BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Kota
Arus pembangunan kota era reformasi ditandai dengan maraknya pembangunan pemukiman dan prasarana fisik bagi masyarakat. Berbagai kegiatan pembangunan fisik demi kepentingan publik maupun privat memaksa kota kehilangan ruang publik yang di butuhkan masyarakat. Maraknya pembangunan gedung perkantoran, bangunan komersil dan pemukiman didorong oleh laju pertumbuhan penduduk yang kian pesat. Kota Yogyakarta tumbuh dan berkembang menjadi kota strategis bagi berbagai kegiatan masyarakat Indonesia maupun dunia. Sebagai kota yang dulu dikenal dengan istilah “kota pelajar”, Yogyakarta kini merambah sektor lain yang juga mendatangkan banyak orang. Kegiatan pariwisata menjadi salah satu aspek pembangunan yang dikebut oleh pemerintah. Apalagi kota Yogyakarta yang kaya akan budaya dan keindahan panorama alamnya kini semakin dikenal oleh masyarakat mancanegara. Akibatnya, ledakan jumlah penduduk bisa dirasakan disetiap sudut kota dan ruas jalan utama kota yang selalu dipadati oleh kendaraan dan masyarakat yang beraktivitas. Kegiatan masyarakat tersebut jelas menimbulkan dampak bagi berbagai aspek kehidupan. Lingkungan hidup menjadi salah satu aspek yang terkena dampak aktivitas masyarakat secara signifikan. Pembangunan di 1
berbagai sektor seperti industri, pariwisata, perumahan dan lain-lain harus mengorbankan salah satu aspek penting yakni lingkungan. Menururt Fakih dalam Muthmainah (2008), tingkat tertinggi dari keberhasilan pembangunan akan ditandai dengan terwujudnya kondisi masyarakat yang memiliki kemampuan konsumsi tinggi atau high mass consumption. Masalah utama yang ditimbulkan oleh kegiatan masyarakat di sektor lingkungan hidup adalah sampah. Setiap kegiatan konsumsi yang dilakukan masyarakat selalu menghasilkan sampah yang menjadi masalah utama bagi kota. Oleh karena itu, permasalahan sampah menjadi salah satu agenda penting pemerintah untuk segera ditanggulangi secara bijak.
1.1.2. Peningkatan Volume Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta Sampah yang dihasilkan masyarakat kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman kini hanya menumpuk di TPA Piyungan. Akan tetapi Kota Yogyakarta menjadi donatur sampah terbesar di TPA Piyungan, yakni menyumbangkan 70% dari total sampah yang ada di TPA Piyungan 1. Pengelolaan sampah di TPA Piyungan menggunakan metode pengolahan sanitary landfill, yaitu dengan membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut dan kemudian menutupnya dengan tanah2. Idealnya sampah yang masuk ke dalam sanitary landfill adalah sampah organik yaitu sampah yang dapat terurai, sehingga dapat mempercepat proses komposisi. Namun dalam pengelolaan sampah ini, di TPA Piyungan tidak dilakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Pemilahan 1
Kompas (on line), 16 Oktober 2009, “Sampah Kian Jadi Masalah Serius di Yogyakarta”, URL http://regional.kompas.com/read/2009/10/16/19252242/Sampah.Kian.Jadi.Masalah.Serius.di.Yogyakarta diakses pada 17 April 2014 pukul 15.05WIB 2 “TPA Piyungan Siapa yang Mau?” 24 Oktober 2013, URL http://ciptakarya.pu.go.id/randal/content/tpa-piyungan-siapayang-mau diakses pada 17 April 2014 pukul 17.17WIB
2
sampah-sampah tersebut hanya dilakukan para pemulung di sekitar TPA, namun hanya sebatas pada sampah yang memiliki nilai ekonomi atau bisa dijual kembali. Sehingga sampah di TPA Piyungan hanya menumpuk setiap harinya dan memenuhi area TPA. Menurut perhitungan teknis, kini kapasitas TPA Piyungan diambang titik kritis, TPA yang berlokasi di desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan tersebut diperkirakan akan full capacity pada 20153. Tumpukan sampah tersebut jelas menjadi masalah lain yang timbul akibat tidak adanya pengelolaan sampah secara benar. Akibatnya, masyarakat sekitar TPA menjadi pihak yang harus menerima dampak tumpukan sampah tersebut.
