BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Akuntan (auditor) merupakan suatu profesi yang salah satu tugasnya adalah
melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan opini atau pendapat terhadap saldo akun dalam laporan keuangan apakah telah disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi keuangan atau prinsip akuntansi yang berlaku umum dan standar atau prinsip tersebut diterapkan secara konsisten.
Auditor
bertanggung
jawab
dalam
pelaksanaan
audit
serta
mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria berkepentingan (Mulyadi, 2008: 56) . Tujuan akhir dari proses auditing ini adalah menghasilkan laporan audit. Laporan audit inilah yang digunakan oleh auditor untuk menyampaikan pernyataan atau pendapatnya kepada para pemakai laporan keuangan, sehingga bisa dijadikan acuan bagi pemakai laporan keuangan. Banyaknya kasus-kasus manipulasi akuntansi yang melibatkan kantorkantor akuntan publik ternama di dunia yang terjadi di beberapa negara termasuk di Indonesia telah membuat kepercayaan masyarakat khususnya para pemakai laporan auditor independen mulai menurun. Kasus manipulasi pembukuan yang terjadi pada Enron Corp. merupakan salah satu kasus yang melibatkan kantor akuntan
publiknya.
Laporan
keuangan
Enron
dinyatakan
wajar
tanpa
1 Universitas Sumatera Utara
pengecualian oleh Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson. Namun, publik kemudian dikejutkan oleh kabar kepailitan Enron Corp pada tanggal 2 Desember 2001. Salah satu penyebab kepailitan tersebut adalah pihak Arthur Anderson yang memberikan dua jasa sekaligus, baik sebagai auditor maupun konsultan bisnis perusahaan. Kasus-kasus manipulasi keuangan yang melibatkan auditor eksternal juga telah terjadi di Indonesia, diantaranya adalah kasus mark up yang dilakukan PT. Kimia Farma dan kasus laporan keuangan ganda yang dimiliki oleh Bank Lippo. Kesalahan auditor dalam kedua kasus ini diduga adalah karena auditor terlambat menyadari dan melaporkan ketidakberesan yang telah dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Kasus lain yang juga telah terjadi di Indonesia adalah kasus pada PT. Telkom, dimana laporan keuangan PT. Telkom yang telah diaudit oleh KAP Eddy Pianto dan Rekan tidak diakui oleh SEC dan pihak PT. Telkom diminta kembali untuk melakukan audit atas laporan keuangannya dan pada tahun 2015 lalu terjadi kasus pada perusahaan Toshiba dimana Toshiba menyewa panel independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008. Kasus-kasus manipulasi yang telah terjadi membuat profesi akuntan menjadi sorotan
masyarakat
dan
para
pembuat
kebijakan.
Masyarakat
mulai
mempertanyakan mengapa auditor terlibat pada kasus-kasus manipulasi tersebut. 2 Universitas Sumatera Utara
Sebagai pihak ketiga yang independen, seharusnya auditor bertanggung jawab untuk memberikan jaminan atas kehandalan dari laporan keuangan yang diaudit. Secara teknis audit, perumusan opini auditor independen tidak sulit. Perumusan ini dilakukan oleh auditor berpengalaman, mulai jenjang senior, review manajer, dan partner sehingga akhirnya diputuskan untuk memberikan opini yang selayaknya diberikan dimana terdapat lima pilihan opini audit yang diberikan dan sesuai dengan kriteria yaitu (1) pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), (2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas
(Unqualified Opinion Report with Explanatory Language), (3) Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinien), (4) Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion) dan (5) Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion).
