan perusahaan. (Parasuraman et al, 2008). Perusahaan harus memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen agar konsumen merasa puas dengan jasa yang mereka konsumsi. Karena dengan kepuasan tersebut akan menciptakan perilaku yang menguntungkan perusahaan (Brady et al, 2001). Semakin tinggi kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan menguntungkan perusahaan, sebaliknya semakin rendah kepuasan yang dirasakan konsumen maka
35
akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan merugikan perusahaan. Konsumen akan menyadari adanya nilai didalam suatu produk atau jasa pada waktu-waktu tertentu seperti pada saat mereka ingin melakukan keputusan pembelian atau ketika mereka merasakan kegunaan produk atau jasa tersebut. Jadi semakin tinggi nilai dari produk atau jasa yang dapat dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungsn perilaku yang menguntungkan perusahaan. Sebaliknya semakin rendah nilai dari produk atau jasa yang dapat dirasakan konsumen, maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang merugikan perusahaan (Brady et al, 2001). Service qualty yang diberikan perusahaan tidak akan langsung membentuk perilaku dari konsumen itu sendiri tetapi akan terlebih dulu menciptakan kepuasan yang kemudian akan menciptakan perilaku dari konsumen jasa. Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2008) menunjukkan bahwa konsumen jasa mengharapkan pengorbanan yang sekecil mungkin untuk mendapatkan service value sebesar mungkin serta semakin tinggi kualitas jasa yang ditawarkan maka semakin tinggi juga nilai dari jasa yang diharapkan konsumen secara keseluruhan yang dilakukan di Bank BNI 46 Jakarta. Pelanggan menilai kinerja kepuasan Bank BNI 46 Jakarta melalui indikator kepuasan pelanggan seperti ; Bank BNI harus mampu memberikan prosedur pelayanan yang mudah dimengerti oleh pelanggan, adil didalam memberikan pelayanan serta memberikan respon yang cepat terhadap keluhan pelanggannya. Kepuasan pelanggan juga ditemukan dapat menciptakan perilaku yang positif bagi
36
perusahaan seperti tidak beralih kepada bank lain dan merekomendasikan pengalaman mereka kepada koleganya. Konsep penelitian ini dirumuskan berdasarkan penjabaran dari konsep berfikir penelitian dimana mengacu pada penelitian sebelumnya serta teori-teori pendukung yang terkait dengan penelitian ini. Penelitian ini ditekankan pada pengaruh service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intentions pelanggan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Tangible
Reliability
Responsivenes s
Service Quality (X1) Customer Satisfaction (Y2)
Assurance
Emphaty
Behavioral Intention (Y3)
Service Value (Y1)
Gambar 3.1 Hubungan service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intention.
Kerangka konseptual penelitian yang disusun menggambarkan bahwa behavioral intentions (Y3) dipengaruhi secara langsung oleh service quality (X1), service value (Y1), dan customer satisfaction (Y2) sementara customer satisfaction
37
(Y2) dipengaruhi secara langsung oleh customer satisfaction (X1) dan service value (Y1).
3.2
Hipotesis Penelitian Semakin tinggi service quality yang diterima konsumen maka akan
menyebabkan service value yang semakin tinggi juga. Begitupun sebaliknya semakin rendah service value yang dirasakan konsumen juga semakin rendah. Jika jasa tersebut memiliki kualitas maka jasa tersebut memiliki nilai dimata konsumennya (Brady et al, 2001). Semakin tinggi service quality yang diterima konsumen maka akan menyebabkan service value yang semakin tinggi juga. Sebaliknya jika semakin rendah service quality yang terima konsumen maka service value yang dirasakan juga semakin rendah (Bogozzi pada Brady et al, 2001). Oliver (2007) menemukan jika jasa yang dikonsumsi memiliki kualitas maka jasa tersebut memiliki nilai dimata konsumen,Sehingga dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H1
: Service quality berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap service value pelanggan.
Customer
satisfaction
adalah
gagasan
emosional
yang
dapat
mempengaruhi penilaian dari jasa yang disediakan. Evaluasi service quality menciptakan penilaian emosional akan customer satisfaction (Parasuraman et al, 2008). Lu dan Seock (2008) menemukan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008) juga menunjukkan bahwa kualitas layanan (service quality) yang diberikan oleh pihak Hypermarket Bandung dapat
38
menciptakan kepuasan pelanggan. Apabila kualitas layanan yang dirasakan melampaui harapan konsumen, berarti layanan tersebut memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan juga akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi (very satisfy). Perusahaan harus memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumennya karena jika konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perusahaan akan dapat menciptakan hubungan kuat yang dapat menguntungkan perusahaan. Sehingga dapat ditarik hipotesis kedua sebagai berikut: H2
: Service quality berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap customer satisfaction.
Service value mempunyai hubungan yang kuat dengan customer satisfaction. Customer satisfaction merupakan perasaan konsumen dalam mengevaluasi satu atau lebih pengalaman dengan produk atau jasa. Semakin tinggi service value yang diterima oleh konsumen maka konsumen akan merasa semakin terpuaskan terhadap jasa yang diterima, sebalikknya semakin rendah service value yang diterima oleh konsumen akan menimbulkan ketidakpuasan bagi konsumen jasa. Service value secara otomatis dapat merangsang kepuasan dalam diri konsumen (Bogozzi dalam Brady et al, 2001). Sehingga dapat ditarik hipotesa ketiga sebagai berikut : H3
: Service value berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap customer satisfaction.
Perusahaan jasa harus meningkatkan service quality pada pelanggan dimana semakin tinggi service quality yang diberikan akan menciptakan
39
behavioral intentions yang menguntungkan bagi perusahaan. Begitupula sebaliknya, apabila konsumen tidak mendapatkan pelayanan yang baik dan merasa tidak puas maka akan menimbulkan behavioral intentions yang tidak menguntungkan sehingga akan merugikan perusahaan (Parasuraman et al, 2008). Sehingga dapat ditarik hipotesis keempat sebagai berikut : H4
:
Service quality berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap behavioral intention pelanggan.
Perusahaan jasa harus memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen agar konsumen merasa puas dengan jasa yang mereka konsumsi, karena dengan customer satisfaction akan menciptakan behavioral intentions yang menguntungkan perusahaan (Brady et al, 2001). Semakin tinggi customer satisfaction yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan behavioral intentions yang akan menguntungkan perusahaan, sebaliknya semakin rendah customer satisfaction yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan behavioral intentions yang akan merugikan perusahaan. Sehingga dapat ditarik hipotesis yang kelima adalah sebagai berikut : H5
: Customer satisfaction berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap behavioral intention pelanggan.
Konsumen akan menyadari adanya nilai didalam suatu produk atau jasapada waktu tertentu seperti saat mereka ingin melakukan keputusan pembelian atau ketika mereka merasakan kegunaan produk atau jasa tersebut. Jadi, semakin tinggi service value dari produk atau jasa yang dapat dirasakan konsumen maka akan menimbulkan behavioral intentions yang menguntungkan perusahaan.
40
Sebaliknya semakin rendah service value dari suatu produk atau jasa yang dapat dirasakan oleh konsumen, maka akan menimbulkan behavioral intentions yang merugikan perusahaan (Brady et al, 2001). Sehingga dapat ditarik hipotesis keenam sebagai berikut : H6
: Service value berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap behavioral intention pelanggan.
Responden pada penenlitian ini terdiri dari tiga jenis spa yang berbeda sehingga dipandang perlu untuk melakukan multiple group analysis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku responden jika dilihat dari merek spa yang diteliti dan hipotesi ketujuh adalah : H7 : Terdapat perbedaan sikap responden dalam menilai hubungan antar variabel yang diteliti dalam penelitian ini, jika dilihat dari merek spa.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dapat dibedakan menjadi dua yakni eksploratif dan
konklusif. Eksploratif adalah jenis rancangan penelitian dengan tujuan utama mendapatkan gambaran umum serta memahami situasi masalah yang dihadapi peneliti. Konklusif adalah riset yang dirancang untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan, mengevaluasi, serta memilih rangkaian tindakan yang harus diambil pada situasi tertentu. Rancangan riset konklusif dapat dibagi menjadi dua yakni deskriptif dan kausal. Deskriptif adalah jenis riset konklusif yang tujuan utamanya menguraikan sesuatu biasanya karakteristik atau suatu pasar. Kausal adalah jenis riset konklusif yang tujuan utamanya adalah mendapatkan bukti mengenai hubungan sebab akibat (Malhotra : 2009). Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian konklusif deskriptif ketika mendeskripsikan karakteristik responden penelitian dan konklusif kausal dalam mencari hubungan sebab akibat antara variabel eksogen dan endogen. 4.2
Lokasi dan Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dengan
pertimbangan bahwa Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu adalah anggota dari Asosiasi Pengusaha Produsen Spa (Approspa) Kota Denpasar, yang sudah menyediakan jasa treatment. Selain itu Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dipilih
41
42
karena telah menerapkan service quality dalam mencapai service value, customer satisfaction dan behavioral intentions pelanggannya. Obyek penelitian ini adalah pengaruh service quality dan service value terhadap customer satisfaction dan berhaioral intentions pelanggan.
4.3 Identifikasi Variabel Penelitian Dalam bidang pemasaran khususnya perilaku konsumen, variabel-variabel yang diteliti lebih banyak diukur secara tidak langsung yang disebut dengan konstruk atau variabel laten. Berikut disajikan tabel yang menunjukkan klasifikasi konstruk penelitian beserta indikator masing-masing. Tabel 4.1 Klasifikasi Konstruk, Konstruk, Dimensi dan Indikator Klasifikasi
Konstruk
Eksogen
Service Quality
Dimensi Tangible
Reliability
Responsiveness
Assurance
Empathy
Indikator
Sumber
1) Kelengkapan fasilitas treatment (X1.1) 2) Ketersediaan ruang treatment yang bersih (X1.2) 3) Kenyamanan ruang treatment (X1.3) 4) Ketersediaan ruang tunggu yang bersih (X1.4) 5) Kerapia pegawai (X1.5) 1) Pelayanan sesuai janji (X1.6) 2) Perhatian pelanggan (X1.7) 3) Kesan pelayanan (X1.8) 4) Kesesuaian waktu pelayanan (X1.9) 5) Kesesuaian pembayararan (X1.10) 1) Kejelasan Informasi (X1.11) 2) Kecepatan pelayanan (X1.12) 3) Keinginan membantu pelanggan (X1.13)
Parasuram an et al. (2008)
4) Kesiapan memenuhi permintaan (X1.14) 1) Kemampuan membangun kepercayaan (X1.15) 2) Jaminan akan keamanan (X1.16) 3) Kesopanan pegawai (X1.17) 4) Pengetahuan pegawai (X1.18) 1) Perhatian secara personal (X1.19) 2) Pemahaman kebutuhan pelanggan
43
Endogen
Service Value
Customer Satisfaction
-
-
(X1.20) 3) Perhatian terhadap kepentingan pelanggan (X1.21) 4) Penyesuaian jam Operasi (X1.22) 1) Biaya medapatkan informasi (Y1.1) 2) Biaya untuk mendapatkan pelayanan(Y1.2) 3) Waktu yang digunakan (Y1.3) 4) Nilai dari jasa yang ditawarkan (Y1.4) 1) Kepuasan terhadap proses (Y2.1) 2) Kepuasan terhadap personal treatment (Y2.2)
Brady et al (2001)
Kennedy and Young (2003)
3) Kepuasan terhadap waktu tunggu (Y2.3) 4) Kepuasan terhadap tempat (Y2.4)
Behavioral Intentions
-
5) Kepuasan secara keseluruhan (Y2.5) 1) Kesetiaan/loyalty (Y3.1) 2) Beralih/swich (Y3.2)
Brady et al (2000)
3) Bersedia membayar lebih/pay more (Y.3) 4) Tanggapan kepihak luar/ external response (Y3.4) 5) Tanggapan ke perusahaan/ internal response (Y3.5)
4.4 Definisi Operasional Variabel Setelah indikator masing-masing variable ditentukan, selanjutnya masingmasing indikator didefinsikan dengan jelas. Definisi operasional menurut Sugiyono (2006:36) adalah definisi yang dibuat spesifik sesuai dengan kriteria pengujian atau pengukuran. Tujuannya adalah agar pembaca lain juga memiliki pengertian yang sama. Definisi operasional dibentuk dengan cara mencari indikator empiris konsep. Variabel-variabel yang diteliti dapat didefinisikan sebagai berikut.
