BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik tolak pada bidang ekonomi yang mengelola kekuatan potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi rill dengan memanfaatkan sarana permodalan yang adasebagai sarana pendukung utama dalam pembangunan tersebutmembutuhkan penyediaan dana yang cukup besar. Peran masyarakat dalam pembiayaan akan semakin besar, hal tersebut disebabkan dana yang diperlukan dalam pembangunan berasal atau dihimpun dari masyarakat melalui perbankan maupun lembaga keuangan lainnya yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat berupa pemberian kredit guna menuju kearah yang lebih produktif. Pembiayaan tersebut dan menjamin penyalurannya sehingga menjadi sumber pembiayaan yang riil, maka dana yang bersumber pada perkreditan merupakan sarana yang mutlak diperlukan. Dalam kaitannya dengan perjanjian kredit yang akan diberikan pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam pengembangan dunia usaha nasional agar makin mampu berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, maka peningkatan kesempatan berusaha bagi usaha kecil dan menengah perlu dibina agar makin kuat kemampuannya dalam mendukung pembangunan dan menciptakan struktur perekonomian yang lebih kokoh. Sehingga perlu disediakan berbagai kemudahan dan
1
2
bantuan seperti kredit untuk mendorong usaha bagi usaha kecil dan menengah. Tan Kamello berpendapat bahwa salah satu masalah hukum yang belum tuntas penanganannya dan meminta perhatian sampai sekarang adalah bidang hukum jaminan.1 fasilitas kredit akan diberikan jika nasabah menyediakan barang jaminan. Pemberian Kredit juga merupakan masalah yang lazim ditemui dalam suatu usaha yang dikelola oleh orang atau badan hukum atau badan usaha. Pemberian kredit dapat diberikan oleh lembaga keuangan perbankan maupun lembaga keuangan nonperbankan, namun demikian untuk lembaga perbankan pemberian kredit dilakukan berdasarkan syarat-syarat yang relatif sulit.Begitu pula dengan BPR tentu saja memiliki syarat-syarat yang berbeda dalam hal pemberian kredit kepada calon debitur. Perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur dituangkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit memuat hak dan kewajiban dari debitur dan kreditur. Perjanjian kredit diharapkan akan membuat para pihak yang terikat dalam perjanjian memenuhi segala kewajibanya dengan baik. Namun didalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut ada kalanya salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Adanya jaminan dalam hal perjanjian kredit ini sangat diperlukan, karena lembaga keuangan mempunyai suatu kepentingan hukum bahwa nasabah yang
1
Tan Kamello, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang didambakan,Alumni, Bandung, , Hal.1.
3
menjadi debitur memenuhi kewajiban atas perikatan yang telah dibuatnya. Pada umumnya jaminan itu merupakan bentuk pengamanan kredit berupa kebendaan. Penanaman dana dalam bentuk kredit pasti akan menghasilkan bunga yang relatif tinggi. Namun dilihat dari resikonya, maka pada penanaman dana dalam bentuk kredit memiliki resiko kemacetan dalam pengambilan kredit. Selain adanya jaminan yang diberikan oleh pihak debitur, untuk kredit pada jumlah tertentu biasanya diperlukan asuransi yang digunakan sebagai jaminan tambahan yang akan digunakan untuk mengatasi resiko yang mungkin dialami oleh kreditur dalam proses pembayaran kreditnya. Djoko Prakoso mendefinisikan asuransi sebagai pertanggungan dimana dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak yang lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian yang mungkin ia akan menderita sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. 2 Begitu pula A.Hasymi menyatakan bahwa asuransi sebagai suatu persetujuan atau perjanjian untung- untungan, disebabkan ketidak seimbangan nilai yang diserahkan masing- masing pihak dimana penanggung kemungkinan melaksanakan ganti rugi yang sangat besar dengan menerima pembayaran premi yang kecil dari tertanggung bahkan mungkin tidak membayar ganti rugi sama sekali.3
2
3
Djoko Prakoso, 2004, Asuransi di Indonesia, Effhar & Dahara Prize, Semarang, hal.13.
Sri Rejeki Hartono, 1997, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Cet.. III, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 80.
