BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Data WHO, prevalensi (angka kesakitan) penderita skizofrenia sekitar 0,2-2 %. Sedangkan insiden atau kasus yang baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Dan lebih dari 80%
penderita skizofrenia di Indonesia tidak
diobati dan dibiarkan berkeliaran dijalanan. Sementara jumlah penderita gangguan jiwa ringan dan sedang juga terus meningkat. Diperkirakan 20-30% dari populasi penduduk diperkotaan mengalami gangguan jiwa ringan dan berat (Susanto, 2009). Dari data jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia terus bertambah. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta. Kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa terjadi disejumlah kota besar. Di RS Jiwa Pusat Jakarta, misalnya tercacat 10.074 kunjungan pasien gangguan jiwa pada 2006, meningkatkan menjadi 17.124 pasien pada 2007. Sedangkan di RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, jumlah meningkat hingga 100% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal tahun 2008, RSJ Daerah Sumatera Utara Medan menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-
1 Universitas Sumatera Utara
2
80 penderita untuk rawat jalan. Sementara pada tahun 2006-2007. RSJ Sumut menerima hanya 25-30 penderita perhari. Untuk penanganan masalah kejiwaan di Indonesia, Depkes sudah menyiapkan tenaga psikiater 600 orang. Sebanyak 80% dari jumlah tenaga itu berada di jawa, tepatnya di kota Jakarta mencapai 50%. Distribusi ini belum merata, oleh karena itu dilakukan pelatihan pada dokter umum untuk meningkatkan kapasitas kemampuan di daerah-daerah (Aimanullah, 2008) Data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1387 orang. Dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1183 orang (88,15%”). Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang dirawat 1694 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia 1543 orang (91,09%). Dari 1543 orang penderita skizofrenia yang dirawat pada tahun 2005 sebanyak 1493 orang penderita remisi sempurna (96,76%) dan dari jumlah tersebut penderita yang mengalami relaps sebanyak 876 orang penderita (56,67%). Data di atas menunjukkan adanya peningkatan penderita skizofrenia dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara dan juga menunjukkan angka relaps pada penderita remisi sempurna (Sirait, 2008). Pada survei awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan, data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, pasien gangguan jiwa yang dirawat jalan berjumlah 16.770 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 13.423 orang (80%) adalah penderita gangguan jiwa skizofrenia, dan mayoritas
adalah pasien yang mengalami
Universitas Sumatera Utara
3
kekambuhan (relaps). Data diatas menunjukkan tingginya angka penderita pasien skizofrenia (Medical Record RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara). Gambaran gangguan skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. Gambaran yang mencolok misalnya penderita bicaranya kacau dengan isi pikiran yang tidak dapat diikuti dan tidak rasional, perasaany tidak menentu sebentar marah dan mengamuk, sebentar tertawa gembira atau sebaliknya sedih; perilakunya sering aneh misalnya lari-lari tanpa busana. Gejala yang mencolok tersebut diatas mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan masyarakat. Sedangkan gejala yang tersamar dan tidak mengganggu keluarga ataupun masyarakat, misalanya menarik (mengurung) diri dalam kamar, tidak mau bicara dan tertawa sendiri. Gejala-gejala positif yang pada penderita skizofrenia adalah delusi atau waham yaitu keyakinan yang tidak masuk akal; halusinasi yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan; kekacauan alam pikiran yang dilihat dari isi pembicaraanya yang kacau; gaduh, gelisah, tidak dapat berdiam diri, mondar mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan, merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sebagainya, serta pikiran yang penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya dan menyimpan rasa permusuhan. Gejala-gejala negatif yang dapat dilihat pada skizofrenia adalah alam perasaan (afek) “tumpul” dan “datar”, menarik diri, sukar diajak bicara, pasif dan
Universitas Sumatera Utara
4
apatis, sulit dalam berfikir abstrak dan pola pikir sterotip, tidak ada dorongan kehendak, tidak ada inisiatif, serba malas (kehilangan nafsu). Pasien skizofrenia seringkali memerlukan rawat inap di rumah sakit dengan berbagai alasan. Perawatan kembali pasien dengan skizofrenia lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien gangguan mental berat lainnya. Medikasi dapat mengurangi gejala 70% sampai 85% pada seseorang yang pertama kali didiagnosis sebagai skizofrenian namun 60% pasien akan mengalami perawatan ulang (Linden, 2005). Ingram, Timbury, dan Mowrbray (1993), skizofrenia memerlukan rehabilitasi intensif, social, industrial, tetap jumlah rangsangan harus cocok dengan kebutuhan individu. Rangsangan yang berlebihan telah terbukti menyebabkan kekambuhan, sedangkan rangsangan yang terlalu kecil terbukti meneruskan penarikan diri dan kronsitas, relaps seringkali timbul setelah adanya peningkatan “peristiwa hidup”. Riset atas peristiwa hidup memperlihatkan bahwa pasien skizofrenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam tiga minggu sebelum kambuh dan hal ini akan terjadi lebih sering bila pasien menjadi sasaran permusuhan dalam konflik keluarga. Pasien rawat inap yang sudah menunjukkan perilaku yang baik setelah pengobatan dan tidak lagi menunjukkan gejala-gejala yang buruk maka dapat direkomendasikan oleh rumah sakit jiwa untuk pulang ke rumah dan menjalani rawat jalan dengan pengawasan keluarganya. Namun bagaimana jika seseorang pasien yang sebelumnya mendapatkan perawatan yang cukup baik dan pengobatan yang sesuai dengan dosis yang diberikan oleh dokter serta diizinkan