44
1)
Service Quality (X1) Service quality adalah tingkatan dimana pelayanan dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen (Parasuraman et al, 2008). Penilaian tentang service quality tersebut diukur berdasarkan indikator-indikator berikut : (1)
Kelengkapan fasilitas treatment (X1.1), adalah spa menyediakan fasilitas yang lengkap dan melayani semua jenis perawatan yang ada pada sebuah spa.
(2)
Ketersediaan ruangan treatment yang bersih (X1.2), adalah ruangan untuk treatment yang bersih sehingga nyaman bagi pelanggan untuk menikmati pelayanan spa.
(3)
Ruang treatment tidak bising (X1.3), adalah spa menyediakan ruangan yang hening sehingga pelanggan merasa tenang dan tidak terganggu.
(4)
Ketersediaan ruang tunggu
yang
bersih (X1.4),
adalah spa
menyediakan ruang tunggu yang bersih sehingga pelanggan nyaman untuk menunggu giliran mendapatkan pelayanan. (5)
Pegawai spa berpakaian rapi (X1.5), adalah pakaian yang dikenakan dan penampilan pegawai spa yang secara umum dapat mencerminkan kebersihan spa.
(6)
Pelayanan sesuai janji (X1.6), adalah spa memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang dijanjikan kepada pelanggan ketika melakukan promosi.
45
(7)
Perhatian kepada pelanggan (X1.7), adalah pegawai spa memberikan perhatian kepada pelanggan ketika pelanggan menggalami suatu masalah yang berkaitan dengan pelayanan.
(8)
Pelayanan memberikan kesan yang baik (X1.8), adalah pegawai spa dapat memberikan kesan yang baik dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat menyinggung perasaan pelanggan.
(9)
Kesesuaian waktu pelayanan (X1.9), adalah waktu pelayanan yang sesuai dengan papan pengumuman yang ditempel.
(10) Kesesuaian pembayaran (X1.10) adalah pelanggan spa membayar sesuai dengan nominal yang tertulis pada brosur atau pilihan paket treatment. (11) Kejelasan informasi (X1.11), adalah pegawai spa mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan pelanggan dengan jelas dan detail. (12) Kecepatan pelayanan (X1.12), adalah pegawai spa dapat memberikan pelayanan yang cepat kepada pelanggan. (13) Keinginan membantu pelanggan (X1.13), adalah pegawai spa memiliki niat yang tulus membantu pelanggan ketika menghadapi masalah sebelum diminta. (14) Kesiapan memenuhi permintaan (X1.14), adalah pegawai spa selalu siap memenuhi semua permintaan pelanggan dengan baik. (15) Kemampuan membangun kepercayaan (X1.15), adalah pegawai spa dapat membangun kepercayaan dalam diri pelanggan bahwa spa ini merupakan spa terbaik.
46
(16) Jaminan akan keamanan (X1.16), adalah pegawai spa dapat meyakinkan pelanggan bahwa semua produk yang diberikan aman dari resiko. (17) Kesopanan pegawai (X1.17), adalah pegawai spa selalu bersikap sopan santun sehingga pelanggan merasa dihargai. (18) Pengetahuan pegawai (X1.18), adalah pegawai spa memiliki pengetahuan yang
cukup
sehingga
mampu
menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan pelanggan sehingga dapat meyakinkan pelanggan. (19) Perhatian secara personal (X1.19), adalah pegawai spa memberikan perhatian secara idividu kepada pelanggan sehingga pelanggan memiliki ikatan emosional dengan spa. (20) Memahami kebutuhan pelanggan (X1.20), adalah pegawai spa dapat memahami kebutuhan pelanggan sebelum pelanggan meminta satu pelayanan tertentu. (21) Memperhatikan kepentingan pelanggan (X1.21), adalah pegawai spa mau memperhatikan alasan mengapa pelanggan melakukan treatment di spa ini. (22) Penyesuaian jam operasi (X1.22), adalah spa tetap melayani pelanggan dengan baik ketika masih ada antrean meskipun jam operasi sudah habis (lembur).
47
2)
Service Value (Y1) Service value adalah penilaian secara keseluruhan oleh konsumen mengenai penggunaan sebuah produk atau jasa berdasarkan persepsinya mengenai apa yang diterima dan diberikannya (Parasuraman et al, 2008). Penilaian tentang service value tersebut diukur berdasarkan indikator-indikator berikut : 1)
Biaya untuk mendapatkan informasi (X2.1), adalah apa saja yang dikeluarkan pelanggan untuk mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan pelanggan sebelum menggunakan jasa di spa ini.
2)
Biaya untuk mendapatkan pelayanan (X2.2), adalah nominal yang harus diserahkan pelanggan untuk dapat menikmati pelayanan di spa ini.
3)
Waktu yang digunakan (X2.3), adalah waktu yang dikorbankan pelanggan untuk mendapatkan pelayanan di spa ini.
4)
Nilai dari jasa (X2.4), adalah keseluruhan penilaian pelanggan terhadap apa yang mereka korbankan dengan apa yang mereka terima dari layanan spa ini.
3)
Customer Satisfaction (Y2) Kotler and Keller (2006) memandang kepuasan konsumen terhadap suatu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut, apabila harapannya terlampaui berarti jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa, dan juga akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila harapan itu tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau perusahaan
48
tersebut gagal melayani konsumennya. Apabila harapannya sama dengan apa yang dia peroleh berarti konsumen itu puas.Penilaian tentang customer satisfaction tersebut diukur berdasarkan indikator-indikator berikut : (1)
Kepuasan terhadap proses (Y2.1), adalah pelanggan merasa puas terhadap semua proses yang dilaluinya sejak sampai di spa hingga meninggalkan spa.
(2)
Kepuasan terhadap personal treatment (Y2.2), adalah pelanggan spa merasa puas terhadap seluruh pelayanan yang diberikan pegawai spa sejak sampai spa hingga meninggalkan spa.
(3)
Kepuasan terhadap waktu tunggu (Y2.3), adalah spa mampu menyediakan ruangan tunggu yang nyaman, bersih dan dilengkapi dengan fasilitas hiburan, sehingga pelanggan merasa puas dengan waktu tunggu ketika menunggu giliran untuk mendapatkan pelayanan.
(4)
Kepuasan terhadap tempat (Y2.4), spa dapat menyediakan tempat yang mudah diakses dan setiap ruangan spa dapat memberikan rasa puas kepada pelanggannya.
(5)
Overall satisfaction (Y2.6), adalah kepuasan pelanggan secara keseluruhan terhadap pelayanan yang didapatkan.
4)
Behavioral Intentions (Y2) Behavioral Intentions didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk
berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa. Jadi konsumen dapat membentuk keinginan untuk mencari informasi, memberitahukan orang lain tentang pengalamannya dengan
49
sebuah produk, membeli sebuah produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara tertentu (Lee, 2005). Penilaian tentang behavioral intentions tersebut diukur berdasarkan indikatorindikator berikut (Brady, 2000) : (1)
Kesetiaan/loyalty (Y3.1), adalah tindakan pelanggan yang puas terhadap pelayanan yang diberikan, menyatakan hal-hal positif, dan merekomendasikan spa kepada orang lain yang sedang mencari informasi sejenis.
(2)
Beralih/swich (Y3.2), adalah tindakan pelanggan yang kecewa dengan kualitas pelayanan kemudian beralih kepada spa lain.
(3)
Bersedia membayar lebih/pay more (Y.3), adalah tindakan pelanggan yang puas terhadap pelayanan yang diberikan spa dan tetap menggunakan jasa spa ini walaupun harga yang ditawarkan berubah (lebih tinggi dari harga sebelumnya).
(4)
Tanggapan kepihak luar/ external response (Y3.4), adalah tindakan yang dilakukan pelanggan yang tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan spa dengan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak luar.
(5)
Tanggapan ke perusahaan/ internal response (Y3.5), adalah tindakan pelanggan yang tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan spa dengan menyampaikan ketidak puasannya kepada perusahaan.
50
4.5
Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
4.5.1 Populasi Menurut Sugiyono (2006:115) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh pelanggan Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu yang memiliki members (pelanggan yang terdeteksi) dan pelanggan yang tidak memiliki members (pelanggan yang tidak terdeteksi. 4.5.2 Sampel, Teknik Sampling, dan Ukuran Sampel Sampel menurut Sugiyono (2006:116) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah quota sampling atau judgement sampling dua tahap. Quota sampling biasanya digunakan data dari populasi yang berkaiatan dengan demografi (kependudukan) seperti : lokasi geografis, usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dll (Sugiarto et al, 2001). Tahap pertama adalah tahap dimana peneliti merumuskan kategori kontrol atau quota dari populasi yang akan ditelitinya seperti, jenis kelamin, usia ras yang teridentifikasikan dengan baik sebagai basis dari keputusan pemilihan sampel, pada penelitian ini kategori kontrol yang digunakan adalah sebagai berikut. 1) Pelanggan yang sudah pernah menikmati minimal 3 (tiga) jenis paket Spa yang berbeda di salah satu Spa (Bali Tangi, Altara, atau Pusaka Ayu). Kriteria ini digunakan karena diasumsikan pelanggan yang
51
sudah menikmati 3(tiga) jenis paket Spa sudah memahami dengan baik kelebihan dan kekurangan dari Bali Tangi, Altara atau Pusaka Ayu. 2) Pendidikan minimal SMA dengan pertimbangan pelanggan yang telah tamat SMA mampu memahami setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Tahap kedua adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, dapat secara convenience atau judgedmen. Perbedaan antara judgenment sampling dan quota sampling terletak pada adanya suatu batasan pada quota sampling bahwa sampel yang diambil harus sejumlah tertentu yang dijatah (quotum) dari setiap subgrup yang telah ditentukan dari suatu populasi, pada penelitian ini quotum terletak pada tiga spa yang berbeda. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang dapat menggambarkan populasi. Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Penentuan ukuran sampel disesuaikan dengan penggunan alat analisis yaitu SEM (Structural Equation Modeling). SEM mensyaratkan ukuran sampel bervariasi antara 100 – 200 orang. Ukuran sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 192 responden.
4.6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket dan observasi. Metode angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mendistribusikan daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawabannya (Suliyanto, 2006:
52
140). Dengan metode angket ini, 192 responden diwawancarai melalui kuisioner. Setiap jawaban diselaraskan dengan dasar teori yang melandasi parameter penelitian. Data diperoleh dari wakil populasi yang diwakili oleh responden yang sudah pernah menikmati pelayanan minimal 3 (tiga) jenis paket Spa yang berbeda disalah satu Spa (Bali Tangi, Altara atau Pusaka Ayu). Penetapan jumlah sampel untuk masing-masing spa dilakukan secara proporsional, sehingga jumlah sampel adalah sebanyak 64 orang untuk masing-masing spa.
4.7
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner.
Berdasarkan sifatnya instrumen penelitian dapat dibedakan menjadi tiga, yakni : pertanyaan terbuka (open-ended question), pertanyaan tertutup (close-ended question) dan pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka (Rangkuti, 2007:47). 1) Pertanyaan terbuka Merupakan pertanyaan yang tidak menggiring ke jawaban yang sudah ditentukan dan tinggal dipilih alternative yang ditawarkan. 2) Pertanyaan tertutup Merupakan pertanyaan yang sudah menggiring ke jawaban alternatif yang sudah ditetapkan. 3) Kombinasi tertutup dan terbuka Merupakan pertanyaan yang disusun secara gabungan yang berisikan pertanyaan terbuka dan tertutup.
53
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner yang berisikan pertanyaan tertutup di mana jawaban sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden hanya tinggal memilih. 4.8 Skala Pengukuran Penilaian terhadap variabel yang diidentifikasi tentang pengaruh service quality dan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions dilakukan dengan pernyataan berskala. Dalam kuisioner ini digunakan skala Likert 1-5, di mana responden diberikan kebebasan untuk menentukan pendapat atau opini sesuai dengan yang dialaminya terhadap indikator-indikator pada kuisioner tersebut. Skala Likert umumnya menggunakan poin skala dan derajat persetujuan sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Dalam penelitian ini digunakan rentang penilaian 1 sampai dengan 5 di mana nilai 1 dikategorikan ukuran penilaian sangat tidak setuju (STS), nilai 2 menunjukkan ukuran penilaian tidak setuju (TS), nilai 3 menunjukkan ukuran penilaian netral (N), nilai 4 menunjukkan ukuran penilaian setuju (S), dan nilai 5 menunjukkan ukuran penilaian sangat setuju (SS). Alasan pemilihan skala Likert dengan lima tingkatan ini antara lain: kesesuaian dengan berbagai penelitian sebelumnya, memperbesar variasi jawaban bila dibandingkan empat skala, dan agar terlihat kecenderungan pemilihan responden terhadap variabel. Begitu pula jika dibandingkan dengan skala Likert tujuh tingkatan yang akan memberikan variasi jawaban yang terlalu beragam bagi responden.
