BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah, ia diberi kelebihan dibanding makhluk yang lainnya, yaitu akal fikiran, nafsu dan kehendak. Secara pribadi manusia mempunyai kebutuhan sandang, pangan dan papan. Manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan harus berhubungan dengan orang lain. Salah satu diantara sekian banyak kerjasama yang sangat penting untuk kesejahteraan hidup manusia adalah jual beli.1 Jual beli adalah salah satu bentuk transaksi yang dibenarkan selama memenuhi syarat dan rukun secara lengkap. Dan prinsip hukum jual beli dalam Islam adalah halal. Sebagaimana firman Allah al-Qur’ân surat Al-Baqarah ayat 275:
*َ,/ِّ 0 َم ا/3 4 َ َو6َ 8ْ 9َ 0ْ ; ا ُ <ا 34 َ َوَأ Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.2 Para ulama sepakat memperbolehkan jual beli, sebab hal itu telah dipraktekkan sejak dulu hingga sekarang. Seseorang yang terjun dalam usaha ini
1 2
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Bandung: CV. Diponegoro, 1984), 14. Depag RI, Al-Qur’ân dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1996), 48.
1
2
harus mengetahui hal-hal yang mengakibatkan tidak sahnya jual beli, agar dapat membedakan mana yang shubhat sedapat mungkin.3 Bentuk kegiatan manusia yang lainnya dalam bermu’amalah adalah jual beli salam (Bai’ As-Salam). Dalam pengertian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.4 Sebagaimana dalam al-Qur’ân surat al-Baqarah ayat 282: öΝä3uΖ÷−/ =çGõ3u‹ø9uρ 4 çνθç7çFò2$$sù ‘wΚ|¡•Β 9≅y_r& #’n<Î) Aøy‰Î/ ΛäΖtƒ#y‰s? #sŒÎ) (#þθãΖtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ 4 4 ÉΑô‰yèø9$$Î/ 7=Ï?$Ÿ2 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”.5 Pembayaran yang didahulukan dalam istilah hukum Islam disebut dengan as-salam dan dinamai juga as-salaf. Yang dimaksud dengan pembayaran yang didahulukan adalah penjualan suatu barang yang masih berada dalam tanggungan penjual, namun pembayarannya telah dilakukan oleh pembeli terlebih dahulu. Untuk hal itu, para fuqaha (ahli hukum Islam) menamainya dengan alMahawi’ij, yang dalam istilah Indonesianya diartikan sebagai barang mendesak. Sebab dalam jual beli barang yang menjadi objek perjanjian jual beli tidak ada di
3
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Kamaludin A. Marzuki (Bandung: Al-Ma‘arif, 1988), 47. Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyid, Bidayatun Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid (Beirut: Darul Kalam, 1988), 124. 5 Depag RI, Al-Qur’ân dan Terjemahnya, 49. 4
3
tempat, sementara itu kedua belah pihak (penjual dan pembeli) telah sepakat untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu. Dalam perjanjian as-salam pembeli barang disebut muslam (yang menyerahkan). Penjual disebut dengan al-muslam ilayh (orang yang diserahi), dan barang yang dijadikan sebagai objek perjanjian disebut dengan al-muslam fîh (barang yang akan diserahkan), serta harga barang yang diserahkan kepada pihak penjual diistilahkan dengan ra’su mâl li al-salam (modal as-salam). Adapun yang menjadi syarat sahnya pembayaran yang didahulukan ada beberapa hal: 1. Syarat pembayaran (modal) a. Jelas alat pembayaran apa yang digunakan. b. Jelas jumlahnya, dan c. Batas waktu penyerahan diketahui. 2. Syarat barangnya a. Bahwa barang yang akan diserahkan berada dalam kekuasaan penjual, b. Kriteria barang dan jumlahnya jelas. c. Batas waktu yang diketahui.6 Dalam jual beli salam memang dimungkinkan banyak terjadi perselisihan. Oleh karenanya pada waktu akad harus dijelaskan sejelas mungkin supaya resiko terjadi perselisihan dapat sekecil mungkin dihindari. Karena pada prinsipnya dalam salam juga terdapat kemaslahatan bersama antara penjual dan pembeli. 6
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: SInar Grafika, 2000), 141-142.
4
Selanjutnya, ada yang menyebabkan berakhirnya suatu akad perjanjian jual beli salam, yaitu dengan melakukan pembatalan kontrak. Hal ini diperbolehkan selama tidak merugikan kedua belah pihak.7 Implementasi dari bai’ as-salam itu adalah jual beli secara pesanan pada produk Sophie Martin di Sub Busines Center Sophie Martin di kota Madiun. Di sana tersedia berbagai macam produk seperti tas, sandal, sepatu, pakaian, aksesoris dan lain-lain. Penjualan produk-produk Sophie Martin ini dijual secara langsung oleh member kepada konsumen. Melalui member tersebut produk Sophie Martin bisa dibeli oleh konsumen. Dimana produk yang akan dijual diterbitkan pada sebuah catalogue untuk mengetahui produk-produk yang diinginkan konsumen. Melalui catalogue tersebut konsumen bisa mengetahui kriteria-kriteria produk yang diinginkan. Produk Sophie Martin hanya tersedia di Sub Business Center dan di Business Center yakni pusat perbelanjaan produk Sophie Martin secara khusus. Ini artinya produk Sophie Martin tidak tersedia di toko-toko yang lainnya, kecuali di Sub Business Center dan di Business Center. Namun menurut hemat penulis, bisnis Sophie Martin ini masih belum transparan. Hal tersebut dikarenakan adanya sebuah catalogue guna untuk mengetahui kriteria-kriteria produk yang diinginkan konsumen. Terkadang barang yang dipesan tidak sesuai dengan yang diinginkan.
7
A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Intermasa, 1997), 68.
5
Di sisi lain, dalam transaksi jual beli salam tersebut, pihak Sub Business Center tidak menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti, sehingga para konsumen tidak mengetahui apa penyebab transaksi tersebut menjadi batal. Apabila terjadi pembatalan jual beli yang dilakukan oleh pihak perusahaan, maka uang untuk pembelian produk akan kembali kepada konsumen. Ini artinya tidak dirugikan secara materiil.8 Dengan melihat beberapa permasalahan di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai jual beli salam yang ada di Sub Business Center Sophie Martin. Dan selanjutnya hal tersebut dirumuskan dalam bentuk karya ilmiah, yang berjudul “ANALISA FIQH TERHADAP JUAL BELI SALAM DI SUB BUSINESS CENTER SOPHIE MARTIN DI KOTA MADIUN”.
B. Penegasan Istilah Yang menjadi penegasan istilah pada judul skripsi ini adalah: 1. Fiqh, yaitu hukum yang dihasilkan oleh pemikiran atau ijtihad manusia yang dilandaskan atas dalil-dalil agama, yaitu al-Qur’ân dan al-Sunnah.9
8
Wawancara dengan Sri Ike Wijayanti, (Pemilik Sub Business Center Kota Madiun, Sophie Martin, hari Kamis, tanggal 14 Februari 2008). 9 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 2002), 298.
6
2. Bai’ As-Salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.10
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah analisa fiqh terhadap teknik jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun ? 2. Bagaimanakah analisa fiqh terhadap penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun ? 3. Bagaimanakah analisa fiqh terhadap akibat hukum dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun ? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui secara jelas analisa fiqh terhadap teknik jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun. 2. Untuk mengetahui secara jelas analisa fiqh terhadap penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun. 3. Untuk mengetahui secara jelas akibat hukum dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun.
10
Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyid, Bidayatun Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, 124.
7
E. Kegunaan Penelitian 1. Untuk kepentingan studi ilmiah Dapat memberikan sumbangan kepada peneliti selanjutnya, tentang masalah sejenis yang belum terjawab, terutama masalah jual beli salam melalui catalogue. 2. Untuk kepentingan terapan Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi masyarakat, khususnya member dan pemilik Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun. Selain itu, dapat memberikan wawasan umat Islam pada umumnya dan peneliti pribadi pada khususnya, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan Sophie Martin, supaya kita tidak terjebak ke dalam gaya hidup yang konsumtif. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini termasuk jenis penelitian kancah (lapangan atau terjun langsung pada pihak perusahaan). Penelitian kancah yaitu mencari data langsung ke lapangan yang menjadi tempat penelitian dengan melihat dari dekat. 2. Pendekatan Penelitian Dalam
meneliti
penulis
menggunakan
pendekatan
Deskriptif
Kualitatif. Yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
8
angka-angka. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah di teliti. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis di Sub Business Center Sophie di kota Madiun, yang beralamat di Jl. M.T. Haryono No. 79 Madiun. 4. Data Penelitian Adapun data yang diperlukan oleh penulis dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Data tentang teknik dari jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun. b. Data tentang penyelesaian sengketa antara penjual dengan pembeli apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun. c. Data tentang akibat hukum pada penjual dan pembeli dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun. 5. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini dibutuhkan data yang relevan dengan permasalahan sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Sumber data yang digunakan: a. Sumber Data Primer 1. Pemilik Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun.
9
2. Karyawan 3. Buku-buku: Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat. Hukum Perdata Islam. Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontekstual. Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid. Ahmad Khudari Saleh, Fiqh Kontekstual (Prespektif Sufi Falsafi), Jilid 5. b. Sumber Data Sekunder 1. Pelanggan/Konsumen 2. Member 6. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Interview (wawancara), yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberi jawaban atas pertanyaan.11 b. Observasi, yaitu pengumpulan secara sistematika terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.12 c. Dokumentasi, yaitu perolehan data-data dari dokumen-dokumen dan lainlain.13
11
135.
12
Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995),
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 158. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 326. 13
10
7. Teknik Pengolahan Data Adapun teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Editing, yaitu pemeriksaan semua data-data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, keterbatasan, kejelasan makna, kesesuaian dan keselarasan sesuatu dengan yang lainnya, relevansi dan keragaman sesuatu atau kelompok data.14 b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematika data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya (yang relevan dengan rumusan masalahnya) c. Penemuan hasil riset yaitu melakukan analisa lanjutan terhadap hasil pengorganisasian dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan lain sebagainya. Sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan tertentu yang sejalan dengan rumusan masalah yang ada. G. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:
14
191.
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survey (Jakarta: LP3IES, 1981),
11
1. Induktif, yaitu pembahasan yang diawali dengan menggunakan kenyataankenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum. 2. Deduktif, yaitu pembahasan yang diawali dengan menggunakan dalil-dalil, teori-teori atau ketentuan yang bersifat umum dan selanjutnya dikemukakan kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian.
