BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan inspirasinya (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. 1 Namun kenyatannya ketika kita menyaksikan dilayar kaca atau membaca media cetak selalu ada berita tentang terjadinya peristiwa yang menunjukan kebobrokan dunia pendidikan, misalnya tawuran antar pelajar, pelajar yang membolos dijam sekolah, atau pelajar yang tertangkap menggunakan narkotika. Pertanyaan yang sama sering muncul dibenak kita, ada apa dengan pelajar sekarang, apa dan siapa yang salah?. Terkadang muncul kegalauan ketika menyaksikan realita di lapangan, dimana guru lebih banyak memberikan hukuman (punishment) dibandingkan penghargaan (reward) kepada siswa sehingga timbul kegelisahan saat menyaksikan para siswa berteriak girang begitu tahu bahwa gurunya tidak datang. Lagi-lagi muncul pertanyaan yang sama siapa yang salah?. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak lebih dari kekhawatiran para orang tua, masyarakat yang telah mempercayakan anak-anaknya untuk dididik dan dibina dengan baik sesuai dengan amanat undang-undang. Akan tetapi, realitas yang ada 1
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm.
1.
1
2
menunjukan betapa hasil kepercayaan yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti realitas yang ada sekarang,Realitas yang pertama betapa sangat dekatnya para pelajar dengan dunia kekerasan, yang diciptakan oleh pendidik. Misalnya hukuman fisik yang diberikan ketika siswa melakukan kesalahan yang jelas bertolak belakang dengan dunia mereka yang seharusnya yaitu dunia pendidikan dan keilmuan. Realitas yang kedua kurangnya interaksi dan nuansa kasih sayang antara guru dan siswa. Suasana konflik dan perseteruan kadang kala lebih sering diciptakan oleh guru terhadap muridnya. Seperti guru lebih senang berteriak memarahi dibandingkan bersuara lembut dan menasehati. Realitas yang ketiga Guru hanya sekedar menjalankan rutinitas dan kewajiban. Hal ini bisa terlihat ketika betapa senangnya para siswa ketika tahu guru mereka tidak masuk sekolah, dan betapa bosannya mereka terhadap suasana pelajaran yang menoton dan kaku. Hal ini bisa saja terjadi jika guru hanya sekedar menjalankan rutinitas dan kewajiban mengajar. Pertemuan-pertemuan dikelas seringkali hanya menjadi beban bagi kedua belah pihak. Karena tuntutan dan keterpaksaan saja yang membuat mereka berkumpul dalam satu ruangan yang dinamakan kelas. Lagi-lagi muncul pertanyaan, apakah suasana disekolah dan kehadiran guru demikian membosankan?. Inilah tiga realitas yang menggambarkan sebagian kecil dari permasalahan yang ada didunia pendidikan. Kesimpulan sederhananya, ketika seorang guru salah atau bahkan tidak memahami profesinya, maka akan terjadilah pergeseran tugas pokok dan fungsi guru secara perlahan-lahan. Akibatnya kedua belah pihak yang semula saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling
3
membutuhkan. Bahkan yang lebih parah lagi komunikasi antara keduanya tidak saling sambung yang mengakibatkan terciptanya suasana yang membosankan dalam proses belajar dan mengajar.Padahal menurut Fatah Yasin pembelajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. 2 Selanjutnya, menurut Suparlan Suhartono dikatakan bahwa “kualitas kehidupan ditentukan oleh kualitas pendidikan. Sedangkan kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik”. Dapat dikatakan, kualitas kehidupan ditentukan oleh kualitas pendidik.3Jadi untuk merubah semua keadaan ini akan lebih baik jika guru dalam pembelajaran yang menjadi dasar perubahan itu. Dengan pesatnya kemajuan peradaban manusia, manusia mampu menghasilkan berbagai sumber belajar. Sumber belajar dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan belajar sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan. 4 Berkaitan dengan itu, terdapat berbagai bentuk sumber belajar seperti majalah, internet, buku, surat kabar, bahkan karya sastra pun dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam
2
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Press, 2008),
hlm. 67. 3
Suparlan Suhartono, Wawasan Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 147. E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Cet. Ke-3, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 177. 4
4
pikirannya.Selanjutnya, karya sastra diupayakan agar dapat dipahami dan diambil nilai-nilai positifnya melalui berbagai media. 5 Salah satu bentuk karya sastra adalah novel.Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat.6Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Begitu pula novel Sang Pelopor karya Sugeng dengan nama pena Alang-Alang Timur. Novel Sang Pelopor menceritakan tentang pendidikan, persahabatan, kesederhanaan dan motivasi yang kuat dalam meraih cita-cita. Sehingga, Novel perdana Sugeng yang terbit pada bulan Desember 2008 ini mampu mengundang berbagai tanggapan dari pembaca. Salah satunya tanggapan dari Sunardian Wirodono, produser, sutradara, peneliti dan pengarang Syair Panjang Aceh (Syahie Panjang Aceh). Dia berpendapat bahwa novel Sang Pelopor karya Sugeng harus dibaca oleh para guru, orang tua, juga birokrat yang mengurusi dunia pendidikan kita. Sebagai karya sastra, penggalian tema pendidikannya sangat dalam dan pilihan bahasanya sangat indah. Sebagai inspirasi dan motivasi, sangat nikmat dibaca dan diresapi. Menurutnya pula novel Sang Pelopor sebagai novel Best-Seller tak kalah dibanding kehebatan Laskar Pelangi. Tanggapan yang senada datang dari Suminaring Prasojo seorang novelist sekaligus editor dari novel Sang Pelopor. Dia berpendapat bahwa ketika sebagian kalangan yang masih begitu kaku dalam menyikapi hidup, penulis rupanya telah 5
Rizqi Syamsyiatun. “Menilik kembali Sejarah melalui Karya Sastra”. http://blog.student.uny.ac.id/rizqisyamsyiatun/paper/. Diakses, 15 Juni 2013. 6 Imran Zhouw „Zha, “Mengembangkan Novel dalam Karya Sastra”. http://imheyhang.blogspot.com/2011/05/mengembangkan-novel-dalam-karya-sastra.html. Diakses, 13 Juni 2013.
5
melompat seraya berseru bahwa masa depan dapat tercipta diantara berbagai keterbatasan. Bahwa stigma „bodoh‟ dapat runtuh begitu saja dengan upaya keras tak berkesudahan. Bahwa mimpi dan kerja keras adalah pasangan tak terpisahkan demi mewujudkan legenda hidup. Dari tanggapan-tanggapan pembaca novel Sang Pelopor di atas dapat dikatakan bahwa novel Sang Pelopor merupakan kategori novel yang baik. Selain itu, novel Sang Pelopor berbeda dengan novel yang lainnya. Cerita novel pada umumnya berkisahkan tentang percintaan maupun perjalanan hidup seseorang. Sedangkan novel Sang Pelopor bercerita tentang dunia pendidikan. Sehingga dari novel Sang Pelopor yang merupakan salah satu karya fiksi ini pembaca yang berkecimpung dalam dunia pendidikan khususnya dapat mengambil nilai positif yang ada di dalamnnya. Berdasarkan paparan di atas maka novel Sang Pelopor karya Sugeng (Alang-Alang Timur) layak untuk dikaji lebih dalam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana usaha guru dalam menciptakan pembelajaran menyenangkan dalam novel Sang Pelopor karya Sugeng (Alang-Alang Timur)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai guru dalam menciptakan pembelajaran menyenangkan dalam novel Sang Pelopor karya Sugeng (Alang-Alang Timur).