54
4.9 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan SEM (Structural Equation Modeling) dengan program AMOS (Analysis of Moment Structure) 16. Menurut Ghozali (2001), SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor dan model persamaan simultan. Menurut Santoso (2007:12), SEM adalah teknik analisis multivariate yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regeresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar indikator dengan konstruknya ataupun hubungan antar konstruk. Dalam analisis SEM, variabel dibedakan menjadi sebagai berikut: 1) Variabel laten Variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau lebih variabel manifes. Variabel laten disebut pula dengan istilah unobserved variable, konstruk atau konstruk laten. Variabel laten diberi simbol lingkaran atau elips. Variabel laten dapat digolongkan menjadi dua yaitu sebagai berikut. (1) Variabel laten eksogen, merupakan variabel independen (bebas) yang memengaruhi variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel laten eksogen ialah service quality (X1). (2) Variabel laten endogen, merupakan variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel laten
55
endogen adalah service value
(Y1), customer satisfaction (Y2) dan
behavioral intentions (Y3). 2) Variabel manifes Variabel manifes adalah variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau mengukur variabel laten. Variabel manifes dapat disebut juga dengan istilah observed variable, measured variable atau indikator. Dalam program AMOS, variabel manifes diberi simbol kotak. 4.9.1 Tahapan Pemodelan dengan Analisis Persamaan Struktural (SEM) Penelitian ini menggunakan SEM (Structural Equation Model) yang didasarkan pada evaluasi atas adanya hubungan saling ketergantungan. Ferdinand (2002:34) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi tujuh langkah yaitu sebagai berikut: 1) Pengembangan model berdasar teori. Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Untuk dapat bertahan pada persaingan di jasa Spa yang semakin ketat, perusahaan perlu memperhatikan service value, customer satisfaction dan behavioral intentions. Customer Satisfaction dapat terbentuk dari servce quality dan service value yang diberikan kepada para pelanggannya dan juga membangun behavioral intentions yang positif. Penelitian menunjukkan bahwa service quality dan service value ternyata dapat mempengaruhi customer satisfactions (Brady et al, 2000). Beberapa penelitian juga menemukan bahwa service quality memiliki pengaruh secara langsung
56
terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions, selanjutnya service value juga memiliki pengaruh secara langsung baik ke customer satisfaction maupun ke behavioral intentions yang masing-masing variabel diukur dengan indikator-indikator tertentu (Brady et al, 2001). Konsep berikutnya adalah customer satisfaction yang memiliki pengaruh secara langsung dan positif terhadap behavioral intentions pelanggan seperti yang dikemukakan oleh Lee (2002). 2) Menyusun diagram jalur. Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama akan digambarkan pada path diagram. Path diagram tersebut akan mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas. Berdasarkan dari kajian teori dan kerangka teoritis yang ada, kemudian dibuat gambar diagram jalur hubungan kausalitas antar variabel (konstruk) beserta indikatornya yang dapat dilihat di Gambar 4.1 berikut.
E.1
X1.1
E.2
X1.2
E.3
X1.3
E.4
X1.4
E.5
X1.5
E.7
X1.7
E.8
X1.8
E.9
X1.9
E.10
X1.10
E.11
X1.11
E.12
X1.12
E.13
X1.13
E.14
X1.14
Tangible
Reliability
E.15
Service Quality
Responsiveness
(X1)
Customer (Y1) Satisfaction (Y2)
X1.15
E.16
X1.16
E.17
X1.17
E.18
X1.18
E.19
X1.19
E.20
X1.20
E.21
X1.21
E.22
X1.22
Behavioral
Assurance Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
Y2.5
Y2.6
E.27
E.28
E.29
E.30
E.31
E.32
Intention (Y3)
Y3.1
E.32
Y3.2
E.33
Y3.3
E.34
Y3.4
E.35
Y3.5
E.36
Service Value (Y1) Emphaty Y1.1
Y1.2
Y1.3
Y1.4
E.23
E.24
E.25
E.26
Gambar 4.1 Model Jalur Hubungan Variabel Service Quality, Service Value, Customer Satisfaction, dan Behavioral Intentions Pelanggan
57
57
58
3) Menyusun persamaan struktural. Selanjutnya adalah mengubah diagram jalur ke dalam persamaan struktural dan model pengukuran. Pada
langkah ketiga ini, model yang
dinyatakan dalam diagram jalur dinyatakan dalam dua kategori dasar yaitu sebagai berikut. (1) Persamaan-persamaan struktural (structural equations). Persamaan ini dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Persamaan struktural dari model diagram jalur penelitian ini dinyatakan sebagai berikut. Y 1 = γ1 X 1 + ε 1 ……………………………………………............. (1) Y 2 = γ 1 X 1 + γ 2 Y 2 + ε 1 β1 Y 1 + ε 2 ………………………………………………... (2) Y 3 = γ 1 X 1 + γ 2 Y 2 + ε 1 β1 Y 1 + ε 2 β2 Y 2 + ε 2 …………………………………... (3) di mana: γ (gamma) = hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen β (beta) = hubungan langsung variabel endogen terhadap variabel endogen ε (epsilon) = measurement error X1 = service quality Y1 = service value Y2 = customer satisfaction Y3 = behavioral intention (2) Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model). Persamaan spesifikasi ini untuk menentukan variabel mana yang mengukur
konstruk serta menentukan serangkaian matriks
yang
menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel.
59
4) Memilih jenis input matrik dan estimasi model yang diusulkan. Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariat lainnya. SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovarian atau matrik korelasi (Ghozali, 2001:22). Sedangkan teknik estimasi model yang digunakan adalah Maximum Likelihood Estimation (ML) dengan program AMOS 16. Menurut Ferdinand (2002:165) estimasi dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut. (1) Teknik confirmatory factor analysis, yaitu teknik yang ditujukan untuk mengestimasi measurement model dan menguji unidimensionalitas dari konstruk eksogen maupun konstruk endogen. Pada tahap ini, model akan mengkonfirmasi apakah variabel yang diamati dapat mencerminkan faktor yang dianalisis. Terdapat dua uji dasar dalam confirmatory factor analysis yaitu uji kesesuaian model (Goodness of fit Test) dan uji signifikansi bobot faktor. (2) Teknik full structural equation model, yaitu teknik yang digunakan untuk menguji kausalitas yang telah dinyatakan sebelumnya. Melalui analisis full model akan terlihat ada tidaknya kesesuaian model dan hubungan kausalitas dalam model yang diuji. Pengujian struktural equation model dilakukan dengan dua cara yaitu uji kesesuaian model serta uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi. 5) Menilai identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimated. Cara melihat ada tidaknya problem
60
identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi sebagai berikut. (1) Standar error untuk satu atau beberapa koefisien sangatlah besar . (2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan. (3) Nilai estimasi yang tidak mungkin misalnya error variance yang negatif. (4) Adanya nilai korelasi yang tinggi (> 0,90) antar koefisien estimasi. 6) Evaluasi kriteria goodness of fit Langkah yang harus dilakukan sebelum menilai kelayakan dari model struktural adalah menilai apakah data yang akan diolah memenuhi asumsi model persamaan struktural. Menurut Ghozali (2001:23) ada tiga asumsi dasar yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan model persamaan struktural yaitu sebagai berikut. (1) Observasi data independen. (2) Responden diambil secara random (random sampling responden). (3) Memiliki hubungan linier Menurut Ferdinand (2002:51) ada beberapa asumsi SEM yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yaitu sebagai berikut. (1) Ukuran sampel Ukuran yang harus dipenuhi dalam pemodelan SEM adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan lima observasi untuk setiap estimasi parameter.
61
(2) Normalitas dan linearitas Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio skewness value sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01. Data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio skewness dibawah nilai mutlak 2,58 (Ghozali, 2005:128). (3) Outliers Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang
muncul karena
kombinasi karakteristik yang unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dengan observasi-observasi lainnya. Outliers dapat diketahui dengan membandingkan nilai pada output observations futhest from the centroid. Data akan dianggap outliers jika nilai mahalanobis d-squared (χ2) hitung lebih besar dari χ2 pada tabel (Gozhali, 2001:228). Setelah asumsi SEM terpenuhi, langkah berikutnya adalah menguji kesesuaian dan uji statistik. Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Hair, dkk dalam Ferdinand, 2002:54). Ada beberapa jenis fit index yang mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesakan dengan data yang disajikan, antara lain sebagai berikut.
62
(1) χ2 - Chi-square Statistik Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood ratio Chi-square statistik. Chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Dasar pengambilan keputusan dalam uji Chi-Square ini adalah sebagai berikut (Santoso, 2007:98). a) Dengan membandingkan χ2 hitung dengan χ2 tabel Jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel, maka matrik kovarian sampel tidak berbeda dengan matrik kovarians estimasi. Jika χ2 hitung > χ2 tabel, maka matrik kovarian sampel berbeda dengan matrik kovarians estimasi. b) Dengan melihat angka probabilitas (ρ) pada output AMOS Jika ρ ≥ 0,05 maka matrik kovarian sampel tidak berbeda dengan matrik kovarians estimasi. Jika ρ < 0,05 maka matrik kovarian sampel berbeda dengan matrik kovarians estimasi. (2) GFI (Goodness of fit Index) Secara teoritis, angka GFI berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1,0 (perfect fit) dengan pedoman bahwa semakin hasil GFI mendekati angka 1, akan semakin baik model tersebut dalam menjelaskan data yang ada. Menurut Ferdinand (2002:57) nilai GFI yang diharapkan adalah sebesar ≥ 0,90. (3) AGFI (Adjusted goodness of fit) Adjusted goodness of fit merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan denngan ratio degree of freedom untuk proposed model
63
dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah sama atau ≥ 0,90. (4) CMIN/DF Adalah nilai Chi-square dibagi dengan degree of freedom. Menurut Wheaton et. Al dalam Ghozali (2001:24) nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya seperti Byrne dalam Ghozali (2001:24) mengusulkan nilai rasio ini ≤ 2, merupakan ukuran fit. (5) TLI (Tucker Lewis Index) Tucker Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index (NNFI), pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony ke dalam indeks komparasi antara proposed model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1,0. Nilai TLI yang direkomendasikan adalah ≥ 0,90 (Ghozali, 2001:25). (6) CFI (Comparative Fit Index) Indeks ini pada dasarnya membandingkan angka NCP (Non Centrality Parameter) pada berbagai model. CFI mempunyai range value antara 0 sampai 1. Pada umumnya, nilai di atas 0,90 menunjukkan model sudah fit dengan data yang ada. (7) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) RSMEA
adalah
sebuah
indeks
yang
dapat
digunakan
untuk
mengompensasikan Chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai
64
RSMEA ≤ 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model berdasarkan degrees of freedom (Browne & Cudeck, 1993 dalam Ferdinand, 2002:56). 7) Interpretasi dan Modifikasi Model Ketika model telah dinyatakan diterima, maka dapat dipertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness of fit. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di crossvalidated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima. 4.9.2 Validitas dan Reliabilitas Setelah keseuaian model diuji (model fit), evaluasi lain yang harus dilakukan adalah penilaian unidimensionalitas, validitas, dan reliabilitas. Menurut Ferdinand (2002:61), unidimensionalitas adalah sebuah asumsi yang digunakan dalam menghitung reliabilitas dari model yang menunjukkan bahwa dalam sebuah model satu dimensi, indikator-indikator yang digunakan memiliki derajat kesesuaian yang baik. Setelah suatu model dikatakan fit, maka proses selanjutnya adalah melihat apakah indikator-indikator suatu konstruk memang merupakan bagian atau dapat menjelaskan konstruk tersebut. Pengujian validitas suatu indikator konstruk dapat dilakukan dengan pengujian convergent validity. Convergent validity dapat dinilai dari measurement model yang dikembangkan dalam penelitian dengan menentukan apakah setiap indikator yang diestimasi secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diujinya. Convergent validity akan menjelaskan
65
hubungan antar konstruk serta indikator yang membentuknya. Sebuah indikator menunjukkan convergent validity yang signifikan apabila koefisien variabel indikator itu lebih besar dari dua kali standar error-nya (Anderson & Gerbing, 1980 dalam Ferdinand, 2002:187). Jika sebuah indikator memang menjelaskan sebuah konstruk, maka indikator tersebut akan mempunyai factor loading yang tinggi dengan konstruk tersebut serta total indikator akan mempunyai variance extracted yang cukup tinggi (Santoso, 2007:109). Variance extracted dapat dicari dengan rumus (Ghozali, 2001:134) sebagai berikut. Variance Extraced =
s tan dardized loading 2 .................................(1) s tan dardized loading 2 j
Keterangan : 1) Standardized loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator. 2) εj adalah measurement error = 1 – (standarized loading)2 Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikatorindikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masingmasing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor laten yang umum. Terdapat dua cara yang dapat digunakan, yaitu composite (construct) reliability dan variance extracted. Construct reliability didapat dengan rumus (Ghozali, 2001:134). Construct Reliability =
( s tan dardized loading ) 2 .................................(2) ( s tan dardized loading ) 2 j
66
Keterangan. 1)
Standardized loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator.