4
perjanjian atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik, oleh karena para pihak
saling
mengikatkan
diri,
demikian
pula
penanggung
dalam
hal
mempertimbangkan besarnnya suatu resiko atau suatu kewajiban memikul kerugian, diterimaya pula kontra prestasi dalam bentuk premi dari tertanggung yang seimbang dengan resiko itu.Perjanjian ini tidak dapat dikatakan sebagai perjanjian timbal balik secara murni dimana prestasi secara timbal balik tidak seimbang. 4 Asuransi atau pertanggungan ialah suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu penanggung mmengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi untuk mengganti kerugian karena kehilangan, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena suatu kejadian atau peristiwa yg tidak dapat diduga dan diketahui sebelumnya. Jadi asuransi dalam hal ini memberikan pertanggungan terhadap resiko yang ditanggung oleh kreditur dalam pembayaran kredit terhadap debitur apabila debitur meninggal dunia. penting adanya asuransi dalam perjanjian kredit untuk dapat menanggung resiko meninggal yang mungkin terjadi selama proses kredit ini berjalan yang diakibatkan atas resiko meninggal dunia ataupun cacat total, Karena jika hal ini tidak dilakukan sebelumnya maka akan berpotensi menyebabkan terjadinya kredit macet. Persoalan kredit macet menjadi persoalan yang sangat serius yang diakibatkan atas kejadian yang terjadi terhadap debitur yang mengakibatkan meninggal dunia
4
Emmy pangibuan, Hukum Pertanggungan, Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, Jiwa, op.cit. hal.8.
5
sehingga akan terjadi Kredit macet dapat menghambat aktifitas bank perkreditan rakyat yang menarik dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat atau calon debiutr tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik, manakala kredit yang disalurkan itu kemudian mengalami kemacetan dalam pengambilannya. Sering kali dalam praktek terhambatnya pengambilan kredit itu disebabkan oleh faktor kurangnya profesionalisme pihak pemberi kredit disamping lemahnya sisi penegakan hukum. Peristiwa kredit macet ini sebenarnya tidak akan terjadi jika pihak bank perkreditan rakyat benar-benar menegakkan etika profesional dalam pengelolaan pemberian kredit. Di sisi lain jika hukum dan aparat penegaknya benar-benar menegakkan kebenaran dan keadilan diatas segalanya, yang tentunya persoalan kredit macet ini juga tidak akan menjadi suatu hal yang menakutkan bagi bank perkreditan rakyat . Pengelolaan kredit bank perkreditan rakyat haruslah mengacu kepada manajemen profesionalisme yang dianut oleh perusahaan itu sendiri. Seringkali dalam praktek penyaluran kredit itu lebih ditekankan kepada aspek ekonomis yang cenderung untuk mengambil keuntungan secara maksimal. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang perjanjian kredit pada bank perkreditan rakyat ( BPR ) ,dengan judul yang akan diangkat oleh penulis adalah ” Pelaksanaan Pertanggungan Asuransi Dalam Perjanjian Kredit Apabila Debitur Meninggal Dunia Pada Bank Perkreditan Rakyat Bumi Prima Dana”
6
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan yaitu sebagai berikut: 1.
Apakah faktor penghambat yang ditemukan dalam proses pelaksanaan pertanggungan asuransiuntuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit pada bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan pertanggungan asuransi untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit pada bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana?
1.3 Ruang lingkup masalah Guna menghindari keluarnya pembahasan penelitian ini dari pokok permasalahan yang telah diungkapkan di atas serta agar pembahasan dalam penelitian ini menjadi sistematis demi menemukan solusi permasalahan, maka perlu untuk menetapkan ruang lingkup dan batasan mengenai materi yang di bahas. Ruang Lingkup dalam penelitian ini terbatas pada bagaimanakah pelaksanaanpertanggungan asuransi untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit di bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana dan faktor penghambat yang ditemukan dalam proses pelaksanaan pertanggungan asuransi oleh untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit di bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana.
