BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mata Pelajaran Bahasa Indonesia bukan mata pelajaran eksak, namun sering menjadi momok bagi peserta didik, bahkan banyak yang menganggap bahwa Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang sulit dipelajari. Hal ini dapat dipahami karena Bahasa Indonesia senantiasa mengalami perkembangan, khususnya pada kosakata yang dipergunakan. Sabarti Akhadiah (1991:10) mengungkapkan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana berfikir atau bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta menghargai karya cipta Bangsa Indonesia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Y. Slamet (2008: 57) bahwa dalam pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep tentang ilmu bahasa. Siswa juga harus mampu mengkomunikasikan gagasan, ide, dan pemikirannya sesuai dengan empat kompetensi keterampilan berbahasa yaitu, keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
1
Salah satu keterampilan berbahasa yang termasuk dalam pembelajaran di SD adalah keterampilan berbicara yakni mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui kegiatan bercerita. Pembelajaran bercerita bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan siswa dalam bidang bahasa, khususnya berbicara. Dengan menguasai keterampilan bercerita, siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks pada saat siswa berbicara. Namun kenyataan di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Miliasari (2009: 9) bahwa rendahnya kemampuan bercerita siswa juga sangat dipengaruhi oleh rendahnya motivasi, semangat, serta kurangnya percaya diri yang dapat mengakibatkan siswa malu dan takut ditertawakan apabila salah dalam bercerita. Berdasarkan pra survey yang dilakukan pada siswa kelas V di SD N 1 Kalimanah Wetan menunjukkan bahwa secara umum pada pokok bahasan menceritakan kembali isi cerita dengan bahasa sendiri pada keterampilan bercerita pada siswa masih rendah. Hal ini terbukti karena nilai rata-rata siswa masih banyak yang belum mencapai kriteria nilai rata-rata ketuntasan. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa siswa cenderung tidak mampu mengikuti pembelajaran bercerita dengan baik. Siswa terlihat malas-malasan saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. Ketika diberikan tugas bercerita siswa mengeluh dan tidak menginginkan tugas tersebut. Pemahaman siswa tentang konsep bercerita masih kurang. Siswa masih bingung meletakan posisi
2
kata dan kesulitan dalam merangkai kalimat dari cerita yang diperdengarkan. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan peneliti, struktur kalimat atau penggalan kosakata yang tidak tepat serta siswa merasa grogi, takut, malu dan kurang percaya diri saat menceritakan kembali isi cerita yang telah diperdengarkan. Dalam pengamatan juga ditemukan fenomena, banyak di antara siswa yang memilih melakukan aktivitas diluar pembelajaran, misalnya berbicara diluar topik pembelajaran atau bercanda dengan teman sebangkunya. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa perhatian, minat dan antusias siswa terhadap pembelajaran bercerita masih rendah. Dalam pembelajaran bercerita, guru belum menggunakan pendekatan yang tepat atau metode yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada respon siswa terhadap proses pembelajaran masih rendah. Siswa jarang mengajukan pertanyaan, siswa hanya duduk dan mencatat apabila sudah disuruh oleh guru. Penggunaan media pembelajaran dan alat peraga juga dirasa kurang. Berbagai faktor yang menyebabkan mengapa keterampilan siswa dalam bercerita masih rendah di antaranya selama ini dalam proses pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan hal sepele. Siswa juga tidak mempunyai keberanian untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan. Hal ini terbukti, siswa hanya duduk, mendengarkan, bahkan ada yang berbisik-bisik dengan teman sebangku ketika diberi pertanyaan. Respon yang diberikan siswa sangat sedikit sehingga guru sesekali harus menunjuk siswa yang tidak terlibat dalam pembelajaran bercerita.
3
Suasana pembelajaran menjadi pasif dan tidak bersemangat, akibat tidak ada keberanian bercerita. Dalam konteks ini, diperlukan pendekatan yang bervariasi, inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan, sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan cara demikian siswa tidak terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton dan membosankan. Menurut teori Jean Piaget (Hendro Darmodjo, 1993: 19), siswa Sekolah Dasar (anakanak yang berusia 7-11 tahun) berada pada tahap perkembangan berpikir operasional konkret, yaitu pekerjaan-pekerjaan dapat dilakukan dengan bantuan benda-benda konkret. Guru seharusnya menggunakan metode atau pendekatan yang bervariasi dan tepat serta lebih memotivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, khusunya dalam pokok bahasan menceritakan kembali isi cerita dengan bahasa sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam bercerita adalah pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses merupakan sebuah pendekatan untuk mengelola kegiatan belajar mengajar yang berfokus kepada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar.
4
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pendekatan keterampilan proses sangat cocok digunakan. Selain siswa didik mempelajari konsep-konsep tentang ilmu bahasa, siswa juga mampu mengkomunikasikan sesuai dengan empat kompetensi keterampilan berbahasa. Keterampilan
proses
dalam kontek
Bahasa
Indonesia
berarti
perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara menyeluruh. Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dikerjakan dengan langkah-langkah dengan teratur dan secara bertahap atau prosedural yang dimulai dari penyusunan perencanaan, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar dan penilaian hasil belajar. Dalam penerapannya secara langsung pendekatan proses memberikan kesempatan pada siswa secara nyata untuk bertindak karena keterampilan proses menekankan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Berdasarkan keterangan dari guru juga menunjukkan bahwa pendekatan keterampilan proses belum diterapkan oleh guru di SDN 1 Kalimanah Wetan. Berdasarkan beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa pendekatan keterampilan proses cocok digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang
berjudul
“Peningkatkan
Keterampilan
Bercerita
Menggunakan
Pendekatan Keterampilan Proses Siswa Kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan Kecamatan Kalimanah”.