1.1.3. Respon Pemerintah terhadap Masalah Sampah Permasalahan sampah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman cukup kompleks. Masalah tersebut terjadi dari hulu yakni di rumah tangga dan industri yang menghasilkan sampah hingga hilir yakni bagian pembuangan dan pengolahan lanjutan dari sampah tersebut. Sejauh ini, pola konsumsi masyarakat Yogyakarta masih dapat dikatakan sangat tinggi. Sehingga sampah yang dihasilkan pun sangat banyak. Selain itu hanya sebagian kecil masyarakat yang mau mengolah sampah yang mereka hasilkan secara mandiri, selebihnya mereka menyerahkan sampah mereka kepada Badan Lingkungan Hidup daerah setempat dengan sistem retribusi pengangkutan
sampahnya.
Padahal
pemerintah
DIY
telah
mengatur
pengelolaan sampah rumah tangga dalam Perda No 3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
3
Tribun News, 3 Maret 2014, “Kapasitas TPA Piyungan Diambang Kritis”, URL http://jogja.tribunnews.com/2014/03/03/kapasitas-tpa-piyungan-di-ambang-titik-kritis/ diakses pada Rabu, 16 April 2014 pukul 20.12WIB
3
Tangga. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat mampu melakukan mengelola sampah berdasarkan prinsip 3R, yakni Reuse, Reduce dan Recycle secara mandiri di lingkungan sekitarnya4. Sementara itu, pengelolaan sampah di hilir yakni di TPA Piyungan dikelola melalui Sekber KARTAMANTUL yang memfasilitasi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dalam berkoordinasi dan menentukan kebijakan yang akan diambil dalam pengelolaan sampah di TPA Piyungan5. Dasar hukum dari kerjasama antar pemerintah
daerah
tersebut
dituangkan
dalam
perjanjian
Nomor:
07/Perj/Bt/2001, 05/PK.KDH/2001, dan 02/PK/2001 tentang Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Piyungan Kabupaten Bantul. Akan tetapi, pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir di Kota Yogyakarta masih belum terselenggara dengan baik. Masalah sampah yang semakin hari menggunung di TPA Piyungan belum dapat diatasi. Dampak bagi
kehidupan
masyarakat
sekitar
TPA
Piyungan
belum
mampu
diminimalisir oleh pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik. Peran pemerintah dalam pengelolaan hanya seperti berperan mengangkut sampah dari rumah penduduk yang kemudian dikumpulkan di TPS, untuk selanjutnya dibuang ke TPA Piyungan. Belum terlihat model pengelolaan yang layak dilakukan oleh Pemerintah kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Sleman. 1.1.4. Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Merespon masalah sampah yang terjadi serta merujuk masyarakat berusaha secara mandiri untuk mengidentifikasi masalah serta potensi yang ada di lingkungan sekitarnya. Kemudian, dengan berbekal kemampuan dan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga 5 Ibid hal 1 4
4
dilatarbelakangi oleh intervensi berbagai pihak, masyarakat mulai aktif secara mandiri untuk melakukan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya mandiri masyarakat untuk mengelola sampah yang dipandang sebagai potensi agar dapat mengurangi masalah sampah dan memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat. Dalam prosesnya, pengelolaan sampah mengalami keseluruhan proses manajemen berbasis masyarakat atau yang kemudian dikenal sebagai community based management. Selanjutnya, penerapan konsep community based management ini menjadi salah satu pendekatan dalam pembangunan untuk mewujudkan keswadayaan masyarakat. Menanggapi permasalahan sampah, berbagai unsur di wilayah Yogyakarta mulai bergerak aktif untuk mengatasi masalah publik tersebut. Perwujudan dari kepekaan unsur wilayah terhadap masalah sampah yakni dengan melakukan pembentukan dan pendampingan masyarakat dalam mengelola sampah secara mandiri. Tindakan tersebut bahkan telah dilakukan jauh sebelum kebijakan mengenai pengelolaan sampah rumah tangga yakni Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di implementasikan. Adapun pihak yang melakukan kegiatan pendampingan masyarakat pengelola sampah mandiri antaralain adalah Pemerintah Kota Yogyakarta dengan Dusun Gondolayu Lor sebagai pilot project pengelolaan sampah dan Perguruan Tinggi yakni Universitas Gadjah Mada dengan kegiatan pendampingan masyarakat pengelola sampah di Dusun Karanganom.
