1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah gizi perlu dipandang sebagai salah satu faktor penentu dalam menunjang kesejahteraan hidup baik perorangan, keluarga, maupun masyarakat menuju kepada peningkatan kualitas SDM Indonesia. Kurang gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak (Palupi dan Erita, 2009). Sebagian besar anak di dunia (sekitar 80 %) yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang miskin akan bahan pangan yang kaya zat gizi. Di tahun 1995 diperkirakan bahwa > 200 juta (30 %) anak balita dunia mengalami malnutrisi, keadaan yang menjerumuskan 50 % anak di dunia ke liang kubur (Arisman, 2004). Prevalensi penderita kurang gizi atau gizi buruk di beberapa wilayah Indonesia berada pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Secara statistik, pada tahun 1999 tercatat sekitar 26,4 % anak balita di Indonesia mengalami kurang gizi ringan dan sedang. Angka tersebut menjadi rekor terburuk di negara-negara Asia Tenggara. Pada tahuntahun berikutnya, laporan dana badan dunia untuk anak (UNICEF) menyebutkan bahwa dari
jumlah 23,5 juta anak balita di Indonesia,
8,3% diantaranya menderita gizi buruk.
2
Dengan
menggunakan
pengelompokkan
prevalensi
gizi kurang
berdasarkan WHO, Indonesia tahun 2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5.119.935 (atau 28,47 %) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk. Angka
ini
cenderung
meningkat
pada
tahun
2005-2006
(Nurasiyah, 2007). Pada tahun 2005 di Indonesia terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang, 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Masalah kurang gizi lainnya yaitu Anemia Gizi Besi (AGB) yang diderita oleh 8,1 juta anak balita, sekitar 10 juta balita menderita kurang vitamin A. Salah satu penyebab masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran gizi masyarakat, meskipun pangan cukup tersedia dan beranekaragam serta mempunyai nilai gizi tinggi (Silviana, 2004). Berdasarkan data DepKes RI (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5 % (5 juta balita kurang gizi), 19,2 % (3,5 juta anak) dalam tingkat gizi kurang, dan 8,3 % (1,5 juta anak) gizi buruk (bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun). Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi gizi kurang pada balita di Indonesia angkanya sebesar 17,9 %. Angka ini menunjukkan penurunan sejak 1990 lalu sebesar 31 %. Meski demikian, di Indonesia masih akan ditemui sekitar 3,7 juta balita mengalami kekurangan gizi, ditambah lagi dengan anak –anak yang tergolong pendek yang angkanya sebesar 35,7 %.
3
Gizi
merupakan
masalah
serius
pada
sebagian
besar
Kabupaten/Kota. Data 2004 menunjukkan masalah gizi terjadi di 77,3 % Kabupaten dan 56 % Kota. Di Jawa Timur, berdasarkan catatan DinKes Propinsi Jawa Timur sekitar 2 % atau 1700 anak balita yang ada di propinsi ini menderita kekurangan gizi. Menurut Dian Lestari (komunikasi pribadi, 21 April 2010), fakta kasus gizi buruk di Kebumen, Jawa Tengah masih banyak. Munculnya kasus gizi buruk menandakan masih belum optimalnya upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan. Upaya preventif untuk mengurangi munculnya kasus gizi buruk pada balita yaitu dengan memberikan pengetahuan
pola
konsumsi pangan pada keluarga, meningkatkan
persepsi keluarga, memetakan pola rawan gizi, deteksi dini kasus gizi buruk melalui Bawah Garis Merah (BGM), dan yang tak kalah penting adalah
pemberian pengetahuan akan keluarga sadar gizi
Tidak semua
(Kadarzi).
balita dengan gizi buruk berasal dari keluarga miskin.
Namun ada yang dikarenakan ketidaktahuan orang tua terhadap pola konsumsi pangan untuk balita. Pihak DinKes
Kabupaten
Kebumen,
puskesmas, hingga bidan desa turut bertanggung jawab terkait kasus gizi buruk di Kebumen dalam penanggulangan gizi buruk serta kendala yang dihadapi di lapangan. Salah satu program yang komprehensif dan terintegrasi baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun tingkat nasional adalah Kadarzi (Keluarga
Sadar
Gizi). Kadarzi
merupakan
keluarga
yang
mampu
4
mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi di tingkat keluarga melalui perilaku penimbangan berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, makan beranekaragam, memasak menggunakan garam beryodium , dan mengkonsumsi suplemen zat gizi mikro (tablet tambah darah /kapsul vitamin A) sesuai anjuran (DepKes RI, 2007). Salah satu sasaran yang ingin dicapai pada program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 adalah terwujudnya minimal 80 % kadarzi. Kadarzi diwujudkan dengan cara meningkatkan pengetahuan gizi keluarga
yang
kurang
mendukung dan
menumbuhkan kemandirian
keluarga untuk mengatasi masalah gizi yang ada dalam keluarga. Tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat khususnya ibu–ibu rumah tangga
terhadap
gizi
merupakan
salah
satu
faktor
yang
sangat
berpengaruh pada pencapaian program gizi keluarga (DepKes, 2007). Dari hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen diperoleh data bahwa jumlah balita gizi buruk di Kabupaten Kebumen pada tahun 2009 adalah 76 balita dari 88.531 balita. Berdasarkan penimbangan balita yang dilakukan selama
tahun 2009,
terdapat
peningkatan
balita
BGM
sebesar
1.021
balita (terjadi
dibandingkan tahun 2008 hanya 481 balita BGM). Pada tahun 2010 jumlah balita gizi buruk di Kabupaten Kebumen adalah 42 balita dari 90.793 balita yang ada. Berdasarkan penimbangan balita selama tahun 2010 terdapat balita BGM sebesar 1.022 balita.
5
Di wilayah kerja Puskesmas Kebumen III diperoleh data bahwa selama 3 tahun terakhir, jumlah balita gizi buruk pada tahun 2009 adalah 2 balita dari 2.368 balita dan jumlah balita BGM ada 24 balita. Jumlah balita gizi buruk pada tahun 2010 adalah 4 balita dari 2.577 balita dan jumlah balita BGM ada 20 balita. Dan pada bulan Januari Mei 2011 jumlah balita gizi buruk adalah 8 balita dari 2.642 balita dan jumlah balita dengan gizi kurang ada 35 balita. Berdasarkan data yang kami peroleh dari Puskesmas Kebumen III, selama 3 tahun terakhir jumlah balita gizi buruk di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen pada tahun 2009 adalah 1 balita dari 339 balita. Jumlah balita gizi buruk pada tahun 2010 adalah 3 balita dari 457 balita. Pada bulan Januari-Mei 2011 jumlah balita dengan gizi buruk adalah 1 balita dari 520 balita dan jumlah balita dengan gizi kurang ada 8 balita dari 520 balita. Masih munculnya kejadian balita dengan gizi buruk dan balita dengan
status BGM menandakan
masih kurangnya pengetahuan dan
juga sikap yang masih kurang dalam menanggapi pentingnya Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik dan berniat mengadakan penelitian tentang “ Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen”.
6
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah: “Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen. 2. Tujuan Khusus: a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang kadarzi di desa Karangsari, kecamatan Kebumen. b. Mengidentifikasi sikap ibu tentang kadarzi di desa Karangsari, kecamatan Kebumen. c. Mengidentifikasi status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis: a. Bagi penulis Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan
Kebumen
dan
memperoleh
pengalaman
langsung dalam proses penelitian. b. Bagi ibu balita Meningkatkan
pengetahuan, sikap
ibu
tentang
kadarzi
dan
mengetahui status gizi balitanya. c. Bagi puskesmas Sebagai bahan masukan puskesmas untuk memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat tentang kadarzi. d. Bagi posyandu Mengetahui
status
gizi
balita
di
desa
Karangsari, kecamatan
Kebumen. 2. Manfaat Teoritis: Bagi peneliti lain Dapat dijadikan referensi atau acuan
pengembangan penelitian yang
sesuai dengan materi yang bersangkutan.
8
E. Keaslian Penelitian Penelitian berjudul “Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen” belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian dengan tema yang sama pernah dilakukan. Penelitian tersebut antara lain: 1. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Suami dengan Perilaku Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi) di Kota Bandung” oleh Misbakhudin, 2007 Dengan meneliti dari segi tingkat pengetahuan dan sikap suami tentang indikator kadarzi yang meliputi menimbang BB secara teratur, memberikan
ASI
eksklusif
pada
bayi
umur
0-6
bulan, makan
beranekaragam, menggunakan garam beryodium , minum suplement gizi (tablet tambah darah/kapsul vitamin A) sesuai anjuran. a. Persamaan:
menggunakan
pendekatan
cross
sectional, data
pengetahuan dan sikap suami dikumpulkan dengan cara (kuesioner)
dan
data
perilaku
kadarzi
dengan
wawancara observasi
menggunakan check list. b. Perbedaan: responden
penelitian
adalah
suami,
fokus
penelitian
hubungan antara pengetahuan dan sikap suami dengan perilaku kadarzi.
9
2. “Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Kadarzi dengan Asupan Energi dan Status Gizi Balita di Desa Jagan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo” oleh Widyawati, 2009 Dengan meneliti hubungan antara pengetahuan ibu tentang kadarzi dengan asupan energi dan status gizi pada balita. a. Persamaan: menggunakan pendekatan cross sectional, unit observasi adalah balita. b. Perbedaan:
variabel bebas tidak terdapat indikator sikap dan pada
variabel terikat terdapat indikator asupan energi balita. 3. “Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Kadarzi dengan Status Kadarzi pada Keluarga Anak Balita Usia 5-59 Bulan di Puskesmas Moyudan Kabupaten Sleman” oleh Dewi Setyaningsih, 2007 Dengan meneliti hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi dengan status kadarzi keluarga yang terdiri dari 5 indikator kadarzi. Status kadarzi keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang mempunyai anak balita usia 5-59 bulan apakah melakukan program kadarzi yang terdiri dari 5 indikator kadarzi atau tidak. a. Persamaan: menggunakan pengetahuan dan
sikap
pendekatan ibu
cross
sectional, data
tentang kadarzi dikumpulkan dengan
wawancara dan data status kadarzi keluarga dengan observasi apakah melakukan 5 indikator kadarzi atau tidak. b. Perbedaan: variabel terikat adalah status kadarzi keluarga yang mempunyai anak balita usia 5-59 bulan.
10
4. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi pada Anak Balita di Desa Kembangsawit Kecamatan Ambal Tahun 2007” oleh Ika Rufiani W, 2007 Dengan meneliti hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita. a. Persamaan: menggunakan
pendekatan
cross
sectional, subjek
penelitian ibu dan balita umur 12-59 bulan, data pengetahuan ibu dikumpulkan
dengan
kuesioner
dan
data
status
gizi
balita
dikumpulkan dengan observasi melalui penimbangan balita. b. Perbedaan: pada variabel bebas tidak ada indikator sikap ibu dan indikator kadarzi.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan
kepercayaan
panca
inderanya.
(believe), tahayul
Berbeda
sekali
dengan
(superstitions), dan penerangan-
penerangan yang keliru (misinformation) (Soekamto, 2002). Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang cara yang benar untuk memilih bahan makanan serta kemudian mengolahnya. Di samping itu pengetahuan gizi yang mencakup bagaimana cara menyajikan yang sehat dan ekonomis.
12
b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo terbagi dalam enam tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 1) Tahu (Know) Tahu
diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang
telah
dipelajari sebelumnya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Memahami diartikan dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan
hukum–hukum, rumus, metode, prinsip,dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
13
5) Sintesis (Syntesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan
sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan. c. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Sosial ekonomi Lingkungan
sosial
akan
seseorang, sedangkan
mendukung
semakin
baik
tingginya ekonomi
pengetahuan maka
tingkat
pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. 2) Kultur (budaya, agama) Budaya
sangat
berpengaruh
terhadap
tingkat
pengetahuan
seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai atau tidak dengan budaya yang dianut. 3) Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyelesaikannya. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode- metode tertentu sehingga
14
orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai kebutuhan. Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki karakter spiritual
keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan dirinya, masyarakat, dan negara (Depdiknas, 2003). Pembagian tingkat pendidikan di Indonesia: Menurut Depdiknas (2003) pendidikan dapat dibagi menjadi: a) Pendidikan formal yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar menengah dan pendidikan tinggi. b) Pendidikan non formal yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang
dapat
dilaksanakan
secara
terstruktur
dan
berjenjang. c) Pendidikan informal yaitu pendidikan keluarga dan lingkungan atau masyarakat. 4) Pengalaman Berkaitan dengan pendidikan dan umur individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengalaman akan semakin luas, dan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.
