Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
:
Tanggal
:
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena dapat menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sekitar 80 % dari Kabupaten / Kota di Indonesia
termasuk
kategori
endemis,
dengan
endemisitas
yang
bervariasi dari rendah sampai tinggi, dan lebih dari 45 % diantara penduduknya berdomisili di daerah endemis. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005 – 2010 cenderung menurun yaitu pada tahun 2005 sebesar 4,10 per 1000 menjadi 1,96 per 1000 penduduk
pada tahun 2010. Angka ini cukup bermakna karena
diikuti dengan intensifikasi upaya pengendalian malaria yang salah satu hasilnya adalah peningkatan cakupan pemeriksaan sediaan darah atau konfirmasi laboratorium.
Data yang dilaporkan Kementerian Kesehatan
tahun 2005
penderita
klinis yang berjumlah 2.113.265 telah dilakukan pemeriksaan sediaan darah sebanyak 982.828 (47%) dan pada tahun 2010 penderita klinis yang berjumlah
1.849.062 telah dilakukan pemeriksaan sediaan darah
sebanyak1.164.405 (63%). Pada tahun 2008 KLB malaria masih terjadi di 28 desa pada 15 provinsi dan tahun 2009 terjadi di 19 desa pada 8 provinsi. 1
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak lama, dimulai pada dekade tahun 1952 – 1959, pada akhir periode ini yaitu pada tanggal 12 Nopember 1959 di Yogyakarta oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno, telah mencanangkan program pembasmian malaria, dikenal dengan sebutan “Komando Pembasmian Malaria” (KOPEM). Tanggal 12 November
tersebut
kemudian ditetapkan sebagai
hari
Kesehatan
Nasional. Dalam rangka mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian akibat malaria terutama pada kelompok rentan yaitu pada ibu dan anak, telah disepakati sebagai komitmen global sebagaimana terdapat pada tujuan keenam pembangunan milenium (Millenium Development Goals /MDGs)
bahwa
kegiatan
dilaksanakan. Hal ini
pengendalian
penyakit
malaria
perlu
sejalan dengan amanah Presiden RI pada
peringatan Hari Malaria Sedunia Pertama pada tanggal 25 April 2008 yang menginstruksikan untuk terus meningkatkan upaya pengendalian malaria menuju eliminasi.
Program pengendalian malaria di Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia, bertujuan untuk mewujudkan masyarakat hidup sehat dan terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Sasaran wilayah eliminasi malaria dilaksanakan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi dan dari satu pulau atau beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia. Penilaian berdasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia, dengan tahapan sebagai berikut:
Kepulauan Seribu (provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali, dan Pulau Batam pada tahun 2010;
Pulau Jawa, Provinsi NAD, dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015;
2
Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan
Provinsi Papua, provinsi Papua Barat, provinsi Maluku, Provinsi NTT dan Provinsi Maluku Utara, pada tahun 2030.
Salah satu Kebijakan Program Pengendalian Malaria untuk mencapai tujuan eliminasi malaria di Indonesia adalah semua penderita malaria klinis yang ditemukan dan dilakukan pencarian oleh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus dilakukan diagnosis atau konfirmasi secara mikroskopik.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang belum memiliki
kemampuan pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test/ RDT), sehingga tidak ada lagi pengobatan penderita
malaria tanpa konfirmasi laboratorium untuk
mencegah
terjadinya resistensi obat malaria.
Kualitas pelayanan
mikroskopik
malaria sangat
diperlukan
dalam
menegakkan diagnosis dan sangat tergantung pada kompetensi dan kinerja petugas laboratorium di setiap jenjang fasilitas pelayanan kesehatan. Penguatan laboratorium pemeriksaan malaria yang berkualitas dilakukan
melalui
pengembangan
jejaring
dan
pemantapan
mutu
laboratorium pemeriksa mikroskopik malaria mulai dari tingkat pelaksana seperti laboratorium Puskesmas, Rumah
Sakit serta laboratorium
kesehatan swasta sampai ke laboratorium crosschecker di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
Penyusunan Pedoman Jejaring dan Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopik Malaria merupakan salah satu upaya penguatan laboratorium pemeriksaan malaria. Pedoman ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan laboratorium malaria yang sesuai
3
dengan standar sehingga dapat mendukung upaya pengendalian malaria menuju eliminasi di Indonesia pada tahun 2030.