7
1.4 Orisinalitas penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian tesis atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti menampilkan dua (2) Skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan perjanjian dan berhubungan dengan bank perkreditan rakyat:
NO
Penulis
Judul
Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah akibat hukum dari tidak
Perlindungan
hukum
didaftarkannya
bagi kreditur perbankan
APHT
terhadap
terkait
akta
perjanjian
kredit
hak
perbankan
yang
Putu Deviyanti Sugitha, 1.
adanya
Fakultas Hukum, Univ. pemberian Udayana, 2010 tanggungan yang tidak
dibuat para pihak
di daftarkan
di hadapan Notaris / PPAT? 2. Bagaimana Kreditur
Hak
8
perbankan terhadap
benda
jaminan dalam hal APHT
tidak
didaftarkan?
1. Bagaimana penerapan standar kontrak
yang
dilakukan antara Bank Ni
Kadek
Yulistiawati,
Feni Penerapan Fakultas kontrak
standar dalam
dengan
Debitur? 2. Apakah
Faktor
2. Hukum, Univ. Udayana, perjanjian kredit bank
penghambat
2012
dalam penerapan
terhadap debitur
standar yang antara
kontrak dilakukan Bank
dengan Debitur?
9
1.5 Tujuan penelitian Tujuan dalam penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. 1.5.1
Tujuan umum Adapun tujuan umum dalam penelitian ini yaitu memberikan kontribusi kepada ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum bisnis
1.5.2
Tujuan khusus 1. Untuk
mengetahui
bagaimanakah
pelaksanaan
pertanggungan
asuransi untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit di bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat yang ditemukan dalam proses pelaksanaan pertanggungan asuransi untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit di bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana. 1.6
Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.6.1
Manfaat teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi
dalam
aspek
teoritis
(keilmuan)
dalam
rangka
pengembangan ilmu hukum. 2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya.
10
1.6.2
Manfaat praktis
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman untuk mengetahui pelaksanaan pertanggungan asuransi untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit di bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau masukan serta pengetahuan dalam mengidentifikasi faktor penghambat yang ditemukan dalam proses pelaksanaan pertanggungan asuransi untuk menanggung kerugian dalam perjanjian kredit di bank perkreditan rakyat Bumi Prima Dana. 1.7
Landasan teoritis Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai
hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Menurut Subekti dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perjanjian”, kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain. 5
5
hal. 26.
Subekti, 1990 Aneka Perjanjian (Cetakan Kesepuluh).: PT Citra Aditya Bakti Bandung
11
Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut merupakan pengertian yang tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan. Menurut Abdulkadir perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Uraian tersebut memberikan makna bahwa perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum persegi dua atau jamak, untuk itu diperlukan kata sepakat para pihak. Ada beberapa pakar atau ahli hukum lain yang memberikan definisi yang berbeda pada perjanjian. Pengertian perjanjian menurut Handri Raharjo, “Suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum yang lain berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum”6
6
hal. 42
Handri Raharjo, 2009 Hukum Perjanjian di Indonesia. Pustaka Yustisia. Yogyakarta:
12
Dalam perjanjian khususnya perjanjian kredit juga memiliki kebijakan tentang kebijakan ganda dalam pasar kredit dimana debitur yang berbeda didalam resikonya. Dalam penyelidikan ciri khas dari keseimbangan perjanjian dapat menunjukkan bahwa debitur tidak berbeda dengan debitur yang lain meskipun debitur lainnya memilih kreditur yang paling dominan. Serta, pembayaran kembali juga jaminan tidak ditentukan pada resiko proyek masing-masing debitur. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu: a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subyek hukum dalam hal
sedanga pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif dan yang
13
termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat akal pikirannya, tidak dilarang oleh Undang-undang. Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu yang pertama objek yang aka nada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian). Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain, sebab adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian dan halal adalah tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Kata”Kredit” berasal dari bahasa Romawi”Credere” yang artinya percaya (dalam
bahasa
Belanda:
Vertrouwen;
bahasa
Inggris:
Believe,
trust
or
confidence).7Dasar dari kredit adalah adanya kepercayaan. Pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktu, maupun prestasi dan kontraprestasinya. Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran. Maksudnya, pengembalian atas uang dan/atau barang yang tidak dilakukan bersamaan pada saat diterimanya uang dan/atau barang tersebut, tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.