15
5) Sumber informasi Sumber
informasi
yang
didapat
dari
media
cetak, media
elektronik, dan keluarga. 2. Sikap a. Pengertian Sikap Menurut Sri Utami Rahayuningsih (2008) pengertian sikap antara lain: 1) Berorientasi kepada respon: sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung/memihak maupun perasaan tidak mendukung pada suatu objek. 2) Berorientasi kepada kesiapan respon: sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, apabila dihadapkan
pada
suatu
stimulus
yang
menghendaki
adanya
respon. 3) Berorientasi kepada skema triadik: sikap merupakan konstelasi komponen- komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya. Secara sederhana sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal.
16
b. Komponen Sikap Menurut Sunaryo (2004) komponen sikap antara lain: 1) Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, ide, konsep
persepsi, opini
yang
dimiliki
individu
mengenai sesuatu. 2) Komponen afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut perasaan individu terhadap
objek dan
masalah emosi. 3) Komponen kognisi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Pengubahan Sikap Menurut Sunaryo (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap antara lain: 1) Faktor internal Faktor ini berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Faktor internal ini menyangkut motif dan sikap yang bekerja
dalam
mengarahkan
diri
minat
individu dan
pada
perhatian
saat (faktor
perasaan sakit, lapar, dan haus (faktor fisiologis).
itu, serta
yang
psikologis), juga
17
2) Faktor eksternal a) Pengalaman pribadi (dasar pembentukan sikap): apa telah
dan sedang
kita
alami
akan
yang
ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. b) Kebudayaan: kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. c) Orang lain yang dianggap penting: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus. d) Media massa (cetak dan elektronik): sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai suatu
hal memberikan landasan kognitif
bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. e) Institusi/lembaga
pendidikan
berfungsi meletakkan dasar dalam diri individu.
dan pengertian
agama: institusi yang dan
konsep
moral
18
d. Teori tentang Sikap Menurut Sri Utami Rahayuningsih (2008) teori-teori tentang sikap antara lain: 1) Teori keseimbangan: upaya individu untuk tetap konsisten dalam bersikap dalam hidup. 2) Teori konsistensi kognitif-afektif: bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi yang konsisten dengan afeksinya. 3) Teori
ketidaksesuaian: pikiran
memotivasi
seseorang
untuk
yang
amat
menekan
dan
memperbaikinya, menyelaraskan
elemen-elemen kognisi, pemikiran, atau struktur. 4) Teori atribusi: individu mengetahui sikapnya dengan mengambil kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. e. Pengukuran Sikap Menurut Sri Utami Rahayuningsih (2008) metode pengukuran sikap antara lain: 1) Metode terhadap
self
report: misalnya
objek
saat
ditanya
ketika pada
menyatakan saat
kesukaan
wawancara
atau
menuliskan evaluasi-evaluasi dari suatu kuesioner, jawaban yang diberikan dapat dijadikan indikator sikap seseorang. a) Public opinion polling: digunakan untuk mengumpulkan data dari masyarakat yang berkaitan dengan opini.
19
Empat langkah public opinion polling: (1) seleksi terhadap sampel dari responden. (2) menyusun item-item sikap. (3) mengambil data terhadap sampel. (4) tabulasi data. b) Skala
sikap: kumpulan
pertanyaan
mengenai
objek
sikap,
melibatkan kepercayaan dan opini terhadap suatu objek. 2) Pengukuran
involuntary
behavior
(pengukuran
terselubung):
pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa
disadari
dilakukan
oleh
individu
yang
bersangkutan.
Observer dapat menginterpretasikan sikap individu mulai dari ekspresi
wajah, suara, ekspresi
tubuh , keringat, dilatasi
pupil
mata,detak jantung, dan beberapa aspek fisiologis lainnya. Menurut Azwar (2002) skala sikap disusun untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu objek sosial. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam yaitu: 1) Pernyataan favorable (mendukung atau memihak): pernyataan yang berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap yaitu kalimatnya bersifat mendukung/memihak pada objek sikap 2) Pernyataan unfavorable (tidak mendukung atau tidak memihak): pernyataan yang berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap
20
yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap. Skala sikap model Likert biasanya terdiri dari 25-30 item pertanyaan sikap. Sebagian bersifat favorable dan sebagian bersifat unfavorable yang sudah terpilih berdasarkan kualitas isi dan analisis
statistika
terhadap
kemampuan
pertanyaan
itu
dan
mengungkap sikap kelompok. Subjek memberi respon dengan 5 kategori yaitu: 1) Sangat setuju 2) Setuju 3) Ragu-ragu 4) Tidak setuju 5) Sangat tidak setuju Cara interpretasi sikap menggunakan teknik persentase dari Hidayat (2007), sebagai berikut: 0%
25% STB
50% TB
75% B
100% SB
1) Sangat tidak baik, bila skor responden dalam persen 0-25% 2) Tidak baik, bila skor responden dalam persen 26-50% 3) Baik, bila skor responden dalam persen 51-75% 4) Sangat baik, bila skor responden dalam persen 76-100%
21
3. Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) a. Pengertian Kadarzi Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) adalah keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya (Suparyanto, 2010). b. Visi dan Misi Kadarzi Menurut Suparyanto (2010) visi dan misi kadarzi adalah: Visi: sadar gizi untuk semua. Misi: 1) Semua masalah gizi dapat dicegah dan ditanggulangi. 2) Semua keluarga sadar gizi. 3) Semua pihak bertanggung jawab dalam upaya perbaikan gizi. c. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga Menurut Suparyanto (2010) upaya perbaikan gizi keluarga meliputi: 1) Perbaikan keadaan gizi keluarga. 2) Perilaku yang mendukung perbaikan gizi (perilaku sadar gizi). 3) Partisipasi dan pemerataan kegiatan.
22
d. Indikator Kadarzi Menurut Suparyanto (2010) indikator kadarzi meliputi: 1) Menimbang berat badan secara teratur Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan penimbangan di posyandu secara rutin setiap bulan (Bidang Yankes Dinkes Kab. Kebumen, 2010). 2) Memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan ASI sebaiknya diberikan segera setelah bayi lahir. Air susu pertama, yang bertahan sekitar 4-5 hari masih berupa kolostrum. Kolostrum berwarna kekuningan dan kental. ASI sebenarnya baru keluar setelah hari ke lima pasca kelahiran bayi (Arisman, 2004). Kolostrum sangat baik untuk bayi dan kaya akan gizi. Kolostrum mengandung karoten dan vitamin A yang sangat tinggi. Tetapi sayang karena kekurangtahuan/karena kepercayaan yang salah, banyak ibu yang baru melahirkan tidak memberikan kolostrumnya kepada bayinya (Waryana, 2010). Pemberian makan bayi yang optimal adalah pemberian ASI eksklusif mulai dari saat lahir sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat. Sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Waryana, 2010).
23
Pemberian ASI untuk memberikan asupan nutrien dan energi, asuhan psikososial
melalui pembentukan ikatan kasih sayang
antara ibu dan bayi. Makanan tambahan (makanan pendamping ASI) yang sesuai baru diberikan setelah bayi berusia
4-6 bulan sampai bayi
berusia 24 bulan. Menurut Waryana (2010), secara umum kesiapan bayi menerima makanan pendamping ditandai dengan hal-hal antara lain: a) Bayi
mulai
memasukkan
tangan
ke
mulut
dan
mengunyahnya. b) Bayi
merespon
dan
membuka
mulutnya
saat
disuapi
makanan. c) Bayi
lebih
tertarik
pada
makanan
dibandingkan
botol
susu/ketika disodorkan puting susu. d) Bayi rewel padahal sudah diberi ASI/susu formula sebanyak 4-5 kali sehari. e) Bayi
sudah
bisa
duduk
disangga
dan
sudah
mampu
menegakkan kepalanya. Menurut
Waryana (2010)
makanan
pendamping
ASI
sebaiknya memenuhi persyaratan antara lain: a) Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi. b) Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup.
24
c) Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik. d) Harga relatif murah, dan bersifat padat gizi. Tabel
2.1 Jadwal Pemberian Makanan Pendamping ASI Menurut Umur, Jenis Makanan, dan Frekuensi Pemberian Jenis Makanan Frekuensi No Umur Bayi 1. 0-4 bulan/6 10-12 kali • ASI bulan sehari kapan • Buah lunak/sari buah kira-kira 6 • Bubur: bubur tepung diminta bulan kali beras merah, bubur 1-2 sehari kacang hijau 2. Kira-kira 7 Kapan diminta • ASI bulan 4-6 kali • Buah-buahan • Hati ayam/kacangkacangan • Beras merah atau ubi • Sayuran • Minyak/santan/avokad • Air tajin 3. Kira-kira 9 Kapan diminta • ASI bulan 4-6 kali • Buah-buahan • Bubur/roti • Daging/kacangkacangan/ayam/ikan • Beras merah/kentang/labu/ jagung • Kacang tanah • Minyak/santan/avokad 4. 12 bulan Kapan diminta • ASI atau lebih • Makanan pada 4-6 kali umumnya, termasuk telur dengan kuning telurnya dan jeruk Sumber: Waryana, 2010
25
Menurut Roesli (2004),
manfaat pemberian ASI
secara
eksklusif adalah sebagai berikut: a) ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. b) ASI meningkatkan daya tahan tubuh. c) ASI meningkatkan kecerdasan. d) Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang. ASI memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua kebutuhan bayi
akan
nutrien
selama
periode
sekitar
6
bulan.
ASI
merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan sudah tersedia bagi bayi (Palupi dan Erita, 2009).
26
ASI jauh lebih baik dari susu formula manapun di dunia ini. Perbandingan antara ASI dan susu sapi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Perbandingan No Pembanding 1. Pencemaran bakteri 2. Zat anti infeksi 3. Protein • Kasein • Whey 4. Asam amino • Taurin 5.
Lemak • Kolesterol
6. 7. 8.
• Lipase Laktosa/gula(%) Garam
ASI dan Susu Sapi ASI Tidak ada Banyak
Tidak ada
40 60
80 20
Cukup untuk pertumbuhan otak Ikatan panjang untuk pertumbuhan otak Cukup untuk pertumbuhan otak Ada 7 (cukup) Tepat untuk pertumbuhan
Tidak ada
Mineral • Kalsium
350 (tepat)
• Fosfat
150 (tepat)
9.
Zat besi
10. 11.
Vitamin Air
Jumlahnya sedikit diserap baik Cukup Cukup
Sumber: Waryana, 2010
Susu Sapi Mungkin ada
Ikatan pendek dan sedang Tidak cukup Tidak ada 3-4 (tidak cukup) Terlalu banyak
1440 (terlalu banyak) 900 (terlalu banyak) Jumlahnya sedikit diserap tidak baik Tidak cukup Diperlukan lebih banyak
27
3) Makan beranekaragam Menurut
Waryana (2010), makan merupakan salah satu
naluri yang diperoleh manusia sejak lahir. Tidak ada orang yang mengajari untuk makan. Makanan yang mencukupi zat gizi adalah yang berisi semua zat gizi yaitu makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beranekaragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya, dalam ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu mengandung bahan makanan sumber tenaga (nasi, roti, kentang, ubi, jagung, singkong), bahan makanan sumber zat pembangun (protein hewani dan nabati), dan bahan makanan sumber zat pengatur (sayuran dan buah). Menurut Waryana (2010), dalam makanan ada 5 kelompok zat gizi yaitu: a) Energi dan Karbohidrat Energi sangat diperlukan tubuh agar tubuh dapat melakukan berbagai
aktivitas
kehidupan.
Kecukupan
energi
adalah
sejumlah energi dari makanan untuk mengimbangi energi yang digunakan bagi perorangan dengan ukuran komposisi tubuh serta kegiatan jasmani yang dapat menjamin kesehatan dalam jangka panjang.
28
Bahan
makanan
penghasil
utama
energi
adalah
bahan
makanan pokok. Karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi otak dan susunan saraf otak. b) Protein Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan (protein nabati) dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein bagi tubuh antara lain membangun sel yang rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, dan membentuk zat inti energi. Makanan yang termasuk
dalam
protein
nabati
adalah
kacang-kacangan,
buncis, kapri, tahu, susu kedelai. Makanan yang termasuk protein hewani adalah daging, ikan, kerang, telur. c) Lemak Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarine, dan sebagainya.