H. Kajian Pustaka Sejauh pengetahuan penulis ada peneliti yang sudah pernah membahas jual beli salam ini, akan tetapi yang membahas secara khusus tentang “Analisa Fiqh Terhadap Jual Beli Salam Di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun” belum ditemukan. Rofiq Ahsani dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Konsep Salam Terhadap Praktek Jual Beli Bibit Ayam Pedaging di Mlilir Madiun” menyimpulkan bahwa: kejelasan harga dalam praktek jual beli bibit ayam pedaging yang terjadi di kelurahan Mlilir kecamatan Dolopo kabupaten Madiun tidak bertentangan dengan fiqh karena harga yang diterapkan menurut fuqaha Malikiyah sudah sesuai dengan persyaratan salam dan urf yang ada disana. Sehingga dapat menimbulkan maslahah. Dalam masalah kejelasan tentang jenis bibit ayam pedaging yang terjadi di kelurahan Mlilir kecamatan Dolopo kabupaten Madiun tidak bertentangan dengan fiqh dan diperbolehkan menurut fuqaha Malikiyah karena jenis bibit yang dijual sudah memenuhi kriteria barang
12
yang dijual dengan cara salam. Keterlambatan terhadap pengiriman bibit ayam pedaging dalam praktek jual beli bibit ayam pedaging yang terjadi di kelurahan Mlilir kecamatan Dolopo kabupaten Madiun tidak bertentangan dengan fiqh, karena tidak ada unsur kesengajaan sehingga kejelasan batas waktu pengiriman sudah sesuai dengan fiqh dan jual beli ini diperbolehkan oleh fuqaha Mâlikîyah. Dalam skripsi Tri Miranti yang berjudul “Tinjauan Fiqh Terhadap Bai’ As-Salam dalam Perbankan Syari’ah”, disimpulkan bahwa: akad perjanjian bai’ as-salam dalam perbankan syari’ah antara bank syari’ah dan nasabah adalah tidak bertentangan menurut fiqh, karena telah sesuai dengan rukun dan syarat bai’ assalam dalam fiqh. Mekanisme bai’ as-salam dalam perbankan syari’ah tidak bertentangan dengan fiqh, karena mekanisme bai’ as-salam dalam perbankan syari’ah ini bermanfaat dan tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan mekanisme dan prinsip bai’ as-salam dalam fiqh. Di samping itu, dalam kehidupan perekonomian saat ini, bai’ as-salam juga sangat bermanfaat bagi para pelaku ekonomi, karena merupakan kerjasama untuk mengembangkan potensi usaha. Penyelesaian tentang wanprestasi bai’ as-salam dalam perbankan syari’ah tidak bertentangan dengan fiqh, karena penyelesaian dilakukan oleh BAMI ini sesuai dengan syari’ah dan didirikan oleh MUI. Pada dasarnya penyelesaian ini sesuai karena didahului oleh musyawarah, baru kalau tidak dapat diselesaikan disumpah dan dilakukan oleh BAMI yang berwenang menyelesaikan, karena
13
badan ini terdiri dari orang-orang yang ahli dalam perbankan syari’ah dan karena kesepakatan pihak-pihak menyelesaikan masalahnya pada BAMI. Untuk kajian teoritis, sudah banyak buku-buku ataupun karya tulis yang membahas tentang salam, diantara buku-buku tersebut antara lain buku yang berjudul Fikih Ekonomi Keuangan Islam karya Adiwarman A. Karim menyebutkan bahwa as-salam artinya: Transaksi terhadap suatu barang yang digambarkan dan dalam kepemilikan dengan harga kontan dalam waktu perjanjian namun penyerahan barang tertunda. As-Salam termasuk salah satu bentuk jual beli, berbeda dengan jual beli lain. Karena dengan sistem kontan plus tertunda. Buku lain yang berjudul Ekonomi Islam karya Abdullah Abdul menyebutkan bahwa pemesanan adalah transaksi barang yang disebutkan cirinya dengan penyediaan barang jaminan setelah harga disepakati dalam proses transaksi. Transaksi ini dilakukan dengan cara pembelian satu komoditas oleh seseorang yang wujudnya belum ada, ataupun belum diproduksi atau buahbuahan walaupun belum dipanen setelah disebutkan ciri semua detail. Harganya dibayar secara langsung. Pemesanan itu dibatasi oleh tenggang waktu yang telah ditentukan. Kasus semacam ini banyak terjadi dalam transaksi ekspor–impor atau barang yang dihasilkan oleh pabrik dimana pemesan membayar harganya terlebih dahulu agar pabrik memproduksi barang yang dipesan itu.
14
Disini penulis meneruskan pembahasan tentang hal-hal yang belum dibhasa atau belum terjawab mengenai salam. Permasalahan dibahas yakni jual beli salam pada produk Sophie Martin yang belum pernah dibahas oleh peneliti terdahulu. Sejalan dengan kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang “Analisa Fiqh Terhadap Jual Beli Salam Di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun”. I. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman dalam skripsi ini maka penulis mengelompokkan menjadi lima bab, masing-masing bab terbagi menjadi beberapa sub bab semuanya itu merupakan suatu pembahasan yang utuh yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, sistematika pembahasan tersebut adalah: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan atau gambaran umum untuk memberikan pola pemikiran keseluruhan skripsi ini meliputi latar belakang masalah, penegasan istilah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, teknik analisa data, kajian pustaka dan sistematika pembahasan.
15
BAB II
: JUAL BELI SALAM DALAM ISLAM Bab ini merupakan serangkaian teori sebagai landasan teori Islam yang dipergunakan untuk menganalisa permasalahan-permasalahan pada bab III (tiga). Dalam bab ini diungkapkan mengenai jual beli salam dalam Islam, diantaranya adalah pengertian jual beli salam dan dasar hukumnya, rukun dan syarat jual beli salam, bentukbentuk jual beli salam, sebab-sebab terjadinya pembatalan jual beli salam, resiko dalam jual beli salam, dan penyelesain sengketa dalam jual beli salam.
BAB III
: JUAL BELI SALAM DI SUB BUSINESS CENTER SOPHIE MARTIN KOTA MADIUN Bab ini merupakan penyajian data sebagai hasil maksimal dan pengalihan serta pengumpulan data dari lapangan yang tercakup di dalamnya gambaran yang berisi tentang sejarah berdirinya Sub Business Center Sophie Martin, teknik yang digunakan dalam jual beli salam, penyelesaian sengketa antara penjual dengan pembeli apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam, dan akibat hukum penjual dan pembeli dalam jual beli salam.
BAB IV
: ANALISA FIQH ISLAM TERHADAP JUAL BELI SALAM DI SUB BUSINESS CENTER SOPHIE MARTIN KOTA MADIUN
16
Bab ini merupakan analisa fiqh terhadap jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun, yang meliputi analisa fiqh terhadap teknik jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun, analisa fiqh terhadap penyelesaian sengketa antara penjual dengan pembeli apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun dan analisa fiqh terhadap akibat hukum pada penjual dan pembeli dalam jual beli salam di Sub Business Center Sophie Martin kota Madiun. BAB V
: PENUTUP Bab ini yang berisikan kesimpulan dan saran.
17
BAB II JUAL BELI SALAM DALAM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli Salam dan Dasar Hukumnya Dalam pengertian yang sederhana, bai as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.15 Pengertian sebenarnya kata “salam” atau “salaf” itu menurut syara' (Islam) ialah jual beli dengan menerangkan sifat-sifat atau ciri-cirinya dalam tanggungan penjual dengan ganti (harga) yang diberikan (dibayar) kontan.16 Adapun yang menjadi dasar hukum kebolehan perjanjian jual beli dengan salam didasarkan pada: 1. Ketentuan al-Qurân Dalam al-Qurân surah al-Baqarah ayat 282, ketentuan tentang jual beli salam dijelaskan sebagai berikut: öΝä3uΖ÷−/ =çGõ3u‹ø9uρ 4 çνθç7çFò2$$sù ‘wΚ|¡•Β 9≅y_r& #’n<Î) Aøy‰Î/ ΛäΖtƒ#y‰s? #sŒÎ) (#þθãΖtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ 4 4 ÉΑô‰yèø9$$Î/ 7=Ï?$Ÿ2 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”.17
15
Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rasyid, Bidayatun Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid (Birut: Darur Kalam, 1988), 124. 16 Al-Shan'ani, Subul Al-Salam. Jilid III, Terj. Abu Bakar Muhammad (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 170. 17 Depag RI, Al-Qur’ân dan Terjemahnya, 49.
18
Ibn Abbas berkata: "Saya bersaksi bahwa sesungguhnya akad salaf atas barang tanggungan dalam batas waktu tertentu benar-benar dihalalkan dan diizinkan oleh Allah dalam kitab-Nya". Kemudian Ibn Abbas membacakan ayat 282 surah al-Baqarah diatas.18 2. Ketentuan Al-Hadîth Adapun keterangan al-Hadîth mengenai salam adalah sebagai berikut:
sَ q3kَr َوjِ kْ8qَd َ ; ُ اeq3kَp e ُ kِ9l3 0 َم اoِ kَn .ل َ *kَn jُ kْld َ ; اe َf ِ س َر ٍ *39d َ c ِ ,ْ ْ اcd َ ekِy َ qَkْrْ َاckَ .ل َ *kَyَ c ِ 8ْ َ lَ } 3 k0 وَاtِ l3 } َ 0* ٍر اvَ wَ 0ْ اxyِ ن َ ْ{|ُ qِ} ْ uُ ْs َو ُه.tَ lَ uْ oِ vَ 0ْ ا k|) .{ْ ٍمkُqْ َ < ٍ kَ َاekَ0{ْ ٍم ِاkُqْ َ ن ٍ ْ{ْ ٍم َاوْ َوزkُqْ َ < ٍ kْ8 َآekِy ْqِ} ْ 8ُ qْ yَ /ِ vَ
َ (j8qd Artinya: Dari Ibn Abbas r.a. ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW datang ke kota Madinah, ketika itu penduduk Madinah menjaminkan buahbuahan selama satu tahun dan 2 tahun, kemudian beliau bersabda: "Barang siapa menjaminkan buah kurma hendaklah menjaminkan dengan takaran atau timbangan tertentu dan dalam batas waktu tertentu." (Muttafaq Alayh).19 3. Ijma Menurut Ibn Mundhir, seluruh ulama' sepakat bahwa akad salaf (salam) adalah boleh dan kebanyakan manusia berkepentingan terhadap akad ini.20
18
145.
19
Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
Ibnu al-Hajar al-Asqalani, Bulugh al-Maram, Terj. A. Hassan (Bandung: CV Diponegoro, 2001), 378. 20 Ma'adi, Fiqh Muamalah Konteksitual, 146.
19
B. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam Adapun yang menjadi rukun jual beli salam menurut jumhur ulama' sebagai berikut: 1. Muslam (pembeli) 2. Muslam Ilayh (Penjual) 3. Ra'su mâl li al-salam (modal) 4. Muslam Fîh (barang yang dijual) 5. Sighat (Ijâb dan Qabûl).21 Di antara sekian banyak rukun jual beli salam, akan diperjelas syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam rukun tersebut, diantaranya: 1. Modal Transaksi jual beli salam Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam modal jual beli salam adalah sebagai berikut: a. Modal harus diketahui Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai. b. Penerimaan pembayaran salam. 22
21
M. Syafi'I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 109. 22 M. Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah, 109.