6
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan, yaitu kegunaan secara teori dan praktis. Secara teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi guru (pendidik) mengenai usaha apa yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, agar tercipta pembelajaran yang menyenangkan. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak; bagi guru, hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang usaha guru atau pendidik dalam menjalankan proses pendidikan agar tercipta pembelajaran menyenangkan. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang kependidikan. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih memahami isi novel Sang Pelopor dan diambil manfaatnya. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi maupun sebagai bahan pijakan penelitian lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam. E. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Teoretis Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso dan mikro. Dalam ruang lingkup mikro kepala sekolah, guru, tutor dan tenaga pendidikan lainnya memegang peranan penting di dalam
7
pengelolaan pendidikan untuk menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil belajar.7 E. Mulyasa dalam bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru menerangkan pentingnya kepribadian guru hingga menunjukkan lagu yang pernah ngetop di kalangan pelajar dan mahasiswa sekitar tahun 80-an. Berikut syair Lagunya: Sungguh-sungguh paling senang punya guru manis Murid-murid yang belajar tidaklah mengantuk Dia mengajar aku melukis, kalau ditanya menggaruk-garuk Pandangan ke depan bukan ke papan tulis Tapi pada guruku yang manis Sungguh-sungguh paling senang punya guru manis Murid-murid yang belajar tidaklah mengantuk Biar ditambah enam bulan lagi betah rasanya di kelas ini. Syair-syair dalam lagu tersebut menandakan betapa para peserta didik mendambakan kepribadian guru, sampai-sampai mereka tidak memperhatikan apa yang terjadi di papan tulis karena terpesona oleh penampilan guru nya. Oleh karena itu guru harus berani tampil beda, harus berbeda dari penampilanpenampilan orang lain yang bukan guru, beda dan unggul. Sebab penampilan guru bisa membuat murid senang belajar, bisa membuat murid betah di kelas, tetapi bisa juga membuat murid malas belajar bahkan malas masuk kelas seandainya penampilan gurunya acak-acakan tidak karuan.8 Dalam buku E. Mulyasa pula dijelaskan ada sebuah pengakuan langsung dari peserta didik, ketika penulis berhadapan dengan mereka dalam rangka diskusi tentang cara belajar yang efektif bagi siswa SMA dan SMK Jakarta utara. Mereka 7
Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 40. 8 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,op. cit., h. 118
8
mengungkapkan beberapa harapan dari guru dan beberapa kelemahan gurunya yang mereka rasa sebagai penghambat belajar. Beberapa sikap guru yang tidak disukai mereka antara lain: guru yang sombong (tidak suka menegur atau tidak mau ditegur kalau ketemu di luar sekolah), guru yang memakai baju tidak rapi, sering datang kesiangan. Oleh karena itu, guru harus berusaha untuk tampil menyenangkan peserta didik, agar dapat mendorong mereka untuk belajar. 9Jadi dapat dipahami bahwa sikap guru mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran, mengingat guru adalah orang yang senantiasa berhadapan dengan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, untuk memahami bagaimana sebaiknya guru bersikap, atau sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang guru, maka guru maupun calon guru atau orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan perlu untuk belajar dari berbagai sumber. Ada berbagai hal yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar, diantaranya buku-buku tentang kependidikan, pengalaman orang lain, dan lain sebagainya. Bahkan sastra berbentuk novelpun bisa dijadikan sumber belajar, manakala di dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai yang luhur. Sastra (karya sastra) merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. 10Sastra berasal dari „sas‟ dan „tra‟ yang berarti alat untuk mengajar.11Sehingga dapat disimpulkan bahwa novel yang merupakan salah satu bentuk karya sastra mampu dijadikan sebagai bahan pelajaran bagi para pembacanya. 9
Ibid., h. 119 Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, metode kritik dan penerapannya, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 121. 11 Nyoman Kutha Ratna, Antropologi Sastra; Peranan Unsur-unsur kebudayaan dalam Proses Kreatif, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 6. 10
9
Novel Sang Pelopor karya Sugeng (Alang-Alang Timur) merupakan novel yang penuh dengan nuansa pendidikan, dengan jelas menggambarkan betapa pentingnya peran penting gurudi dalam pengelolaan pendidikan untuk menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil belajar. Hal ini diceritakan ketika empat sekawan sebagai tokoh di dalam novel Sang Pelopor ini yaitu Ali, Sulthan, Seno dan Sukar bersekolah di Sekolah Dasar Negeri mempunyai rasa ingin tahu tentang apa yang tidak mereka ketahui, tetapi rasa ingin tahu itu dipatahkan oleh sang guru. Setiap kali mereka bertanya kepada guru bukan jawaban yang mereka dapat tetapi hinaan oleh guru yang mereka peroleh. Sehingga mereka pun tidak mampu berkembang dan dalam menjalankan proses pembelajaranpun terasa seperti siksaan. Lain halnya dengan proses pendidikan yang ada di Madrasah Kampung Sawah, sebuah Madrasah yang dikelilingi area persawahan dengan bangunan madrasah yang sangat sederhana tetapi mampu membuat nyaman siswanya berlama-lama di sekolah tersebut. Hal ini dikarenakan guru-guru yang ada di Madrasah Kampung Sawah memperlakukan siswanya seperti anak sendiri, penuh kasih sayang, keteladanan, selalu memberikan motivasi kepada murid-muridnya sehingga mampu membuat siswa-siswanya berani untuk bermimpi bahkan mewujudkan mimpi-mimpi itu meskipun dalam keterbatasan. Dari sinilah kreativitas siswa terwujud. Kreativitas siswa diwujudkan ketika hari kelulusan. Syarat untuk lulus tidak hanya ujian tertulis seperti sekolah yang lain, tetapi siswa yang lulus dari Madrasah Kampung Sawah adalah siswa yang mampu memberikan karyanya.