Masalahnya adalah, auditor berusaha menghindari memberikan opini yang seharusnya diberikan (Tuanakotta, 2011:171). Jika bukti-bukti audit sudah terkumpul dengan lengkap dan dianalisis dengan benar, maka opini yang diberikan tentunya akan wajar dan sesuai dengan tujuan dari audit yaitu memberikan keyakinan. Dalam memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuangan, seorang auditor harus memiliki sikap skeptis untuk bisa memutuskan atau menentukan sejauhmana tingkat keakuratan dan kebenaran atas bukti-bukti maupun informasi dari klien. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI,2001). Standar auditing tersebut mensyaratkan agar auditor memiliki sikap
3 Universitas Sumatera Utara
skeptisisme profesional dalam mengevaluasi dan mengumpulkan bukti audit terutama yang terkait dengan penugasan mendeteksi kecurangan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya seringkali auditor tidak memiliki skeptisisme profesional dalam melakukan proses audit. Penelitian Beasley (2012) dalam Herusetya (2007) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases), selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi laporan keuangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme profesional audit.. Hal ini membuktikan bahwa skeptisisme professional harus dimiliki dan diterapkan oleh auditor sebagai profesi yang bertanggungjawab atas opini yang diberikan pada laporan keuangan. Seorang auditor yang memiliki skeptisisme profesional tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Auditor harus menyadari bahwa kemungkinan terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan bisa saja terjadi. Sikap skeptisisme profesional akan membawa auditor pada tindakan untuk memilih prosedur audit yang efektif sehingga diperoleh opini audit yang tepat (Noviyanti, 2008). Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya Gender, Tipe Kepribadian, Independensi dan Kompetensi, Menurut Salsabila dan Prayudiawan (2011) kualitas hasil kerja auditor sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu masing-masing akuntan. Karakteristik individu tersebut salah satunya adalah jenis kelamin yang telah membedakan individu sebagai sifat dasar pada kodrat manusia. Adanya ketidaksetaraan gender
4 Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Tahar (2012) ditemukan bahwa 41% responden yang mereka teliti, yaitu para akuntan publik wanita meninggalkan karir mereka karena adanya bentuk-bentuk diskriminasi yang mereka rasakan hal ini juga di perkuat dengan adanya teori disonansi kognitif yang menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia akan mencari jalan keluar dari permasalahan yang membuatnya tidak nyaman karena adanya unsur kognitif yang bertolak belakang (Agung, 2007:125). Sama hal nya dengan auditor yang dalam fungsi profesionalnya mengharuskan segala sesuatunya sesuai dengan standar yang berlaku. Unsur-unsur kognitif yang bertolak belakang seperti kepercayaan seorang auditor yang tinggi pada kliennya sementara sikap skeptisisme profesional auditor harus tinggi pula. Unsur kognitif yang berbeda antara pria dan wanita juga memacu perbedaan pemberian opini auditor atas laporan keuangan. Pria cenderung untuk meminimalkan usaha kognitif dalam menerima informasi dari klien, sedangkan wanita akan cenderung menggunakan strategi pengolahan informasi secara terperinci. Hal ini membuat skeptisisme profesional auditor nya berbeda. Tapi berbeda pendapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Butarbutar (2010) bahwa gender tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit. Perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita dengan perbedaan berbagai sifat dan karakter individu masing-masing tidak berpengaruh terhadap audit judgement yang berhubungan dengan pemberian opini audit yang diambil oleh auditor pria dan wanita. Tipe kepribadian mempengaruhi kemampuan para pengambil keputusan untuk memproses sejumlah besar informasi, tekanan waktu, dan ketahanan diri
5 Universitas Sumatera Utara
(Turban, 2005:54). Ia juga mempengaruhi aturan dan pola komunikasi dari seorang pengambilan keputusan. Menurut Kristianti (2012) kepribadian adalah organisasi dinamis dan sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Kepribadian juga merupakan sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arahan pada tingkah laku individu. Sehingga, tipe kepribadian juga turut mempengaruhi cara pengambilan keputusan. Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Supriyanto (2014) bahwa tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit. psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Kepribadian juga merupakan sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arahan pada tingkah laku individu. Sehingga, tipe kepribadian tidak turut mempengaruhi pemberian opini auditor. PSA No. 04 dalam IAI (2011) menegaskan bahwa auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Independensi seorang auditor ditinjau dari sudut pandang keahliannya. Seseorang auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik, jika ia mempunyai keahlian mengenai audit atas fakta tersebut. Kompetensi auditor menentukan independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya. Auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Auditor harus bebas dari