20
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak. Hal ini dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh pembeli tidak dijadikan sebagai utang penjual. Pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari penjual, sebab hal ini untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam. 2. Al-Muslam Fih (barang)23 Di antara syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam barang adalah sebagai berikut: a. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang. b. Dapat diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang, kualitas dan jumlahnya. c. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari d. Kebanyakan ulama mensyaratkan barang harus ditunda pada waktu kemudian, tetapi madhab Shâfi'î membolehkan penyerahan segera. e. Bolehnya menentukan tanggal, waktu dimasa akan datang untuk penyerahan barang. f. Tempat penyerahan pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan. Jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ketempat yang menjadi kebiasaan. 23
Ibid, 109-110.
21
g. Para ulama' melarang penggantian muslam fîh dengan barang lain. Tetapi bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Hal demikian tidak dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama. Para imam dan tokoh-tokoh madhab sepakat terhadap enam persyaratan akad salam sebagai berikut: 1. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas jenisnya 2. Jelas sifat-sifatnya 3. Jelas ukurannya 4. Jelas batas waktunya 5. Jelas harganya 6. Tempat penyerahannya juga harus dinyatakan secara jelas.24 Beberapa persyaratan akad salam yang diperselisihkan oleh ulama antara lain: 1. Tentang pembayaran Menurut fuqaha Hanafiyah, Shâfi-iyah dan Hanâbilah, harga atau ra's al-mâl harus dibayar dimuka dan diserahkan secara langsung dalam majlis akad sebelum kedua pihak berpisah. Kalau tidak, maka akad salam batal dengan sendirinya, sebab yang demikian ini tidak sesuai dengan pengertian dan tujuan salam. Sebagaimana diketahui bahwa salaf berarti pembayaran 24
Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, 146-147.
22
dimuka, sedang salam berarti penyerahan harga. Sedangkan menurut Imam Mâlik, pembayaran harga dapat diakhirkan paling lama tiga hari setelah akad. Jadi lebih dari tiga hari, akad salam menjadi fâsid. 2. Tentang penyerahan barang Menurut Hanafiyah, Mâlikîyah, Hanâbilah, berdasarkan teks Hadîth "ila ajal ma'lum", barang yang dipesan harus menurut bersifat dayn (tidak kontan).
Penyerahan
barang
secara
kontan
menurut
mereka
justru
membatalkan akad salam. Sedangkan menurut Imam Shafi’i, akad salam tetap sah meskipun barang yang dipesan diserahterimakan secara langsung. Jika akad salam ini boleh dilaksanakan secara tunda, maka penyerahannya secara langsung lebih pantas untuk diperbolehkan. Imâm Shâfi'î memahami teks Hadîth "illa ajal ma'lum" dengan pengertian bahwa penundaaan tersebut harus dinyatakan secara jelas, tidak dalam pengertian bahwa penundaan tersebut sebagai suatu keharusan (syarat) dalam akad salam.25 3. Tentang ketersediaan barang Menurut fuqaha Hanafiyah, Mâlikîyah, dan Shâfi'îyah, barang yang dipesan harus selalu tersedia dipasaran sejak akad berlangsung, seperti palawija dan buah-buahan. Jika barang pesanan tidak tersedia di pasaran seperti sayur-sayuran pada musim paceklik, maka tidak boleh dilakukan akad salam atasnya, karena mustahil akad salam tersebut dapat dipenuhi. Begitu juga menurut Ahmad sedangkan Hanâbilah tidak mensyaratkan keharusan 25
Mas’adi, Fiqh Muamalah, 148.
23
tersediannya barang pesanan di pasaran ketika akad berlangsung. Karena sesungguhnya yang terpenting
menurut mereka adalah kemampuan
menyerahkan barang pesanan. 4. Tentang kejelasan tempat penyerahan barang dan ongkos kirim Menurut fuqaha Hanafiyah, Mâlikiyah, dan Shafi-iyah, harus ada kejelasan
tempat
penyerahan
barang,
terutama
jika
penyerahannya
memerlukan ongkos (biaya pengiriman). Sedangkan menurut Hanabilah, tidak disyaratkan adanya kejelasan tempat penyerahan. Jika demikian menurut Hanabilah, penyerahan berlangsung ditempat akad berlangsung. 5. Tentang kriteria barang yang dipesan. Menurut fuqaha Hanafîyah, Shâfi'îyah dan Hanâbilah, barang yang dipesan dalam akad salam harus berupa al-mithliyât yakni barang yang banyak kesamaannya di pasaran yang kuantitasnya dapat dinyatakan melalui hitungan, takaran, dan timbangan. Sedangkan menurut Mâlikîyah, akad salam diperolehkan atas barang al-Qimiyah yang dinyatakan dengan kriteria tertentu.26 6. Tentang memesan barang yang belum ada saat transaksi Menurut Imam Mâlik, Shâfi'î, dan Ahmad, akad pesanan hanya berlaku atas barang-barang yang sudah ada saat transaksi. Sedangkan menurut Abû Hanîfah, akad pesanan berlaku atas barang yang belum ada saat
26
Ibid 148
24
transaksi, karena apa yang disebut pesanan adalah mengharap sesuatu yang belum ada saat transaksi.
7. Tentang memesan barang langka Menurut Abû Hanîfah, Shâfi’î dan Ahmad, akad pesanan tidak boleh dilakukan atas barang-barang yang langka atau sulit dicari. Sedangkan menurut Imam Mâlik, boleh memesan barang-barang langka (sulit ditemukan) jika hal tersebut sangat dibutuhkan dan disanggupi oleh pihak penerima pesanan.27 8. Tentang mengambil barang lain sebagai ganti Menurut jumhur ahli fiqih tidak boleh mengambil barang lain yang bukan barang yang ditentukan dalam as salam sebagai gantinya, sementara itu akad masih berlaku, karena bisa jadi ia (penjual) telah menjual barang yang mestinya ia serahkan sebelum penyerahterimaan. Sedangkan Imam Mâlik, Shâfi’î dan Ahmad membolehkan. Ibnu Qayyim berpendapat: boleh saja (sah) karena ganti itu masih berada dalam tanggungan tak ubahnya seperti hutang dalam qiradh dan lain-lainnya.28 9. Tentang barang-barang yang tidak tahan lama
27
Ahmad Khudari Saleh, Fiqh Kontekstual (Prespektif Sufi Falsafi), Jilid 5 (Jakarta: Peraja,
1999), 39.
28
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 12, Terj, Komaruddin A. Marzuki. (Bandung: Al-Ma’ruf, 1988), 115-116.
25
Menurut Abû Hanîfah boleh saja malakukan salam (pesanan) atas barang-barang yang tidak tahan lama, seperti buah delima dan semangka, tanpa timbangan atau hitungan. Menurut Imam Mâlik akad pesanan boleh dilakukan atas semua barang; tahan lama atau tidak, dengan atas dasar hitungan, bukan timbangan. Sesuatu yang bisa dihitung harus dipesan atas dasar hitungan (bilangan) begitu pula sebaliknya. Sedangkan menurut Imam Ahmad akad pesanan bisa dilakukan atas semua bentuk barang; tahan lama atau tidak, dengan atas dasar hitungan, bukan timbangan. Sesuatu yang bisa dihitung harus dipesan atas dasar hitungan (bilangan) begitu pula sebaliknya.29 10. Memesan Binatang Menurut Imam Mâlik, Syafi’I, Ahmad dan Jumhur sahabat dan tabi’in akad pesanan boleh dilakukan atas binatang, budak, hewan piaraan dan barang, selain budak perempuan yang bisa di-wathi oleh pemesan. Berdasarkan hadits-hadits yang menyatakan akad itu. Sedangkan menurut Abû Hanîfah binatang tidak boleh dipesan, karena ada kemungkinan mati, hilang atau minggat, sehinga sulit mencari ganti rugi yang sepadan ketika akan diserahkan.30 11. Memesan Daging
29 30
Ibid, 37. Ibid, 38.
26
Menurut Imam Mâlik, Syafi’I dan Ahmad boleh saja melakukan transaksi salam (pesan) daging. Ini untuk orang kebanyakan yang sangat mengharapkan makan daging. Sedangkan menurut Abû Hanîfah tidak boleh memesan daging. Ini untuk orang tertentu yang menghindarkan diri dari makan daging.31 12. Memesan Roti Menurut Abû Hanîfah dan Syafi’i tidak boleh memesan roti. Ini untuk orang-orang wira’i yang menjaga diri dari makanan-makanan yang tidak jelas cara memasaknya. Sedangkan menurut Imam Mâlik akad atas pesanan berlaku atas segala masakan yang dimasak dengan api, termasuk roti. Ini untuk orang-orang kebanyakan yang membutuhkan roti, untuk suguh tamu misalnya.32 13. Memesan Barang-barang yang banyak. Menurut Abû Hanîfah, Syafi’I dan Ahmad orang yang melakukan transaksi salam (pesanan) tidak boleh memesan banyak barang. Ini demi memberi kemudahan dan keringanan pada pihak penerima pesanan. Sedangkan menurut Imam Mâlik boleh memesan berbagai macam barang.33 14. Tentang mengambil barang lain sebagai ganti Menurut jumhur ahli fiqih tidak boleh mengambil barang lain yang bukan barang yang ditentukan dalam as salam sebagai gantinya, sementara itu 31
Ibid, 38. Ibid, 38-39. 33 Ibid, 39. 32
27
akad masih berlaku, karena bisa jadi ia (penjual) telah menjual barang yang mestinya ia serahkan sebelum penyerahterimaan. Sedangkan Imam Mâlik, Shâfi’î dan Ahmad membolehkan. Ibnu Qayyim berpendapat: boleh saja (sah) karena ganti itu masih berada dalam tanggungan tak ubahnya seperti hutang dalam qiradh dan lain-lainnya.34
C. Bentuk-Bentuk Jual Beli Salam 1. As-Salam untuk buah yang masak dan susu. Adapun as-salam untuk susu dan buah yang sudah masak yang meski dipetik, itu termasuk masalah sivil, mereka sepakat untuk itu. Hukum ini berlandaskan kaedah kemaslahatan, karena orang membutuhkan pengambilan susu dan buah yang sudah masak secara bertahap dan sulit bagi mereka mengambilkannya setiap hari sejak awal (ia masak). Kadang-kadang uang tidak dapat dikumpulkan dan harganyapun dapat berbeda, sedangkan pemilik susu dan buah membutuhkan uang, sementara yang ada padanya tidak dapat digunakan. Selama persoalannya adalah kebutuhan, maka untuk kedua jenis ini diberikan rukhshah (keringanan) dengan mengkiaskannya kepada 'arayu dan dasar-dasar kebutuhan serta kemaslahatan lainnya.35 2. Salam Paralel
34
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 12, Terj, Komaruddin A. Marzuki. (Bandung: Al-Ma’ruf, 1988), 115-116. 35 Ibid., 114-115.
28
Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan pengawas syari'ah Rajhi Banking dan investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktek salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam yang pertama. Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjurus kepada riba.36
D. Sebab-Sebab Terjadinya Pembatalan Jual Beli Salam Dalam jual beli salam memang dimungkinkan banyak terjadi perselisihan, oleh karenanya pada waktu akad harus dijelaskan sejelas mungkin supaya resiko terjadi perselisihan dapat sekecil mungkin dihindari, karena pada prinsipnya dalam salam juga terdapat kemaslahatan bersama antara penjual dan pembeli. Ada hal yang menyebabkan berakhirnya suatu akad perjanjian jual beli salam, yaitu dengan melakukan pembatalan kontrak. Hal ini diperbolehkan selama tidak merugikan kedua belah pihak.37
36 37
Antonio, Bank Syariah, 110-111. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, 68.