Fungsi
lemak
bagi
tubuh
antara
lain
menghasilkan kalori terbesar dalam tubuh manusia, sebagai pelarut
vitamin (A, D, E, K), sebagai
pelindung
terhadap
bagian-bagian tubuh tertentu dan pelindung bagian tubuh pada temperatur rendah.
29
d) Vitamin Vitamin dibedakan menjadi 2 yakni vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K). Fungsi masing-masing vitamin ini antara lain: (1) Vitamin A berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel, sebagai pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata. Vitamin A banyak terdapat pada wortel, sayuran berwarna, susu, mentega, telur. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kebutaan. (2) Vitamin B1 berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, keseimbangan air dalam tubuh, dan membantu penyerapan zat lemak oleh usus. Kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan penyakit beri-beri. (3) Vitamin B2 berfungsi dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata dan berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel-sel. (4) Vitamin B6 berfungsi dalam pembuatan sel-sel darah dan dalam proses pertumbuhan serta pekerjaan urat saraf.
30
(5) Vitamin C berfungsi sebagai aktivator macam-macam fermen dehidrasi
perombak dalam
protein
dan
lemak, oksidasi
sel, penting
dalam
dan
pembentukan
trombosit. Makanan yang mengandung vitamin C antara lain jambu, jeruk, buah-buahan yang masam, sawi hijau, kembang kol, bayam. (6) Vitamin D berfungsi mengatur kadar kapur dan fosfor, memperbesar mempengaruhi
penyerapan kerja
kapur
kelenjar
dari
endokrin.
usus,
dan
Kekurangan
vitamin D dapat menyebabkan tungkai melengkung (bow legs). (7) Vitamin E berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta mencegah keguguran dan diperlukan pada saat sel sedang membelah. Makanan yang mengandung vitamin E adalah kecambah (taoge). (8) Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protombin yang berarti penting dalam proses pembekuan darah.
31
e) Mineral Mineral adalah bagian yang penting dari makanan sehat. Mineral terdiri dari: (1) Makromineral (dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah besar) antara
lain
natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan
magnesium. (2) Mikromineral (dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil) antara lain zat besi, seng, tembaga, mangan, molibdenum, selenium, yodium, dan fluorida. Secara umum mineral berfungsi sebagai bagian dari struktur sel
dan
jaringan.
Kelebihan
beberapa
mineral
dapat
menyebabkan keracunan. 4) Menggunakan garam beryodium Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (Kalium iodat) sebanyak 30-80 ppm. Sesuai Keppres No.69 tahun 1994, semua garam yang beredar di Indonesia harus mengandung yodium. Kebijaksanaan ini berkaitan erat dengan masih tingginya kejadian gangguan kesehatan akibat kekurangan yodium (GAKY)
di
Indonesia.
GAKY (Gangguan
Kekurangan Yodium) merupakan masalah gizi yang
Akibat serius
karena dapat menyebabkan penyakit gondok dan kretinisme.
32
Kekurangan yodium dalam makanan sehari-hari dapat pula menurunkan tingkat kecerdasan seseorang. Indonesia saat ini diperkirakan kehilangan 140 juta IQ point akibat GAKY. Perhitungan ini didasarkan pada klasifikasi pengurangan IQ point sebagai berikut: a) Kretinisme (GAKY berat) : 50 point b) Gondok
:
5 point
c) Bayi di daerah GAKY
: 10 point
d) GAKY bentuk lain
: 10 point
Catatan: - Rata-rata IQ manusia normal: 110 point. - IQ dibawah 80 point tergolong bodoh. - IQ point merupakan ukuran kemampuan seseorang dalam hal berpikir, memecahkan masalah, dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Tabel 2.3 Rekomendasi WHO dan UNICEF tentang Asupan Iodium dari Makanan No Kategori Asupan (µg/hari) 1. Bayi 0-59 bulan 90 2. Anak sekolah 6-12 tahun 120 3. Anak-anak >12 tahun dan orang 150 dewasa 4. Ibu hamil dan menyusui 200 Sumber: WHO dan UNICEF, 2002
33
5) Minum suplementasi gizi (tablet tambah darah/kapsul vitamin A) sesuai anjuran. Menurut Palupi dan Erita (2009), asupan besi yang tidak memadai akan: a) Meningkatkan absorpsi besi dari makanan. b) Memobilisasi simpanan zat besi dalam tubuh. c) Mengurangi transportasi besi ke sumsum tulang. d) Menurunkan kadar hemoglobin sehingga akhirnya terjadi anemia karena defisiensi zat besi. Anemia karena defisiensi zat besi menyerang > 2 milyar penduduk di dunia. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil
umumnya
mengalami
deplesi
besi
sehingga
hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal (Waryana, 2010). Zat besi dibutuhkan untuk sintesis protein yang membawa O2 yaitu hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh, dan untuk sintesis enzim yang mengandung zat besi, dan sebagai pelarut obat–obatan (Almatsier, 2002).
34
Pemberian zat besi secara oral/tablet tambah darah adalah terapi preparat
pilihan zat
pencegahan anemia. besi
oral
yang
Ferro
paling
sulfat merupakan
murah
dan
banyak
digunakan. Preparat
lainnya seperti ferro glukonat atau ferro
fumarat juga dapat
diberikan. 300 mg ferro sulfat per hari
sudah cukup bagi orang
dewasa dan harus diberikan setelah
sarapan pagi atau pada waktu akan tidur. Pada bayi dan anak kecil, pemberian 30 mg ferro sulfat per hari sudah memadai. Umumnya, setelah > 4 minggu akan terjadi kenaikan kadar Hb sekitar 2 g/dl (Palupi dan Erita, 2009). Departemen
Kesehatan
telah
melaksanakan
program
penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB) dengan membagikan tablet besi atau tablet tambah darah kepada ibu hamil sebanyak 1 tablet setiap hari berturut–turut selama 90 hari selama masa kehamilan (DepKes RI, 2005). Menurut Waryana (2010), cara pencegahan anemia antara lain: a) Selalu menjaga kebersihan dan mengenakan alas kaki setiap hari. b) Istirahat yang cukup. c) Makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe, misalnya daun pepaya, kangkung, daging sapi, hati ayam, dan susu.
35
d) Pada ibu hamil, dengan rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama hamil untuk mendapatkan tablet besi (Fe) dan vitamin yang lainnya pada petugas kesehatan, serta makan makanan yang bergizi 3x sehari dengan porsi 2x lipat lebih banyak. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan membuat 250.000500.000 orang anak menjadi buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya
akan
meninggal
dunia
dalam
tahun
tersebut.
Vitamin A dibutuhkan untuk proses regulasi dan fisiologis lainnya agar tetap bekerja secara normal (Palupi dan Erita, 2009). Pemberian kapsul vitamin A yang dilakukan oleh pihak posyandu pada balita 2 kali yaitu pada bulan Februari dan Agustus (Bidang Yankes Dinkes Kab. Kebumen, 2010). 4. Status Gizi Balita a. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Secara klasik, kata gizi hanya
dihubungkan
dengan
kesehatan
tubuh
yaitu
untuk
menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Sekarang kata gizi mempunyai pengertian yang lebih luas, disamping untuk
36
kesehatan, gizi juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi
berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan
belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002). Status gizi balita merupakan
salah
satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat (Bidang Yankes Dinkes Kab. Kebumen, 2010). b. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut Soekirman (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terdiri dari: 1) Penyebab langsung Penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi yaitu makanan anak dan kesehatan balita (ada atau tidaknya penyakit infeksi yang mungkin diderita anak). Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare/demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
37
2) Penyebab tidak langsung Penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status gizi yaitu ketahanan pangan di tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan
pangan
tingkat
keluarga
terkait
dengan
ketersediaan pangan (hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, misalnya dalam
hal
memberikan
makanan, merawat
kebersihan,
memberikan kasih sayang pada anak, dan sebagainya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pemanfaatan pemeriksaan
pelayanan
kesehatan
kehamilan, pertolongan
seperti
imunisasi,
persalinan, penimbangan
anak, pendidikan anak akan gizi, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, dan rumah sakit.
38
Kesehatan lingkungan meliputi tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Faktor–faktor
tersebut
sangat
terkait
dengan
tingkat
pendidikan, pengetahuan khususnya pengetahuan ibu tentang kadarzi (Keluarga Sadar Gizi), sikap, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi
pendidikan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan
terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Balita merupakan salah satu sebutan bagi kelompok bayi yang usianya dibawah 5 tahun. Ciri- ciri balita yang sehat sebagaimana diungkapkan DepKes RI yang dikutip Sari (2004) mengemukakan bahwa ciri anak sehat yaitu: 1) Dilihat dari
segi fisik ditandai dengan sehatnya badan dan
pertumbuhan jasmani yang normal. 2) Dari segi psikis, anak yang sehat jiwanya berkembang secara wajar, pikiran
bertambah
cerdas, perasaan
bertambah
peka,
kemauan bersosialisasi baik. 3) Dari segi sosialisasi, anak tampak aktif, gesit, dan gembira serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
39
Menurut Soeditama (2004) kelompok yang rentan gizi adalah kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, yang termasuk rentan gizi adalah: 1) Bayi dengan umur 0 bulan sampai 1 tahun. 2) Kelompok balita dengan umur 1 sampai 5 tahun. 3) Kelompok anak sekolah dengan umur 6 sampai 13 tahun. 4) Kelompok remaja dengan umur 14 sampai 20 tahun. 5) Kelompok ibu hamil dan menyusui. 6) Manusia usia lanjut (manula). c. Penilaian Status Gizi Penilaian
status
gizi
pada
dasarnya
merupakan
proses
pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif untuk dibandingkan dengan baku yang tersedia (Arisman, 2004). Menurut Supariasa (2002) penilaian status gizi ada dua yaitu penilaian status gizi secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung ada 4 yaitu: 1) Antropometri: ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang paling sering digunakan di masyarakat.
40
2) Klinis: metode yang sangat penting dalam menilai status gizi masyarakat, didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. 3) Biokimia: pemeriksaan
spesimen yang diuji di laboratorium
yang dilaksanakan pada berbagai macam jaringan tubuh. 4) Biofisik:
metode
penilaian status
gizi
dengan
melihat
kemampuan fisik (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Penilaian status gizi secara tidak langsung ada 3 yaitu: 1) Survey konsumsi: dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 2) Statistik vital: dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi. 3) Faktor ekologi: jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang paling sering digunakan di masyarakat. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
41
Menurut Supariasa (2002) beberapa hal mengapa masyarakat banyak menggunakan metode pemeriksaan antropometri adalah: 1) Alatnya mudah didapat dan digunakan. 2) Pengukuran
dapat
dilakukan
secara
berulang-ulang
dengan
mudah dan objektif. 3) Tidak memerlukan tenaga khusus atau profesional. 4) Biaya relatif murah. 5) Hasilnya mudah disimpulkan. 6) Secara ilmiah diakui kebenarannya. Salah satu indeks pengukuran antropometri adalah pengukuran atau penilaian dengan indeks berat badan menurut tinggi badan. Berat badan memiliki hubungan linier dengan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks berat badan menurut tinggi badan merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks berat badan menurut tinggi badan merupakan indeks yang independen terhadap umur. Indeks
berat badan
menurut tinggi badan tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi 2002).
badan (gemuk,
normal, kurus) (Supariasa,
42
Ukuran
berat
badan
menurut
tinggi
badan
memiliki
keuntungan utama bahwa ukuran ini cukup akurat, tidak invasif, dan tidak mahal. Keuntungan lainnya adalah bahwa pengukuran berat badan menurut tinggi badan dapat dikerjakan oleh petugas yang relatif tidak terampil dan pengukuran ini juga memberikan informasi mengenai riwayat gizi jangka panjang (Palupi dan Erita, 2009). d. Klasifikasi Status Gizi Balita Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Klasifikasi status gizi balita berat badan menurut tinggi badan dengan Z-skor menggunakan baku rujukan WHO−NCHS (World Health Organization−National Centre for Health Statistics) tahun 1983 sebagai berikut: 1) Gizi buruk bila Z-skor terletak < -3 SD 2) Gizi kurang bila Z-skor terletak < -2 SD sampai dengan -3 SD 3) Gizi baik bila Z-skor terletak -2 SD sampai dengan +2 SD 4) Gizi lebih bila Z-skor terletak > +2 SD e. Teknik Perhitungan Z-Skor Z-skor atau standar deviasi (SD) diterapkan pertama kali oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 1983. Penilaian status gizi berdasarkan Z−skor dilakukan dengan cara melihat distribusi
normal
(Arisman, 2004).
nilai
pertumbuhan
orang
yang
diperiksa
43
Teknik perhitungan Z-skor menurut WHO (1983): 1) Bila nilai riel hasil pengukuran ≥ nilai median Nilai riel – Nilai median Z-skor = SD upper 2) Bila nilai riel hasil pengukuran < nilai median Nilai riel – Nilai median Z-skor = SD lower f. Teknik Menimbang dengan Dacin Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang (Waryana, 2010). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: 1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain. 2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya. 3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg. 4) Skalanya mudah dibaca. 5) Cukup aman untuk menimbang anak balita (Waryana, 2010).
