BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama, masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang belum merata, khususnya tenaga kesehatan. Ketiga, masalah pendanaan kesehatan oleh pemerintah. Untuk tahun 2014, pemerintah hanya mengalokasikan 2,4 persen dana APBN untuk bidang kesehatan. Padahal Undang-undang Kesehatan Nomor 36/2009 mengamanatkan dana kesehatan sebesar 5 persen dari APBN. Tiga masalah kesehatan tersebut berkaitan erat dengan pengeluaran kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Pengeluaran kesehatan per kapita di Indonesia rendah dibandingkan dengan negara di sekitarnya. Indonesia memiliki pengeluaran kesehatan per kapita $86 pada tahun 2010, lebih rendah daripada Filipina ($90), Thailand ($183), Malaysia ($349), dan Singapura ($1833). Rendahnya pengeluaran kesehatan oleh masyarakat ini berdampak pada tingkat kesehatan yang rendah. Indikator angka harapan hidup, yang merupakan proksi kesehatan, menunjukkan bahwa Indonesia berada di atas Filipina dengan angka harapan hidup 70,8 pada tahun 2013. Kesehatan yang lebih baik ditunjukkan oleh Singapura dengan angka harapan hidup sebesar 82,3. Kondisi ini digambarkan pada grafik 1.
1
Grafik 1 Angka Harapan Hidup di ASEAN-5 Angka Harapan Hidup (dalam Tahun)
90.0 80.0 70.0
81.7 74.074.7 68.470.4
82.0 74.274.8 68.670.6
82.3 74.475.0 68.770.8
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 2011
2012
2013
Tahun Philippines
Indonesia
Thailand
Malaysia
Singapore
Sumber: World Bank (diolah)
Kesehatan yang baik menjadi isu penting karena kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan. Hal ini berimplikasi bahwa pengeluaran di bidang kesehatan dilakukan karena alasan ekonomi yaitu peningkatan kesehatan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. World Bank (1993:17) menjelaskan kontribusi kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam empat cara, (1) mengurangi kerugian produksi yang disebabkan oleh pekerja yang sakit, (2) memungkinkan penggunaan sumberdaya alam yang hampir tidak dapat diakses karena adanya penyakit, (3) meningkatkan partisipasi anak sekolah di sekolah dan membuat mereka mampu menerima pelajaran lebih baik, dan (4) memberikan kebebasan penggunaan sumberdaya alternatif daripada harus mengurus orang sakit.
2
Untuk memperdalam isu di sektor kesehatan, World Bank pada tahun 1993 menerbitkan World Development Report: Investing in Health yang berdampak pada keuangan publik dan kebijakan publik. Laporan dari World Bank tersebut secara umum menyarankan tiga pendekatan bagi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan di negara berkembang yaitu (1) pemerintah harus membantu perkembangan lingkungan
perekonomian
sehingga
memungkinkan
rumah
tangga
untuk
meningkatkan kesehatannya, (2) pengeluaran pemerintah dalam bidang kesehatan harus diarahkan lebih kepada program yang bersifat cost-effective sehingga dapat membantu masyarakat miskin, dan (3) pemerintah perlu mempromosikan diversitas dan kompetisi yang lebih besar dalam hal pembiayaan dan penyediaan jasa kesehatan. Sejalan dengan World Bank, pada september tahun 2000, anggota-anggota negara yang tergabung dalam United Nations sepakat untuk mengadopsi delapan poin Millenium Development Goals (MDGs) dengan tahun 2015 dicanangkan sebagai tahun target. Delapan poin yang dimaksud yaitu (1) memberantas kemiskinan dan kelaparan, (2) mencapai pendidikan dasar secara universal, (3) menaikkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan, (4) mengurangi kematian anak, (5) meningkatkan kesehatan ibu hamil, (6) melawan HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, (7) menjamin keberlanjutan lingskungan, dan (8) mengembangkan sebuah kerjasama global untuk pembangunan. Masing-masing tujuan bukan merupakan substitusi namun saling melengkapi satu sama lain seperti hubungan antara kesehatan dan edukasi. MDGs ini merupakan usaha untuk mendukung adanya peningkatan di bidang kesehatan dan suatu batu lonjakan penting dalam perjalanan panjang untuk mencapai 3