29
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Kecuali telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir juga apabila terjadi fasakh atau telah berakhir waktunya.38 Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut: a.
Difasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.
b.
Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau majelis.
c.
Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut dengan iqalah.
d.
Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan. Misalnya, dalam khiyar pembayaran (khiyâr naqd) penjual mengatakan bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal.
38
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat, Hukum Perdata Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), 130.
30
e.
Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.39 Berakhirnya akad salam menurut ulama fiqh adalah apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut: 1. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu. 2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad apabila akad itu sifatnya tidak mengikat. 3. Apabila akad itu bersifat mengikat, maka dapat berakhir jika akad itu fasid (ada unsur tipuan), berlakunya khiyar shart, khiyar ‘arb, khiyar rukshsah, akad tidak dilaksanakan salah satu pihak, dan
tercapainya akad tersebut
secara sempurna. 4. Wafatnya salah satu pihak yang berakad.40 Akad batal adalah apabila terjadi pada orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat kecakapan atau objeknya tidak dapat menerima hukum akad hingga dengan demikian pada akad itu terdapat hal-hal yang menjadikannya dilarang syarak. Dengan kata lain, akad batal adalah akad yang tidak dibenarkan syarak, ditinjau dari rukun-rukunnya maupun cara pelaksanaannya.41
E. Resiko Dalam Jual Beli Salam 39
Ibid, 130-131. A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: Inter Masa, 1971), 68. 41 Azhar , Asas-asas, 114. 40
31
Resiko dalam jual beli merupakan suatu peristiwa yang mengakibatkan barang yang menjadi obyek mengalami kerusakan.42 Resiko dalam jual beli salam menjadi ciri khas yang membedakannya dengan bentuk pembiayaan yang lain. Resiko dalam jual beli salam, terutama dalam penerapannya, pembiayaan yang relatif cukup tinggi, yaitu sebagai berikut: 1. Default (kelalaian) nasabah. Misalnya sengaja mengirim barang yang tidak sesuai dengan akad pada waktu pembayaran. 2. Fluktuasi harga, jika harga dari barang yang dipesan dipasar menjadi rendah sedangkan pihak pemodal memesan dengan harga tinggi.43 Resiko atau tentang apa yang boleh dituntut dari orang yang menerima salam sebagai ganti apa yang disalami. 1. Tidak bisa menyerahkan barang salam pada masanya Para ulama' berselisih pendapat tentang seseorang yang memberikan salam atas suatu buah-buahan, tetapi ketika tiba masanya orang tersebut tidak dapat menyerahkannya, sehingga barang yang disalami itu habis dan sudah lewat musimnya. Jumhur Fuqaha' berpendapat, bahwa jika terjadi yang demikian itu, maka pemberi salam boleh memilih antara mengambil kembali harga atau menunggu hingga tahun (musim) berikutnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi'i. Abû Hanîfah dan Ibnu Al-Qasim barang tanggungan yang
42 43
Suhrawardi K. Lubs, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafik, 2001), 135. Antonio, Bank Syari'ah. 107.
32
disifati, karenanya ia tetap berada pada asalnya. Mereka mengemukakan alasan, bahwa akad terjadi atas suatu barang tanggungan yang disepakati. Karenanya ia tetap berada pada asalnya. Sedang syarat kebolehannya tidak harus dari buah tahun berjalan, tetapi hanya merupakan syarat yang dibuat oleh pemberi salam, sehingga karenanya ia boleh memilih. Suhnur dari kalangan mengikut Imam Mâlik, mengatakan bahwa dalam keadaan seperti itu salam batal dengan sendirinya dan tidak boleh ditunda. Seolah ia melihat hal itu termasuk dalam bab jual beli tenggang waktu dengan tenggang waktu. Suhnun, berpendapat bahwa pemberi salam tidak boleh mengambil harga, tetapi harus menunggu hingga tahun depan.44 2. Menjual barang salam sebelum diterima Para ulama berselisih pendapat tentang penjualan barang yang dibeli secara salam jika sudah tiba masanya dari penerima salam sebelum diterimanya barang tersebut. Sebagian ulama ada yang melarangnya sama sekali, yakni mereka yang mengatakan bahwa segala sesuatu tidak boleh dijual sebelum diterima. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abû Kholifah, Ahmad dan Ishaq. Dalam hal pembelian barang yang disalam sebelum diterimanya barang itu Imam Mâlik melarangnya dalam dua hal. Pertama, jika barang yang disalam itu berupa makanan pelarangannya ini didasarkan atas 44
Ibnu Rusyid, Terj. Bidayatul Mujtahid (Semarang: Asy-Sifa, 1990), 164.
33
pendapatnya yang menyatakan bahwa barang yang disyaratkan sudah diterima dalam penjualannya ialah makanan. Kedua, jika barang yang disalam itu bukan berupa makanan, kemudian pemberi salam mengambil gantinya berupa barang yang tidak bisa disalami pokok (kapital)nya, seperti jika barang yang disalam itu berupa barang dagangan (masa), sedang harga berupa barang dagangan dari jenis yang lain, kemudian pemberi salam mengambil barang yang berupa harga salam sesuatu barang dari jenis barang yang berupa harga. Maka perbuatan itu dilarang, karena jual beli telah termasuk piutang dan tambahan, jika barang yang diambil lebih banyak dari pada kapital salam, atau kemasukan tanggungan dan jaminan jika barang yang diambil seimbang atau lebih sedikit.45 3. Pembelian dengan uang kapital Para ulama berselisih pendapat tentang pembelian dengan uang capital salam terhadap sesuatu barang yang disalami sesudah terjadi pengurungan dengan cara yang tidak dibenarkan (diperbolehkan) sebelum adanya pengurungan. Sebagian ulama ada yang melarangnya sama sekali, dan memandang pengurungan tersebut merupakan jalan untuk membolehkan apa yang dilarang. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abû Hanîfah dan Imam Mâlik Dan sebagian ulama ada yang membolehkannya ini adalah pendapat Imam Syafi'I dan Ats-Tsauri. Mereka beralasan, bahwa dengan adanya 45
Ibid, 165.
34
pengurangan, berarti seseorang memiliki kembali kapitalnya. Maka jika ia telah memilikinya, ia kembali apa saja yang disukainya.46 4. Pengembalian harga akibat pengurungan. Terdapat silang pendapat diantara fuqaha' dalam hal jika pembeli secara salam (pemberi salam) menyesali pemberiannya, kemudian berkata penjual, "terimalah pengurunganku dan aku berikan tenggang waktu padamu bagi harga yang telah keberikan padamu". Imam Mâlik dan para pengikutnya berikut segolongan Fuqaha' berpendapat bahwa yang demikian itu tidak boleh sedang sebagian fuqaha' lainnya berpendapat tentang kebolehannya. Alasan Imam Mâlik adalah adanya kekhawatiran bahwa pembeli, karena sudah tiba masa pengambilan makanan dari penjual akan menangguhkan pengambilan tersebut dari padanya dengan sepakat penjual mau menerima pengurungannya. Dengan demikian, seolah perbuatan tersebut merupakan penjualan makanan sebelum sempurna hingga masa tertentu.47 5. Penyerahan piutang sebelum atau sesudah masanya Imam Mâlik dan Jumhur Fuqaha' berpendapat bahwa jika orang tersebut membawanya sebelum tiba masanya, maka tidak ada keharusan baginya untuk mengambilnya.
46 47
Ibid, 167 Ibid, 168.
35
Sedangkan Imam Syafi'I berpendapat bahwa jika barang tersebut termasuk barang yang tetap (tidak berubah) dan tidak menjadi tujuan orang banyak, maka orang tersebut harus mengambilnya, seperti perunggu dan besi. Tetapi jika barang tersebut menjadi tujuan orang banyak seperti buah-buahan maka tidak ada keharusan baginya untuk mengambilnya. Tetapi jika orang tersebut membayarnya sesudah tiba masanya, maka para pengikut Imam Mâlik berselisih pendapat dalam masalah ini. Dari Imam Mâlik diriwayatkan, bahwa ia mengharuskan diterimanya barang itu, seperti jika memberikan salam untuk panenan musim dingin, kemudian penerima salam membawanya pada musim panas. Ibnu Wahb dan segolongan fuqaha' berpendapat bahwa penerima salam tidak harus menerima.48 6. Penakaran kembali oleh pembeli Para ulama berselisih pendapat tentang orang yang memberikan salam kepada orang lain, atau membeli makanan dari orang lain itu berdasarkan takaran tertentu, kemudian menjual (penerimaan salam) memberitahukan kepada pembeli bahwa makanan tersebut sudah ditakar. Imam Mâlik berpendapat bahwa cara seperti itu boleh, baik pada salam maupun jual beli dengan syarat tunai. Sebab jika tidak secara tunai, dikhawatirkan akan menjadi riba. Seolah pembeli mempercayai penjual dalam urusan penimbangannya karena alasan ia mau menungguinya dalam harga (bayar kemudian). 48
Ibid, 168-169.
36
Imam Abû Hanîfah, Asy-Syafi'I, At-Tsauri, Al-Auza'I dan al-Laits berpendapat bahwa cara seperti itu tidak boleh, sehingga penjual menakarnya untuk kedua kalinya bagi pembeli sesudah pembeli menakarnya untuk dirinya dihadapan penjual.49
F. Penyelesaian Sengketa Dalam Jual Beli Salam Didalam Islam apabila penilaian itu berkaitan dengan keterlambatan pengantaran barang, sehingga tidak sesuai dengan perjanjian dan dilakukan dengan unsure kesengajaan, pihak penjual juga harus membayar ganti rugi. Apabila dalam mengantar barang yang dibawa tidak sesuai dengan contoh yang disepakati, maka barang itu harus diganti. Ganti rugi dalam Islam disebut dengan adh-dhanan, yang secara harfiah boleh berarti jaminan atau tanggungan. Para pakar fiqh menyatakan bahwa adh-dhanan adakalanya berbentuk barang dan adakalanya berbentuk uang.50 Dalam salam kedua belah pihak terkadang saling berselisih, maka jika terdapat perselisihan dapat diselesaikan dengan jalan: 1. Jika perselisihan antara kedua belah pihak berkenaan dengan kadar barang yang dipesan, maka yang dipegangi adalah kata-kata penerima salam jika kata-kata itu ada kemiripan. Jika tidak ada kemiripan maka kedua belah pihak harus bersumpah dan membatalkannya.
49 50
Ibid, 164-170. Harun Nasroen, Fiqih Muamalah, Gaya Media Praatama, 2000. 121.