44
Alat digunakan
yang
memenuhi
dalam
persyaratan
penimbangan
anak
dan
dianjurkan
balita
adalah
untuk dacin.
Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain: 1) Dacin sudah dikenal umum sampai di pelosok pedesaan. 2) Dibuat di Indonesia dan mudah didapat. 3) Ketelitian dan ketepatan cukup baik. Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg (Waryana, 2010). Menurut
Waryana
(2010)
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan dalam menimbang berat badan anak antara lain: 1) Sebelum digunakan, dacin harus diperiksa secara seksama. Dacin yang baik adalah apabila bandul geser berada pada posisi skala 0,0 kg, jarum penunjuk berada pada posisi seimbang. Disamping itu keadaan bandul geser tidak longgar terhadap tangkai dacin. 2) Dilakukan penimbangan terlebih dahulu pada balita yang tidak merasa takut ditimbang. 3) Keamanan penimbangan sangat perlu diperhatikan. 4) Petugas dianjurkan mengetahui berat badan anak secara umum pada umur-umur tertentu.
45
Menurut DepKes RI (2004) teknik menimbang dengan dacin ada beberapa tahap diantaranya adalah: 1) Gantungkan
dacin
pada
dahan
pohon, pelana
rumah, atau
penyangga kaki–tiga. 2) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat (Cobalah tarik kuat-kuat batang dacinnya ke arah bawah). 3) Sebelum digunakan, letakkan bandul–geser pada angka nol. 4) Pasang
sarung
timbangan, atau
celana
timbang, atau
kotak
timbang yang kosong pada dacin. 5) Seimbangkan dacin yang sudah dibebani sarung timbang, atau celana timbang, atau kotak timbang dengan cara memasukkan pasir ke dalam kantong plastik di ujung batang timbangan. 6) Anak
ditimbang, seimbangkan sampai jarum timbang tegak
lurus. 7) Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser. 8) Catatlah hasil penimbangan diatas secarik kertas. 9) Kembalikan bandul-geser
ke angka nol. Perhatian: masukkan
ujung batang dacin ke tali pengaman. Kemudian, baru anak diturunkan.
46
g. Teknik Mengukur Tinggi Badan Tinggi
badan
merupakan
parameter
yang
penting
bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi microtoa (microtois) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Waryana, 2010). 1) Posisi anak Sewaktu diukur anak dalam posisi dengan syarat-syarat sebagai berikut: a) Sewaktu diukur anak tidak boleh menggunakan alas kaki (sepatu, sandal, dsb) dan penutup kepala (topi atau kerudung). b) Anak berdiri membelakangi dinding dengan microtois berada diatas kepala. c) Posisi anak tegak bebas, tidak sikap tegap seperti tentara. d) Tangan dibiarkan tergantung bebas menempel ke badan. e) Tumit rapat tetapi ibu jari kaki tidak rapat. f) Kepala, tungkai
belikat, pinggul, dan
tumit
menempel
dinding. g) Anak menghadap dengan pandangan lurus ke depan.
ke
47
2) Cara membaca angka tinggi badan a) Pembacaan dilakukan setelah anak selesai diukur pada skala yang ditunjuk oleh sudut segitiga siku-siku. b) Lihat skala panjang dibawah sudut siku-siku, angka dibawah sisi segitiga siku-siku tersebut yang menunjukkan angka dalam centimeter
dan
jumlah
skala
kecil
diatas
skala
panjang
menunjukkan milimeter. c) Catatlah segera hasil ukur pada formulir yang disediakan.
48
B. Kerangka Teori Konsep terjadinya status gizi pada balita mempunyai dimensi yang sangat luas. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita meliputi faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung diantaranya makanan yang tidak seimbang dan
kesehatan
balita (ada
atau
tidaknya
penyakit
infeksi). Faktor
penyebab tidak langsung meliputi ketidakcukupan persediaan makanan, pola asuh anak yang
tidak
memadai, serta
pemanfaatan pelayanan
kesehatan dan sanitasi lingkungan yang belum optimal. Selain itu, faktor pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi juga mempengaruhi status gizi pada anak balitanya. Ketiga faktor tidak langsung tersebut saling berkaitan khususnya
dan para
bersumber
dari
ibu, dan juga
kurangnya kurangnya
pemberdayaan pemanfaatan
keluarga
sumberdaya
masyarakat. Hal tersebut terlihat dari masih banyaknya pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan di Indonesia. Akhirnya semuanya berpangkal dari akar masalah yaitu krisis ekonomi, politik , dan sosial di Indonesia.
49
Dampak
Penyebab langsung
Penyebab tidak langsung
Kekurangan gizi anak
Makanan yang tidak seimbang
Ketidakcukup an persediaan makanan
Penyakit infeksi
Pola asuh anak tidak memadai
Pemanfaatan yankes dan sanitasi lingkungan belum optimal
Kurang pengetahuan ,sikap,keterampilan tentang kadarzi
Pokok masalah
Kurang pemberdayaan keluarga khususnya para ibu, kurang pemanfaatan sumberdaya masyarakat
di masyarakat
Pengangguran, inflasi , kurang pangan , dan kemiskinan
Akar masalah
Krisis ekonomi, politik, dan sosial
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Unicef cit Soekirman, 2003
50
C. Kerangka Konsep Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan: 1. Sosial ekonomi 2. Kultur (budaya, agama) 3. Pendidikan 4. Pengalaman 5. Sumber informasi Variabel Bebas
Subjek Penelitian Ibu Balita
Pengetahuan ibu: 1. Rendah 2. Kurang 3. Sedang 4. Tinggi
Variabel Terikat
Sikap ibu: 1. Sangat tidak baik 2. Tidak baik 3. Baik 4. Sangat baik
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap: 1. Faktor internal (fisiologis, psikologis, motif) 2. Faktor eksternal (pengalaman, kebudayaan,orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan, situasi)
Status gizi balita: 1. Gizi buruk 2. Gizi kurang 3. Gizi baik 4. Gizi lebih
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita: 1. Makanan 2. Ada/tidaknya penyakit infeksi 3. Ketahanan pangan 4. Pola pengasuhan anak 5. Pemanfaatan pelayanan kesehatan 6. Sanitasi lingkungan
Variabel Pengganggu Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian : yang diteliti : yang tidak diteliti
51
D. Hipotesis Berdasarkan pada kerangka teori dan kerangka konsep diatas maka dapat disusun hipotesa penelitian sebagai berikut: Ha: - ada hubungan pengetahuan ibu tentang kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan status gizi balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen. - ada hubungan sikap ibu tentang kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan status gizi balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen. Ho: - tidak ada hubungan pengetahuan ibu tentang kadarzi (Keluarga Sadar
Gizi)
dengan
status
gizi
balita
di
Desa
Karangsari,
Kecamatan Kebumen. - tidak ada hubungan sikap ibu tentang kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan status gizi balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen.
52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian explanatory research (penjelasan), jenisnya
korelasional
yaitu
penelitian
yang
menyoroti
pengaruh,
hubungan, dan kaitan antar variabel (Arikunto, 2002). Metode yang digunakan adalah metode survey dan observasi dengan pendekatan cross sectional yaitu variabel sebab dan variabel akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan tidak ada follow up (Nursalam, 2003).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di desa Karangsari, kecamatan Kebumen. Lokasi penelitian dipilih dengan alasan karena sebelumnya belum pernah
diadakan
suatu
penelitian
yang
berkaitan
dengan
masalah
hubungan pengetahuan, sikap ibu tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan status gizi balita. Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2012-14 Maret 2012.
53
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi
adalah
wilayah
generalisasi
yang
terdiri
atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu dan balita umur 12-59
bulan
di wilayah
posyandu
desa
Karangsari, kecamatan
Kebumen. Jumlah balita umur 12-59 bulan yang datang ke posyandu desa Karangsari kecamatan Kebumen pada bulan Februari-Maret 2012 adalah 110 balita. 2. Sampel Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2004). a. Cara pengambilan sampel Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak
tanpa
memperhatikan
strata
yang
ada
dalam
anggota
populasi. Populasinya dianggap homogen kemudian sampel diambil secara acak, maka didapatkan sampel yang representatif. Pengambilannya
melalui
undian
dengan
nomor/peneliti
mengundi responden (ibu dan balitanya) yang akan diteliti dengan
54
mengacu
pada
kriteria
inklusi
dan eksklusi.
Kriteria
inklusi
merupakan kriteria di mana subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria eksklusi merupakan kriteria di mana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. b. Besar sampel Dari populasi tersebut dipilih sejumlah sampel menggunakan simple random sampling pada ibu dan balita umur 12-59 bulan yang datang ke posyandu. Besarnya
sampel
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
didapatkan dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2003): N n = 1 + N(d)2 Keterangan: n = Besarnya sampel N= Besarnya populasi d=
Penyimpangan
terhadap
diinginkan, besarnya 0,05
populasi/derajat ketepatan yang
55
Dari rumus diatas didapat bahwa besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 110 n= 1 + 110 (0,05)2 =
110 1 + 110 (0,0025)
=
110 1 + 0,275
=
110 1,275
= 86,3 = 86 sampel (ibu dan balita umur 12-59 bulan) c. Kriteria sampel 1) Kriteria ibu a) Kriteria inklusi: (1) Ibu yang mempunyai balita umur 12-59 bulan. (2) Tinggal di desa Karangsari, kecamatan Kebumen minimal selama 6 bulan berturut–turut. (3) Ibu hadir saat pengumpulan data dan bersedia menjadi responden. (4) Ibu bisa membaca dan menulis. b) Kriteria eksklusi: tidak hadir saat pengumpulan data.
56
2) Kriteria balita a) Kriteria inklusi: (1) Balita umur 12 sampai 59 bulan. (2) Dibawa
ke
posyandu
desa
Karangsari,
kecamatan
Kebumen dan ditimbang, pada saat penimbangan sesuai dengan jadwal yang ada di posyandu desa Karangsari, kecamatan Kebumen. b) Kriteria eksklusi: mempunyai kelainan bawaan dan kelainan mental.
D. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari: 1. Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel
terikat.
Variabel
bebas
artinya
bebas
dalam
mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap ibu tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi). 2. Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita.
57
E. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu Tentang Kadarzi dengan Status Gizi Balita No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala Operasional 1. Pengetahuan Pengetahuan Ordinal Kuesioner • Rendah, bila responden ibu tentang ibu tentang dengan 25 menjawab benar seluruh kadarzi Kadarzi pertanyaan item pertanyaan < 40% (Keluarga tertutup • Kurang, bila responden Sadar Gizi) (multiple menjawab benar seluruh adalah choise), skor 1 item pertanyaan 40-55% pemahaman untuk jawaban • Sedang, bila responden ibu tentang benar, skor 0 menjawab benar seluruh kadarzi yang untuk jawaban item pertanyaan 56-75% mencakup 5 salah. • Tinggi, bila responden indikator menjawab benar seluruh kadarzi yang item pertanyaan > 75% meliputi menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan,makan beranekaragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplementasi gizi sesuai anjuran.
58
2.
Sikap ibu tentang kadarzi
Sikap ibu dalam menanggapi Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) adalah ekspresi sederhana dari bagaimana ibu suka/tidak suka terhadap program kadarzi yang mencakup 5 indikator kadarzi dan mendukung/ b. tidak mendukung terhadap program kadarzi yang mencakup 5 indikator kadarzi.
Kuesioner jenisnya checklist dengan 25 pernyataan sikap. Untuk pernyataan positif: sangat setuju(skor 5), setuju (skor 4), raguragu (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat tidak setuju (skor 1). Untuk pernyataan negatif: sangat setuju (skor 1), setuju (skor 2), raguragu (skor 3), tidak setuju (skor 4), sangat tidak setuju (skor 5).