6 Universitas Sumatera Utara
setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak memiliki suatu kepentingan dengan kliennya. Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Futri dan Juliarsa (2014) bahwa independensi auditor tidak mempengaruhi kualitas audit dikarenakan persaingan antar Kantor Akuntan Publik bisa jadi pemicu kurangnya independensi auditor, sehingga auditor rentan mengikuti kemauan dari klien agar tidak kehilangan pendapatannya,dan hasil yang sama juga terdapat pada penelitian Kautsarrahmelia (2013) mengatakan bahwa independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi Pemberian Opini audit yaitu kompetensi auditor. Menurut Dwiyanti (2010) probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis atau kompetensi yang dimiliki auditor. Standar umum pertama PSA Nomor 04 dalam IAI (2011) menegaskan seorang auditor dalam melakukan audit harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Auditor selain menjalani pelatihan teknis yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum, juga harus memiliki kesadaran secara terus-menerus untuk mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan profesinya. Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Ariesanti (dalam Carolita dan Rahardjo, 2012) yang menyatakan bahwa pengalaman auditor tidak banyak memberikan kontribusi untuk meningkatkan kompetensi auditor dan tidak juga berpengaruh terhadap meberikan opini audit.
7 Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa auditor yang berpengalaman tidak berperilaku berbeda dengan akuntan yang tidak berpengalaman. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian yang berjudul “Pengaruh gender, Tipe kepribadian, independensi dan Kompetensi Dalam Pemberian Opini Auditor dengan Skeptisme professional sebagai Variabel Moderasi. (Studi Empiris pada KAP di Kota Medan)’’.
1.1 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah gender auditor berpengaruh terhadap pemberian opini auditor ? 2. Apakah tipe kepribadian auditor berpengaruh terhadap pemberian opini auditor ? 3. Apakah independensi auditor akan berpengaruh terhadap pemberian opini auditor ? 4. Apakah kompetensi auditor akan berpengaruh terhadap pemberian opini auditor ? 5. Apakah skeptisme profesional berpengaruh terhadap hubungan antara gender auditor terhadap pemberian opini auditor ? 6. Apakah skeptisme profesional berpengaruh terhadap hubungan antara tipe kepribadian auditor terhadap pemberian opini auditor ? 7. Apakah skeptisme profesional berpengaruh terhadap hubungan antara independensi auditor terhadap pemberian opini auditor ?
8 Universitas Sumatera Utara
8. Apakah skeptisme profesional berpengaruh terhadap hubungan antara kompetensi auditor terhadap pemberian opini auditor ?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh gender auditor terhadap pemberian opini auditor.
2.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh tipe kepribadian auditor terhadap pemberian opini auditor.
3.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh independensi auditor terhadap pemberian opini auditor.
4.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh kompetensi auditor terhadap pemberian opini auditor.
5.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh skeptisme profesional terhadap hubungan antara gender auditor terhadap pemberian opini auditor.
6.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh skeptisme profesional terhadap hubungan antara tipe kepribadian auditor terhadap pemberian opini auditor.
7.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh skeptisme profesional terhadap hubungan antara independensi auditor terhadap pemberian opini auditor. 9 Universitas Sumatera Utara
8.
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menganalisa tentang pengaruh skeptisme profesional terhadap hubungan antara kompetensi auditor terhadap pemberian opini auditor.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu : a. Bagi penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutny dan memperkaya khasanah literatur dalam dunia penelitian maupun akademik, khususnya di dunia akuntansi dan auditing.
b. Bagi Praktisi Peneliian ini diharapkan berguna dalam penguatan dan pengembangan teori dan menambah wawasan di bidang akuntansi khususnya dibidang audit di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan bermanfaat khususnya berguna untuk
pelaksanaan bagi auditor dalam melaksanakan
audit.
10 Universitas Sumatera Utara