2)
εj adalah measurement error = 1 – (standardized loading)2 Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat yang reliabilitas
yang dapat diterima adalah 0,70. Dalam penelitian eksploratori, reliabilitas yang sedang antara 0,5 sampai 0,6 sudah cukup untuk menjustifikasi sebuah hasil penelitian (Nunally dan Bernstein, 1994 dalam Ferdinand, 2002:193). 4.9.3 Permodelan Group Program Amos memungkinkan analisis dilakukan secara simultan untuk model yang sama terdapat beberapa basis data yang berbeda. Fasilitas analisis multigroup atau data dari multiple samples digunakan untuk membuat analisis dengan mengestimasi parameter dan hipotesis beberapa group atau kelompok sampel data secara sekaligus (Ferdinand, 2002 :115). Analisis multiple group akan membagi sampel berdasarkan karakteristik tertentu, yang ditentukan terlebih dahulu dan ada dalam proses pengumpulan data (Santoso, 2007:165). Seperti dalam penelitian ini akan dilakukan analisis multiple group berdasarkan karakter demografis sampel yakni pelanggan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu, berdasarkan umur responden, dan berdasarkan jenis kelamin responden.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu 5.1.1 Persaingan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu adalah perusahaan sejenis yang menawarkan jasa spa kepada warga Kota Denpasar. Persaingan suatu usaha dapat dipilah dalam beberapa objek diantaranya : kualitas, harga, desain, mafaat, model, pelayanan dan efisiensi. Kualitas yang ditawarkan dari ketiga spa tersebut cenderung sama karena sama-sama menawarkan jasa spa yang bersumber pada bahan-bahan alami yang diolah secara tradisonal dengan menonjolkan ramuan tradisional Bali. Harga untuk setiap paket spa yang ditawarkan juga hampir sama karena segmen pasar yang dituju adalah eksekutif muda yang memiliki aktivitas tinggi sehingga memerlukan perawatan spa untuk mengembalikan kesegaran tubuhnya setelah beraktivitas seharian. Perbedaan dari ketiga spa tersebut hanya terletak pada pelayanan yang diberikan karena jasa bersifat heterogen, tidak ada dua jasa yang mirip. Terapist menyampaikan pelayanan kepada pelanggan spa akan berbeda di setiap spa, bahkan terapist yang sama dalam waktu yang berbeda belum tentu dapat memberikan pelayanan yang tepat sama dengan periode sebelumnya. Pelanggan tetap yang sudah berulang kali datang biasanya memiliki terapis
langganan, sebelum datang ke spa pelanggan terlebih dahulu
mengkonfirmasi apakah akan ditreatment oleh terapist langganannya.
67
68
Struktur organisasi ketiga spa menggunakan struktur organisasi garis dan staf, adapun alasan dipilihnya strktur organisasi garis dan staf oleh perusahaan adalah sebagai berikut. 1) Struktur organisasi ini sederhana dan mudah dimengerti oleh personal yang terlibat. Di samping itu struktur organisasi ini dinilai efektif dan memperhatikan efisiensi kerja serta dapat menciptakan adanya pemusatan pengambilan keputusan sampai tingkat bawah. 2) Pembagian wewenang, tugas serta tanggung jawab yang tegas sehingga mendukung pengembangan dan peningkatan keterampilan serta keahlian staf perusahaan dalam bidang maupun jabatannya masing-masing yang didasarkan pada kemampuan dan pengalaman kerja yang dimiliki.
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian 5.2.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan alat ukur statistik yang penting dalam suatu populasi. Dalam penelitian ini karakteristik responden digambarkan melalui jenis kelamin dan umur Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu. Adapun karakteristik yang terkumpul melalui kuesioner adalah sebagai berikut.
69
Tabel 5.1 Karakteristik Responden SPA
Jumlah
Variabel Klasifikasi Jenis Kelamin
Bali Tangi Umur (Tahun)
Jenis Kelamin Altara Umur (Tahun)
Jenis Kelamin Pusaka Ayu Umur (Tahun)
Orang
Persentase
Laki-laki
8
12,5
Perempuan
56
87,5
Total
64
100
< 35
47
73,44
> 35
17
26,56
Total
64
100
Laki-laki
6
9,37
Perempuan
58
90,63
Total
64
100
< 35
54
84,37
> 35
10
15,63
Total
64
100
Laki-laki
14
21,87
Perempuan
50
78,13
Total
64
100
< 35
51
79,69
> 35
13
20,31
Total
64
100
Sumber : Lampiran 2 Berdasarkan Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa distribusi responden bervariasi. Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, untuk Bali Tangi terdiriatas 12,5 persen laki-laki dan 87,5 persen perempuan. Responden Altara 9,37 persen lakilaki dan 90,63 persen perempuan, sementara Pusaka Ayu 21,87 persen laki-laki dan 78,13 persen responden perempuan. Hal ini tidak mengherankan karena kebanyakan dari pengunjung yang berkunjung ke spa adalah perempuan yang cenderung memiliki frekuensi mengunjungi spa lebih sering daripada laki-laki dan perempuan lebih banyak menggunakan waktunya untuk memperhatikan kecantikan kulit tubuh dan wajah.
70
Responden berdasarkan umur, responden Bali Tangi yang berumur 17-35 tahun sebanyak 73,44 persen dan sisanya 26,56 pesen berumur lebih dari 35 tahun. Sebanyak 84,37 persen responden Altara berumur 17-35 tahun dan sisanya 15,63 persen berumr lebih dari 35 tahun, sedangkan responden Pusaka Ayu yang berumur 17-35 tahun sebanyak 79,69 tahun dan sisanya berumur diatas 35 tahun sebanyak 20,31 persen. 5.2.2 Deskripsi Variabel Penelitian Salah satu teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada seluruh responden di Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu. Kuesioner ini terdiri atas berbagai pernyataan yang dibuat berdasarkan 36 indikator yang diteliti. Dari hasil penelitian dapat diketahui jawaban responden atas pertanyaan tersebut tersaji dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2 Deskripsi Variabel Penelitian Variabel
% Skor Jawaban 1
2
3
4
Jumlah Responen 5
(%)
Orang
Tangible X1.1
18.23 14.06 13.54 37.50 16.67
100
192
X1.2
7.29 21.88 18.75 35.94 16.15
100
192
X1.3
10.94 19.27 13.54 36.46 19.79
100
192
X1.4
11.98 20.31 13.02 36.46 18.23
100
192
X1.5
14.58 25.00 14.58 33.85 11.98
100
192
X1.6
8.33 22.40 21.35 32.29 15.63
100
192
X1.7
16.67 22.92 16.67 32.29 11.46
100
192
X1.8
12.50 17.19 21.88 29.69 18.75
100
192
X1.9
16.15 20.83 16.67 25.52 20.83
100
192
Reliability
71
Reponsiveness X1.10
10.42 28.65 16.67 28.13 16.15
100
192
X1.11
17.19 28.65 15.63 25.52 13.02
100
192
X1.12
12.50 30.21 14.06 30.21 13.02
100
192
X1.13
16.67 19.79 14.58 28.13 20.83
100
192
X1.14
20.83 16.67 10.42 34.90 17.19
100
192
X1.15
7.81 18.23 17.71 37.50 18.75
100
192
X1.16
16.15 16.15 10.42 32.29 25.00
100
192
X1.17
20.83 14.06 10.94 32.29 21.88
100
192
X1.18
14.06 23.96 17.71 30.73 13.54
100
192
X1.19
11.98 23.44 14.06 41.15
9.38
100
192
X1.20
11.46 32.81 23.96 23.96
Assurance
Empati
7.81
100
192
5.73 23.44 15.63 41.67 13.54
100
192
y1.1
24.0
12.5
18.2
27.1
18.2
100
192
y1.2
15.1
15.6
26.6
25.5
17.2
100
192
y1.3
15.6
15.1
17.7
34.4
17.2
100
192
y1.4
16.7
15.6
24.5
32.3
10.9
100
192
y1.5
16.7
17.2
23.4
29.7
13.0
100
192
y2.1
14.58 19.79 17.19 24.48 23.96
100
192
y2.2
7.29 18.23 21.88 34.90 17.71
100
192
y2.3
8.33 16.67 24.48 30.21 20.31
100
192
y2.4
13.02 22.92 18.75 29.69 15.63
100
192
y2.5
9.90 13.02 23.96 23.96 29.17
100
192
X1.21 Service value
Customer Satisfaction
Behavioral intention y3.1
10.94 17.19 16.67 33.33 21.88
100
192
y3.2
16.15 15.10 17.19 34.38 17.19
100
192
y3.3
14.06 15.10 17.71 33.85 19.27
100
192
y3.4
10.42 18.23 24.48 31.77 15.10
100
192
y3.5
8.85 21.88 20.31 33.33 15.63
100
192
Sumber : Data diolah (Lampiran 3) Tabel 5.2 dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk tangible adalah responden stuju dengan fasilitas
72
treatment yang disediakan lengkap sebesar 37,50 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah responden tidak setuju dengan ruang tunggu yang disediakan spa bersih sebesar 21,88 persen. 2. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk reliability adalah responden pegawai spa ini memberikan perhatian terhadap keluhan pelaggan sebesar 32,29 persen, sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah tidak stuju dengan spa ini memberikan pelayanan sesuai dengan janji sebesar 25,00 persen. 3. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk responsivennes adalah responden stuju dengan pegawai spa dapat memberikan pelayanan dengan cepat sebesar 30,21 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah responden tidak setuju dengan pegawai spa memiliki niat yang tulus membantu pelanggan ketika menghadapi masalah sebelum diminta sebesar 30,21 persen. 4. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk assurance adalah responden stuju pegawai spa dapat meyakinkan pelanggan bahwa semua sebesar 37,50 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah responden tidak setuju dengan pegawai spa dapat membangun
73
kepercayaan dalam diri pelanggan bahwa spa ini merupakan spa terbaik sebesar 20,83 persen dan responden juga tidak setuju dengan setiap pertanyaan yang diajukan dapat dijawab dengan baik oleh pegawai spa sebesar 20,83 persen. 5. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk emphaty adalah responden stuju pegawai spa memberikan perhatian secara personal sehingga pelanggan memiliki ikatan emosional dengan spa ini sebesar 23,96 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah responden tidak setuju pegawai spa mau memberikan alasan mengapa pelanggan mau melakukan treatment dispa ini sebesar 32,81 persen. 6. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk service value adalah responden stuju waktu yang dikorbankan untuk mendapatkan pelayanan di spa ini sebanding dengan kualitas pelayanan yang diterima sebesar 34,4 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah responden tidak setuju biaya yang dikorbankan untuk mendapatkan informasi terkait spa sebanding dengan kualitas pelayanan yang diteima sebesar 32,81 persen. 7. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk customer satisfaction adalah responden stuju saya puas terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan oleh semua
74
pegawai spa ini sebesar 34,90 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah saya puas terhadap seluruh ruangan yang disediakan spa ini sebesar 22,92 persen. 8. Indikator yang mempunyai persentase jawaban positif yang paling tinggi pada konstruk behavioral intentions adalah responden stuju saya tidak akan beralih kepada spa lain sebesar 34,38 persen sementara indikator yang mempunyai jawaban negatif terbesar adalah responden tidak setuju jika tidak puas, saya akan mengadu kepada pihak internal sebesar 21,88 persen. 5.2.3 Hasil Pengujian Reliabilatas Konstruk Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu menghasilkan sebuah konstruk/faktor laten umum. Dengan kata lain, bagaimana hal-hal yang spesifik saling membantu dalam menjelaskan fenomena yang umum. Pada dasarnya uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang sama. Hasil analisis construk-reliability dapat
dilihat
pada Tabel 5.2.
Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa semua nilai construct-reliability berada diatas 0,7. Ini berarti bahwa pengukuran model SEM ini sudah memenuhi syarat reliabilitas pengukur.