5
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, ada beberapa permasalahan yang perlu dikaji untuk diberikan jawabannya. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1. Siswa tidak menguasai konsep atau materi pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran bercerita. Hal ini terbukti dengan masih banyak siswa yang belum tuntas sesuai nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mengakibatkan hasil belajar siswatidak memuaskan. 2. Perhatian siswa belum optimal dalam pembelajaran bercerita. Banyak siswa yang menyibukan dirinya sendiri daripada menyimak penjelasan guru dan siswa merasa jenuh karena pembelajaran itu monoton sehingga membuat siswa cenderung pasif. 3. Metode yang digunakan kurang bervariasi. Banyak siswa yang merasa bosan karena metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi. Sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai. 4. Siswa mengalami kesulitan dalam merangkai kalimat dari cerita yang diperdengarkan. Siswa masih bingung meletakan posisi kata dan kesulitan dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat sederhana. Hal ini terbukti siswa tidak bisa menempatkan struktur kalimat dan penggalan kosakata dengan tepat.
6
5. Ketidakberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan. Saat siswa diberi pertanyaan, siswa hanya berbisik-bisik dengan teman sebangkunya, karena tidak berani mengemukaan tanggapan. Mereka tidak menjawab pertanyaan karena mereka tidak berani untuk mengatakan bahwa mereka belum paham dengan materi yang disampaikan oleh guru. 6. Respon siswa terhadap proses pembelajaran bercerita masih rendah. Siswa jarang mengajukan pertanyaan, siswa hanya duduk, mecatat apabila sudah disuruh oleh guru. 7. Pendekatan keterampilan proses belum diterapkan dalam keterampilan bercerita di SDN 1 Kalimanah Wetan.
C. Pembatasan Masalah Permasalahan yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas, sehingga peneliti tidak dapat meneliti secara keseluruhan. Oleh karena itu, permasalahan yang diteliti dibatasi pada pelaksanaan peningkatan proses pembelajaran bercerita, dan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka permasalahan yang dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
7
1. Bagaimanakah meningkatkan proses pembelajaran bercerita menggunakan pendekatan keterampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan? 2. Bagaimana
meningkatkan
keterampilan
bercerita
menggunakan
keterampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan?
E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1. Untuk meningkatkan proses pembelajaran
bercerita menggunakan
pendekatan ketrampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan. 2. Untuk meningkatkan keterampilan bercerita menggunakan keterampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan merupakan salah satu model pembelajaran khususnya untuk bercerita, sehingga membantu guru dalam meningkatkan keterampilan bercerita.
8
2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Meningkatkan keaktifan, dan kreativitas belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi bercerita. 2) Siswa lebih mudah menguasai pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan bercerita. 3) Menumbuhkan sikap kritis terhadap hasil kerja sendiri. b. Bagi Guru 1) Penelitian
ini
dapat
dijadikan
referensi
tindakan dalam
meningkatkan keterampilan bercerita. 2) Penelitian ini dapat dijadikan referensi model yang efektif dalam pembelajaran melalui pendekatan keterampilan proses. c. Bagi Peneliti 1) Menambah pengetahuan tentang bidang ilmu yang dipelajari penulis. 2) Ditemukan teknik pembelajaran materi bercerita. 3) Peneliti
dapat
membantu
guru
memperbaiki
kinerjanya,
berkembang secara profesional, dan dapat meningkatkan rasa percaya diri.
9
d. Bagi Sekolah 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk merumuskan kebijakan sekolah dalam kegiatan belajar mengajar bagi guru kelas V SD N 1 Kalimanah Wetan pada tahun-tahun mendatang. 2) Dapat menjadi suatu bahan acuan terhadap putusan yang tepat dalam penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
G. Definisi Operasional 1. Keterampilan bercerita adalah kemahiran/keluwesan siswa dalam menyampaikan suatu rangkaian cerita yang dialami oleh beberapa tokoh dalam suatu peristiwa atau kejadian yang meliputi aspek tema, tokoh, plot atau alur, latar atau setting, sudut pandang dan gaya bahasa. Penilaian
keterampilan
bercerita
meliputi
kebahasaan
dan
nonkebahasaan. Kebahasaan meliputi isi gagasan yang dikemukakan, organisasi isi, tata bahasa, gaya, dan ejaan. Nonkebahasaan meliputi penguasaan materi dan kelancaran bercerita. 2. Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar pada materi keterampilan bercerita yang melibatkan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar dengan cara mencari dan menemukan sendiri konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa. Siswa aktif bertanya, minat bercerita meningkat, berani tampil bercerita, keterampilan bercerita lebih baik
10
dan lancar, serta sebagian besar siswa sudah menguasai materi. Siswa juga kreatif dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat sesuai dengan EYD.
11