5
1.1.4.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat di Dusun Gondolayu Lor Trend pembangunan masa kini telah memberikan ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan. Masyarakat semakin diberikan wadah untuk mengembangkan diri agar mencapai kemandirian dalam berbagai bidang. Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah Kota Yogyakarta untuk melakukan tindakan terkait upaya peningkatan kemandirian masyarakat. Melalui pembentukan pilot project pengelolaan sampah berbasis masyarakat
diharapkan
terdapat
wadah
bagi
masyarakat
untuk
berpartisipasi dalam mengatasi masalah publik di sekitar mereka. Adapun komunitas pengelola sampah yang dijadikan pilot project pengelolaan sampah berbasis masyarakat oleh Pemerintah Kota Yogyakarta yakni masyarakat
dusun
Gondolayu
Lor,
Kelurahan
Cokrodiningratan,
Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Melalui SK Pim.Keg. Pemilahan Sampah dan Penghijauan Kota Yogyakarta nomor 24/KSD/KEP/2005 tentang penunjukkan wilayah Gondolayu Lor sebagai daerah percontohan (pilot project) kegiatan pemilahan sampah di Kota Yogyakarta6. Dusun Gondolayu Lor berada tepat di jantung kota Yogyakarta dan di bantaran Sungai Code yang memiliki masalah lingkungan yang cukup kompleks. Sebagai wilayah perkotaan, Dusun Gondolayu Lor memiliki keunikan karakteristik masyarakat dan kompleksitas masalah yang dihadapi. Kota pada umumnya digambarkan dengan lahan geografis utamanya untuk pemukiman; berpenduduk dalam relatif banyak (besar); diatas lahan yang
6
Faizah. 2008. Tesis: Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat. Universitas Diponegoro: Semarang
6
relatif terbatas luasnya; mata pencaharian penduduk didominasi oleh kegiatan non pertanian, sebagian besar merupakan kegiatan sektor jasa, memiliki pola hubungan antar individu dalam masyarakat yang lebih bersifat rasional, ekonomis dan individualis7. Dengan karakteristik tersebut, Pendampigan masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan di Dusun Gondolayu Lor memiliki tantangan tersendiri. Tantangan tersebut menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi keberhasilan dan efektivitas dari sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut akan berdampak pada hasil yang dicapai yakni berupa peningkatan kapasitas masyarakat. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan melibatkan komunitas
sebagai
diimplementasikan
aktor oleh
merupakan pemerintah
sebuah Kota
kebijakan
Yogyakarta
yang melalui
pembentukan pilot project. Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan dapat pula menjadi percontohan bagi masyarakat komunitas lain. Hal ini merupakan tujuan dari dibentuknya pilot project oleh pemerintah agar mampu memantik wilayah lain untuk melakukan tindakan serupa yang dapat meningkatkan kemandirian.
7
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu hal. 131
7
1.1.4.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat di Dusun Karanganom Menghadapi permasalahan sampah, Desa Sitimulyo sebagai tuan rumah TPA Piyungan dirasakan perlu untuk melakukan tindakan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pembuangan sampah di lingkungan mereka. Selang tiga tahun setelah pembentukkan pilot project pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Dusun Gondolayu Lor, Dusun Karanganom di Desa Sitimulyo bergerak untuk melakukan pengelolaan sampah. Berawal dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008 tentang Sekber KARTAMANTUL khususnya pengelolaan di TPA Piyungan yang kemudian dilanjutkan dengan dua periode kegiatan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 dan 2012 dengan kegiatan pengelolaan sampah dan kegiatan pendampingan pemberdayaan masyarakat pengelola sampah mandiri oleh Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada8. Serangkaian kegiatan ini menstimulasi munculnya spirit pembangunan pada masyarakat dalam hal pengelolaan sampah yang selanjutnya mewujudkan kemandirian. Kegiatan pengelolaan sampah di Desa Sitimulyo dimulai dari dusun
Karanganom
melalui
kelompok
Ngudi
Makmur.