7
Mariam Darus Badrulzaman, 1989, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Alumni, hal 21
14
Di dalam kepustakaan Hukum Perdata menemui beberapa pendapat mengenai pengertian kredit, yaitu : 1. Savelberg mengemukakan ”kredit” mempunyai arti antara lain : a. Sebagai dasar dari perikatan (Verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain. b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (Comodatus, Depositus, Regulare, Pignus).8 2. Levy meumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut : ”Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secar bebas oleh penerima kredit, dan penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari”.9 Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik dua ( 2 ) pengertian, yaitu adanya sebab dan akibat. Yang merupakan sebab adalah bahwa Penerima Kredit ”dianggap mampu” untuk mengembalikan pinjamannya di belakang hari. Sedangan akibatnya adalah Penerima Kredit itu ”dipercaya” oleh Pemberi Kredit. Dalam dunia bisnis, kredit juga mempunyai banyak arti, salah satunya kredit dalam artian seperti kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada nasabahnya. Kredit perbankan inilah yang umumnya dijadikan sebagai acuan dalam setiap pemberian kredit yang diberikan oleh Bank. Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 ayat 12 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1972 Tentang Perbankan, menyatakan : Kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
8
HMA Savelberg, 1991, Dasar Perkreditan Perbankan, Edisi Keempat, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 9 9 JA Levy, 1999, Masalah Perkreditan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta , hal 20.
15
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari definisi tersebut di atas dapat diketahui, bahwa ada delapan (8) unsur kredit, yaitu : 1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dan debitur, yang disebut perjanjian kredit. 2. Adanya para pihak, yaitu ”kreditur” sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank dan pihak debitur, yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa. 3. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/mencicil kreditnya. 4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur. 5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. 6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan. 7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur.
16
8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. Untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit, pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan The Fives of Credit atau 5 C, yaitu : a.
Character (Watak), yaitu analisa berdasarkan asal-usul kehidupan pribadi pemohon kredit.
b.
Capital (Modal), yaitu analisa berdasarkan besarnya modal yang dimiliki pemohon kredit.
c.
Capacity (Kemampuan), yaitu analisa berdasarkan kemampuan debitur untuk membayar kembali hutangnya.
d.
Collateral (Jaminan), yaitu adanya harta kekayan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian hutangnya.
e.
Condition of Economic (Kondisi ekonomi), yaitu analisa berdasarkan berdasarkan kondisi ekonomi negara.
Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Undang-Undang bahwa dalam pengertian kredit terkandung perkataan pinjam meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata pada Pasal 1754 sampai Pasal 1769. Dengan demikian pembuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan – ketentuan di dalam KUH Perdata tetapi dapat pula
17
berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum. Dalam KUH Perdata sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa : Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengambilkan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Mariam Darus Badrul zaman mengatakan sebagai suatu perjanjian, maka pengertian perjanjian kredit itu terlepas dari KUH Perdata, Undang-Undang Perbankan,
dan
perjanjian
kredit
adalah
perjanjian
pendahuluan.10Dalam
pelaksaannya, pengertian perjanjian kredit ini selalu dikaitkan dengan bentuk perjanjian yang ditegaskan dalam model-model formulir dari masing-masing koperasi. Dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur, kreditur harus mengetahui
dengan
jelas
apakah
debitur
mempunyai
itikad
baik
untuk
mengembalikan fasilitas kredit tersebut tepat pada waktunya. Faktor terpenting yang harus diteliti oleh kreditur adalah adanya jaminan yang dapat digunakan untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur sehingga bila suatu saat debitur wanprestasi, maka kreditur dapat menjual barang yang diagunkan tersebut untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur. Sehingga untuk mengurangi risiko kerugian kreditur, maka
10
23
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bandung, , Hal.
18
diadakan suatu jaminan hutang piutang oleh para pihak yang menyerahkan barang milik debitur kepada kreditur sebagai jaminan dilaksanakannya kewajiban debitur kepada kreditur.Bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu dengan yang lain tidak sama karena harus disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Pengertian Jaminan dalam Pasal 1131 disebutkan bahwa : ”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Borgtocht dalam bahasa Indonesia disebut penjaminan atau penanggungan. Orangnya disebut borg atau penjamin atau penanggungan. Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (berpiutang) dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur (si berutang). Pemberian kredit pada umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit koperasi. Penjamin dalam kasus perjanjian kredit adalah debitur dari kewajiban untuk menjamin pembayaran oleh debitur utama. 11 Seorang Penjamin berkewajiban untuk membayar utang debitur kepada kreditur manakala debitur lalai atau cidera janji, penjamin baru menjadi debitur atau berkewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitur utama atau debitur yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar
11
Imran Nating, 2004, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, : Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 33.