10
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erna Wiyati yang berjudul“Unsur-unsur Pendidikan dalam Novel Sang Pelopor Karya Sugeng dan Implikasinya Bagi Pembelajaran Sastra Indonesia di SMP”, disimpulkan bahwa terdapat unsur pendidikan yang meliputi unsur Budaya, yaitu unsur yang berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Unsur sosial, yaitu pada saat warga desa Nengahan yang secara bergotong royong membuat sumur, dan ketika saat panen padi, anak-anak Madrasah Kampung Sawah membantu para petani panen karena lokasi persawahan dekat dengan sekolah mereka. Unsur Moral, terlihat pada karakter Pak Hadi yang baik dan selalu berpesan kepada anak didiknya untuk selalu rajin menabung, dan Ali yang rajin membantu ibunya berjualan arem-arem tanpa mengeluh. Unsur agama, yaitu Ali dan teman-temannya yang selalu tidak pernah telat dalam menjalankan sholat lima waktu. Unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Sang Pelopor, meliputi: alur, tema, latar, suasana, perwatakan, warna setempat, tendens, sudut pandang, dan gaya bahasa.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa novel Sang Pelopor karya Sugeng dapat dijadikan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di SMP.12 Persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, untuk persamaan antara penelitian terdahulu (Unsur Pendidikan dalam Novel Sang Pelopor Karya Sugeng dan Implikasinya bagi Pembelajaran Sastra Indonesia di SMP”) dengan penelitian yang akan dilakukan
12
Erna Wiyati “Unsur Pendidikan Dalam Novel Sang Pelopor Karya Sugeng dan Implikasinya bagi Pembelajaran Sastra Indonesia di SMP” Skripsi Sarjana Pendidikan. http://perpus.upstegal.ac.id/v4/?mod=opaq.koleksi.form&page=2335&barcode=PBSI0911152. Diakses, 22 Mei 2013.
11
adalah sama-sama mengkaji novel Sang Pelopor karya Sugeng (Alang-alang Timur). Adapun perbedaannya adalah pada penelitian terdahulu meneliti semua nilai pendidikan yang ada (nilai budaya, moral, sosial, dan agama) serta difokuskan pada implikasi pembelajaran sastra Indonesia di SMP. Sebaliknya, pada penelitian yang akan dilakukan difokuskan pada nilai-nilai pendidik dalam menciptakan proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. 2. Kerangka Berpikir Dari analisis teoretis yang telah dipaparkan di atas dapat dipahami bahwa proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas pada dasarnya merupakan interaksi yang berlangsung secara intensif antara guru, siswa dan materi. Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan di dalamnya. Berkaitan dengan posisi dan peranannya dalam proses pembelajaran, guru merupakan kunci utama bagi berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat dipahami bahwa gurulah yang mampu menjadikan proses pembelajaran menyenangkan atau menjenuhkan. Novel Sang Pelopor karya Sugeng banyak bersetting sosial pada lingkungan sekolah. Di dalam novel ini menceritakan apa yang dirasakan oleh siswa dalam menghadapi sosok guru yang hanya berprofesi sebagai guru bukan pendidik, peraturan-peraturan sekolah yang membuat siswa tertekan, proses pembelajaran yang membosankan, sehingga dari semuanya itu mengakibatkan rendahnya semangat belajar. Seolah menceritakan realita yang memang benarbenar terjadi di kehidupan sekitar kita.