Universitas Sumatera Utara
5
untuk menjalani rawat jalan tidak berapa lama mengalami kekambuhan dengan menunjukkan gejala-gejala seperti saat belum mendapatkan perawatan dirumah sakit jiwa. Hal inilah yang biasa disebut dengan relaps atau kekambuhan kembali. Kekambuhan diartikan sebagai suatu keadaan dimana apabila seseorang pasien skizofrenia yang telah menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa dan diperbolehkan pulang kemudian kembali menunjukkan gejala-gejala sebelum dirawat inap. Setiap kekambuhan yang terjadi perpotensi membahayakan bagi pasien dan keluarganya. Apabila kekambuhan yang terjadi maka pasien harus kembali melakukan perawatan inap di rumah sakit jiwa untuk ditangani oleh pihak yang berwenang. Kekambuhan mengikuti perjalanan bagi kehidupan pasien skizofrenia. Dalam sebuah penelitian yang ditulis oleh Davies (1994) hampir 80% pasien skizofrenia mengalami kekambuhan berulang kali. Kekambuhan biasanya terjadi apabila keluarga hanya menyerahkan perawatan pada rumah sakit jiwa dan obat-obatan anti psikotik tanpa disukung perawatan secara langsung oleh keluarga. dalam sebuah penelitian yang ditulis dalam The Hongkong Medical Diary bahwa studi naturalistik telah menemukan tingkat kekambuhan pada pasien masuk rumah sakit pertama kali. Penelitian di Hongkong menemukan bahwa dari 93 pasien skizofrenia masing-masing memiliki potensi relaps 21%,33% dan 40% pada tahun pertama, kedua dan ketiga. Kekambuhan pada pasien skizofrenia disebabkan oleh tidak teraturnya pasien dalam minum obat. Hasil menunjukkan bahwa 25% sampai 50% pasien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak meminum obat secara teratur (Appleton 1982
Universitas Sumatera Utara
6
dalam Keliat,1996). Menurut Agus (2001) penyebab kekambuhan pada pasien skizofrenia adalah factor psikososial.Ketidak patuhan minum obat dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor sehubungan dengan pasien, faktor sehubungan dengan pengobatan, faktor sehubungan dengan lingkungan, faktor sehubungan dengan interaksi dengan professional kesehatan. Sedangkan faktor psikososial dapat dipengaruhi oleh masalah dengan kelompok pendukung
(lingkungan keluarga), masalah lingkungan soasial,
masalah
pendidikan, masalah pekerjaan, masalah ekonomi dan masalah dengan pelayanan kesehatan. Interaksi di dalam keluarga sangat mempengaruhi tingkat kekambuhan pada skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophrenogenic mother digunakan untuk mendeskripsikan tentang sifat ibu yang yang dingin, menolak dan sikap dominan yang dapat menyebabkan skizofrenia pada anaknya. Di samping itu, istilah double bind communication digunakan unruk menggambarkan gaya komunikasi yang menghasilkan
pesan-pesan
saling
bertengtangan
yang
pada
akhirnya
mengakibatkan perkembangan skizofrenia. Dukungan keluarga sangatlah penting dalam hal memberikan kontribusi bukan pada onset skizofrenia tetapi pada kekambuhan yang terjadi setelah gejala-gejala awalnya terobsesi. Adanya expressed emotion dari keluarga seperti sikap bermusuhan, kritik, dan keterlibatan yang terlalu dalam yang diberikan kepada anggota keluarga yang mempunyai gangguan psikologis sering kali dapat menunjukkan konstribusi terhadap kekambuhan yang terjadi pada orang tersebut (Duran, 2007)
Universitas Sumatera Utara
7
1.2 PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang tersebut yang diuraikan diatas maka peneliti ingin mengetahui “ Faktor-faktor penyebab kekambuhan pada pasien skizofrenia yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan”.
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan. 1.3.2
Tujuan khusus
1.3.2.1 Menggambarkan faktor-faktor penyebab kekambuhan skizofrenia karena ketidakpatuhan minum obat. 1.3.2.2 Menggambarkan
faktor-faktor penyebab kekambuhan skizofrenia dari
sudut Psikososial.
1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan kontribusi bagi peningkatan
praktek
keperawatan
khususnya
pengembangan
ilmu
keperawatan jiwa terhadap penatalaksanaan pasien skizofrenia dan faktorfaktor yang menyebabkan kekambuhan pada pasien skizofrenia.
Universitas Sumatera Utara
8
1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi bagi mahasiswa keperawatan tentang faktor-faktor apa saja yang kekambuhan
menyebabkan
pada pasien skizofrenia sehingga dapat memberikan
pendidikan kesehatan bagi pasien terutama keluarga pasien 1.4.3. Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk melakukan penelitian
selanjutnya
yang
terkait
dengan
factor-faktor
yang
mempengaruhi kekambuhan pada skizofrenia.
Universitas Sumatera Utara