Dusun
Karanganom merupakan wilayah pedesaan yang memiliki karakteristik yang unik. Desa secara umum digambarkan dengan wilayah yang luas, 8
Sejarah Pendampingan Masyarakat Kelompok Ngudi Makmur. Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik UGM. 2011
8
jumlah penduduk lebih besar dibanding daerah perkotaan tetapi tingkat kepadatan lebih rendah, sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah di sektor pertanian9. Selanjutnya, masyarakat desa memiliki aturanaturan tertentu yang disepakati bersama (adat-istiadat, budaya, norma), memiliki keterikatan moral sebagai sebuah kesatuan sosial yang saling bekerjasama secara kolektif dalam mencapai tujuan tertentu10. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka dalam melakukan program pembangunan di Dusun
Karanganom
memperhatikan
yang
kekhasan
termasuk desa,
wilayah
sehingga
pedesaan
pelaksanaan
harus kegiatan
pembangunan mendapat dukungan dan legitimasi dari masyarakat. Kegiatan pengelolaan sampah di desa Sitimulyo merupakan sebuah gerakan yang diinisiasi oleh kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh pihak eksternal. Dalam hal ini Universitas Gadjah Mada merupakan institusi non-government yang memberikan intervensi berupa stimulan bagi masyarakat untuk berdaya. Intervensi tersebut merupakan sebuah langkah pemberdayaan bagi komunitas untuk mampu mengelola hal-hal yang dibutuhkan secara mandiri. Bentuk kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di dua komunitas diatas merupakan salah satu bentuk perwujudan kemandirian dalam mengelola bidang tertentu. Dalam hal ini ada perbedaan mendasar yang melatarbelakangi terbentuknya komunitas pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Desa Sitimulyo dan Dusun Gondolayu Lor. Perbedaan tersebut yakni adanya perbedaan pihak yang melakukan 9
Adisasmita, Rahardjo. 2006 hal. 14 Hermawati, Istiana dkk. 2004. Pengkajian Keswadayaan Masyarakat Desa dalam Pendayagunaan Sumber Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Penembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial hal. 6 10
9
intervensi terhadap komunitas untuk melakukan tindakan tertentu. Pada masyarakat di Desa Sitimulyo, intervensi dilakukan oleh pihak nonpemerintah yakni institusi pendidikan tinggi dalam hal ini adalah Universitas Gadjah Mada melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pada masyarakat di Dusun Gondolayu Lor, intervensi dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui pembentukan pilot project. Sehingga diperlukan kajian lebih lanjut melalui studi komparasi mengenai
pengelolaan
berbasis
komunitas
(community
based
management) dalam pengelolaan sampah di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul dan Dusun Gondolayu Lor, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta.
1.2. Rumusan Masalah Paradigma baru pengelolaan sampah berbasis masyarakat dewasa ini mulai berkembang secara luas. Melalui community-based management dalam pengelolaan sampah masyarakat menunjukkan adanya pergeseran perilaku menuju pembangunan berbasis masyarakat. Dari sedikit uraian diatas, maka diperlukan kajian secara lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah berbasis masyarakat di dua model yakni Dusun Gondolayu Lor dan Dusun Karanganom yang memiliki latar belakang inisiasi berbeda yakni government dan non-government. Selanjutnya hal ini dirumuskan ke dalam rumusan masalah sebagai berikut:
10
Bagaimana perbedaan manajemen pada komunitas pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat di dua tempat yang memiliki latar belakang inisiasi berbeda yakni Dusun Gondolayu Lor oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan Dusun Karanganom oleh Perguruan Tinggi (Non-government)? Bagaimana perbandingan kapasitas komunitas pengelola sampah rumah tangga berbasis masyarakat di dua tempat yang memiliki latar belakang inisiasi berbeda yakni Dusun Gondolayu Lor oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan Dusun Karanganom oleh Perguruan Tinggi (Non-government)?
1.3.Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perbedaan manajemen pada komunitas pengelola sampah rumah tangga berbasis masyarakat di dua tempat yang memiliki latar belakang inisiasi berbeda di dua tempat yakni Dusun Gondolayu Lor oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan Dusun Karanganom oleh Perguruan Tinggi (Non-government). 2. Untuk mengetahui perbandingan kapasitas komunitas pengelola sampah mandiri yang memiliki latar belakang inisiasi dari pihak yang berbeda yakni government dan non-government.
1.4.Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan gambaran mengenai dinamika manajemen dalam pengelolaan sampah di dua model dengan latar belakang intervensi yang berbeda. 11
2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk terus mengembangkan pola pengelolaan sampah dan sektor lain berbasis masyarakat secara mandiri. 3. Memberikan masukan kepada pemerintah dan pihak lain yang membutuhkan informasi mengenai masalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 4. Melengkapi tulisan-tulisan terdahulu mengenai masalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang sejenis.