B. Tujuan Pedoman Umum: Sebagai acuan pengembangan laboratorium pemeriksaan malaria di berbagai tingkat pelayanan dan acuan petugas di fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengikuti dan melaksanakan kegiatan laboratorium yang mendukung program pengendalian malaria
Khusus : 1. Meningkatnya jangkauan laboratorium pemeriksaan malaria 2. Meningkatnya efisiensi laboratorium pemeriksaan malaria 3. Meningkatkan mutu pemeriksaan laboratorium malaria 4. Mengembangkan sistem rujukan laboratorium pemeriksaan malaria di setiap tingkatan. 5. Meningkatkan pelaksanaan manajemen dan informasi laboratorium malaria di sektor pemerintah, swasta, LSM dan organisasi profesi terkait.
C. Ruang Lingkup Pedoman ini menggambarkan tugas dan fungsi dari masing-masing tingkatan laboratorium pemeriksaan malaria meliputi mikroskopik, Rapid Diagnostic
Test
(RDT),
serologi,
molekuler
(Polymerase
Chain
Reaction/PCR) di setiap tingkat pelayanan baik pemerintah maupun swasta serta berisi tentang Pemantapan Mutu Laboratorium Pemeriksaan Mikroskopik
Malaria
yang
meliputi
Pemantapan
Mutu
Internal,
Pemantapan Mutu Eksternal dan Peningkatan Mutu.
4
BAB II. JEJARING LABORATORIUM PEMERIKSA MALARIA
Jejaring laboratorium pemeriksaan malaria adalah suatu jaringan laboratorium yang melaksanakan pelayanan kepada pasien yang diduga malaria maupun penduduk yang tinggal di daerah endemis malaria sesuai jenjangnya mulai dari pemeriksaan di tingkat pelayanan kesehatan dasar sampai tingkat pusat untuk menunjang program pengendalian menuju eliminasi malaria dan melaksanakan pemantapan mutu secara berjenjang .
A. Jenis Laboratorium dalam Jejaring Laboratorium Pemeriksa Malaria Pelayanan laboratorium pemeriksa malaria pada umumnya merupakan bagian dari pelayanan laboratorium umum atau terintegrasi di fasilitas pelayanan kesehatan. Jenis laboratorium pemeriksa malaria sesuai fungsinya terdiri dari: 1. Laboratorium
pelayanan
sesuai
dengan
fungsinya
melakukan
penegakan diagnosis melalui pemeriksaan mikroskopik dan RDT malaria. 2. Laboratorium rujukan Kabupaten/ Kota sesuai dengan fungsinya melakukan uji silang pemeriksaan mikroskopik malaria dan pembinaan teknis terhadap laboratorium pemeriksa mikroskopik malaria di wilayah kerjanya. 3. Laboratorium rujukan provinsi sesuai dengan fungsinya melakukan rujukan uji silang bila terdapat ketidaksesuaian hasil pembacaan (discordance) serta melakukan pembinaan bimbingan teknis dan pelatihan teknis di wilayah kerjanya. Pemeriksaan mikroskopik, RDT dan ELISA dilakukan di laboratorium rujukan provinsi. 4. Laboratorium tingkat pusat sesuai dengan fungsinya melakukan pembinaan antara lain supervisi dan panel testing.
5
Untuk mendukung jejaring laboratorium pemeriksa malaria dilakukan koordinasi dan kerja sama dengan laboratorium sesuai dengan kebutuhan program malaria. Direktorat PPBB melalui
Subdit Malaria, Direktorat BPPM dan Sarkes
melalui Subdit Mikrobiologi & Imunologi berperan dalam hal manajemen pelaksanaan jejaring : fasilitasi, dan Kriteria (NSPK),
penetapan Norma, Standar, Pedoman
monitoring dan evaluasi/ monitoring evaluasi
(monev) termasuk sertifikasi kompetensi tenaga teknis. Adanya suatu jejaring laboratorium pemeriksaan malaria akan menjamin bahwa pelayanan laboratorium di semua tingkat pelayanan dilaksanakan sesuai standar nasional dan international.