75
Tabel 5.3 Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk Konstruk
Hasil Analisis
Keterangan
0,90 0,84 0,84 0,90 0,81 0,83 0,86 0,85
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Tangible Reliability Responsiveness Assurence Empathy Service value Customer satisfaction Behavioral intentions
Sumber : Lampiran 4 5.2.4 Hasil Pengujian Asumsi SEM 1)
Evaluasi normalitas data Asumsi normalitas data diuji dengan melihat nilai skewness dan kurtosis
data dari data yang diperoleh. Apabila nilai CR pada skewness atau kurtosis berada pada rentang pada ±2,58, maka data masih dapat dinyatakan berdistribusi normal. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada lampiran 5, Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa tidak ada satupun nilai univariate yang berada diluar rentang nilai ± 2,58, maka dari itu data dikatakan berdistribusi normal. 2)
Evaluasi atas outliers Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim karena
kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya yang terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya (Ferdinand, 2002:52). Evaluasi atas outlier multivariat dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil uji Mahalanobis Distance, terlihat nilai p1 dan p2 diatas 0,05 yang artinya tidak ada data outliers.
76
3)
Evaluasi multicollinearity dan singulary Untuk melihat apakah terdapat multicollinearity dan singularity dalam
sebuah kombinasi variabel, peneliti perlu mengamati determinan matriks kovarian.
Determinan
yang
benar-benar
kecil
mengindikasikan
adanya
multicollinearitas dan singularitas sehingga data dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan. Berdasarkan output yang dianalisis menggunakan AMOS, Lampiran 5. Determinan dari matriks kovarian sampel adalah sebesar 16.928 yang berarti nilainya lebih dari nol. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas atau singularitas, karenanya data ini layak digunakan. 5.2.5 Hasil Pengujian Kelayakan Model 1)
Hasil Pengujian Konfirmatori Service Quality Analisis faktor service quality terdiri atas secound order confirmatory
factor analysis dan first order confirmatory analysis. Hasil pengolahan secound order confirmatory analysis untuk konstruk service quality dan first order confirmatory factor analysis tanggible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy berturut-turut pada Lampiran 6. Ringkasan uji kelayakan model secound order confirmatory factor analysis konstruk service quality terlihat pada Tabel 5.3 dan ringkasan uji kelayakan model first order confirmatory factor analysis tanggible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy terlihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Pengujian Kelayakan Service Quality
77
Goodness of Fit Indeks X²-Chi Square Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
Cut-off Value Diharapkan kecil ≥0,05 ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≤2,0 ≥0,95 ≥0,95
Hasil Analsis 208,086 0,108 0,026 0,907 0,883 1,131 0,977 0,980
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Marginal (dapat diterima) Baik Baik Baik
Sumber : Lampiran 6 Berdasarkan hasil pengolahan data dilihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk mebentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis faktor konfirmatori sudah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan dilihat dari angka probabilitas yang sudah lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,108 maka dapat diartikan model sudah fit dengan data yang ada, meskipun AGFI menunjukan angka marginal dimana hasil analisis 0,883 < 0,90 namun angka tersebut telah mendekati angka 0,90. Hasil pengujian terhadap nilai-nilai muatan faktor (loading factor) untuk masing-masing indikator diperoleh sebagai berikut. Tabel 5.5 Analisis Faktor Konfirmatori Service Quality Estimate Unstandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
Reliability
<---
X1
2.273
0.760
0.641
3.544
.000
Responsiveness
<---
X1
1.084
0.357
0.408
2.660
.008
Empathy
<---
X1
0.596
0.208
0.307
1.939
.052
Assurance
<---
X1
1.000
0.412
Tangible
<---
X1
3.108
0.892
0.857
3.626
.000
x1.15
<---
Assurance
1.000
0.569
x1.14
<---
Assurance
1.638
0.789
0.233
7.028
.000
x1.16
<---
Assurance
1.294
0.625
0.206
6.286
.000
x1.19
<---
Empathy
0.868
0.576
0.145
5.977
.000
78
x1.21
<---
Empathy
0.900
0.636
0.146
6.147
.000
x1.3
<---
Tangible
1.121
0.856
0.095
11.743
.000
x1.2
<---
Tangible
0.837
0.693
0.089
9.394
.000
x1.1
<---
Tangible
1.139
0.820
0.102
11.135
.000
x1.4
<---
Tangible
1.000
0.757
x1.6
<---
Reliability
1.104
0.778
0.132
8.353
.000
x1.7
<---
Reliability
0.991
0.647
0.140
7.078
.000
x1.5
<---
Reliability
1.041
0.693
0.141
7.366
.000
x1.8
<---
Reliability
1.000
0.642
x1.10
<---
Responsive ness
1.000
0.676
x1.11
<---
Responsive ness
0.810
0.529
0.140
5.785
.000
x1.18
<---
Empathy
0.940
0.592
0.152
6.167
.000
x1.20
<---
Empathy
1.000
0.706
x1.9
<---
Reliability
0.749
0.457
0.135
5.531
.000
x1.17
<---
Assurance
1.658
0.779
0.230
7.217
.000
x1.12
<---
Responsive ness
1.081
0.729
0.168
6.440
.000
x1.13
<---
Responsive ness
0.882
0.543
0.160
5.522
.000
Sumber : Lampiran 6 Berdasarkan hasil analisis diatas terlihat bahwa ada beberapa nilai loading factor berada dibawah 0,5 yaitu antara service quality dan responsiveness sebesar 0,357, antara service quality dan empathy sebesar 0,208, dan antara quality dan
service
assurance sebesar 0,412. Namun semua nilai probabilitas untuk
masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan indikatorindikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Tabel 5.6 Hasil Pengujian Kelayakan Model Pada Tanggible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy
79
Dimensi Tangible
Reliability
Responsiveness
Assurance
Empathy
Goodness of Fit Indeks
Cutt off Value
Hasil Analisis
Evaluasi Model
Probability
Diharapkan kecil ≥0,05
RMSEA
≤0,08
0,000
Baik
GFI
≥0,90
0,998
Baik
AGFI
≥0,90
0,989
Baik
CMIN/DF
≤2,0
0,414
Baik
TLI
≥0,95
1,010
Baik
CFI
1,000
Baik
10,668
Baik
Probability
≥0,95 Diharapkan kecil ≥0,05
0,058
Baik
RMSEA
≤0,08
0,077
Baik
GFI
≥0,90
0,978
Baik
AGFI
≥0,90
0,935
Baik
CMIN/DF
≤2,0
2,134
Baik
TLI
≥0,95
0,954
Baik
CFI
0,977
Baik
2,524
Baik
Probability
≥0,95 Diharapkan kecil ≥0,05
0,283
Baik
RMSEA
≤0,08
0,037
Baik
GFI
≥0,90
0,993
Baik
AGFI
≥0,90
0,966
Baik
CMIN/DF
≤2,0
1,262
Baik
TLI
≥0,95
0,988
Baik
CFI
0,996
Baik
1,215
Baik
Probability
≥0,95 Diharapkan kecil ≥0,05
0,545
Baik
RMSEA
≤0,08
0,000
Baik
GFI
≥0,90
0,997
Baik
AGFI
≥0,90
0,984
Baik
CMIN/DF
≤2,0
0,608
Baik
TLI
≥0,95
1,011
Baik
CFI
≥0,95 Diharapkan kecil
1,000
Baik
0,422
Baik
X²-Chi Square
X²-Chi Square
X²-Chi Square
X²-Chi Square
X²-Chi Square
0,827
Baik
0,661
Baik
80
Probability
≥0,05
0,810
Baik
RMSEA
≤0,08
0,000
Baik
GFI
≥0,90
0,999
Baik
AGFI
≥0,90
0,995
Baik
CMIN/DF
≤2,0
0,211
Baik
TLI
≥0,95
1,035
Baik
CFI
≥0,95
1,000
Baik
Sumber : Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 11. Berdasarkan hasil pengolahan data terlihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian pada dimensi tanggible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy pada proses analisis faktor konfirmatori sudah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa model sudah fit dengan data sampel. Tabel 5.7 Analisis Faktor Konfirmatori Tangible Estimate Unstandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
x1.3
<---
Tangible
1.155
0.868
0.101
11.418
0.000
x1.2
<---
Tangible
0.842
0.686
0.092
9.116
0.000
x1.1
<---
Tangible
1.161
0.823
0.107
10.836
0.000
x1.4
<---
Tangible
1.000
0.745
Sumber : Lampiran 7 Berdasarkan hasil analisis diatas juga terlihat, semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05, dan nilai estimate standardized berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikatorindikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Tabel 5.8 Analisis Faktor Konfirmatori Reliability
81
Estimate Ustandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
x1.6
<---
Reliability
1.272
0.730
0.191
6.648
0.000
x1.7
<---
Reliability
1.299
0.692
0.212
6.140
0.000
x1.5
<---
Reliability
1.368
0.735
0.219
6.233
0.000
x1.8
<---
Reliability
1.000
0.536
x1.9
<---
Reliability
1.146
0.570
0.203
5.635
0.000
Sumber : Lampiran 8 Berdasarkan hasil analisis diatas juga terlihat, semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05, dan nilai estimate standardize berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikatorindikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Tabel 5.9 Analisis Faktor Konfirmatori Responsivennes Estimate Unstandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
x1.12
<---
Responsiveness
1.156
0.755
0.187
6.192
0.000
x1.13
<---
Responsiveness
0.922
0.550
0.166
5.551
0.000
x1.10
<---
Responsiveness
1.000
0.654
x1.11
<---
Responsiveness
0.815
0.515
0.145
5.637
0.000
Sumber : Lampiran 9 Berdasarkan hasil analisis diatas juga terlihat, semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05, dan nilai estimate standardize berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikatorindikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Tabel 5.10 Analisis Faktor Konfirmatori Assurance
82
Estimate Unstandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
x1.15
<---
Assurance
1.000
0.558
x1.14
<---
Assurance
1.681
0.794
0.245
6.850
0.000
x1.16
<---
Assurance
1.313
0.622
0.213
6.163
0.000
x1.17
<---
Assurance
1.698
0.782
0.240
7.083
0.000
Sumber : Lampiran 10 Berdasarkan hasil analisis diatas juga terlihat, semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05, dan nilai estimate standardize berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikatorindikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Tabel 5.11 Analisis Faktor Konfirmatori Empathy Estimate Unstandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
x1.19
<---
Empathy
0.879
0.581
0.147
5.961
0.000
x1.21
<---
Empathy
0.892
0.629
0.146
6.128
0.000
x1.18
<---
Empathy
0.952
0.598
0.155
6.148
0.000
x1.20
<---
Empathy
1.000
0.703
Sumber : Lampiran 11 Berdasarkan hasil analisis diatas juga terlihat, semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05, dan nilai estimate standardize berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikatorindikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. 2)
Hasil Pengujian Konfirmatori Service Value
83
Analisis model pengukuan (messurement model) menggunakan analisis faktor
komfirmatori
(comfirmatory
factor
analysis)
dimaksudan
untuk
mengkonfirmasi semua indikator yang membentuk tiap-tiap konstruk. Hasil pengolahan data untuk analisis faktor konfirmatori service value ini terlihat pada Lampiran 12 berikut. Ringkasan uji kelayakan model analisis faktor komfirmatori service value terlihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.12 Hasil Pengujian Kelayakan Model Service Value Goodness of Fit Indeks X²-Chi Square Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
Cut-off Value Diharapkan kecil ≥0,05 ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≤2,0 ≥0,95 ≥0,95
Hasil Analsis 4,707 0,453 0,000 0,990 0,971 0,941 1,003 1,000
Evaluasi Model Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber : Lampiran 12 Berdasarkan hasil pengolahan data terlihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis faktor konfirmatori sudah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa modelnya fit sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi model. Berdasarkan hasil analisis konfirmatori dibawah juga terlihat, semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05, dan nilai estimate standardize berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikator-indikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Tabel 5.13 Analisis Faktor Konfirmatori Service Value
84
Estimate Unstandardize
Estimate Standardize
S.E.
C.R.
P
y1.3
<---
Y1
1.000
0.648
y1.2
<---
Y1
1.208
0.799
0.158
7.629
0.000
y1.1
<---
Y1
1.030
0.612
0.151
6.840
0.000
y1.4
<---
Y1
0.931
0.635
0.134
6.922
0.000
y1.5
<---
Y1
0.803
0.536
0.129
6.215
0.000
Sumber : Lampiran 12 3)
Hasil Pengujian Konfirmatori Customer Satisfaction Tahap analisis faktor konformatori customer satisfaction sama dengan
tahap analisis konfirmatori faktor service value. Hasil pengolahan data untuk analisis faktor konfirmatori konstruk customer satisfaction terlihat pada Lampiran 13. Ringkasan uji kelayakan model confirmatory factor analysis loyalitas terlihat pada Tabel 5.14. Hasil pengolahan data terlihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis faktor konfirmatori telah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa model fit dengan data sampel. Hasil pengujian terhadap nilai-nilai muatan faktor (loading faktor) untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.14 Hasil Pengujian Kelayakan Model Customer Satisfaction Goodness of Fit
Cut-off Value
Hasil Analsis
Evaluasi Model
85
Indeks X²-Chi Square Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
Diharapkan kecil ≥0,05 ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≤2,0 ≥0,95 ≥0,95
4,061 0,541 0,000 0,991 0,973 0,812 1,005 1,000
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber : Lampiran 13 Tabel 5.15 Analisis Faktor Konfirmatori Customer Satisfaction Estimate Unstandardize
Estimate Standardize
S.E.