Cara interpretasi sikap menggunakan persentase sebagai berikut: 0%
25% 50% STB
TB
75% B
100% SB
• Sangat tidak baik, bila skor responden dalam persen 0-25% • Tidak baik, bila skor responden dalam persen 26-50% • Baik, bila skor responden dalam persen 51-75% • Sangat baik, bila skor responden dalam persen 76-100%
Ordinal
59
3. Status gizi balita
Status gizi balita umur 12–59 bulan adalah keadaan gizi anak balita umur 12-59 bulan, diambil dari hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita umur 12-59 bulan di posyandu desa Karangsari, kecamatan Kebumen pada bulan Februari-Maret 2012.
Berat badan menggunakan timbangan gantung dacin 25 kg dan kain sarung belacu dengan merk Yamamoto Giken dan tinggi badan menggunakan microtoise dengan merk Yamamoto Giken.
Teknik perhitungan Z-skor menurut WHO (1983): a.Bila nilai riel(BB) ≥ nilai median Nilai riel(BB) - median Z-skor = SD upper b.Bila nilai riel(BB) < nilai median Nilai riel(BB) -median Z-skor = SD lower
Klasifikasi status gizi balita menggunakan baku rujukan WHO-NCHS (1983): • Gizi buruk, Z-skor terletak <-3 SD • Gizi kurang, Z-skor terletak <-2 SD sampai dengan -3 SD • Gizi baik, Z-skor terletak -2 SD sampai dengan +2 SD • Gizi lebih, Z-skor terletak > +2 SD
Ordinal
60
F. Teknik Pengumpulan Data Data
primer
menggunakan
tentang
kuesioner
pengetahuan
yang
berisi
ibu
data
dikumpulkan responden
dan
dengan daftar
pertanyaan meliputi pengertian Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi), misi kadarzi, indikator kadarzi yang terdiri dari menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif kepada
bayi 0-6 bulan, makan
beranekaragam, menggunakan garam beryodium, minum suplementasi gizi sesuai anjuran. Data primer tentang sikap ibu dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner
yang
berisi
data
responden
dan
daftar
pertanyaan meliputi sikap responden terhadap indikator kadarzi yang terdiri dari menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif kepada bayi 0-6 bulan, makan beranekaragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplementasi gizi sesuai anjuran, sikap responden dalam menanggapi pentingnya kadarzi. Data primer berat badan dan tinggi badan balita dikumpulkan dengan cara melakukan penimbangan balita dan pengukuran tinggi badan
balita.
dilakukan
Penimbangan
oleh
kader
dan
yang
pengukuran sudah
tinggi
badan
balita
dilatih, penimbangan
balita
menggunakan timbangan gantung dacin 25 kg dan kain sarung belacu merk Yamamoto Giken dengan ketelitian 0,1 kg dan pengukuran tinggi badan balita menggunakan microtoise merk Yamamoto Giken dengan ketelitian 0,1 cm.
61
G. Instrumen Penelitian Alat
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
untuk
mengukur
pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi dan untuk pemeriksaan status gizi balita. 1. Instrumen untuk variabel pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi: Lembar kuesioner Berisi sejumlah pertanyaan tertulis tentang: a. Identitas/karakteristik responden. b. Kuesioner pengetahuan dan sikap ibu tentang kadarzi. 2. Instrumen untuk variabel status gizi balita: a. Timbangan berat badan balita (timbangan gantung dacin) 25 kg dan kain sarung belacu merk Yamamoto Giken dengan ketelitian 0,1 kg. b. Microtoise merk Yamamoto Giken dengan ketelitian 0,1 cm. c. Buku catatan berat badan dan tinggi badan. d. Tabel WHO−NCHS (World Health Organization−National Centre for Health Statistics). Pengukuran adalah suatu proses kuantifikasi dari suatu atribut dan diharapkan dapat menghasilkan data yang valid. Responden dalam penelitian
ini
diminta
untuk
memberikan
jawaban
pendapat responden dengan tata cara yang berlaku.
sendiri
sesuai
62
Alat ukur untuk pengetahuan dan sikap ibu tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
atau
angket.
Untuk
kuesioner/angket
pengetahuan
ibu
merupakan jenis angket berstruktur dalam bentuk pertanyaan tertutup (closed ended item) dan responden tinggal memilih/menjawab pada jawaban yang telah disediakan, untuk jawaban benar diberi skor 1 (satu) dan jawaban salah diberi skor 0 (nol). Kuesioner/angket sikap ibu jenisnya checklist atau daftar cek yang merupakan daftar yang berisi pernyataan sikap tentang kadarzi, sebagian dalam bentuk pernyataan positif dan sebagian dalam bentuk pernyataan negatif. Responden memberikan jawaban dengan memberikan tanda (V) pada jawaban yang sesuai dengan pilihan responden. Untuk pernyataan positif: 1. Sangat setuju (skor 5) 2. Setuju (skor 4) 3. Ragu-ragu (skor 3) 4. Tidak setuju (skor 2) 5. Sangat tidak setuju (skor 1)
63
Untuk pernyataan negatif: 1. Sangat setuju (skor 1) 2. Setuju (skor 2) 3. Ragu-ragu (skor 3) 4. Tidak setuju (skor 4) 5. Sangat tidak setuju (skor 5) Skala pengukuran ini terdiri dari 25 item pertanyaan pengetahuan dan 25 item pertanyaan sikap seperti terlihat pada tabel: Tabel No 1. 2. 3.
3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Aspek Objek Pengetahuan Pengertian kadarzi Misi kadarzi Indikator kadarzi: a. Menimbang berat badan secara teratur b. Memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan c. Makan beranekaragam d. Menggunakan garam beryodium e. Minum suplementasi gizi (tablet tambah darah/kapsul vitamin A) sesuai anjuran
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Sikap No Aspek Objek Sikap 1. Sikap responden terhadap indikator kadarzi yang meliputi: a. Menimbang berat badan secara teratur b. Memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan c. Makan beranekaragam d. Menggunakan garam beryodium e. Minum suplementasi gizi (tablet tambah darah/kapsul vitamin A) sesuai anjuran 2. Sikap responden terhadap pentingnya kadarzi
Nomor Soal 1 2 3 4 5-8
9-18 19-20 21-25
Nomor Soal
1 2-5
6-9 10-14 15-19 20-25
64
Untuk mendapatkan data berat badan dan tinggi badan yang baik harus dilakukan sesuai dengan standar prosedur pengumpulan data berat badan dan tinggi badan. Presisi adalah kemampuan mengukur subjek yang sama secara berulang-ulang dengan kesalahan yang minimum. Akurasi adalah kemampuan untuk mendapatkan hasil yang sedekat mungkin dengan hasil yang diperoleh penyelia (Supariasa, 2002). Teknik melakukan uji presisi dan akurasi berat badan dan tinggi badan balita umur 12-59 bulan sebagai berikut: 1. Pengumpulan data: Pelaksanaan prosedur standarisasi penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita umur 12-59 bulan dilakukan pada 5 balita umur 12-59 bulan yang diukur secara berulang oleh 3 petugas pengukur.
Setiap
petugas
mengukur
dua
kali
setiap
subjek.
Pengukuran dan pencatatan dilakukan sedemikian rupa sehingga hasil pengukuran
ulang
tidak
terpengaruh
oleh
hasil
pengukuran
sebelumnya. 2. Langkah-langkah penghitungan data: a. Hasil dua kali penimbangan berat badan dan dua kali pengukuran tinggi badan disajikan dalam bentuk tabel pada kolom a dan b. b. Pada kolom d disajikan hasil pengukuran (a-b), berikut tanda masing-masing (+/−). c. Pada kolom d2 diisikan hasil kuadrat (a-b).
65
d. Tanda (+ dan −) pada kolom dihitung. Jumlah tanda yang muncul terbanyak menjadi pembilang dari pecahan dengan subjek sebagai penyebut. Tanda nol tidak dihitung. e. Pada kolom s diisikan jumlah (a+b). Kelima langkah ini dilakukan secara serentak oleh semua petugas pengukur dan penyelia. f. Kolom s lembar penyelia dipindahkan ke lembar tiap petugas di bawah kolom S. g. Perbedaan s petugas dan S penyelia diisikan ke kolom D (s-S) dengan tanda yang tepat, dan kuadratnya pada kolom D2. h. Tanda + dan − (s-S) dihitung. Jumlah tanda muncul terbanyak menjadi pembilang dari pecahan dengan subjek sebagai penyebut. Tanda nol tidak dihitung. i. Hasil penjumlahan d2 dan D2, serta hasil perhitungan tanda dipindahkan ke lembar lain.
66
3. Penilaian hasil: a. Jumlah d2 penyelia biasanya paling kecil, presisinya paling besar karena kompetensinya lebih besar. b. Jumlah d2 petugas (berkaitan dengan presisi) tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia. c. Jumlah D2 petugas (berkaitan dengan akurasi) tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia. d. Jumlah D2 petugas harus lebih besar dari jumlah d2-nya. Jika tidak, data tersebut harus diperiksa dan dihitung kembali. Tabel 3.4 Data Uji Standarisasi untuk Penimbangan Berat Badan Balita Umur 12-59 Bulan (dalam Kilogram) dengan Timbangan Dacin Merk Yamamoto Giken Penyelia Petugas Balita No. I II III a b a b a b a b 1. 8,4 8,5 8,5 8,6 8,6 8,5 8,5 8,5 2. 10 10 9,9 10 10 10 10 10 3. 10 10 10 10 9,9 10 10 9,9 4. 9,5 9,5 9,5 9,5 9,5 9,5 9,5 9,5 5. 10 9,9 10 9,9 10 9,9 10,1 10 Kolom a = Penimbangan pertama Kolom b = Penimbangan kedua,dilakukan secara terpisah dalam interval waktu tertentu
67
Tabel 3.5 Jumlah d2 dan Tanda Penyelia untuk Penimbangan Berat Badan Balita Umur 12-59 Bulan a b d d2 Balita No. Penimbangan Tanda I II (a-b) (a-b)2 1. 2. 3. 4. 5.
8,4 10 10 9,5 10
8,5 10 10 9,5 9,9
0,1
0,01
+0,1 +0,1
0,01 0,02
+ 1/2
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Uji Standarisasi Petugas I untuk Penimbangan Berat Badan Balita Umur 12-59 Bulan a b d d2 s S D D2 Balita Penimbangan Tanda Petugas Penyelia Tanda No. I II (a-b) (a-b)2 (a+b) (a+b) (s-S) (s-S)2 1. 2. 3. 4. 5.
8,5 9,9 10 9,5 10
8,6 10 10 9,5 9,9
0,1 0,1
0,01 0,01
+0,1 +0,1
0,01 0,03
+ 1/3
17,1 19,9 20 19 19,9
16,9 20 20 19 19,9
+0,2 0,1
0,04 0,01
+
+0,2
0,05
1/2
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Uji Standarisasi Petugas II untuk Penimbangan Berat Badan Balita Umur 12-59 Bulan a b d d2 s S D D2 Balita Penimbangan Tanda Petugas Penyelia Tanda No. I II (a-b) (a-b)2 (a+b) (a+b) (s-S) (s-S)2 1. 2. 3. 4. 5.
8,6 10 9,9 9,5 10
8,5 10 10 9,5 9,9
+0,1
0,01
0,1
0,01
+0,1 +0,2
0,01 0,03
+
+ 2/3
17,1 20 19,9 19 19,9
16,9 20 20 19 19,9
+0,2
0,04
0,1
0,01
+0,2
0,05
+
1/2
68
Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Uji Standarisasi Petugas III untuk Penimbangan Berat Badan Balita Umur 12-59 Bulan s S D D2 a b d d2 Balita Penimbangan Tanda Petugas Penyelia Tanda No. I II (a-b) (a-b)2 (a+b) (a+b) (s-S) (s-S)2 1. 2. 3. 4. 5.