37
2. Masalah masa, apabila terjadi perselisihan tentang tibanya masa, maka yang dipegang adalah kata-kata penerima dan harus ada kemiripan. 3. Tempat penerimaan, menurut pendapat terkenal mengatakan bahwa siapa yang mengakiri tempat berlangsungnya akad, maka kata-kata itu yang dipegangi. Jika semuanya tidak mengakui, maka kata penerima yang dipegangi. Sedangkan menurut Abû Al-Faraj, jika masing-masing tidak mengakui, maka keduanya saling bersunpah dan membatalkannya. Jika perselisihan antara kedua belah pihak berkenaan dengan jenis barang yang disalami, maka ketentuan dalam hal ini adalah bahwa keduanya saling bersumpah, dan membatalkan jual beli.51 G. Akibat Hukum Dalam Jual Beli Salam Akibat yang tidak dikehendaki dalam suatu perjajian jual beli menurut ketentuan hukum islam adalah tentang kerusakan barang, hal itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kerusakan barang sebelum serah terima. a. Jika barang rusak semua atau sebagian sebelum diserahterimakan akibat perbuatan pembeli, maka jual beli menjadi fasakh (batal), akad
51
Ibid, 170-171
38
berlangsung seperti sediakala dan pembeli berkewajiban membayar penuh. Karena ia menjadi penyebab kerusakan.52 b. Jika kerusakan akibat perbuatan orang lain, maka pembeli boleh menentukan pilihan antara kembali kepada orang lain atau membatalkan akad (perjanjian kontrak). c. Jual beli menjadi fasakh jika barang rusak lantaran sebelum serah terima akibat perbuatan penjual atau perbuatan barang itu sendiri atau lantaran bencana dari Allah. d. Jika sebagian yang rusak lantaran perbuatan penjual, pembeli tidak berkewajiban membayar terhadap kerusakan tersebut, sedangkan untuk lainnya pembeli boleh menentukan pilihan pengambilannya dengan potongan harga. e. Jika kerusakan barang akibat ulah pembeli, pembeli tetap berkewajiban membayar. Penjual boleh menentukan pilihan antara membatalkan akad atau mengambil sisa dengan membayar kekurangannya. f. Jika kerusakan terjadi akibat bencana dan Tuhan yang membuat berkurangnya kadar barang sehingga harga barang berkurang sesuai dengan
yang
rusak,
pembeli
boleh
menentukan
pilihan
antara
membatalkan akad dengan mengambil sisa dengan pengurangan pembayaran.53
52 53
Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta; Sinar Grafika, 2000), 136. Ibid, 136-137.
39
2. Kerusakan barang sesudah serah terima Menyangkut resiko kerusakan barang yang terjadi sesudah serah terima barang antara penjual dan pembeli, sepenuhnya menjadi tanggungjawab pembeli. Pembeli wajib membayar seluruh harga sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Namun demikian, apabila ada alternatif lain dari penjual, misalnya dalam bentuk penjaminan atau garansi, penjual wajib menggantikan harga atau menggantikannya dengan hal yang serupa.54 Terhadap perjanjian jual beli yang rusak, terdapat dua macam ketentuan: 1. Dalam beberapa bentuknya, perjanjian rusak itu mempunyai dampak akibat hukum, yaitu apabila kemudian diterima oleh pihak kedua. Misalnya, seseorang membeli barang dengan perjanjian yang rusak. Apabila dia telah menerima barang yang dibelinya dengan izin penjual atau dalam majelis perjanjian orang itu memiliki barang yang dibelinya mengingat bahwa perjanjian tersebut dipandang telah terjadi. 2. Kedua belah pihak meminta fasakh atau permintaan fasakh itu dapat dilakukan oleh hakim, apabila hal itu diketahuinya mengingat adanya larangan syara’ pada perjanjian yang dilakukan secara rusak itu. Untuk dapat dimintakan fasakh diperlukan adanya dua syarat, yaitu barang masih dalam bentuk seperti sebelum diterima dan belum ada sangkut paut hak
54
Ibid, 137.
40
orang lain. Misalnya belum menjadi tanggungan hutang, belum disewakan, belum dijual dan sebagainya. 55
55
Azhar , Asas-asas, 115-116.
41
BAB III JUAL BELI SALAM DI SUB BUSINESS CENTER SOPHIE MARTIN KOTA MADIUN
A. Profil Sub Subiness Center Sophie Martin Kota Madiun 1. Sejarah Berdirinya Sub BC. Sophie martin Sophie Martin adalah perusahaan Multi Level Marketing yang didirikan oleh sepasang suami istri berkebangsaan Perancis yang datang ke Indonesia pada tahun 1997 yaitu Bruno Hassan dan Sophie Martin. Keahlihan Shopie Martin dalam mendesain suatu produk fashion terutama fas dan didukung oleh kepiawaian Bruno Hassan dalam mencetakkan dasar-dasar manajemen. Menjadikan Sophie Martin bertumbuh pesat dalam waktu kurang lebih sepuluh tahun.56 Intuisi bisnis luar biasa yang dimiliki oleh Bruno Hassan, yang berani maju di masa kritis tidak mudah memang karena begitu banyak kerikil-kerikil yang selalu datang menghalangi perjalanan bisnis ini. Sungguh prestasi yang luar biasa, hingga saat ini Sophie Martin sudah memiliki lebih dari 300 BC (Business Center) yang tersebar hingga pelosok tanah air Indonesia. Tidak
56
Sophie Martin, Buku Panduan Cara Gampang Meraih Keuntungan Personil In Come Progressive Plan, Paris, 6
42
heran kalau saat ini Sophie Martin sudah menjadi perusahaan Multi Level Marketing nomor I dalam bidang Fashion.57 Dalam satu daerah biasanya cuma ada I Business Center (BC) yang berdiri. Dan sebelum menjadi Business Center (BC) dia harus merupakan sub Business Center (Sub BC) terlebih dahulu. Kemudian jika telah memiliki member yang banyak sesuai dengan ketentuan yang telah ada setelah itu baru bisa menjadi Business Center (BC). Sub Business Center (Sub BC) Sophie Martin Madiun merupakan anak cabang dari Business Center (BC) yang ada di Ponorogo. Usaha ini dirintis ketika Sri Ike Wijayanti (saat ini sebagai pemilik) mendaftarkan dirinya sebagai member sophie martin. Pada awalnya tidak ada niat sama sekali untuk buka usaha dibidang ini, namun karena ada penawaran dari rekannya jika menjadi member bisa mendapatkan diskon sebesar 30%, hingga akhirnya tertarik untuk memulai berbisnis dibidang ini. Dengan membayar uang pendaftaran sebesar Rp. 50.000,. kemudian dia mendapat card member sebagai tanda bahwa dia telah tercatat sebagai member. Selain itu dia juga mendapatkan catalogue sebagai media untuk menjual produk Sophie Martin.58 Dimulailah usaha tersebut dengan cara mempromosikan produk Sophie Martin melalui katalogoe ke kerabat terdekat, keluarga bahkan ke kampus, tempat dimana dia menimba ilmu. Dengan keuletan dan kerja keras
57 58
Ibid, 6. 01/01/W/01-F/09-4/2008
43
pesanan terhadap produk Sophie Martin pun bertambah dan secara tidak langsung omset pun meningkat. Pada bulan September, Sophie Martin menawarkan bonus Riward dengan cara harus mempunyai minimal 10 member dan dengan syarat masing-masing harus tutup poin minimal Rp. 500.000. Awalnya cuma ingin mengejar target untuk mendapatkan sebuah HP, namun lagi-lagi berkat keuletan dan kerja keras akhirnya mendapatkan 16 orang member dan akhirnya target itupun diperoleh. Pada bulan itu juga bonus tersebut diperoleh dan meningkat hingga Rp. 1.000.000 lebih secara otomatis pada bulan berikutnya bonus yang diperoleh meningkat. Dan akhirnya pada tanggal 1 Oktober 2006 dia dipercaya untuk membuka cabang Business Center (BC) di daerah Madiun. Karena Business Center (BC) sebelumnya sudah tutup, dan hal itu dikarenakan pemilikannya mengundurkan diri dari Sophie Martin dengan alasan sudah mempunyai banyak usaha.59 Sub Business Center (sub BC) ini letaknya sangat strategis yaitu terletak di kota Madiun bagian timur, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut: a. Sebelah Barat: SMEA SANTAIOIS b. Sebelah Timur: MAN II MADIUN c. Sebelah Utara: MADCOM 59
01/01/W/01-F/09-4/2008
44 d. Sebelah Selatan: RRI.60 2. Struktur Pengurus dan Tugas-Tugasnya Sub Business Center Sophie Martin memiliki beberapa karyawan dalam mengelola usaha ini. Meskipun sub Business Center ini terbilang masih kecil, namun struktur pengurusnya ada, yaitu:61
Pimpinan
Bagian promosi
Bagian operasional
Karyawan
Adapun tugas-tugasnya adalah sebagai berikut: a. Pemimpin 1) Ia merupakan pimpinan sekaligus pemilik sub Business Center. 2) Merupakan struktur pengelola yang tertinggi, oleh karenanya ia yang paling bertanggung jawab terhadap operasional sub Business Center. 3) Berhak mengangkat dan memberhentikan karyawan 4) Melakukan fungsi kontrol atau pengawasan terhadap kinerja karyawan. b. Bagian promosi
60 61
01/01/W/01-F/09-4/2008 01/01/W/01-F/09-4/2008
45
Bertugas
mempromosikan
produk-produk
Sophie
Martin,
guna
pencapaian keuntungan yang lebih besar lagi. c. Bagian operasional 1) Mencari member baru 2) Membantu karyawan untuk mengantar barang ke member jika itu diperlukan. d. Karyawan 1) Mencatat nama-nama member 2) Melayani member yang datang ke kounter 3) Mencatat sirkulasi uang masuk dan uang keluar 4) Menerima transaksi pemasukan produk.62 3. Kode Etik Sophie Martin Kode etik member ini dibuat oleh perusahaan dengan tujuan sebagai berikut: a. Sebagai pedoman dan panduan bagi para member dalam menjalankan hak dan kewajibannya. b. Menegaskan hubungan antara perusahaan dengan para member. c. Mengatur hubungan di antara para member d. Melindungi/menjaga kepentingan perusahaan dan para member. e. Mengatur hubungan antara member dengan konsumen.63 62
01/01/W/01-F/09-4/2008
46
Untuk menjadi member, ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Yang dapat menjadi member hanyalah perseorangan, tidak boleh atas nama suatu perusahaan, badan usaha ataupun perkumpulan. b. Untuk menjadi member harus disponsori oleh seseorang yang telah dan masih menjadi member. c. Untuk menjadi member, pemohon wajib mengisi dan melengkapi formulir member resmi yang disediakan oleh perusahaan. d. Seorang member yang telah mengisi dan menandatangani formulir member resmi, berarti member tersebut telah sepakat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kode etik ini berikut perubahanperubahan yang dilakukan dari waktu ke waktu oleh perusahaan. e. Seorang member hanya terdaftar sekali dan pemohonan menjadi member. f. Hanya perseorangan yang diijinkan untuk mengajukan permohonan menjadi member. g. Setiap pemohon akan dikenakan biaya administrasi pendaftaran dan berhak mendapatkan satu set starter kit.64 Sedangkan kedudukan sebagai member yaitu: a. Member berkedudukan adalah berdiri sendiri, tidak mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan.