C.R.
P
y2.3
<---
Y2
1.000
0.795
y2.2
<---
Y2
0.922
0.754
0.083
11.070
0,000
y2.1
<---
Y2
1.286
0.893
0.101
12.724
0,000
y2.4
<---
Y2
0.734
0.550
0.097
7.537
0,000
y2.5
<---
Y2
0.905
0.672
0.096
9.442
0,000
Sumber : Lampiran 13 Berdasarkan hasil analisis diatas dapat juga terlihat bahwa semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05. Nilai loading factor berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikator-indikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Selanjutnya berdasarkan analisis faktor konfirmatori ini, maka model penelitian dapat digunakan untuk analisis selanjutnya tanpa dimodifikasi atau penyesuaian-penyesuaian. 4)
Hasil Pengujian Konfirmatori Behavioral Intentions Tahap analisis faktor konformatori behavioral intentions sama dengan
tahap analisis konfirmatori faktor customer satisfaction. Hasil pengolahan data untuk analisis faktor konfirmatori konstruk behavioral intention terlihat pada
86
Lampiran 14. Ringkasan uji kelayakan model confirmatory factor analysis loyalitas terlihat pada Tabel 5.14. Hasil pengolahan data terlihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis faktor konfirmatori telah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa model fit dengan data sampel. Hasil pengujian terhadap nilai-nilai muatan faktor (loading faktor) untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16 Hasil Pengujian Kelayakan Model Behavioral Intentions Goodness of Fit Indeks X²-Chi Square Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
Cut-off Value Diharapkan kecil ≥0,05 ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≤2,0 ≥0,95 ≥0,95
Hasil Analsis
Evaluasi Model
1,792 0,877 0,000 0,996 0,988 0,358 1,018 1,000
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber : Lampiran 14 Tabel 5.17 Analisis Faktor Konfirmatori Behavioral Intentions Estimate Unstandardize
Estimate Standardize
S.E.
C.R.
P
y3.3
<---
Y3
1.360
0.826
0.147
9.254
0,000
y3.2
<---
Y3
1.236
0.742
0.144
8.594
0,000
y3.4
<---
Y3
1.000
0.661
y3.1
<---
Y3
1.320
0.817
0.141
9.344
0,000
y3.5
<---
Y3
0.834
0.551
0.124
6.718
0,000
Sumber : Lampiran 14 Berdasarkan hasil analisis diatas dapat juga terlihat bahwa semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05. Nilai loading
87
factor berada diatas 0,5 dengan hasil ini, maka dapat dikatakan indikator-indikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. Selanjutnya berdasarkan analisis faktor konfirmatori ini, maka model penelitian dapat digunakan untuk analisis selanjutnya tanpa dimodifikasi atau penyesuaian-penyesuaian. 5.2.6 Hasil Analisis Model Keseluruhan Uji kelayakan model keseluruhan dilakukan dengan menggunakan SEM yang sekaligus digunakan untuk menganalis hipotesis yang dilakukan. Berdasarkan hasil pengolahan data dilihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk mebentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis faktor konfirmatori sudah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan dilihat dari angka probabilitas yang sudah lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,151 maka dapat diartikan model sudah fit dengan data yang ada, meskipun GFI menunjukan angka marginal dimana hasil analisis 0,858 < 0,90 dan AGFI juga menunjukkan angka marginal dimana hasil analisis 0,838 < 0,90 namun angka-angka tersebut telah mendekati angka 0,90. Hasil pengujian terhadap nilai-nilai muatan faktor (loading factor) untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18 Hasil Pengujian Kelayakan Model Customer Satisfaction Goodness of Fit Indeks X²-Chi Square
Cut-off Value Diharapkan kecil
Hasil Analsis 618,344
Evaluasi Model Baik
88
Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
≥0,05 ≤0,08 ≥0,90 ≥0,90 ≤2,0 ≥0,95 ≥0,95
0,151 0,018 0,858 0,838 1,061 0,984 0,985
Baik Baik Marginal (Dapat Diterima) Marginal (Dapat Diterima) Baik Baik Baik
Sumber : Lampiran 15 Tabel 5.19 Standardisasi Regression Weight Estimate Unstandardized
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
Y1
<---
X1
0.950
0.346
0.327
2.907
0.004
Y2
<---
X1
0.789
0.272
0.313
2.517
0.012
Y2
<---
Y1
0.242
0.229
0.098
2.481
0.013
Reliability
<---
X1
1.494
0.713
0.432
3.457
0.000
Responsiveness
<---
X1
1.029
0.397
0.343
3.002
0.003
Y3
<---
X1
0.809
0.337
0.274
2.954
0.003
Empathy
<---
X1
0.666
0.273
0.274
2.425
0.015
Assurance
<---
X1
1.000
0.481
Tangible
<---
X1
2.494
0.841
0.663
3.762
0.000
Y3
<---
Y2
0.226
0.273
0.069
3.298
0.000
Y3
<---
Y1
0.229
0.262
0.077
2.962
0.003
y3.3
<---
Y3
1.358
0.819
0.146
9.288
0.000
x1.15
<---
Assurance
1.000
0.571
x1.14
<---
Assurance
1.627
0.787
0.230
7.073
0.000
x1.16
<---
Assurance
1.293
0.627
0.205
6.322
0.000
x1.19
<---
Empathy
0.867
0.575
0.144
6.001
0.000
x1.21
<---
Empathy
0.902
0.637
0.146
6.185
0.000
y3.2
<---
Y3
1.269
0.756
0.146
8.712
0.000
y3.4
<---
Y3
1.000
0.656
x1.3
<---
Tangible
1.119
0.852
0.096
11.656
x1.2
<---
Tangible
0.845
0.697
0.090
9.406
0.000
x1.1
<---
Tangible
1.149
0.825
0.103
11.112
0.000
x1.4
<---
Tangible
1.000
0.754
x1.6
<---
Reliability
1.323
0.765
x1.7
<---
Reliability
1.269
0.681
0.191 0.201
6.939 6.299
0.000
0.000 0.000
89
x1.5
<---
x1.8
<---
x1.10
<---
x1.11
<---
x1.18
<---
x1.20
Reliability
1.331
0.720
1.000
0.540
1.000
0.676
0.808
0.527
Empathy
0.942
0.593
<---
Empathy
1.000
0.705
x1.9
<---
Reliability
1.088
0.545
x1.17
<---
1.651
0.778
0.228
x1.12
<---
1.085
0.731
0.167
x1.13
<---
Assurance Responsiven ess Responsiven ess
0.882
0.542
0.159
5.547
0.000
y3.1
<---
Y3
1.319
0.811
0.142
9.319
0.000
y2.3
<---
Y2
1.000
0.791
y2.2
<---
Y2
0.919
0.749
0.083
11.019
0.000
y2.1
<---
Y2
1.304
0.902
0.101
12.870
0.000
y2.4
<---
Y2
0.735
0.549
y2.5
<---
Y2
0.900
0.665
y1.3
<---
Y1
1.000
0.686
y1.2
<---
Y1
1.092
y1.1
<---
Y1
y1.4
<---
y1.5 y3.5
Reliability Responsiven ess Responsivenes s
0.206
0.140 0.152 0.194
0.097
6.457
5.792 6.198 5.617 7.253 6.491
7.549
0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000
0.096
9.380
0.765
0.138
7.903
0.000
0.986
0.621
0.139
7.097
0.000
Y1
0.858
0.621
<---
Y1
0.773
0.547
0.119
6.481
0.000
<---
Y3
0.856
0.562
0.125
6.829
0.000
0.123
6.982
Sumber : Lampiran 15 Berdasarkan hasil analisis diatas terlihat bahwa ada beberapa nilai loading factor berada dibawah 0,5 yaitu service quality dan service value sebesar 0,346, service quality dan customer satisfaction sebesar 0,313, service value dan customer satisfaction sebesar 0,229, service quality dan responsiveness sebesar 0,397, service quality dan behavioral intentions sebesar 0,337, serice quality dan empathy sebesar 0,273, service quality dan assurance sebesar 0,481, customer satisfaction dan behavioral intentions 0,273, serta service value dan behavioral
0.000
0.000
90
intention sebesar 0,262. Namun semua nilai probabilitas untuk masing-masing indikator lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan indikator-indikator pembentuk variabel laten/konstruk telah menunjukkan sebagai indikator yang kuat dalam pengukuran variabel laten. 5.2.7 Hasil Pengujian Hipotesis Output struktural parameter estimates dapat digunakan untuk menguji hubungan konstruk eksogen-endogen yang ada dalam struktural model. Hasil pengujian struktural parameter estimasi dapat dilihat pada output estimates bagian regression weight. Sedangkan keeratan hubungan antar variabel dapat dilihat pada output estimates bagian standardized regression weight serta direct dan indirect effect. Berdasarkan hasil output AMOS 16.0, maka didapat direct effect dan indirect effect masing-masing konstruk sebagai berikut.
Tabel 5.19 Hasil Uji Direct Effect dan Indirect Effect Masing-Masing Konstruk Hipotesis
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9
Konstruk Eksogen
Service Quality ( X1) Service Quality ( X1) Service Value (Y1) Service Quality ( X1) Customer Satisfactions ( Y2) Service Value ( Y1) Service Quality ( X1) Service Quality (X1) Service Value (Y1)
Konstruk Endogen
Service Value ( Y1) Customer Satisfaction ( Y2) Customer Satisfaction (Y2) Behavioral Intentions (Y3) Behavioral Intentions (Y3) Behavioral Intentions (Y3) Behavioral Intentions (Y3) Customer Satisfaction (Y2) Behavioral Intentions (Y3)
Koefisien Jalur Direct Effect Std-ize PKet value 0,346 0,004 Sig 0,272 0,012 Sig 0,229 0,013 Sig 0,337 0,003 Sig 0,273 0,000 Sig 0,262 0,003 Sig 0,337 0,003 Sig 0,272 0,012 Sig 0,262 0,003 Sig
Koefisien Jalur Indirect Effect Variabel Intervening
Customer Satisfactions (Y2) Service Value (Y1) Customer Satisfaction (Y2)
Std-ize
0,079 0,187 0,063
Ket. Signifikansi pada taraf 5 % Sumber : Lampiran 15
91
91
92
Berdasarkan nilai regression weight dan standardized regresson weight pada Tabel 5.17 dan Tabel 5.18 dapat diperoleh hasil pengujian hipotesis sebagai berikut. 1. Hipotesis 1, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif dan signifikan service quality (X1) terhadap service value (Y1) adalah diterima dengan koefisien sebesar 0,346 dan p value sebesar 0,004. 2. Hipotesis 2, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif dan signifikan service quality (X1) terhadap customer satisfaction (Y2) adalah diterima dengan koefisien sebesar 0,272 dan p value sebesar 0,012. 3. Hipotesis 3, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif dan signifikan service value (Y1) terhadap customer satisfaction (Y2) adalah dapat diterima dengan koefisien sebesar 0,229 dan p value sebesar 0,013. 4. Hipotesis 4, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif dan signifikan service quality (X1) terhadap behavioral intentions (Y3) adalah dapat diterima dengan koefisien sebesar 0,337 dan p value sebesar 0,003. 5. Hipotesis 5, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif dan signifikan customer satisfaction (Y2) terhadap behavioral intentions (Y3) adalah dapat diterima dengan koefisien sebesar 0,273 dengan p value sebesar 0,000.