19
utangnya, atau debitur utama lalai atau cidera janji sudah tidak memepunyai harta apapun. Maka berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar. Penjamin dalam hal ini adalah Personal Guarantee (penjamin perorangan). Penjamin ini baru dapat dikatakan mempunyai peranan dalam hal perjanjian kredit adalah apaibila pihak debitur wanprestasi (cidera janji) atau dengan kata lain tidak mampu membayar 1 (satu) atau lebih hutang yang harus segera dibayar atau telah jatuh waktu/ jatuh tempo dan dapat ditagih. penjamin perorangan tersebut harus memenuhi apa yang telah ditinggalkan oleh si debitur. peranan Personal Guarantee adalah sebagai pihak ketiga yang mengikatkan diri secara sukarela kepada kreditur untuk dapat meyakinkan kreditur tersebut bahwa debitur pasti akan dapat/mampu untuk melunasi hutang- hutangnya, Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor, mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUH Perdata). Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. jaminan perseorangan itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan
20
seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur). Dalam hal ini dapat dikatakan hakikat dari penjamin/penanggungan adalah sebagai berikut: 1. Penjamin/penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personam) yang diberikan : a.
Oleh Pihak ketiga dengan sukarela;
b.
Guna kepentingan kreditur;
c.
Untuk memenuhi kewajiban debitur bila ia tidak memenuhinya (Pasal 1820 KUH Perdata).
2. Penjamin/penanggung adalah perjanjian asesor (accesoir),oleh karena itu : a.
Tidak ada penjamin/penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah (Pasal 1821 KUH Perdata).
b.
Cakupan penjamin/penanggungan tidak dapat melebihi kewajiban debitur sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok (Pasal 1822 KUH Perdata).
Dalam pelaksanaan perjanjian kredit tidak sedikit debitur yang melakukan wanprestasi. Debitur sering lalai dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga di dalam praktek kreditur sering dirugikan. Didalam pasal 1244 KUHPerdata menyatakan bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila tidak dapat membuktikan dengan dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang
21
tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikat buruk kepadanya. Debitur tidak melunasi kewajibannya atau wanprestasi bisa disebabkan karena sesuatu hal, di mana debitur pada waktu itu dalam keadaan yang memaksa yang terjadi pada diri debitur yang menyebabkan usaha yang dilakukan dan di biayai oleh pinjaman tersebut tidak menghasilkan sehingga tidak dapat mengembalikan pinjamannya atau dapat di karenakan debitur memang melalaikan atau tidak melaksanakan tujuannya semula, yaitu ingin mengembangkan usahanya melainkan untuk tujuan tertentu, sehingga uang pinjaman tersebut tidak dapat di kembalikan. Sedangkan Perikatan menurut Pasal 1234 KUH Perdata dapat berbentuk dalam 3 (tiga) macam, yaitu : 1.
kewajiban atau prestasi untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan sesuatu;
2.
kewajiban atau prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu;
3.
kewajiban atau prestasi untuk tidak melakukan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap perikatan membawa konsekuensi pada pemenuhan kewajiban yang merupakan suatu bentuk prestasi. Ini berarti pada prinsipnya setiap perikatan membawa pada suatu prestasi yang selalu dapat diukur dengan uang, jenis dan apapun juga prestasi yang semula mendasari. Tindakan kreditur dalam usaha menyelesaikan kredit bermasalah akan beraneka ragam tergantung pada kondisi kredit bermasalah. Dan juga didalam pasal 1237
22
KUHPerdata menyebutkan bahwa pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya. Langkah-langkah yang diambil dalam mengamankan kreditnya, pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pengamanan prefentif dan pengamanan represif. Pengamanan prefentif adalah pengamanan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit. Sedangkan pengamanan represif adalah pengamanan yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami ketidaklancaran atau kemacetan (debius).12 Dengan demikian, pengamanan kredit pada hakekatnya adalah memperkecil resiko, bahkan sampai pada menghilangkan resiko yang mungkin timbul maupun sudah timbul atau terjadi. 1.8.