8,6 10 10 9,5 9,9
8,5 9,9 10 9,5 10
+0,1 +0,1
0,01 0,01
+ +
0,1 +0,2
0,01 0,03
2/3
17,1 19,9 20 19 19,9
16,9 20 20 19 19,9
+0,2 0,1
0,04 0,01
+
+0,2
0,05
1/2
Tabel 3.9 Penilaian Hasil Uji Standarisasi Penimbangan Berat Badan Balita Umur 12-59 Bulan Pengukur d2 Tanda D2 Tanda Hasil Observasi Penyelia Penyelia 0,02 1/2 Presisi paling baik Petugas I 0,03 1/3 0,05 1/2 Presisi cukup (d2 petugas I 0,03/tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia) Akurasi cukup (D2 petugas I 0,05/tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia) Jumlah D2 petugas I lebih besar dari jumlah d2nya II 0,03 2/3 0,05 1/2 Presisi cukup (d2 petugas II 0,03/tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia) Akurasi cukup (D2 petugas II 0,05/tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia) Jumlah D2 petugas II lebih besar dari jumlah d2nya III 0,03 2/3 0,05 1/2 Presisi cukup (d2 petugas III 0,03/tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia) Akurasi cukup (D2 petugas III 0,05/tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia) Jumlah D2 petugas III lebih besar dari jumlah d2nya
69
Tabel 3.10 Data Uji Standarisasi untuk Pengukuran Tinggi Badan Balita Umur 12-59 Bulan (dalam Centimeter) dengan Microtoise Merk Yamamoto Giken Penyelia Petugas Balita No. I II III a b a b a b a b 1. 71 70 71 69 70 70 71 71 2. 80 80 81 81 82 80 82 80 3. 83 82 83 82 83 83 82 81 4. 81 82 82 83 81 82 82 82 5. 85 86 86 86 85 85 85 86 Kolom a = Pengukuran pertama Kolom b = Pengukuran kedua,dilakukan secara terpisah dalam interval waktu tertentu Tabel 3.11 Jumlah d2 dan Tanda Penyelia untuk Pengukuran Tinggi Badan Balita Umur 12-59 Bulan a b d d2 Balita No. Pengukuran Tanda I II (a-b) (a-b)2 1. 2. 3. 4. 5.
71 80 83 81 85
70 80 82 82 86
+1
1
+
+1 1 1 +2
1 1 1 4
+
2/4
Tabel 3.12 Hasil Perhitungan Uji Standarisasi Petugas I untuk Pengukuran Tinggi Badan Balita Umur 12-59 Bulan a b d d2 s S D D2 Balita Pengukuran Tanda Petugas Penyelia Tanda No. I II (a-b) (a-b)2 (a+b) (a+b) (s-S) (s-S)2 1. 2. 3. 4. 5.
71 81 83 82 86
69 81 82 83 86
+2
4
+
+1 1
1 1
+
+3
6
2/3
140 162 165 165 172
141 160 165 163 171
1 +2
1 4
+
+2 +1 +5
4 1 10
+ + 3/4
70
Tabel 3.13 Hasil Perhitungan Uji Standarisasi Petugas II untuk Pengukuran Tinggi Badan Balita Umur 12-59 Bulan s S D D2 a b d d2 Balita Pengukuran Tanda Petugas Penyelia Tanda No. I II (a-b) (a-b)2 (a+b) (a+b) (s-S) (s-S)2 1. 2. 3. 4. 5.
70 82 83 81 85
70 80 83 82 85
+2
4
1
1
+2
5
+
140 162 166 163 170
141 160 165 163 171
1/2
1 +2 +1
1 4 1
+ +
1 +3
1 7
2/4
Tabel 3.14 Hasil Perhitungan Uji Standarisasi Petugas III untuk Pengukuran Tinggi Badan Balita Umur 12-59 Bulan a b d d2 s S D D2 Balita Pengukuran Tanda Petugas Penyelia Tanda No. I II (a-b) (a-b)2 (a+b) (a+b) (s-S) (s-S)2 1. 2. 3. 4. 5.
71 82 82 82 85
71 80 81 82 86
+2 +1
4 1
1 +3
1 6
+ +
2/3
142 162 163 164 171
141 160 165 163 171
+1 +2 2 +1
1 4 4 1
+ +
+4
10
3/4
+
71
Tabel 3.15 Penilaian Hasil Uji Standarisasi Pengukuran Tinggi Badan Balita Umur 12-59 Bulan Pengukur d2 Tanda D2 Tanda Hasil Observasi Penyelia Penyelia 4 2/4 Presisi paling baik Petugas I 6 2/3 10 3/4 Presisi cukup (d2 petugas I 6/tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia) Akurasi cukup (D2 petugas I 10/tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia) Jumlah D2 petugas I lebih besar dari jumlah d2nya II 5 1/2 7 2/4 Presisi cukup (d2 petugas II 5/tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia) Akurasi cukup (D2 petugas II 7/tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia) Jumlah D2 petugas II lebih besar dari jumlah d2nya III 6 2/3 10 3/4 Presisi cukup (d2 petugas III 6/tidak lebih besar dari dua kali jumlah d2 penyelia) Akurasi cukup (D2 petugas III 10/tidak lebih besar dari tiga kali jumlah d2 penyelia) Jumlah D2 petugas III lebih besar dari jumlah d2nya
H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji validitas instrumen Validitas adalah seberapa cermat suatu test melakukan fungsi ukurnya atau dapat didefinisikan sebagai ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Riwidikdo, 2007). Untuk pertanyaan
mengetahui agar
dapat
kesahihan diterima
instrumen sesuai
atau
standar
butir-butir maka
diuji
kevaliditasannya terlebih dahulu. Pengujian validitas ini dilakukan dengan rumus korelasi pearson product moment, setelah itu diuji
72
dengan menggunakan uji t, lalu baru dilihat penafsiran dari indeks korelasinya. Rumus Pearson Product Moment sebagai berikut: n(∑xy) – (∑x).(∑y) Rxy = {n.∑x2 – (∑x)2}.{n.∑y2 – (∑y)2} Keterangan: Rxy = Koefisien validitas ∑x = Jumlah skor item ∑y = Jumlah skor total (item) n
= Jumlah responden (Hidayat, 2007)
Rumus Uji t sebagai berikut: r thitung =
(n – 2) (1 – r2)
Keterangan: t = Nilai thitung r = Koefisien korelasi hasil rhitung n = Jumlah responden Untuk r
hitung > r
tabel tα = 0,05 derajat tabel
berarti
kebebasan
valid
nilai r hitungnya < r tabel tidak valid.
(dk = n−2). Jika nilai
demikian
sebaliknya, jika
73
Indeks korelasinya (r) adalah sebagai berikut: a. 0,00 – 0,20 = sangat rendah (tidak valid) b. 0,20 – 0,40 = validitas rendah c. 0,40 – 0,60 = validitas cukup tinggi d. 0,60 – 0,80 = validitas tinggi e. 0,80 – 1,00 = validitas sangat tinggi (Hidayat, 2007) 2. Uji reliabilitas instrumen Uji reliabilitas menggunakan rumus koefisien alpha cronbach (Hidayat, 2007). Rumus ini digunakan untuk menghitung data yang skalanya bertingkat (rating scale). Rumus koefisien alpha cronbach sebagai berikut: ∑σ 2 β
K r11 =
1− K−1
σ2 1
Keterangan: r11
=
K
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σ 2
Reliabilitas instrumen
= Jumlah varians butir
β
σ2 1
=
Varians total
74
r11 diinterpretasikan dengan indeks korelasi sebagai berikut: a. 0,00 – 0,20 = sangat rendah (tidak reliabel) b. 0,20 – 0,40 = reliabilitas rendah c. 0,40 – 0,60 = reliabilitas cukup tinggi d. 0,60 – 0,80 = reliabilitas tinggi e. 0,80 – 1,00 = reliabilitas sangat tinggi (Hidayat, 2007) Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan di desa Kutosari, kecamatan Kebumen dimana responden adalah ibu yang mempunyai balita umur 12-59 bulan yang datang ke posyandu cempaka desa Kutosari, kecamatan Kebumen sejumlah 20 responden. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada responden yang memiliki persamaan karakteristik dengan responden pada penelitian dan di posyandu tersebut terdapat balita dengan status gizi kurang. Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2012. Kuesioner diuji cobakan kepada responden (20 responden) dengan cara ibu balita mengisi kuesioner, kemudian hasilnya diolah dengan menggunakan SPSS 16. Analisis terhadap hasil uji coba validitas dengan menggunakan rumus korelasi pearson product moment pada taraf signifikansi 5 persen atau p < 0,05. Analisis keputusan, apabila nilai r hitung > r tabel berarti
valid
dan
apabila nilai
r hitung< r tabel tidak valid. Butir
pertanyaan yang tidak valid diganti kemudian diuji lagi sampai mendapatkan semua butir pertanyaan valid. Dalam penelitian ini
75
digunakan 2 kuesioner, meliputi 25 pertanyaan untuk pengetahuan dengan alternatif jawaban yang disediakan oleh penulis dan 25 pernyataan
menggunakan
skala
likert
untuk
sikap.
Hasil
uji
reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien alpha cronbach. Analisis keputusan, apabila r alpha > 0,60 berarti reliabel. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan 2 kali. Pada uji validitas pertama, untuk kuesioner pengetahuan dari 25 butir pertanyaan yang telah diuji cobakan ada 20 butir pertanyaan yang valid atau sahih dengaan kisaran korelasi 0,577-0,793 (validitasnya tinggi). Dengan menggunakan df=n-2 (20-2=18) pada tingkat kemaknaan 5% didapat r tabel = 0,444. 20 butir pertanyaan yang valid (r hitung > r tabel) yaitu pertanyaan nomor 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 25 dan 5 butir pertanyaan yang tidak valid (r hitung < r tabel) yaitu pertanyaan nomor 3, 5, 15, 18, 19. Untuk kuesioner sikap, dari 25 butir pertanyaan yang telah diuji cobakan ada 20 butir pertanyaan yang valid atau sahih dengan kisaran korelasi 0,566-0,890 (validitasnya tinggi). 20 butir pertanyaan yang valid (r hitung > r tabel) yaitu pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 24 dan 5 butir pertanyaan yang tidak valid (r hitung < r tabel) yaitu pertanyaan nomor 13, 15, 21, 22, 25. Dilakukan pertanyaan
yang
uji
validitas
tidak
valid
menggunakan df=n-2 (20-2=18)
kedua
dengan
tanpa
merubah
pada
tingkat
mengganti maksud.
butir Dengan
kemaknaan
5%
76
didapat
r tabel = 0,444. Untuk kuesioner pengetahuan, dari 25 butir
pertanyaan yang telah diuji cobakan hasilnya 25 butir pertanyaan tersebut semuanya valid atau sahih (r hitung > r tabel) dengan kisaran korelasi
0,577-0,793 (validitasnya
tinggi).
Hasil
kuesioner pengetahuan tersebut dinyatakan reliabel
uji
reliabilitas,
dengan
nilai
r alpha = 0,96 (r alpha>0,60). Dengan demikian 25 butir pertanyaan pada kuesioner pengetahuan yang digunakan reliabilitasnya sangat tinggi. Untuk kuesioner sikap, dari 25 butir pertanyaan yang telah diuji cobakan hasilnya 25 butir pertanyaan tersebut semuanya valid atau sahih (r hitung>r tabel) dengan kisaran korelasi 0,566-0,890 (validitasnya tinggi). Hasil uji reliabilitas, kuesioner dinyatakan
reliabel dengan
nilai
sikap
tersebut
r alpha = 0,98 (r alpha>0,60).
Dengan demikian 25 butir pertanyaan pada kuesioner sikap yang digunakan reliabilitasnya sangat tinggi.
I. Teknik Analisa Data Teknik analisa data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap: 1. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan meliputi data primer tentang pengetahuan dan sikap ibu dan data primer tentang status gizi balita. 2. Editing data Proses ini dilakukan untuk melihat dan memastikan apakah semua data telah lengkap sehingga terhindar dari segala kekurangan.
77
3. Coding Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. 4. Tabulasi data Dilakukan tabulasi data dalam bentuk tabel agar mudah dibaca dan dipahami. 5. Analisa data a. Analisa univariat Analisa
data
yang digunakan
adalah
analisis deskriptif untuk
mendeskripsikan distribusi frekuensi, persentase dari karakteristik responden dan untuk menganalisis rata-rata tingkat pengetahuan dan sikap responden(ibu). Dari kuesioner pengetahuan dan sikap dihitung skor total yang diperoleh setiap responden, kemudian skor total tersebut diubah ke dalam bentuk persentase dengan rumus: F P=
x 100% N
Keterangan: P = Hasil persentase F = Hasil pencapaian/skor total setiap responden N = Hasil pencapaian maksimal/skor maksimal (Riwidikdo, 2007)
78
b. Analisa bivariat Data yang telah ditabulasi kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan korelasi kendall tau (τ). Uji korelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan dan menguji hipotesis antara dua variabel, dan pengolahan data menggunakan program komputer. Rumus dasar yang digunakan adalah sebagai berikut: ∑ A−∑ B τ= N(N−1) 2 Keterangan: τ
= Koefisien korelasi kendall tau yang besarnya (-1<0<1) Harga -1 menunjukkan adanya hubungan yang sempurna dan bersifat terbalik antara dua variabel. Sedangkan +1 menunjukkan hubungan sempurna yang positif.