63
Sophie Martin, Buku Panduan Cara Gampang Meraih Keuntungan Personil In Come Progressive Plan, Paris, 60. 64 Ibid, 60
47
b. Semua produk-produk perusahaan telah didaftarkan diinstansi yang berwenang baik merk, logo maupun hak ciptanya, maka member dilarang keras menggunakan nama, logo, lambang, alamat apalagi untuk memproduksi, menjual atau mengusahakan dari sumber lain produkproduk perusahaan maupun alat bantu produksi sebelum terlebih dahulu diijinkan secara tertulis oleh perusahaan.65 Adapun kewajiban member adalah sebagai berikut: a. Member Sophie Martin wajib bertanggung jawab penuh melaksanaan setiap dan keseluruhan kewajibanya berdasarkan perjanjian. b. Member tidak diperbolehkan melakukan praktek prekrutan dan perjualan yang menyesatkan, mengacau atau tidak pantas. c. Member
tidak
boleh
mencari/memperoleh
memasang
calon-calon
iklan member
atau baru
sejenisnya yang
untuk
solah-olah
memberikan suatu lawongan pekerjaan baru. d. Member tidak dibenarkan menyatakan bahwa dia ataupun orang lain mempunyai hak monopoli penjualan atas suatu daerah/wilayah tertentu. e. Member tidak diperkenankan untuk menjual/menawarkan kepada member lainnya, atau mengajak menawarkan produk-produk perusahaan lain yang sejenis atau sama. f. Setiap member berhak mensponsori member baru untuk pengembangan grupnya. 65
Ibid, 60
48
g. Member hanya diperbolehkan membeli produk Sophie Martin di kantor pusat Business Center atau Event yang dibuat di kantor pusat/BC.66
B. Gambaran Umum Tentang Praktek Jual Beli Salam Di Sub Business Center Sophie Produk Sophie Martin hanya tersedia di sub Business Center dan di Business Center yakni pusat perbelanjaan produk Sophie Martin secara khusus. Ini artinya produk Sophie Martin tidak tersedia di toko-toko yang lainnya. Kecuali di sub Business Center. Produk-produk Sophie Martin ini antara lain tas, sepatu, sandal pakaian, jam tangan, aksesoris kosmetik, dan lain-lain. Dalam proses pelaksanaan jual beli produk Sophie Martin di Madiun, penjualan produk-produk Sophie Martin ini dijual secara langsung oleh member kepada konsumen. Melalui member tersebut produk Sophie Martin bisa dibeli oleh konsumen. Dimana produk yang akan dijual diterbitkan pada sebuah catalogue untuk mengetahui produk-produk mana saja yang diinginkan konsumen. Melalui catalogue tersebut konsumen bisa mengetahui kriteria-kreteria produk yang diinginkan. Namun sebelum proses jual beli itu dilaksanakan dan belum terjadi sebuah akad. Biasanya member akan menanyakan secara detail kepada penjual mengenai produk yang ingin dibelinya, baik hal tersebut mengenai bahan produk, ataupun
66
Sophie Martin, Buku Panduan…….., hal 60-61.
49
kualitas barang. Hal tersebut dilakukan agar produknya nanti sesuai dengan yang ada di catalogue dan yang pasti sesuai dengan keinginan member, agar member juga bisa menjelaskan kepada konsumennya. Disamping itu penjual menjelaskan dengan sejelas-jelasnya mengenai kriteria-kreteria produk yang ada di catalogue dengan cara menjelaskan bahan dan ukuran produk yang ada dicatalogue.67 1. Teknik Jual Beli Salam di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun Teknik yang digunakan dalam jual beli ini adalah melalui adanya sebuah kesepakatan antara penjual dengan pembeli. Biasanya member datang langsung ke kounter sub business center (Sub BC) Sophie Martin, kemudian dari pihak penjual memperlihatkan catalogue kepada member yang kemudian member segera memesan produk yang diinginkan. Sebelum adanya kesepakatan pihak penjual terlebih dahulu menjelaskan kepada member mengenai bahan, jenis dan ukuran yang ada pada produk yang ingin dipesan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi kemukinan-kemungkinan yang bisa menjadi permasalahan. Setelah adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak maka dilakukanlah ijab qabul dengan syarat member memberikan uang muka minimal 20%, kemudian pihak penjual mencatatnya diformulir pesanan yang berisi barang yang dipesan, nomor ID, telepon, nama member, nama barang
67
01/01/W/01-F.09-4/2008
50
yang dipesan, kode, jumlah dan harga lalu member menerima bukti pengambilan pesanan sebagai bukti untuk pengambilan barang pesanan pada waktu yang telah ditentukan dan jangka waktu dalam hal pemesanan produk ini adalah kurang lebih 3 hari.68 Selain member datang langsung ke kounter sub Business Center (sub BC) untuk melakukan transaksi, pemesanan produk juga bisa melalui sms atau telepon ke pihak penjual. Biasanya member menyebutkan produk apa yang ingin dipesan, kemudian menyebutkan kode dan ukuran produk. Kalaupun nantinya dari pihak penjual merasa ada yang salah dalam penyebutan, kode, nama produk dan ukuran maka dari pihak penjual segera mengklarifikasikan kepada member produk apa yang ingin dipesan dan dengan kode dan ukuran yang benar. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan pemesanan produk. Kalaupun terjadi kekeliruan pemesanan produk, kemungkinannya sangat kecil karena kebanyakan member sudah tahu melalui catalogue. 69 Mengenai harga pada produk Sophie Martin ini sudah tercantum dicatalogue dan tidak boleh ditawarkan. Karena itu sudah menjadi kesepakatan antara member dengan konsumen, bukan diantara member dengan penjual.
68 69
02/01/W/01-F/09-4/2008 Observasi di Kounter Pada Hari Jum'at, Tanggal 11 April 2008.
51
Ketika produk yang dipesan telah tiba di kounter pihak penjual segera menghubungi member melalui telepon bahwa barang yang dipesan sudah ada. Selain itu, biasanya member sudah tahu produk yang dipesannya sudah datang karena sudah menjadi kebiasaan jika setelah tiga hari waktu pemesanan produk sudah pasti datang. Setelah itu member segera mengambil pesanan dengan memberikan bukti pengambilan pesanan ke pihak penjual. Lalu pihak penjual memberikan nota pelunasan kepada member dan juga menyerahkan barang yang dipesan kepada member. Selain member datang sendiri ke kounter untuk mengambil produk, pihak penjual bisa mengantar produk kepada member dengan waktu dan tempat yang telah disepakati kedua belah pihak untuk menyerahkan barang. Dan untuk ongkos kirim produk menjadi tanggung jawab penjual.70 Contoh transaksi ini adalah member memesan sebuah tas Notte, krieteria produk sudah ada dicatalogue. Harga tas Notte tersebut adalah Rp. 149.900,- telah dijelaskan diatas tadi bahwa harga tersebut adalah harga pas, yang artinya tidak boleh ditawar, kecuali jika terbitnya catalogue sudah 3 bulan dan berganti dengan catalogue yang baru, harga bisa berubah dan itu sudah menjadi ketentuan dari pihak perusahaan. Contoh perhitungannya adalah: Harga tas Notte di catalogue Rp. 149.900,Discount langsung 30% 70
04/02/W/01-F/09-4/2008
52
= Rp. 149.900,- x 30% = Rp. 44. 970,Jadi member membayar sebesar Rp. 104.930,- tetapi untuk harga konsumen adalah tetap sama seperti dicatalogue, kecuali member memberikan discount kekonsumen sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.71 C. Penyelesaian Sengketa antara Penjual dengan Pembeli Apabila Terjadi Wanpretasi di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun Hubungan antara penjual dengan member diinginkan memiliki hubungan yang baik untuk menegakkan system syari'ah yang benar. Jika terjadi perselisihan dalam melaksanaan isi perjanjian, kedua belah pihak akan berusaha menyelesaikan secara musyarawarah. Tetapi apabila kemungkinan itu
tidak
dapat
dimusyawarahkan,
maka
pihak
penjual
haruslah
mengantisipasi dengan cermat.72 Berikut adalah berbagai permasalahan
yang pernah ada dan cara
penyelesaiannya: a. Mengenai keterlambatan datangnya barang pesanan Masalah keterlambatan datangnya barang pesanan, biasanya disebabkan oleh pengaruh buruk cuaca, dikarenakan ada musibah lain dan dari kantor pusat memang tidak ada barang, sehingga dari pihak penjual harus menunggu barang tersebut diproduksi lagi. Penyelesaiaan dari 71 72
Observasi di Kounter Pada Hari Jum 'at, Tanggal 11 April 2008. 09/01/W/01-F/09-4/2008
53
masalah tersebut adalah jika member bersedia untuk menunggu barang yang dipesannya itu diproduksi lagi, maka transaksi tersebut bisa dilanjutkan. Tetapi jika member tidak bersedia menunggu, transaksi tersebut bisa dicancel atau dibatalkan atas kesepakatan bersama di antara kedua belah pihak atau transaksi bisa diganti dengan memesan barang yang lain.73 b. Mengenai Kekeliruan Barang Pesanan Mengenai kekeliruan barang pesanan, biasanya disebabkan oleh pada waktu pemesanan barang, barang yang dipesan tidsak sesuai dengan gambar yang ada dicatalogue. Penyelesaiaan dari masalah tersebut adalah member bisa titip jual dikounter. Jika tidak demikian dari pihak penjual melakukan return ulang kepusat dalam jangka waktu kurang lebih dua hari setelah penerimaan barang. Tetapi jika member tidak bersedia menunggu return tersebut, member bisa melakukan transaksi ulang dengan memesan barang yang lain. Biasanya ada member lain yang membeli produk tersebut.74 c. Mengenai cacat atau rusaknya barang pesanan Masalah cacat atau rusaknya barang pesanan, disebabkan oleh produksi barang tersebut. Artinya kerusakan barang pesanan disebabkan oleh produksi dari perusahaan itu sendiri. Jadi penyelesaiannya adalah
73 74
09/01/W/01-F/09-4/2008 09/01/W/01-F/09-4/2008
54
perusahaan siap mengganti barang yang rusak dengan barang yang dalam keadaan tidak rusak. Tekniknya dari pihak penjual memberikan laporan kepada pihak perusahaan bahwa barang yang datang ke kounter ternyata rusak, kemudian pihak perusahaan memberikan laporan resmi kepada member melalui telepon dengan memberikan penjelasan. Tetapi jika member tidak bersedia menunggu penggantian barang yang rusak itu tiba, member bisa melakukan transaksi ulang dengan memesan barang yang lain.75 d. Mengenai Promo Berdiskon hingga 50% Masalah promo akibat dari adanya promosi yang berlebihan disebabkan oleh keinginan penjual agar member memesan barang sebanyak-banyak. Sedangkan stock yang disediakan terbatas hal itu menyebabkan
pelanggan/konsumen
kecewa.