Metode penelitian Dalam penulisan suatu karya ilmiah, terdapat satu komponen penentu sebagai
syarat yang dipergunakan untuk pencarian data dari hasil karya ilmiah tersebut, dalam hal ini adalah metode penelitian. Menururt Sutrisno Hadi yang dimaksud dengan metodelogi ialah suatu cara/ metode untuk memberikan garis- garis yang cermat dan mengajukan syarat- syarat
12
Edy Putra Tje'Aman, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis , Yogyakarta, hal. 39.
23
yang keras, yang maksudnya adalah menjaga ilmu pengetahuan yang dicapai dari suatu research dapat mempunyai harga ilmiah yang setinggi- tingginya.13 1.8.1 Jenis penelitian Jenis Penelitian dalam penelitian ini dipakai jenis penelitian hukum yang bersifat empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat. 1.8.2 Jenis pendekatan Seperti telah dijelaskan bahwa jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian empiris.Sifat penelitiannya adalah penelitian empiris deskriptif. Penelitian empiris deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. 1.8.3. Bahan hukum/ data Dalam penelitian empiris pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang dinamakan data primer dan data yang diperoleh dari bahan- bahan pustaka dinamakan data sekunder. Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber data, yaitu:
13
Sutrisno Hadi, 1979, Metodelogi Reserch, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta, hal.4.
24
1. Data primer Untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan cara melakukan penelitian langsung ke lapangan yakni diperoleh secara langsung dari BPR. 2. Data sekunder Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari menelaah literatur, jurnal serta surat kabar guna menemukan fakta maupun teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Mengenai data sekunder ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3, yaitu : a.
Sumber bahan hukumprimer, yaitu bahan yang isinya mengikat, karena dikeluarkan oleh pemerintah,
b.
Sumber bahan hukum sekunder, yaitu bahan- bahan yang isinya membahas bahan primer, seperti buku, surat kabar dan artikel.
c.
Sumber bahan hukum tertier, yaitu bahan– bahan yang bersifat menunjang bahan- bahan primer dan sekunder.14 Berkaitan dengan jenis- jenis data sekunder di atas, maka dalam penulisan
penelitian ini akan digunakan : a. Sumber bahan hukumprimer, yaitu seperti Undang-Undang, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Daerah dan yang lainnya. 14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal.12.
25
b. Sumber bahan hukum sekunder, yaitu buku- buku, surat kabar, jurnal tentang hukum perjanjian. 1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/ Data Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain : a. Teknik studi dokumen atau kepustakaan Studi dokumen atau kepustakaan adalah kegiatan mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen- dokumen dan memeriksa atau menelusuri dokumen- dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti.15 Dalam penulisan ilmiah ini, teknik studi dokumen dilakukan dengan cara mencatat info dan data serta meneliti dokumen yang terkait dengan masalah yang diteliti di BPR Bumi Prima dana. b. Teknik wawancara Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi serta cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang akan diwawancara.16 Wawancara ini dilakukan dengan beberapa narasumber yaitu pihak direktur atau pegawai BPR Bumi Prima dana serta beberapa debitur dari BPR tersebut 15
Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
16
Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
hal. 101.
Jakarta, hal. 57.
26
1.8.5. Teknik penentuan sampel penelitian Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probablility sampling yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah pihak- pihak yang terlibat langsung dalam perjanjian kredit pada BPR. 1.8.6. Tehnik analisis Apabila keseluruhan data sudah diperoleh dan sudah terkumpul, kemudian data diolah dan dianalisis dengan metode analisis kualitatif.Analisis kualitatif adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang diangkat kemudian diolah secara deskriptif analitis yaitu menggambarkan secara lengkap tentang aspek- aspek tertentu yang bersangkutan dengan permasalahan dan selanjutnya dianalisa kebenarannya. 17
17
Alimudin Tuwu, 1993, Pengantar Metode Penelitian, Universiats Indonesia, Jakarta,h.73.