pembangunan yang berkelanjutan. Untuk melakukan pembangunan ekonomi, terdapat tiga indikator dasar yaitu pendapatan perkapita yang disesuaikan daya beli; kesehatan yang diukur dengan tingkat harapan hidup, kelaparan, dan kematian anak; dan capaian pendidikan yang diukur dengan tingkat melek huruf dan usia sekolah. (Todaro & Smith, 2012: 44) Todaro dan Smith (2012:50) juga menjelaskan bahwa peningkatan pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang penting. Keduanya juga dapat dipandang sebagai input dalam fungsi produksi agregat karena itu kedua isu tersebut dianalisis secara bersama. Hubungan antara kesehatan dan pendidikan melibatkan perlakuan analitis yang serupa, karena keduanya membentuk human capital; adanya efek ganda dari pengeluaran kesehatan pada efektivitas dari sistem pendidikan dan sebaliknya; dan fakta mendasar bahwa saat berbicara investasi kesehatan dan pendidikan seseorang, orang yang dibicarakan adalah sama. Menurut Bloom, Canning, dan Sevilla (2004:1) walaupun kualitas tenaga kerja, dalam bentuk human capital, secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagian besar studi empiris cross country mengaitkan human capital dengan pendidikan. Hal ini mengabaikan bahwa kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk human capital dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Untuk menganalisis kesehatan, World Bank (1993:53) menjelaskan bahwa perbedaan dalam pengeluaran kesehatan dapat digunakan sebagai awal mula untuk menjelaskan perbedaan kesehatan. Menurut Skinner dalam Pauly, McGuire, dan Barros (2012:59-64) variasi pengeluaran kesehatan terjadi karena adanya: 4
1. penyesuaian harga, pengeluaran kesehatan akan lebih besar pada kota yang memiliki biaya tinggi dibandingkan area pedesaan yang memiliki biaya rendah, 2. penyesuaian untuk perbedaan status kesehatan, pengeluaran lebih sedikit merefleksikan bahwa populasi memiliki status kesehatan yang baik karena populasi tersebut menjaga kesehatan dengan olahraga dan diet sehat setelah pensiun, 3. penyesuaian pendapatan, belum ada bukti bahwa perbedaan pendapatan individual menjelaskan variasi dalam pengeluaran kesehatan namun di sisi lain, terdapat hubungan positif yang kuat antara pendapatan agregat dan pengeluaran kesehatan, dan 4. variasi regional dalam pengeluaran non-perawatan kesehatan, penggunaan perawatan kesehatan oleh populasi lebih dari 65 tahun (yang ditalangi oleh asuransi rencana perawatan), pengeluaran asuransi kesehatan privat, dan perilaku populasi dibawah 65 tahun mempengaruhi variasi pengeluaran kesehatan. Variasi pengeluaran kesehatan dapat dilihat dari dua sisi yaitu variasi pengeluaran kesehatan yang dikeluarkan privat dan publik. Pengeluaran kesehatan privat meliputi pengeluaran yang dilakukan langsung oleh rumah tangga (out-of-pocket spending), asuransi swasta, sumbangan amal, dan pembayaran langsung oleh perusahaan swasta. Pengeluaran kesehatan publik terdiri dari anggaran pemerintah (pusat dan daerah), pinjaman dan hibah dari eksternal (termasuk sumbangan dari lembaga internasional dan organisasi non pemerintah), dana asuransi kesehatan sosial. 5
Berdasarkan grafik 2, proporsi pengeluaran kesehatan di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh privat yaitu 61,01 persen. Sedangkan publik (pemerintah) hanya mengeluarkan sekitar 38,99 persen. Hal ini menandakan bahwa pemerintah masih belum berperan besar dalam sektor kesehatan. Peran pemerintah dominan berada di Thailand yaitu sebesar 80,11 persen total pengeluaran kesehatan berasal dari pemerintah. Sedangkan di Singapore dan Malaysia, peran pemerintah cenderung moderat. Perbedaan peran pemerintah dalam pengeluaran kesehatan ini mempengaruhi kualitas kesehatan yang ada di suatu negara.