92
93
6. Hipotesis 6, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif dan signifikan service value (Y1) terhadap behavioral intentions (Y3) adalah dapat diterima dengan koefisien sebesar 0,262 dengan p value sebesar 0,003. 7. Hipotesis 7, yang menyatakan terdapat perbedaan sikap responden terhadap hubungan antar variabel yang diteliti dalam penelitian ini, jika dilihat dari merek spa dapat diterima dengan melihat hasil output pada notes for model (Lampiran 3) lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). 8. Pengaruh service quality dalam menciptakan behavioral intentions pelanggan melalui customer satisfation dapat dilihat dari total effect yang timbul antara variabel service quality terhadap behavioral intentions pelanggan sebagai berikut: X1Y2Y3 = direct effect + indirect effect = 0,337 + 0,079 = 0,416 Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dilihat bahwa customer satisfaction dapat menjadi variabel intervening postitif antara service quality terhadap behavioral intentions, dengan koefisien total effect sebesar 0,416. 9. Pengaruh service quality dalam menciptakan customer satisfaction melalui service value dapat dilihat dari total effect yang timbul antara variabel service quality terhadap customer satisfaction sebagai berikut: X1Y1Y2
= direct effect + indirect effect
94
= 0,272 + 0,187 = 0,459 Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dilihat bahwa service value dapat menjadi variabel intervening postitif antara service quality terhadap customer satisfaction, dengan koefisien total effect sebesar 0,459.
10. Pengaruh service value dalam menciptakan behavioral intentions pelanggan melalui customer satisfation dapat dilihat dari total effect yang timbul antara variabel service value terhadap behavioral intentions pelanggan sebagai berikut: Y1Y2Y3 = direct effect + indirect effect = 0,262 + 0,063 = 0,325 Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dilihat bahwa customer satisfaction dapat menjadi variabel intervening postitif antara service value terhadap behavioral intentions, dengan koefisien total effect sebesar 0,325. 5.2.8 Hasil Multiple Group Analisis Berdasarkan
multiple
group
analysis
responden
dikelompokkan
berdasarkan jenis spa, umur dan jenis kelamin, namun hanya kelompok spa dan jenis kelamin yang dapat dianalisis karena responden laki-laki hanya 28 orang yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah seluruh variabel.
95
5.2.8.1 Analisis Multiple Group Berdasarkan Jenis Spa Tabel 5.20 Ringkasan Hasil Multiple Grup Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu Hubungan Konstruk service quality (x1) -> service value (y1) service quality (x1) -> customer satisfaction (y2) service quality (x1) -> behavioral intentions (y3) service value (y1) -> customer satisfactions (y2) service value (y1) -> behavioral intentions (y3) customer satisfaction (y2 ) -> behavioral intentions (y3)
Bali Tangi S P 1,252 0,022 0,655 0,127 1,823 0,018 0,272 0,071 0,682 0,000 0,467 (-) 0,036
S 0,727 0,845 0,576 0,136 0,089 0,258
Altara P 0,085 0,034 0,021 0,234 0,082 0,002
Pusaka Ayu S P 0,768 0,270 0,375 0,659 0,657 0,217 0,332 0,228 0,123 (-) 0,281 0,218 0,023
Keterangan : S = Standardize, P = p value
Sumber : Lampiran 3 Berdasarkan hasil output pada notes for model (Lampiran 3) jika dilihat dari probability level hasil output lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara perilaku pelanggan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dalam menjelaskan hubungan service quality dan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions. Perbedaan yang terjadi antara kelompok pelanggan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dapat diperhatikan dari hasil pengujian masing-masing kelompok seperti disajikan pada Tabel 5.20. Berdasarkan Tabel 5.20 terlihat bahwa Kelompok responden Bali Tangi, memperlihatkan angka p lebih besar dari 0,05 pada hubungan konstruk service quality – customer satisfactiom dan service value – customer satisfaction. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara service quality dan service value terhadap customer satisfaction yang dirasakan oleh kelompok responden Bali Tangi terhadap jasa yang diterimanya. Responden Bali Tangi beranggapan bahwa customer satisfactions
tidak
berpengaruh dalam menentukan behavioral intentions, hal ini dapat dilihat pada nilai p value (0,036 < 0,005) dengan koefisien negatif berarti ketika pelanggan merasa kepuasannya bertambah akan diikuti dengan pengurangan behavioral
96
intentions, ini disebabkan kepuasan konsumen tidak hanya ditentukan oleh service quality dan service value tetapi ditentukan juga oleh variabel lain seperti harga. Kelompok responden Altara, memperlihatkan angka p lebih besar dari 0,05 pada hubungan konstruk service quality – service value, konstruk service value – customer satisfaction, dan konstruk service value – behavioral intentions. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara service quality terhadap service value dan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions yang dirasakan kelompok responden Altara dari jasa yang diterimanya. Kelompok umur Pusaka Ayu, memperlihatkan angka p lebih besar dari 0,05 pada hubungan konstruk service quality – service value, konstruk service quality – customer satisfaction, konstruk service quality – behavioral intentions, konstruk service value – customer satisfaction dan konstruk service value – behavioral intentions. Hal ini menujukan tidak ada hubungan antara service quality dengan service value, customer satisfaction, dan behavioral intentions serta hubungan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions yang dirasakan oleh kelompok responden Pusaka Ayu dari jasa yang diterimanya.
97
5.2.8.2 Analisis Multiple Group Berdasarkan Umur Tabel 5.21 Ringkasan Hasil Multiple Grup Umur Hubungan Konstruk service quality (x1) -> service value (y1) service quality (x1) -> customer satisfaction (y2) service quality (x1) -> behavioral intentions (y3) service value (y1) -> customer satisfactions (y2) service value (y1) -> behavioral intentions (y3) customer satisfaction (y2 ) -> behavioral intentions (y3)
Maksimal 35 Tahun S P 0,933 0,004 0,991 0,007 0,729 0,013 0,024 0,086 0,119 0,182 0,182 0,130
> 35 Tahun S P 1,825 0,041 0,445 0,461 1,814 0,046 0,391 0,039 0,009 (-) 0,959 0,341 0,016
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan hasil output pada notes for model (Lampiran 3) jika dilihat dari probability level hasil output lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara perilaku kelompok umur dibawah 35 tahun dan kelompok umur diatas 35 tahun dalam menjelaskan hubungan service quality dan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions. Perbedaan yang terjadi antara kelompok umur dibawah 35 tahun dan kelompok umur diatas 35 tahun dapat diperhatikan dari hasil pengujian masingmasing kelompok seperti disajikan pada Tabel 5.21. Berdasarkan Tabel 5.21 terlihat bahwa Kelompok responden yang berumur dibawah 35 tahun, memperlihatkan angka p lebih besar dari 0,05 pada hubungan konstruk service value – customer satisfaction, konstruk service value – behavioral intentions dan konstruk customer satisfaction – behavioral intentions. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions serta hubungan customer satisfaction terhadap behavioral intentions
98
yang dirasakan oleh kelompok umur dibawah 35 tahun terhadap jasa yang diterimanya. Kelompok responden yang berumur lebih dari 35 tahun, memperlihatkan angka p lebih besar dari 0,05 pada hubungan konstruk service quality – customer satisfaction, dan konstruk service value – behavioral intentions. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara service quality terhadap customer satisfaction dan hubungan service value terhadap behavioral intentions yang dirasakan kelompok responden yang berumur lebih dari 35 tahun dari jasa yang diterimanya. 5.3 Pembahasan Hasil 5.3.1 Pembahasan Karakteristik Responden Berdasarkan Tabel 5.1, hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden lebih banyak permpuan dari laki-laki yaitu 85,42 persen responden perempuan dan sisanya 14,58 persen laki-laki. Hal ini tidak mengherankan karena kebanyakan dari pengunjung spa adalah perempuan yang cenderung memiliki frekuensi mengunjungi spa lebih sering daripada laki-laki. Berdasrkan Tabel 5.1, responden yang berumur dibawah 35 tahuh lebih banyak daripada responden yang berumur diatas 35 tahun, sebanyak 79, 17 persen responden berusia dibawah 35 tahun dan sisanya 20,83 persen berumur diatas 35 tahun. Hal ini tidak mengherankan karena Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu memiliki segmen pasar yang sama yakni ekskutif muda yang memiliki tingkat kesibukan tinggi sehingga memerlukan jasa spa untuk relaksasi setelah beraktivitas seharian.
99
5.3.2 Hipotesis Penelitian 1. Pengaruh service qality terhadap service value Berdasarkan hasil ouput pada Tabel 5.18 nampak bahwa service quality memiliki pengaruh signifikan terhadap service value. Hal ini berarti bahwa semakin baik service quality yang diberikan penyedia jasa spa di Kota Denpasar maka akan dapat mengingkatkan service value pelanggan dan begitu juga sebaliknya. Temuan penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oliver (2007) yang menemukan jika jasa yang dikonsumsi memiliki kualitas maka jasa tersebut memiliki nilai dimata konsumen, Parasuraman et all (2008) dan penelitian yang dilakukan Permana (2008) yang menunjukkan bahwa service quality yang diberikan BNI 46 Jakarta dapat menciptakan service value bagi pelanggannya. 2. Pengaruh service quality terhadap customer satisfaction Berdasarkan hasil ouput pada Tabel 5.18 nampak bahwa service quality memiliki pengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Hal ini berarti bahwa semakin baik service quality yang diberikan penyedia jasa spa di Kota Denpasar maka akan dapat mengingkatkan customer satisfaction pelanggan dan begitu juga sebaliknya. Temuan penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lu dan Seock (2008) yang menemukan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan juga penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008) yang juga menunjukkan bahwa kualitas layanan (service quality) yang diberikan oleh pihak Hypermarket Bandung dapat menciptakan kepuasan
100
pelanggan. Apabila kualitas layanan yang dirasakan melampaui harapan konsumen, berarti layanan tersebut memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan juga akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi (very satisfy). Sebaliknya, apabila harapannya itu tidak tercapai, maka diartikan kualitas layanan tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau perusahaan tersebut gagal melayani konsumennya. Apabila harapannya sama dengan apa yang diperoleh, berarti konsumen itu puas (satisfy). Gunawan (2003) dalam penelitiannya yang menguji pengaruh kualitas pelayanan dengan lima dimensi service quality for retail store (phisical aspect, reliability, personal interaction, problem solving dan policy) terhadap kepuasan pelanggan di Supermarket Cempaka Delangu Klaten. Hasilnya menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara lima dimensi service quality for retail store terhadap kepuasan pelanggan. Muhaemin (2005) dalam penelitiannya menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah PT Bank BPD Jateng cabang Surakarta, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variabel keandalan, ketanggapan, dan kepastian terhadap kepuasan nasabah sedangkan pengaruh variabel ketegasan dan keperwujudan terhadap kepuasan nasabah tidak signifikan. 3. Pengaruh service value terhadap customer satisfaction Berdasarkan hasil ouput pada Tabel 5.18 nampak bahwa service value memiliki pengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Hal ini berarti bahwa semakin baik service value yang diberikan penyedia jasa spa di Kota Denpasar maka akan dapat mengingkatkan customer satisfaction pelanggan
101
dan begitu juga sebaliknya. Temuan dari penelitian ini mendukung teori hubungan service value dengan cusromer satisfaction yang dilakukuan McCole (2004), Permana (2008) yang menemukan bahwa semakin tinggi service value yang diberikan BNI 46 Jakarta kepada konsumennya maka konsumen semakin puas terhadap layanan yang diberikan BNI 46 Jakarta. 4. Pengaruh service quality terhadap behavioral intentions Berdasarkan hasil ouput pada Tabel 5.18 nampak bahwa service quality memiliki pengaruh signifikan terhadap behavioral intentions. Hal ini berarti bahwa semakin baik service quality yang diberikan penyedia jasa spa di Kota Denpasar maka akan dapat mengingkatkan behavioral intentions pelanggan dan begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brady et al (2000) bahwa service quality berpengaruh terhadap behavioral intentions secara langsung. Studi ini juga memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung dan signifikan antara service quality terhadap behavioral intentions pelanggan (Permana, 2008). 5.
Pengaruh customer satisfactions terhadap behavioral intentions Berdasarkan hasil ouput pada Tabel 5.18 nampak bahwa customer satisfaction memiliki pengaruh signifikan terhadap behavioral intentions. Hal ini berarti bahwa semakin baik customer satisfaction yang diberikan penyedia jasa spa di Kota Denpasar maka akan dapat mengingkatkan behavioral intentions pelanggan dan begitu juga sebaliknya. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Milisedeu et al, 2010), perusahaan
102
jasa harus memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen agar konsumen merasa puas dengan jasa yang mereka konsumsi, karena dengan customer satisfaction akan menciptakan behavioral intentions yang menguntungkan perusahaan. Semakin tinggi customer satisfaction yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan behavioral intentions yang akan menguntungkan perusahaan, sebaliknya semakin rendah customer satisfaction yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan behavioral intentions yang akan merugikan perusahaan. Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Brady et al (2000) dan Permana (2010). 6.