12
Dari isi novel tersebut muncullah pemikiran untuk mengkaji mengenai usahai guru dalam menciptakan pembelajaran menyenangkan dalam novel Sang Pelopor karya Sugeng (Alang-Alang Timur). Kemudian dapat diambil hikmah sebagai pengetahuan dan diaplikasikan sebagai bekal dalam menjalankan proses pendidikan di masa yang akan datang. F. Metode Penelitian Pada bagian metode penelitian ini meliputi Desain penelitian, Sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. 1. Desain Penelitian (Jenis dan Pendekatan) Karya ilmiah ini termasuk jenis penelitian pustaka. Menurut Mestika Zed, riset kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan di perpustakaan. Objek penelitian biasanya digali lewat beragam informasi kepustakaan, antara lain buku, ensiklopedia, jurnal ilmiah, koran, majalah, dan dokumen. 13 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik yang dibentuk kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci disusun dalam sebuah latar ilmiah.14 2. Sumber Data
13
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),
hlm. 89. 14
Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 2.
13
a. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu sumber data utama. Pada penelitian ini sumber primer yang digunakan adalah novel Sang Pelopor Karya Sugeng (Alang-Alang Timur) terbitan Diva Press, Yogyakarta tahun 2008. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data penunjang. Pada penelitian ini sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang berkaitan. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian kepustaakaan maka data yang dihasilkan dengan menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan cara membaca, memahami dan menelaah sumber data. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, memahami, dan menelaah novel Sang Pelopor Karya Sugeng (Alang-Alang Timur), kemudian dikaitkan dengan buku-buku yang ada kaitannya dengan materi pembahasan. Buku-buku tersebut yang digunakan untuk mencari teori-teori yang dijadikan sebagai landasan pemikiran operasionalnya. 4. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi oranglain. 15
15
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm. 104.
14
Pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/ verification.16 Selain itu jugacontent analysis dan analisis wacana. Content analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. 17 Analisis wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari komunikator yang mengemukakan sutu pernyataan.18 G. Sistematika Penulisan Guna mempermudah didalam mempelajari dan memahami bahasan skripsi yang dibuat, maka akan dideskripsikan dalam sistematika yang terdiri dari lima bab, masing-masing bab memuat sub-sub bab. Bab I: Pendahuluan, dalam bab ini merupakan gambaran secara global mengenai seluruh isi skripsi yang meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Bab II: Guru dan pembelajaran yang menyenangkan. Sub bab guru meliputi pengertian guru, tugas dan tanggung jawab guru, peran guru, kompetensi guru dan sifat-sifat yang harus dimiliki guru. Sub bab pembelajaran yang menyenangkan meliputi Pembelajaran Menyenangkan Pengertian Pembelajaran,
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Cet. Ke-5,(Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 246. 17 Noeng Muhadjir, op. cit., hlm. 49 18 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 178.
15
Pengertian Pembelajaran Menyenangkan, Komponen Pembangun Pembelajaran menyenangkan, Indikator Pembelajaran Menyenangkan, Langkah menciptakan Pembelajaran
Menyenangkan,
Guru
dalam
menciptakan
pembelajaran
Menyenangkan Bab III : Novel Sang Pelopor Karya Sugeng (Alang-Alang Timur). Terdiri dari tiga sub bab yaitu biografi Sugeng (Alang-Alang Timur), gambaran umum novel Sang Pelopor yang meliputi latar belakang pembuatan novel, tema, tokoh dan penokohan, alur, latar (setting), sudut pandang, konflik, gaya bahasa dan ringkasan novel Sang Pelopor, Sub bab ketiga usaha guru dalam menciptakan pembelajaran menyenangkan dalam novel Sang Pelopor karya Sugeng (AlangAlang Timur). Bab IV :
Analisis
usaha
guru
dalam
menciptakan
pembelajaran
menyenangkan dalam novel Sang Pelopor Karya Sugeng (Alang-Alang Timur). Bab V : Penutup, meliputi : simpulan dan saran-saran