Jika
sudah
demikian
penyelesaiannya adalah jika barang sudah habis atau tidak ada maka uang muka yang diberikan akan kembali ke member dan akad dicancel atau dibatalkan.76 Jadi setiap permasalahan yang muncul diantara penjual dan pembeli harus diadakan musyarawah terlebih dahulu. Jika telah ada masyawarah lalu melakukan tindakan-tindakan atas kesepakatan bersama.
75 76
08/05/W/01-F/12-4/2008 08/05/W/01-F/12-4/2008
55
D. Akibat Hukum Pada Penjual Dan Pembeli Dalam Jual Beli Salam di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun Akibat dari adanya pembatalan jual beli adalah pembeli dapat mengajukan gugatan atau ganti rugi pada penjual, apabila proses pembatalan dikarenakan akibat dari kelalaian penjual. Maka dari pihak penjual mempertanggungjawabkannya dan bila dibatalkan pemesanan produk tersebut. Hal itu sebagai bukti dari tanggung jawab pihak penjual yang menjalankan usaha ini yaitu dengan adanaya sistem ganti tersebut. Tetapi apabila proses pembatalan dikarenakan oleh pembeli maka hal itu menjadi tanggung jawab pembeli itu sendiri. Dan tidak dapat dimintakan ganti rugi atasnya. Jika di antara penjual dan pembeli menyatakan persetujuan batal, ini berarti hubungan yang terjadi karena persetujuan tersebut batal. Pihak yang mengajukan pembatalan persetujuan, berhak untuk menuntut ganti rugi sebagai akibat sekaligus konsekuensi logis dari adanya pengingkaran janji dan pembatalan persetujuan. Namun dalam jual beli salam di sub Business Center Sophie Martin ini jika terjadi pembatalan jual beli, maka uang yang telah diberikan sebelumnya dikembalikan kepada pembeli (member).77
77
09/01/W/01-F/12-4/2008
56
BAB IV ANALISA FIQH TERHADAP JUAL BELI SALAM DI SUB BUSINESS CENTER SOPHIE MARTIN KOTA MADIUN
A. Analisa Fiqh Terhadap Tehnik Yang Digunakan Dalam Jual Beli Salam Di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun Pemesanan (as-salam) adalah transaksi barang yang disebutkan cirinya dengan penyediaan barang jaminan setelah harga disepakati dalam proses transaksi. Transaksi ini dilakukan dengan cara pembelian satu komoditas oleh seseorang yang wujudnya belum ada, ataupun belum diproduksi, atau buahbuahan walaupun belum dipanen setelah disebutkan cirinya secara detail. Harganya dibayar secara langsung. Pemesanan itu dibatasi oleh tenggang waktu yang telah ditentukan. Akad dalam perjanjian bai’ as-salam telah tertuang dalam surat bukti resmi yang dibuat oleh penjual atau kesepakatan formal yang tertulis. Pemesanan hanya legal dengan beberapa syarat sebagai berikut:78 1. Pemesanan dilakukan dengan menyebutkan ciri barang yang dapat mempengaruhi
harga
secara
jelas
karena
pemesanan
sesungguhnya
merupakan jual beli dengan sifat (ciri) pelaksanaannya harus dijelaskan. 78
Abdullah Abdul Husain, Ekonomi Islam, Prinsip Dasar dan Tujuan, (Yogyakarta: Magistra Insania Press,2004), 250-252
57
Barang yang ditransaksikan harus merupakan barang yang dapat ditimbang, ditakar, dan diukur. Pemesanan tidak sah dalam barang yang tidak dapat didefinisikan 2. Barang tersebut dapat diketahui ukuran dan komposisinya. 3. Batas waktu pemesanan harus ditentukan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi. 4. Barang yang ditransaksikan merupakan barang yang secara umum ada di tempatnya dan dapat diyakini keberadaannya. 5. Jenis, macam, wujud, kualitas, dan ukuran barang disebutkan. 6. Uang muka hendaknya telah diserahterimakan pada saat terjadinya transaksi pada pertemuan pertama. 7. Pemesanan dilakukan dengan jaminan uang. Dalam hukum muamalah, suatu akad sah apabila terjadi pada orang-orang yang berkecakapan, objeknya dapat menerima hukum akad, dan akad itu tidak terdapat hal-hal yang menjadikannya dilarang syarak. Dengan kata lain, akad sah adalah akad yang dibenarkan syarak ditinjau dari rukun-rukunnya maupun pelaksanaannya.79 Apabila kita perhatikan keizinan syara’ dalam melakukan salam (indent), ini berarti suatu kelonggaran dalam bermu’amalah seperti halnya jual beli dengan
79
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Pedara Islam), (Yogyakarta: UII Press, 2000), 113.
58
hutang. Di sana tercermin adanya sikap saling tolong menolong yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Pihak indentor dapat membeli barang dengan harga yang lebih murah daripada harga tunai. Selain itu invesment seperti ini mendatangkan keuntungan bagi indentor di kemudian hari. Begitupun pihak penjual beroleh pula keuntungan. Dengan pembayaran itu, berarti dia mendapatkan tambahan kapital yang berguna untuk mengelola dan mengembangkan usahanya. Tanpa kapital itu mungkin dia merasa sempit usahanya, bahkan mungkin tidak dapat berjalan sama sekali. Pembayaran dari indentor dapat menghilangkan kesempitan dan kesusahan itu.80 Tehnik yang digunakan dalam jual beli salam di sub business center ini adalah dalam akadnya dengan cara lisan dan tertulis yang dilakukan oleh member melalui kesepakatan atau perjanjian diantara kedua belah pihak. Agar suatu perjanjian itu dianggap sah, maka harus sesuai dengan syarat dan rukunnya. Adapun syarat melakukan perjanjian di sini yaitu kedua belah pihak harus mengerti atau mengetahui hukum. Sedangkan rukunnya adalah ijab dan kabul, adapun shigotnya adalah secara lisan dan diperkuat oleh bukti tertulis. Secara lisan melalui pengucapan kesepakatan diantara kedua belah pihak, dan secara tertulis melalui surat bukti resmi yang dikeluarkan oleh penjual yakni dengan
80
234-235.
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: CV Di Ponegoro, 1984),
59
adanya formulir pesanan, serta penyertaan uang muka yang telah ditetapkan oleh penjual sebesar 20%.81 Tehnik lain yang digunakan adalah melaui via telepon, malalui telepon member bisa memesan barang yang diinginkan dengan cara menyebutkan nama produk, ukuran dan kode barang. Meskipun pemesanan melaui via telepon, kekeliruan pemesanan jarang terjadi, karena mereka sudah berlangganan atau sudah menjadi kebiasaan para member melakukan akad dengan cara seperti itu. Selain itu member juga memegang catalogue yang di situ telah dijelaskan kriteriakriteria produk. Telah diterangkan diatas bahwa cara yang digunakan merupakan adat kebiasaan dan adat kebisaaan tersebut tidak bertentangan dengan nash al-qur’ân maupun al-hadith dan sekaligus adat kebiasaan tersebut mendatangkan suatu maslahah. Karena dengan adat kebiasaan tersebut mereka dapat bermuamalah serta bekerjasama dalam mencari rizki dari Allah. Maka dari itu dianggap sah dan tidak bertentangan dengan hukum islam. Seperti kaidah fiqh yang berbunyi:
tٌ vَ 3 َ ُ َ* َد ُة0ْ ا Artinya: “Adat kebiasaan itu ditetapkan sebagai hukum”.82 Dalam pembicaraan ahli “Hukum tidak ada perbedaannya antara ‘urf dengan adat. Urf adalah kata bahasa arab yang terjemahannya dalam bahasa kita, 81
Observasi di Kounter sub business center sophie martin, pada tanggal 11 April 2008. Moh. Adib Bisri, Risalah Qawa’id Fiqh, Terj. Al-Faraidul Bahiyyah, (Kudus: Menara Kudus, t. t), 11. 82
60
cenderung diartikan dengan adat kebiasaan. Dengan demikian ‘urf adalah kata lain dari adat. Para fuqaha’ memberikan definisi ‘urf, yaitu:
ك َو ٍ ْ/َ ْ< َاو ٍ ْ yِ ْل َأو ٍ ْ{nَ ْcِ jِ 8ْ qَd َ * ُرواr َ س َو ُ *l3 0 اtُ yَ َ* َر0ْ ف ُه َ{ َ* ا ُ ْ/ُ 0ْ َا َ* َد ِة0ْ ف َو ا ِ ْ/ُ 0ْ اc َ 8ْ ,َ ق َ ْ/yَ َ c َ 8ْ 8 d ِ ْ/ 3 0ن ا ِ *} َ 0ِ eyِ َ* َد ُة َو0ْ اev3 } َ uُ ‘Urf ialah apa yang dikenal oleh manusia dan bثrlaku padanya baik berupa perkataan, perbuatan ataupun meninggalkan sesuatu. Dan ini juga dinamakan adat. Dan dikalangan ulama syari’ah tidak ada perbedaan antara ‘urf dan adat. Dalam jual beli salam di Sub Business Center ini telah tercipta adanya sikap saling tolong menolong yang bisa dilihat dari transaksi yang dilakukan adalah dengan memberikan uang muka sebagai syarat dalam pemesanan tersebut, juga sebagai jaminan. Dengan pembayaran tersebut dirasa lebih ringan untuk waktu pelunasannya diantara kedua belah pihak. Dan jelas pula bahwa jika kita perhatikan keizinan syara’ dalam melakukan salam ini merupakan suatu kelonggaran dalam bermuamalah. Hal ini sesuai dengan al-qur’an surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
ُ{ْا3ن وَا ِ ْوَاoُ 0ْ وَاsِ
ْ ِ ْ اeَqd َ ََ* َو ُ{ْا َ ْ َ{ى َو3 0 وَا/ 9ِ 0ْ اeَqd َ َو ََ* َو ُ{ْا ب ِ *َِ 0ْ اoُ uْ oِ َ ; َ نا 3 ا; ِإ Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”83
83
Depag Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1996), 6
61
Jadi setelah melalui pemaparan diatas, penulis menyimpulkan bahwa analisa terhadap tehnik yang digunakan dalam jual beli salam yang terjadi di sub business center sophie martin ini telah sesuai dengan fiqh islam dan diperbolehkan, karena telah terpenuhi syarat dan rukunnya.
B. Analisa Fiqh Terhadap Penyelesaian Sengketa Antara Penjual Dengan Pembeli Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Jual Beli Salam Di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun Dalam bermuamalah acap kali menusia terlibat dalam persengketaan, kesalahpahaman dan lain sebagainya, dapat mengundang perselisihan dan pertengkaran yang berbahaya. Tidak terkecuali dalam dunia dagang, misalnya jual beli, hutang piutang, pengongsian dagang, gadai dan lain sebagainya. Dalam jual beli salam, kedua belah pihak terkadang saling berselisih, maka jika terdapat perselisihan dapat diselesaikan dengan jalan: 1. Jika perselisihan antara kedua belah pihak berkenaan dengan kadar barang yang dipesan, maka yang dipegangi adalah kata-kata penerima salam jika kata-kata itu ada kemiripan. Jika tidak ada kemiripan, maka kedua belah pihak harus bersumpah dan membatalkannya. 2. Masalah masa, apabila terjadi perselisihan tentang tibanya masa, maka yang dipegang adalah kata-kata penerima dan harus ada kemiripan.