Persentase Pengeluaran Kesehatan
Grafik 2 Proporsi Pengeluaran Kesehatan Publik dan Privat di ASEAN-5 2013 100% 90% 80%
31.64
38.99
39.81 54.83
70% 60%
80.11
50% 40% 30%
68.36
61.01
60.19 45.17
20% 10%
19.89
0% Philippines
Indonesia
Singapore
Malaysia
Thailand
Negara Pengeluaran Kesehatan Publik (% Total Pengeluaran Kesehatan) Pengeluaran Kesehatan Privat (% Total Pengeluaran Kesehatan)
Sumber: World Bank (diolah)
6
Terlepas dari peran pemerintah, pengeluaran kesehatan akan tetap dilakukan oleh individu dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi karena itu, pengeluaran kesehatan yang rendah di Indonesia ini perlu dipelajari lebih lanjut. 1.2. Rumusan Masalah Perbedaan pengeluaran kesehatan dapat menjelaskan perbedaan kesehatan di suatu negara. Karena itu, perbedaan pengeluaran kesehatan merupakan tahapan awal analisis kesehatan secara ekonomi. Indonesia memiliki pengeluaran kesehatan privat yang lebih besar daripada pengeluaran kesehatan publik dengan pengeluaran kesehatan perkapita yang rendah. Pengeluaran kesehatan tersebut bervariasi antar daerah. Dari fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh faktor-faktor penentu pengeluaran kesehatan di Indonesia. Dalam menjelaskan kenaikan pengeluaran kesehatan Santerre & Neun (2010:217) menggunakan analisis permintaan dan penawaran kesehatan. Menurut mereka, kenaikan pendapatan, populasi yang menua, penurunan out-of-pocket price, dan permintaan terhadap pengobatan cara baru memengaruhi biaya kesehatan dari sisi permintaan. Sedangkan dari sisi penawaran adanya adopsi teknologi baru, dan upah yang lebih tinggi berkontribusi terhadap kenaikan biaya kesehatan. Dalam Buku Health Economics & Policy, Anderson (2009:155) menjelaskan dari sisi permintaan, pengeluaran kesehatan berhubungan dengan status kesehatan, karakteristik demografis, asuransi kesehatan, keadaan ekonomi, dan faktor tenaga kerja medis. Sedangkan dari sisi penawaran, pengeluaran kesehatan berhubungan dengan
7
managed care, faktor tenaga medis, rumah sakit, farmasi, dan faktor perancu (confounding factor) seperti gaya hidup (AIDS, konsumsi alkohol, rokok, obesitas, dan kesehatan bayi), populasi yang menua, tingkat harapan hidup, malapraktik medis, dan teknologi medis. Dari teori tersebut dipilih variabel-variabel yang diduga merupakan determinan dari pengeluaran kesehatan yaitu pendapatan perkapita dan populasi non produktif atau populasi dependen yaitu populasi muda (dibawah 15 tahun), dan populasi tua (diatas 64 tahun) sebagai representasi dari permintaan. Sebagai representasi dari penawaran dipilih jumlah rumah sakit, tingkat melek huruf, dan jumlah tenaga kerja medis. Dari pemilihan variabel tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu 1. Apakah pendapatan perkapita berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pengeluaran kesehatan perkapita? 2. Apakah jumlah tenaga medis berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pengeluaran kesehatan perkapita? 3. Apakah jumlah rumah sakit berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pengeluaran kesehatan perkapita? 4. Apakah tingkat melek huruf berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pengeluaran kesehatan perkapita? 5. Apakah populasi berusia diatas 64 tahun berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pengeluaran kesehatan perkapita? 6. Apakah populasi berusia dibawah 15 tahun berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pengeluaran kesehatan perkapita? 8
1.3. Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas pada periode 2010-2014 di 33 provinsi di Indonesia. Selain karena adanya keterbatasan data, tahun 2010 diambil sebagai tahun awal setelah berlakunya UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan sehingga terhindar dari kebijakan pemerintah mengenai pembangunan kesehatan, sedangkan tahun 2013 diambil sebagai tahun batas karena pada tahun 2014 Kalimantan Utara telah memiliki perhitungan statistik sendiri, sedangkan tahun sebelumnya statistik masih ikut dengan provinsi Kalimantan Timur. Untuk menangkap variabel yang ada pada sisi permintaan dan penawaran, digunakan variabel-variabel berikut: pengeluaran kesehatan perkapita sebagai variabel dependen dan pendapatan perkapita, jumlah tenaga medis, jumlah rumah sakit, tingkat melek huruf, populasi berusia diatas 65 tahun, dan populasi berusia dibawah 15 tahun sebagai variabel independen. Data berasal dari INDO-DAPOER (Indonesia Database for Policy and Economic Research) dan database CEIC yang diakses tahun 2015.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran kesehatan di Indonesia melalui estimasi data panel 33 provinsi pada tahun 2010-2013. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memahami faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran kesehatan di Indonesia. 9
2. Melengkapi dan memperkaya literatur mengenai pengeluaran kesehatan di Indonesia. 3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan jenjang strata1 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan berupa: Bab I menjelaskan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan definisi kesehatan, hubungan permintaan perawatan kesehatan dan pengeluaran kesehatan, hubungan antar variabel yang diteliti, dan penelitian sebelumnya. Bab III membahas metodologi penelitian yang terdiri dari uraian mengenai jenis dan sumber data, dan metode analisis. Penelitian ini akan menggunakan metode analisis data panel. Bab IV menjelaskan model penelitian, gambaran deskriptif data, analisis data, dan interpretasi hasil penelitian. Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan keterbatasan penelitian.
10