∑ A = Jumlah rangking atas ∑ B = Jumlah rangking bawah N
=
Jumlah anggota sampel
Setelah itu dilakukan uji signifikansi dengan menggunakan nilai z dengan rumus sebagai berikut: τ z= 2(2N+5) 9N(N−1) Harga z tersebut kemudian dibandingkan dengan harga z tabel. Selanjutnya harga z dapat dilihat pada kurve normal (diperoleh dari
79
0,5-0,005). Untuk dapat memberikan tafsiran apakah harga tersebut signifikan atau tidak maka dapat menggunakan ketentuan bahwa bila z hitung lebih besar dari z tabel, maka koefisien korelasi yang ditemukan adalah signifikan (Riwidikdo, 2007).
J. Etika Penelitian Masalah etika dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Informed Consent Bentuk
persetujuan
antara
peneliti
dengan
responden
dengan
memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan agar responden
mengerti
maksud
dan
tujuan
penelitian, mengetahui
dampaknya. 2. Anonimity (tanpa nama) Tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya mencantumkan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian. 3. Confidentiality (kerahasiaan) Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
80
K. Personil Penelitian Personil yang melakukan penelitian ini adalah Kholifatul Fajriyani mahasiswa
semester
VIII
program
studi
S1
Keperawatan
STIKes
Muhammadiyah Gombong dan dibantu bidan posyandu.
L. Jalannya Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan oleh peneliti dibantu oleh bidan posyandu
desa
Karangsari, kecamatan
Kebumen.
Pengambilan
data
dilakukan dari rumah ke rumah responden (ibu yang masih aktif menimbang balitanya ke posyandu desa Karangsari, kecamatan Kebumen). Peneliti membagikan lembar kuesioner kepada responden (ibu) yang memenuhi
kriteria
dan
menjelaskan
tentang
cara
mengisi
lembar
kuesioner. Kemudian responden (ibu) memberikan jawaban sesuai dengan pilihan responden. Kuesioner terbagi atas daftar pertanyaan mengenai pengetahuan dan pernyataan tentang sikap. Data responden juga harus diisi oleh ibu balita. Setelah kuesioner mengenai pengetahuan, sikap, dan data responden diisi, kemudian dikumpulkan dan dicek kelengkapannya. Kemudian ditabulasi dengan memberikan skor pada data-data yang masuk. Setelah data diperoleh
kemudian
dilakukan
pengolahan
data
dengan
pendekatan
penelitian yang telah ditentukan peneliti pada rencana analisa data. Hasil dari pengolahan data kemudian dipergunakan untuk menyusun laporan penelitian.
81
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita umur 12-59 bulan yang hadir di posyandu dan memenuhi kriteria dilakukan oleh kader yang sudah dilatih untuk memperoleh data tentang status gizi balita. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data. Hasil dari pengolahan data kemudian dipergunakan untuk menyusun laporan penelitian.
82
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Desa Karangsari merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kebumen. Desa ini termasuk wilayah Puskesmas Kebumen III dan terdiri dari 502 KK dan 110 balita umur 12-59 bulan. Dimana setiap bulan pada minggu pertama, kedua, dan ketiga diadakan posyandu balita. 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah ibu
dan
balita umur
12-59 bulan yang datang ke posyandu desa Karangsari, kecamatan Kebumen pada tanggal 21 Februari-14 Maret 2012 sebanyak 86 responden. Tabel 4.1 Distribusi Ibu Berdasarkan Umur di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Umur Jumlah Persentase (%) 1. 20-25 tahun 8 9,3 2. 26-30 tahun 23 26,7 22 25,6 3. 31-35 tahun 4. 36-40 tahun 22 25,6 11 12,8 5. 41-45 tahun Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa paling banyak ibu berumur 26-30 tahun ada 23 responden (26,7 %) dan paling sedikit berumur 20-25 tahun ada 8 responden (9,3 %).
83
Tabel 4.2 Distribusi Ibu Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. SD 7 8,1 2. SMP 16 18,6 3. SMA 53 61,6 4. D III 7 8,1 5. S I 3 3,5 Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ibu paling banyak adalah SMA yaitu ada 53 responden (61,6 %) dan paling sedikit adalah S I ada 3 responden (3,5 %). Tabel 4.3 Distribusi Ibu Berdasarkan Status Pekerjaan di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Status Pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1. Ibu rumah tangga 53 61,6 2. Tani 5 5,8 3. Pedagang 12 14,0 4. Buruh 9 10,5 5. PNS 7 8,1 Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa status pekerjaan ibu paling banyak adalah ibu rumah tangga yaitu
ada 53 responden
(61,6 %) dan paling sedikit adalah tani ada 5 responden (5,8 %). Tabel 4.4 Distribusi Balita Berdasarkan Umur di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Umur Jumlah Persentase (%) 1. 12-36 bulan 46 53,5 2. 37-59 bulan 40 46,5 Total 86 100 Sumber: Data Primer
84
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa paling banyak balita berumur 12-36 bulan ada 46 balita (53,5 %) dan balita yang berumur 37-59 bulan ada 40 balita (46,5 %). Tabel 4.5 Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1. Laki-laki 50 58,1 2. Perempuan 36 41,9 Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa jenis kelamin balita paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu ada 50 balita (58,1 %) dan balita berjenis
kelamin
perempuan
ada
36 balita
(41,9 %). 2. Pengetahuan Ibu Tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) Pengetahuan ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) diukur dengan skor berdasarkan jawaban responden (ibu) dari kuesioner yang telah dibagikan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang dimiliki responden atau ibu balita mengenai kadarzi antara lain pengertian kadarzi, misi kadarzi, indikator kadarzi yang terdiri dari menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, makan beranekaragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplementasi gizi sesuai anjuran. Hasil responden diberi skor berdasarkan jawaban responden terhadap item pertanyaan, jawaban yang benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0 dan dikategorikan dalam 4 kategori yaitu rendah
85
bila responden menjawab benar seluruh item pertanyaan < 40%, kurang bila responden menjawab benar seluruh 40-55%, sedang
bila
responden
menjawab
item
benar
pertanyaan
seluruh
item
pertanyaan 56-75%, tinggi bila responden menjawab benar seluruh item pertanyaan > 75%. Tabel
4.6 Distribusi Ibu Berdasarkan Pengetahuan di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. Rendah 1 1,2 2. Kurang 9 10,5 3. Sedang 14 16,3 4. Tinggi 62 72,1 Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu
tentang kadarzi di desa Karangsari, kecamatan Kebumen paling banyak yaitu tinggi ada 62 responden (72,1 %) dan paling sedikit yaitu rendah ada 1 responden (1,2 %). 3. Sikap Ibu Tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) Sikap ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) diukur dengan skor berdasarkan jawaban responden (ibu) dari kuesioner yang telah dibagikan. Sikap yang dimaksud adalah sikap ibu (mendukung/tidak mendukung) terhadap indikator kadarzi yang meliputi menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif
pada bayi
0-6 bulan, makan beranekaragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplementasi gizi sesuai anjuran dan sikap ibu terhadap pentingnya kadarzi.
86
Hasil responden diberi skor berdasarkan jawaban responden terhadap item pertanyaan, untuk pernyataan positif penilaiannya sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1) dan untuk pernyataan negatif penilaiannya sangat setuju (1), setuju (2), ragu-ragu (3), tidak setuju (4), sangat tidak setuju (5). Hasilnya dikategorikan dalam 4 kategori yaitu sangat tidak baik bila skor responden dalam persen 0-25%, tidak baik bila skor responden dalam
persen
26-50%, baik
bila
skor
responden
dalam
persen
51-75%, sangat baik bila skor responden dalam persen 76-100%. Tabel 4.7 Distribusi Ibu Berdasarkan Sikap di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Sikap Jumlah Persentase (%) 1. Sangat tidak baik 0 0 2. Tidak baik 12 14,0 3. Baik 16 18,6 4. Sangat baik 58 67,4 Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa sikap ibu terhadap kadarzi di desa Karangsari, kecamatan Kebumen paling banyak yaitu sangat baik ada 58 responden (67,4 %) dan yang sikapnya sangat tidak baik 0 responden (0 %).
87
4. Status Gizi Balita Status gizi balita dalam penelitian ini diambil dari hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita umur 12-59 bulan, dengan teknik perhitungan Z-skor menurut World Health Organization (1983). Hasilnya dikategorikan dalam 4 kategori yaitu gizi buruk bila Z-skor terletak <-3 SD, gizi kurang bila Z-skor terletak <-2 SD sampai dengan -3 SD, gizi baik bila Z-skor terletak -2 SD sampai dengan +2 SD, gizi lebih bila Z-skor terletak > +2 SD. Tabel 4.8 Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen No Status Gizi Balita Jumlah Persentase (%) 1. Gizi buruk 2 2,3 2. Gizi kurang 10 11,6 3. Gizi baik 74 86,0 4. Gizi lebih 0 0 Total 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen paling banyak yaitu gizi baik ada 74 balita (86,0 %) dan balita dengan gizi lebih 0 responden (0 %). Tabel 4.9 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Pengetahuan Ibu dan Status Gizi Balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen Status Gizi Balita No Pengetahuan Gizi Gizi Gizi Gizi Total Buruk Kurang Baik Lebih f % f % f % f % f % 1. Rendah 1 1,2 0 0 0 0 0 0 1 1,2 2. Kurang 1 1,2 8 9,3 0 0 0 0 9 10,5 3. Sedang 0 0 2 2,3 12 14,0 0 0 14 16,3 4. Tinggi 0 0 0 0 62 72,0 0 0 62 72,0 Total 2 2,4 10 11,6 74 86,0 0 0 86 100 Sumber: Data Primer
88
Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi), semakin baik status gizi balitanya. Pengetahuan ibu yang rendah dan status gizi balitanya buruk ada 1 responden (1,2 %). Pengetahuan ibu yang kurang dan status gizi balitanya buruk ada 1 responden (1,2 %), status gizinya kurang ada 8 responden (9,3 %). Pengetahuan ibu sedang dan status gizi balitanya kurang ada 2 responden (2,3 %), status gizinya baik ada 12 responden (14,0 %). Pengetahuan ibu tinggi dan status gizi balitanya baik ada 62 responden (72,0 %). Tabel 4.10 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Sikap Ibu dan Status Gizi Balita di Desa Karangsari, Kecamatan Kebumen Status Gizi Balita No Sikap Gizi Gizi Gizi Gizi Total Buruk Kurang Baik Lebih f % f % f % f % f % 1. Sangat tidak baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2. Tidak baik 2 2,3 10 11,6 0 0 0 0 12 14,0 3. Baik 0 0 0 0 16 18,6 0 0 16 18,6 4. Sangat baik 0 0 0 0 58 67,4 0 0 58 67,4 Total 2 2,3 10 11,6 74 86,0 0 0 86 100 Sumber: Data Primer Dari tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa semakin baik sikap ibu terhadap program kadarzi (keluarga sadar gizi), semakin baik pula status gizi balitanya. Sikap ibu yang tidak baik dan status gizi balitanya buruk ada 2 responden (2,3 %), status gizinya kurang ada 10 responden (11,6 %). Sikap ibu yang baik dan status gizi balitanya baik ada 16 responden (18,6 %). Sikap ibu sangat baik dan status gizi balitanya baik ada 58 responden (67,4 %).
89
B. Pembahasan 1. Pengetahuan Ibu Tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) Berdasarkan hasil penelitian, responden yang pengetahuannya rendah ada 1 responden (1,2 %), pengetahuannya kurang ada 9 responden (10,5 %), yang pengetahuannya sedang ada 14 responden (16,3 %), dan pengetahuannya tinggi ada 62 responden (72,1 %). Sebagian besar pengetahuan ibu tentang kadarzi di desa Karangsari, kecamatan Kebumen adalah tinggi ada 62 responden (72,1 %). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan ibu di desa Karangsari, kecamatan Kebumen yang sebagian besar SMA ada 53 responden (61,6 %). Ini didukung oleh Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya sosial ekonomi, kultur pendidikan,
pengalaman,
dan
sumber
(budaya, agama),
informasi.