Pengaruh service value terhadap behavioral intentions Berdasarkan hasil ouput pada Tabel 5.18 nampak bahwa service value memiliki pengaruh signifikan terhadap behavioral intentions. Hal ini berarti bahwa semakin baik service value yang diberikan penyedia jasa spa di Kota Denpasar maka akan dapat mengingkatkan behavioral intentions pelanggan dan begitu juga sebaliknya. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Permana, 2010), konsumen akan menyadari adanya nilai didalam suatu produk atau jasa pada waktu tertentu seperti saat mereka ingin melakukan keputusan pembelian atau ketika mereka merasakan kegunaan produk atau jasa tersebut. Temuan penelitian yang dilakukan oleh Brady et al (2001) semakin tinggi service value dari produk atau jasa yang dapat dirasakan konsumen maka akan menimbulkan behavioral intentions yang menguntungkan perusahaan. Sebaliknya semakin rendah service value dari
103
suatu produk atau jasa yang dapat dirasakan oleh konsumen, maka akan menimbulkan behavioral intentions yang merugikan perusahaan. 5.3.3 Pembahasan Multiple Group Analysis Berdasrkan pada analisis multiple group dengan melihat nilai output notes for model, terlihat bahwa ada perbedaan antara kelompok pelanggan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dapat diperhatikan dari hasil pengujian masing-masing kelompok. Berdasarkan Tabel 5.20 terlihat bahwa Kelompok responden Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu memperlihatkan angka p lebih besar dari 0,05 pada hubungan konstruk service quality dan service value terhadap konstruk customer satisfaction. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara service quality dan service value terhadap customer satisfaction yang dirasakan oleh kelompok responden Bali Tangi terhadap jasa yang diterimanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok responden berdasarkan spa menganggap bahwa apapun bentuk service quality dan service value yang diberikan oleh penyedia jasa spa tidak dapat membuat mereka puas, karena responden berdasarkan kelompok spa memiliki persepsi bahwa service quality dan service value yang diberikan setiap spa cenderung sama, seperti misalnya kelengkapan fasilitas, kenyamanan ruang treatment, dan harga yang ditawarkan pada sebuah paket spa. Responden berdasarkan kelompok spa memandang bahwa service quality dan service value yang diberikan masih bersifat standar atau dengan kata lain tidak jauh berbeda dengan spa lainnya. Selanjutnya menurut Tabel 5.21, berdasarkan kelompok umur, terlihat bahwa ada perbedaan antara perilaku responden umur dibawah 35 tahun dan responden berumur diatas 35 tahun mengenai service value yang
104
diterimanya terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions yang dirasakan. Tabel 5.21 memperlihatkan bahwa kedua kelompok umur memiliki angka p lebih besar dari 0,05 untuk konstruk service quality terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions. Hal ini menjukkan bahwa tidak ada hubungan antara service value terhadap customer satisfacton dan behavioral intentions yang dirasakan kedua kelmpok umur, sehingga dapat disimpulkan kedua kelompuk umur menganggap bahwa apapun service value yang diberikan tidak dapat membuat mereka puas dan memberikan behavioral intentions yang positif. Hal ini dapat disebabkan karena Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu belum dapat menangani keluhan yang disampaikan oleh pelanggan mengenai service value, padahal ada beberapa jenis keluhan service value yang menempati posisi teratas (Tabel 1.3) yakni lokasi sebanyak 198 kasus, sebagai keluhan yang paling banyak disampaikan oleh pelanggan seharusnya mendapat perhatian penting dari perusahaan, tetapi hingga kini belum dicarikan solusi permasalahan sehingga dapat menyebabkan pelanggan beralih. Terlebih lagi maraknya jasa spa yang ditawarkan belakangan ini, menyebabkan pelanggan tidak memandang penting service value karena service value dapat diberikan oleh seluruh spa dengan standar service value yang sama seperti yang diberikan
Beli Tangi,
Altara, dan Pusaka Ayu. Pelanggan dari kelompok umur dari ketiga spa memandang bahwa service quality jauh lebih penting dalam menciptakan customer satisfaction dan behavioral intentions dimasa yang akan datang (dengan nilai p dibawah 0,05). Hal ini disebabkan karena pelanggan dari kelompok umur menilai bahwa service quality erat kaitannya dengan positioning yang ditanamkan
105
perusahaan didalam benak pelanggannya dan membedakan sebuah spa dengan spa lainnya. Service quality yang baik akan sangat mempengaruhi pilihan pelanggan dari kedua kelompok umur untuk memilih spa yang akan dikunjungi, sehingga indikator-indikator yang membentuk service quality perlu dikembangkan dan diterapkan dengan strategi diferensiasi serta inovasi-inovasi.
5.4 Implikasi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi baik secara teoritis maupun praktis. a. Nilai penelitian ini dapat melengkapi literatur pemasaran dan akan menambah pengetahuan baru tentang evaluasi pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya berdasarkan kekuatan nilai dari model hubungan empat variabel (service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intentions) dalam sebuah bisnis. b. Penelitian ini mampu melengkapi penelitian sebelumnya yang tidak membahas mengenai permodelan grup (group analysis) berdasarkan respondenya, dimana responden dibedakan lagi berdasarkan karakteristik demografinya (spa dan jenis kelamin) guna mengetahui perbedaan perilaku pelanggan. c. Temuan penelitian ini telah memerkuat penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti dukungan terhadap pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung masing-masing konstruk eksogen terhadap konstruk endogen yang ada.
106
d. Kajian ini dapat dijadikan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu sebagai model dasar untuk melakukan evaluasi strategi terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions pelanggannya. Dengan mengetahui adanya pengaruh service quality dan service value terhadap customer satisfaction dan behavioral intentions pelanggannya, manajemen Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu dapat mengubah stateginya ke arah yang lebih baik, dengan memakai indikator-indikator dala penelitian ini sebagai acuannya. 5.6 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memeliki beberapa keterbatasan peneltian antara lain sebagai berikut. 1) Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk kasus di luar objek penelitian, karena setiap objek memiliki karakteristik yang berbeda. Penelitian mendatang diharapkan dapat memperluas ruang lingkup objeknya, tidak hanya terbatas pada jasa spa namun pada jasa lainnya. 2) Objek penelitian yang hanya ditujukan pada tiga anggota Aprospa sehingga responden terbatas pada pelanggan Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu. Untuk memperoleh generalalisasi, diharapkan penelitian selanjutnya lebih bervariasi sehingga merepresentasi seluruh pelanggan spa.Penelitian selanjutnya sebaiknya juga meneliti bidang jasa yang lain tidak hanya spa. Diharapkan keterbatasan-keterbatasan penelitian ini dapat ditindaklanjuti pada penelitian selanjutnya sehingga mampu memberikan manfaat yang lebih baik.
BAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN
6.1 Simpulan 6.1.1 Full Model Berdasarkan judul penelitian, pokok permasalahan, tujuan penelitian, rumusan hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut. 1) Service quality berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap service value pelanggan penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 2) Service quality berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap customer satisfaction penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 3) Service value berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap customer satisfaction penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 4) Service quality berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap behavioral intentions pelanggan penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 5) Customer satisfaction berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap behavioral intentions pelanggan penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 6) Service value berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap behavioral intentions pelanggan penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 7) Customer satisfaction dapat menjadi variabel intervening postitif antara service quality terhadap behavioral intentions penyedia jasa spa di Kota Denpasar.
107
108
8) Service value dapat menjadi variabel intervening positif antara service quality dan customer satisfaction penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 9) Service value berpengaruh terhadap behavioral intentions pelanggan melalui customer satisfaction penyedia jasa spa di Kota Denpasar. 6.1.2 Multyple Group 1) Terdapat perbedaan antara kelompok pelanggan Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu dalam melihat pengaruh service quality dan service value terhadap behavioral intention jika diuji berdasarkan masing-masing spa. 2) Berdasar kelompok umur, terdapat perbedaan perilaku responden berusia dibawah 35 tahun dengan responden berusia diatas 35 tahun dalam menilai pengaruh service value terhadap behavioral intentions yang dirasakan ketika menikmati pelayanan. 6.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut. 1) Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh service quality, service value dan customer satisfaction serta behavioral intentions menghasilkan pengaruh yang positif dan signifikan, manajemen penyedia jasa spa di Kota Denpasar perlu melakukan perbaikan secara berkesinambungan dan inovasi-inovasi tertentu untuk dapat meningkatkan customer satisfaction dan behavioral intentions para pelanggannya. 2) Berdasarkan deskripsi hasil penelitian (Tabel 5.2) terlihat bahwa indikator kebersihan spa, perhatian pegawai terhadap kebutuhan pelanggan, biaya
109
yang dikeluarkan untuk memperoleh informasi tidak sebanding dengan kualitas pelayanan yang diterima pelanggan, pelanggan tidak puas dengan ruangan dan apabila merasa tidak puas, pelanggan akan mau mengadu kepada
pihak
eksternal
perusahaan,
beberapa
indikator
tersebut
menunjukkan nilai negatif lebih banyak sehingga hal ini perlu mendapat perhatian serius dari manajemen Bali Tangi, Altara, dan Pusaka Ayu misalnya dengan meningkatkan kebersihan, menanamkan kepada pegawai bahwa sikap responsif terhadap pelanggan akan memberikan dampak positif misalnya pelanggan akan memiliki ikatan emosional dengan spa, melakukan promosi yang lebih intensif sehingga pelanggan dengan mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga biaya yang dikeluarkan pelanggan bisa ditekan, perusahaan juga sebaiknya memberikan apresiasi positif kepada pelanggan yang mau menyampaikan keluhanya kepada pihak internal, jika pelanggan menyampaikan keluhannya kepada pihak eksternal akan merusak image perusahaan dimata konsumen yang lainnya. 3) Manajemen penyedia jasa spa di Kota Denpasar perlu mengetahui lebih detail lagi tentang kebutuhan dan keinginan pelanggannya melalui karakteristik responden yang memakai jasa spanya, sehingga kepuasan dan behavioral intentions pelanggan dapat ditingkatkan. Hal ini dilakukan agar pelanggan tidak
sampai
beralih ke
perusahaan kompetitor
dan
mengganggu eksistensi Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu di mata publik. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan, misalnya dengan membuatkan kuisioner kecil terkait customer complain, form request paket spa atau
110
peralatan spa yang diminta oleh pelanggan untuk disediakan, serta perubahan-perubahan yang dapat meningkatkan service value penyedia jasa spa di mata pelanggannya. 4) Penyedia jasa spa perlu menyadari bahwa service quality, service value, customer satisfaction dan behavioral intentions sangat perlu dipertahankan oleh perusahaan karena dapat membantu pencpaian tujuan jangka panjang perusahaan (profitabilitas). Mempertahankan pelanggan yang telah ada sangat membantu perusahaan untuk mencapai profitabilitas perusahaan ke arah yang lebih baik, sehingga sangat perlu dipikirkan cara-cara atau langkah strategis untuk mengikat para pelanggan agar tidak beralih. Hal ini dapat dilakukan dengan cara : membuat paket spa yang lebih menarik lagi atau selalu meng-update peralatan spa yang digunakan, corporate social responsbility yang melibatkan pihak-pihak luar dan pelanggan, serta langkah-langkah lainnya. 5) Dengan semakin kompetitifnya persaingan, Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu perlu melakukan benchmarking terhadap perusahaan-perusahaan lain yang sejenis atau para pesaing guna meningkatkan service quality dan service value yang dimilikinya. Dengan demikian Bali Tangi, Altara dan Pusaka Ayu eksistensinya. 6) Berdasarkan hasil dari analisis multyple group maka manajemen Bali Tangi harus lebih memperhatikan varibel-variabel yang dipandang penting bagi respondennya didalam menentukan kepuasan dan behavioral intentions, meskipun responden menganggap bahwa service quality tidak
111
berpengaruh dalam menentukan customer satisfaction namun Bali Tangi tidak dapat mengabaikan service quality sebagai variabel penentu customer satisfaction. 7) Manajemen Altara, harus bekerja lebih eksta karena dari semua variabel yang diteliti dalam penenlitian ini, responden hanya menganggap bahwa service quality yang berpengaruh dalam menentukan customer satisfaction sementara variabel service value dipandang tidak perlu dalam menentukan customer satisfaction maupun behavioral intentions, manajemen altara harus meningkatkan service quality dari pelayanan yang diberikan dan tetap memperhatikan service value meskipun hasil tidak berpengaruh. 8) Responden Pusaka Ayu menganggap bahwa semua varibel penentu customer satisfaction dan behavioral intentions yang diteliti dalam penenlitian ini berpengaruh, meskipun terdapat hubungan negatif antara service value terhadap behavioral intentions
namun tidak signifikan
sehingga dapat diabaikan. Hubungan negatif dapat disebabkan karena terdapat variabel lain diluar penenlitian ini yang menentukan behavioral intentions selain variabel service value.