1.5. Penelitian yang Relevan Penelitian pertama yakni penelitian yang berjudul “ Manajemen Pengelolaan Sampah oleh Masyarakat” studi kasus pada Dusun Sukunan, Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman oleh Budi Susilantinah tahun 2005. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui manajemen pengelolaan sampah oleh Masyarakat Dusun Sukunan. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pengelolaan sampah di Dusun Sukunan dimulai dari pemilahan, pengumpulan sampah anorganik untuk selanjutnya dijual dilakukan oleh masyarakat. Relasinya dengan penelitian ini adalah bahwa keduanya sama-sama mengkaji pengelolaan sampah berbasis masyarakat, namun penelitian oleh Budi Susilantinah lebih berfokus pada pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan dari hulu hingga hilir, akan tetapi penelitian ini akan mengkaji perbandingan perilaku masyarakat dalam mengelola sumber daya potensi lokal dengan pendekatan community based management. Kontribusi penelitian ini pada penelitian yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Sampah oleh Masyarakat” yakni penelitian ini melanjutkan kajian yang telah dilakukan pada masyarakat Dusun Sukunan mengenai pengelolaan sampah, dengan mengkaji perilaku masyarakat secara mendalam yakni berfokus pada manajemen pengelolaannya dan kemudian
12
melakukan studi komparasi agar diketahui perbedaan antara pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan latar belakang intervensi pemerintah dan non-pemerintah. Penelitian kedua yakni penelitian berjudul “ Community Based Resource Management ” studi deskriptif Komparatif Pengelolaan Air di Padukuhan Bandaran dan Padukuhan Sejati Dukuh oleh Yulia Nugraheni tahun 2008. Hasil penelitian yakni menunjukkan adanya perbedaan pengelolaan air di dua padukuhan yakni Bandaran dan Sejati Dukuh. Perbedaan tersebut merupakan temuan yang didapatkan oleh peneliti setelah melakukan studi komparasi kepada kedua obyek penelitian. Relasinya adalah bahwa penelitian oleh Yulia Nugraheni dengan penelitian ini sama-sama melakukan studi komparasi terhadap perilaku masyarakat dalam mengelola sumber daya dan atau potensi. Perbedaannya adalah bahwa penelitian ini berfokus pada perilaku masyarakat di dua tempat yang melakukan upaya mandiri dalam mengelola sampah dengan latar belakang intervensi yang berbeda yakni intervensi pemerintah dan non-pemerintah. Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian berjudul “ Community Based Resource Management ” studi deskriptif Komparatif Pengelolaan Air di Padukuhan Bandaran dan Padukuhan Sejati Dukuh yakni penelitian ini merupakan penelitian yang akan melengkapi kajian mengenai pengelolaa berbasis masyarakat pada bidang yang berbeda, sehingga nantinya menjadi alternatif referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan mengkaji hal yang sama. Penelitian ketiga yakni penelitian berjudul Peran “Community Based Organization (CBO) dalam Pemberdayaan Petani ” studi terhadap IPPHTU (Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia Indramayu) oleh Muhammad tahun 2011. Hasil penelitian menemukan bahwa konsep community based organization dalam pemberdayaan petani merupakan alternatif pendekatan yang cukup efektif dalam meningkatkan keswadayaan petani. Relasinya dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini sama-sama mengkaji manajemen berbasis masyarakat. Perbedaannya adalah penelitian oleh Muhammad mengkaji 13
konsep CBO dalam proses pemberdayaan yang dilakukan kepada petani, sebagai solusi atas masalah yang dihadapi oleh petani dewasa ini. Sedangkan penelitian ini akan mengkaji perbandingan penerapan konsep CBM di dua tempat yang memiliki latar belakang intervensi yang berbeda yakni pemerintah dan non-pemerintah. Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian berjudul Peran “Community Based Organization (CBO) dalam Pemberdayaan Petani ” studi terhadap IPPHTU (Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia Indramayu) yakni penelitian ini akan melengkapi kajian mengenai pengelolaan berbasis masyarakat di bidang lain yakni pengelolaan sampah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi variasi referensi bagi pihak yang berminat untuk melakukan kajian pengelolaan sumber daya atau potensi berbasis masyarakat dengan variasi bidang kajian yang berbeda.
14