Semakin
tinggi
pendidikan maka pengetahuan akan semakin tinggi. Dengan pengetahuan yang tinggi maka akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyelesaikannya. Pengetahuan yang tinggi menurut Notoatmodjo (2003) didukung oleh semakin banyaknya informasi yang diakses ibu di desa setempat melalui berbagai media meliputi televisi, radio, majalah, koran, dan media informasi lainnya. Sekarang sudah banyak iklan-iklan di televisi, radio, majalah, koran tentang pentingnya gizi
bagi
balita
yang
dapat
mendorong ibu balita untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi balita. Selain itu peran serta aktif dari kader posyandu dan tenaga kesehatan
90
setempat dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan gizi balita. Dengan diadakannya pendidikan kesehatan tentang pentingnya gizi
balita
dan
program
kadarzi
di posyandu, dapat
menambah
pengetahuan ibu balita. Dari
jawaban
responden
pada
kuesioner, sebagian
besar
responden (ibu balita) sudah memahami tentang pengertian kadarzi beserta 5 indikatornya dan sebagian ibu balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen
sudah
melakukan
5 indikator kadarzi yang
meliputi menimbang berat badan balita secara teratur, memberikan ASI
eksklusif
kepada
bayi
0-6
bulan,
menggunakan garam beryodium, dan minum
makan
beranekaragam,
suplementasi gizi sesuai
anjuran. Berarti tingkat pengetahuan ibu di desa Karangsari, kecamatan Kebumen termasuk dalam tingkatan memahami dan aplikasi sesuai dengan teori menurut Notoatmodjo (2003) memahami diartikan dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, dan sebagainya
tentang kadarzi dan indikatornya, aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan/mempraktekkan 5 indikator kadarzi tersebut.
91
2. Sikap Ibu Tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) Berdasarkan hasil penelitian, responden yang sikapnya sangat tidak baik 0 responden (0 %), sikapnya tidak baik ada 12 responden (14,0 %), sikapnya baik ada 16
responden (18,6 %), yang sikapnya
sangat baik ada 58 responden (67,4 %). Sebagian besar sikap ibu tentang kadarzi di desa Karangsari, kecamatan Kebumen adalah sangat baik ada 58 responden (67,4 %). Hal ini
dikarenakan pengetahuan ibu
tentang kadarzi di
desa
Karangsari, kecamatan Kebumen yang sebagian besar tinggi ada 62 responden (72,1 %). Ini didukung oleh Sunaryo (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap diantaranya faktor internal yang meliputi motif, faktor psikologis, faktor fisiologis dan faktor eksternal yang meliputi pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan, semakin
tinggi
pendidikan
semakin
tinggi
pula
pengetahuan. Dengan pengetahuan yang tinggi tentang kadarzi, maka sikap dalam menanggapi pentingnya kadarzi juga semakin baik. Selain
itu, sikap
merupakan
konstelasi komponen-komponen
kognitif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya (Sri Utami Rahayuningsih, 2008).
92
3. Status Gizi Balita Berdasarkan hasil penelitian, balita yang status gizinya buruk ada 2 balita (2,3 %), status gizinya kurang ada 10 balita (11,6 %), status gizinya baik ada 74 balita (86,0 %), dan status gizinya lebih 0 balita (0 %). Sebagian besar status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen adalah gizi baik ada 74 balita (86,0 %). Balita yang status gizinya
baik, pengetahuan
dan
sikap
ibunya
sedang/tinggi
dan
baik/sangat baik. Ini didukung oleh Waryana (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi
status
gizi
pendidikan, pengetahuan, sikap, dan
sangat
terkait
keterampilan
dengan
tingkat
keluarga.
Makin
tinggi/baik pendidikan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan keluarga akan gizi maka status gizi keluarga khususnya balita akan semakin baik. Selain itu, tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat khususnya ibu–ibu rumah tangga terhadap gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada pencapaian program gizi keluarga (DepKes, 2007). Sebagian
besar
ibu
balita
di
desa
Karangsari, kecamatan
Kebumen adalah ibu rumah tangga ada 53 responden (61,6 %) yang setiap hari selalu ada di rumah dan dapat mengawasi anaknya dengan
baik.
Ini
didukung
oleh
Waryana
(2010) bahwa
pola
pengasuhan anak dapat mempengaruhi status gizi balitanya. Semakin
93
baik ibu dalam mengasuh dan mengawasi anaknya dalam hal ini apa saja yang boleh dikonsumsi anak terutama makanan yang cukup zat gizi, merawat kebersihan
anak maka status gizi anak juga
semakin baik. Selain itu di desa Karangsari, kecamatan Kebumen cukup dekat dengan sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, dan
rumah sakit
sehingga
responden
memanfaatkan
pelayanan dengan baik. Ini didukung oleh Soekirman (2003) bahwa pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
seperti
imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan anak akan gizi, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan
atau
dokter, dan
rumah sakit
merupakan
penyebab
tidak
langsung dari status gizi balita. Semakin baik dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan maka balita terhindar dari masalah kesehatan dan status gizinya semakin baik. Menurut
Waryana
(2010), faktor-faktor
yang
mempengaruhi
status gizi adalah penyebab langsung (makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak) dan penyebab tidak langsung (ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan).
94
4. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Balita Berdasarkan hasil uji statistik nonparametrik
dengan korelasi
Kendall Tau antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita ternyata mempunyai nilai kekuatan hubungan
yang
tinggi dengan
nilai
τ = 0,719 dan nilai p = 0,000 (p < 0,05), maka hipotesis yang diajukan sebelum penelitian dilakukan diterima yaitu “Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang kadarzi dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita yang memiliki pengetahuan yang rendah atau kurang, status gizi balitanya
buruk
atau
kurang.
Dan
ibu
balita
yang
memiliki
pengetahuan yang sedang atau tinggi, status gizi balitanya baik. Ini didukung oleh Waryana (2010) bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu tentang kadarzi dan pentingnya program kadarzi bagi keluarga, maka sikap ibu dalam menanggapi program kadarzi juga akan baik dan perilaku ibu cenderung untuk memilih makanan yang bergizi dan menu seimbang sehingga status gizi keluarga khususnya balita baik. Penelitian yang sama hasilnya dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dewi Setiyaningsih (2007) bahwa ada hubungan pengetahuan ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) dengan status kadarzi pada keluarga anak balita usia 5-59 bulan. Semakin
tinggi
pengetahuan
ibu
tentang
kadarzi, status
kadarzi
95
keluarga
semakin
baik (keluarga
melakukan
indikator
kadarzi).
Penelitian oleh Widyawati (2009) bahwa ada hubungan pengetahuan ibu
tentang kadarzi dengan
status
gizi
balita.
Semakin
tinggi
pengetahuan ibu tentang kadarzi, semakin baik status gizi balitanya. Penelitian oleh Ika Rufiani (2007) dengan hasil ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita. 5. Hubungan Sikap Ibu Tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Balita Berdasarkan hasil uji statistik nonparametrik
dengan korelasi
Kendall Tau antara sikap ibu dengan status gizi balita ternyata mempunyai nilai
kekuatan hubungan yang
tinggi dengan
nilai
τ = 0,692 dan nilai p = 0,000 (p < 0,05), maka hipotesis yang diajukan sebelum penelitian dilakukan diterima yaitu “Ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu tentang kadarzi dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita yang sikapnya tidak baik, status gizi balitanya buruk atau kurang. Dan ibu balita yang sikapnya baik atau sangat baik, status gizi balitanya baik. Ini didukung oleh Waryana (2010) bahwa semakin baik sikap ibu dalam menanggapi kadarzi (keluarga sadar gizi) maka perilaku ibu cenderung baik dan dapat memilih bahan makanan bergizi
dan
menu
seimbang. Dengan
perilaku
yang
baik
dan
96
tersedianya makanan bergizi maka status gizi keluarga khususnya balita juga akan baik. Penelitian yang sama hasilnya dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dewi Setiyaningsih (2007) bahwa ada hubungan sikap ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) dengan status kadarzi pada keluarga anak balita usia 5-59 bulan. Semakin baik sikap ibu dalam menanggapi kadarzi, status kadarzi keluarga semakin baik (keluarga
melakukan
indikator
kadarzi). Penelitian oleh Widyawati
(2009) bahwa ada hubungan sikap ibu tentang kadarzi dengan status gizi balita. Semakin baik sikap ibu tentang kadarzi, semakin baik status gizi balitanya. Penelitian oleh Dewi R (2005) dengan hasil bahwa ada pengaruh pengetahuan dan sikap dalam memberi makanan dan merawat balita terhadap status gizi balita. Semakin tinggi pengetahuan dan semakin baik sikap ibu dalam memberi makanan dan merawat balita, semakin baik status gizi balita tersebut.
97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengetahuan
ibu
tentang
kadarzi
(keluarga
sadar
gizi)
di
desa
Karangsari, kecamatan Kebumen sebagian besar tinggi (72,1 %). 2. Sikap ibu tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) di desa Karangsari, kecamatan Kebumen sebagian besar sangat baik (67,4 %). 3. Status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen sebagian besar gizi baik (86,0 %). 4. Ada hubungan (p = 0,000) pengetahuan ibu tentang kadarzi dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen. 5. Ada hubungan (p = 0,000) sikap ibu tentang kadarzi dengan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen.
98
B. Saran Saran
yang
dapat
diberikan
oleh
penulis
sehubungan
dengan
penelitian ini adalah: 1. Bagi ibu balita Agar senantiasa mengikuti pendidikan kesehatan yang diadakan oleh petugas kesehatan, kader posyandu guna meningkatkan pengetahuan, sikap tentang kadarzi (keluarga sadar gizi) atau melalui media cetak dan elektronik. 2. Bagi puskesmas Agar lebih meningkatkan pendidikan kesehatan tentang kadarzi yang mencakup 5 indikator kadarzi dan pentingnya program kadarzi bagi keluarga. 3. Bagi posyandu Agar lebih memperhatikan status gizi balita di desa Karangsari, kecamatan Kebumen dan meningkatkan peran serta aktif dari petugas kesehatan dan kader dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang kadarzi. 4. Bagi peneliti selanjutnya Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi status gizi seperti pola asuh orang tua, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan sehingga penelitian yang ada lebih komprehensif.
99
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Azwar, Saifudin. 2002. Sikap Manusia Teori Skala dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka Pelajar. Bidang Yankes Dinkes Kabupaten Kebumen. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Kebumen: Dinkes Kabupaten Kebumen. . 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2010. Kebumen: Dinkes Kabupaten Kebumen. Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Masyarakat. Jakarta: EGC. Depkes, RI. 2004. Kesehatan.
Profil
untuk
Kesehatan
Kedokteran
Indonesia.
dan
Jakarta:
Kesehatan
Pusat
Data
Dewi. 2005. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Dalam Memberi Makanan dan Merawat Balita Terhadap Status Gizi Balita 6-60 Bulan di Wilayah Puskesmas Dukuh Kabupaten Magelang. Yogyakarta: FKUGM. Hidayat, AAA. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Misbakhudin. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Suami dengan Perilaku Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi) di Kota Bandung, Jawa Barat.
(diakses tanggal 16 Mei 2011 pukul 13.27). Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Metodologi
Penelitian
Ilmu
100
Priyo, Sutanto. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Puskesmas Kebumen III. Menggunakan Garam Beryodium. (diakses tanggal 24 Mei 2011 pukul 15.45). Riwidikdo, H. 2007. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press. Sariyono, dkk. 2007. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 1. Gombong: LP2M STIKes Muhammadiyah Gombong. Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabetha. Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suparyanto. Keluarga Sadar Gizi. (diakses tanggal 24 Mei 2011 pukul 15.15). Supriyanto. Perlu Upaya Preventif untuk Kasus Gizi Buruk. (diakses tanggal 29 Juni 2011 pukul 16.03). Turiman, dkk. 2008. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2. Gombong: LP2M STIKes Muhammadiyah Gombong. Ummah, Basirun. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Gombong: LP2M STIKes Muhammadiyah Gombong. . 2008. Penulisan Ilmiah. Gombong: LP2M STIKes Muhammadiyah Gombong. W, Palupi ; A, Erita. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Widyawati. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Kadarzi dengan Asupan Energi dan Status Gizi Anak Balita di Desa Jagan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. (diakses tanggal 16 Mei 2011 pukul 14.05).