62
3. Tempat penerimaan, menurut pendapat terkenal mengatakan bahwa siapa yang mengakui tempat berlangsungnya akad, maka kata-kata yang dipegangi. Jika semuanya tidak mengakui, maka kata penerima yang dipegangi.84 Dalam jual beli salam memang dimungkinkan banyak terjadi perselisihan oleh karenanya pada waktu akad harus dijelaskan sejelas mungkin supaya resiko terjadi perselisihan dapat sekecil mungkin dihindari, karena pada prinsipnya dalam salam juga terdapat kemaslahatan bersama antara penjual dan pembeli.85 Mengenai persoalan yang boleh didamaikan antara lain menyangkut hal-hal sebagai berikut: 1. Pertikaian itu berbentuk harta yang dapat dinilai 2. Pertikaian itu menyangkut hak manusia yang boleh diganti Dengan kata lain, perjanjian yang dapat didamaikan hanya masalah muamalah saja (hukum privat), sedangkan persoalan yang menyangkut hak Allah tidak dapat diadakan perdamaian.86 Apabila barang yang dipesan tidak dapat disediakan pada waktu penyerahan dan atau kualitasnya jelek (lebih rendah) dan pihak pembeli tidak menerimanya, maka pihak pembeli dapat: 1. Membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya. 2. Menunggu barang sampai tersedia.
84
Rusy, Bidayatul Mujtahid, 165. A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Intermasa, 1997), 68. 86 Lubis, Hukum Ekonomi Islam, 181-182. 85
63
Ada pendapat lain, yaitu yang jelas wajib pada waktu terjadi perselisihan adalah mengembalikan persoalan kepada Allah dan Rasul-Nya, adapun jika akad salam fasakh dengan sebab iqalah dan lainnya, ada beberapa pandapat: 1. Tidak boleh seseorang mengambil ganti dari muamalah tak tunai, selain jenis barang tersebut. 2. Boleh mengambil gantinya menurut madhab As-Shâfi’î, sedangkan Abû Ya’lâ dan Ibnu Taymiyah boleh khiyar. 3. Ibnu Qoyyim berpendapat boleh saja, karena ganti itu masih berada dalam tanggungan tak ubahnya hutang dalam qiradh.87 Di sub business center sophie martin kota Madiun apabila terjadi perselisihan dalam jual beli ini maka langkah awal dalam penyelesaian masalah tersebut adalah dengan jalan damai atau dimusyawarahkan. Langkah tersebut merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak. Penyelesaian masalah yang dilakukan di sini merupakan penyelesaian yang sangat baik demi menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak. Contoh kasus yang terjadi di sub business center ini adalah yang terjadi pada ibu Titiek Sarijani jl. Wisma manis Madiun, beliau pernah mendapatkan masalah ketika memesan blouse suavite yang berukuran M, pakaian tersebut harganya Rp.149.900, ketika waktu penyerahan barang telah tiba, ternyata barang yang dipesan tidak sesuai dengan yang diinginkan, barang pesanan tersebut ternyata berukuran XL. Pada saat itu juga diantara penjual dengan pembeli 87
Sabiq, Fiqh Sunnah, 173.
64
mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Setelah melalui kesepakatan bersama pembeli bersedia menunggu pemesanan barang tersebut untuk dirertur kembali ke kantor pusat. Dan penjual bersedia menanggung resikonya yaitu menjual blouse tersebut di kounter.88 Resiko yang harus ditanggung oleh penjual dan pembeli dalam jual beli ini tergantung pada pembeli dan penjual sendiri. Bila penjual bisa memenuhi segala ketentuan (kewajibannya) pada pembeli, maka resiko apapun tidak akan ditanggungnya, kecuali ada unsur kesengajaan darinya. Namun begitu juga dengan sebaliknya, seperti halnya bila barang yang disepakati dan ketidaktepatan waktu pembayaran barang ternyata tidak sesuai, maka resiko ditanggung pembeli terhitung mulai saat barang yang diserahkan kepada pembeli. Karena pembeli tidak melaksanakan kewajibannya. Jadi dari pemaparan diatas, penulis menyimpulkan bahwa analisa terhadap penyelesaian sengketa antara penjual dengan pembeli apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam di sub business center sophie martin ini adalah sudah sesuai dengan fiqh Islam, karena adanya pembayaran ganti rugi oleh pihak yang melakukan kesalahan dengan unsur kesengajaan. Dan jika perselisihan antara kedua belah pihak berkenaan dengan jenis barang yang disalami, maka ketentuan dalam hal ini adalah bahwa keduanya saling bersumpah dan membatalkannya jual beli.
88
Observasi di Kounter sub business center sophie martin, pada tanggal 12 April 2008.
65
C. Analisa Terhadap Akibat Hukum Pada Penjual Dan Pembeli Dalam Jual Beli Salam Di Sub Business Center Sophie Martin Kota Madiun Dalam jual beli salam yang dilakukan masyarakat, yang dalam konsepnya para ulama mempunyai perbedaan dalam mendefinisikan tentang salam tersebut. Sedangkan intinya sama yaitu pesanan dengan pembayaran uang dimuka sebagai perekat dan juga sebagai tanda jadinya serta sebagai tanda kepercayaan diantara kedua belah pihak dalam melakukan transaksi tersebut. Menurut ahli hukum islam, hukum syari’ah merupakan perintah Allah yang berhubungan dengan tindakan semua muslim, seperti kewajiban, larangan, sunnah, makruh, maupun haram, semua itu bertujuan menjaga kesejahteraan umum masyarakat.89 Dalam hukum muamalah suatu perjanjian dianggap batal apabila terjadi pada orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat kecakapan atau obyeknya tidak dapat menerima hukum perjanjian sehingga dengan demikian dikatakan bahwa dalam perjanjian tersebut terdapat hal-hal yang menjadikannya dilarang oleh syara’.90 Terhadap perjanjian jual beli yang rusak, terdapat dua macam ketentuan: 3. Dalam beberapa bentuknya, perjanjian rusak itu mempunyai dampak akibat hukum, yaitu apabila kemudian diterima oleh pihak kedua. Misalnya, seseorang membeli barang dengan perjanjian yang rusak. Apabila dia telah 89 90
Muhammad, Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonosia, 2003), 70. Azhar , Asas-asas, 114
66
menerima barang yang dibelinya dengan izin penjual atau dalam majelis perjanjian orang itu memiliki barang yang dibelinya mengingat bahwa perjanjian tersebut dipandang telah terjadi. 4. Kedua belah pihak meminta fasakh atau permintaan fasakh itu dapat dilakukan oleh hakim, apabila hal itu diketahuinya mengingat adanya larangan syara’ pada perjanjian yang dilakukan secara rusak itu. Untuk dapat dimintakan fasakh diperlukan adanya dua syarat, yaitu barang masih dalam bentuk seperti sebelum diterima dan belum ada sangkut paut hak orang lain. Misalnya belum menjadi tanggungan hutang, belum disewakan, belum dijual dan sebagainya. 91 Karena itu dalam akad jual beli secara otomatis akibat hukumnya langsung mengenai pada masing-masing pelaku akad, dimana tidak mungkin jual beli terjadi atas keinginan sepihak. Akibat hukum dari batalnya perjanjian jual beli yaitu kedua belah pihak dapat minta fasakh yang juga dapat dilakukan oleh hakim. Dalam hal ini di sub business center sophie martin akibat hukumnya langsung mengenai penjual dan pembeli. Misalnya dalam pemesanan, barang yang dipesan lama datangnya, setelah melalui adanya kesepakatan bisa dicancel atau dibatalkan jual beli tersebut, dan bisa memesan barang yang lain. Akibat dari adanya pembatalan transaksi penjual mempunyai kebijakan dan tanggung jawab atas pembatalan transaksi tersebut dengan cara barang pesanan yang dibatalkan 91
Azhar , Asas-asas, 115-116.
67
tadi diletakkan di kounter untuk dijual kembali. Tetapi jika kesalahan pemesanan adalah kelalaian penjual, maka penjual bertanggungjawab penuh atas kesalahan tersebut. Contoh lain yaitu masih dalam hal keterlambatan barang pesanan, dari member tidak ada kata cancel atau tidak ada kesepakatan untuk membatalkan transaksi tersebut, ternyata barang yang dipesan tersebut datang, maka akibat yang ditanggung pembeli adalah melangsungkan transaksi tersebut. Hal tersebut jelas merupakan kelalaian member itu sendiri.92 Jadi dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa analisa terhadap akibat hukum pada penjual dan pembeli dalam jual beli salam di sub business center ini adalah telah sesuai dengan fiqh Islam, karena keduanya memiliki akibat hukum yang sama, yaitu perjanjian tersebut tidak dapat diteruskan lagi dan kedua belah pihak dapat minta fasakh atau permintaan fasakh itu dapat dilakukan oleh hakim.
92
Observasi di Kounter sub business center sophie martin, pada tanggal 12 April 2008.
68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Analisa terhadap tehnik yang digunakan dalam jual beli salam yang terjadi di sub business center sophie martin ini
sesuai dengan fiqh Islam, dan
diperbolehkan karena telah terpenuhi syarat dan rukunnya. 2. Analisa terhadap penyelesaian sengketa antara penjual dengan pembeli apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli salam yang terjadi di sub business center sophie martin ini adalah sudah sesuai dengan fiqh Islam, karena adanya pembayaran ganti rugi oleh pihak yang melakukan kesalahan dengan unsur kesengajaan. Dan jika perselisihan antara kedua belah pihak berkenaan dengan jenis barang yang di salami, maka ketentuan dalam hal ini adalah bahwa kaduanya saling bersumpah dan membatalkan jual beli. 3. Akibat hukum pada penjual dan pembeli dalam jual beli salam yang terjadi di sub business center ini adalah telah sesuai dengan fiqh Islam karena keduanya memiliki akibat hukum yang sama, yaitu perjanjian tersebut tidak dapat diteruskan lagi dan kedua belah pihak dapat meminta fasakh atau permintaan fasakh itu dapat dilakukan oleh hakim.
69
B. Saran 1. Untuk sub business center sophie martin kota madiun hendaknya bisa lebih luwes dalam melayani member/pembeli. 2. Seharusnya diantara penjual dan member/pembeli menciptakan rasa saling percaya dan jika belum adanya kejelasan dalam pemesanan, sebaiknya transaksi jangan dilaksanakan dahulu. 3. Apabila kedua belah pihak terjadi kesalahpahaman, hendaknya diselesaikan secara baik-baik dan sesuai dengan ajaran Islam yang ada. 4. Bagi masyarkat pada umumnya, jika ingin melakukan transaksi seperti ini, hendaknya mengetahui hukum agar bisa melaksanakan syari’at yang sesuai dengan aturan yang ada agar tercipta kemaslahatan. 5. Seharusnya di konter disediakan sebuah alat untuk penjamin mutu agar produk yang diperjualbelikan tetap terjamin mutunya.
70