B. Struktur Jejaring Laboratorium Pemeriksa Malaria tertera dibawah ini: Kementerian Kesehatan melalui : Ditjen PP PL Dit. PPBB, Subdit Malaria Ditjen BUK Dit. BPPM & Sarkes, Subdit Mikrobiologi & Imunologi)
Laboratorium Rujukan Malaria Nasional
Dinas Kesehatan Provinsi
Laboratorium Rujukan Provinsi
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Laboratorium Rujukan Kabupaten/ Kota
Laboratorium di Fasyankes
Keterangan : :
Rujukan pelayanan, konsultasi, rujukan uji silang, pencatatan dan pelaporan
:
Pembinaan
:
Pembinaan, Koordinasi
: 6
C. Pelaksanaan Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Malaria Dalam pelaksanaan Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Malaria terdapat dua aspek pokok yang tediri dari aspek teknis dan aspek manajerial.
1. Tingkat Laboratorium Pelayanan Laboratorium pelayanan adalah pemeriksaan
mikroskopik
laboratorium yang melakukan
malaria.
Pemeriksaan
mikroskopik
merupakan gold standard dari penegakkan diagnosis malaria. Yang
termasuk
laboratorium pelayanan
mikroskopik
malaria
:
puskesmas, KKP, BTKL, Laboratorium di RS pemerintah, RS swasta, RS TNI/Polri, Laboratorium Klinik Swasta, UTD-PMI dan Pustu (bila fasilitas memungkinkan). Tugas dan fungsi laboratorium tingkat pelayanan: Aspek Teknis : a. Fasyankes mempunyai kemampuan pelayanan laboratorium dalam pembuatan
sediaan
pemeriksaan
darah
tebal
dan
tipis
mikroskopik malaria dengan
malaria
serta
pencatatan dan
pelaporan. b. Kualitas sediaan darah dan hasil pemeriksaan laboratorium akan dinilai oleh laboratorium rujukan uji silang di tingkat Kabupaten/Kota secara berkala. c. Melakukan uji kualitas reagen Giemsa secara internal. d. Melakukan pembinaan teknis di Pustu, Polindes, Posmaldes Aspek Manajerial : a. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara rutin setiap bulan. b. Melakukan analisis data secara sederhana menurut orang, tempat dan waktu sehingga apabila ditemukan peningkatan kasus, dapat melakukan sistem kewaspadaan dini dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat. c. Merencanakan
kebutuhan laboratorium pemeriksaan malaria
minimal untuk 3 (tiga) bulan ke depan agar tidak terjadi putus obat 7
2. Laboratorium Tingkat Kab/ Kota Yang termasuk laboratorium tingkat Kab/ Kota adalah laboratorium di Dinas Kesehatan, Labkesda, Malaria Center yang memiliki tugas dan fungsi: Aspek Teknis: a. Melaksanakan pemeriksaan mikroskopik malaria dan melakukan uji silang mikroskopik dari laboratorium fasyankes binaan dalam sistem jejaring. b. Memiliki sarana, pelaksana dan kemampuan yang memenuhi kriteria sebagai rujukan uji silang mikroskopik. c. Melakukan uji silang mikroskopik ke laboratorium rujukan Provinsi bagi
laboratorium
tingkat
Kabupaten/Kota
yang
melakukan
pelayanan dan penilaian hasil uji silang yang discordance. d. Mengikuti Pemantapan Mutu Eksternal dari laboratorium jejaring tingkat di atasnya. Aspek Manajerial : a. Melakukan bimbingan teknis laboratorium mikroskopik dan RDT malaria di wilayah kerjanya. b. Mengkoordinir dan melaksanakan pelatihan SDM laboratorium mikroskopik dan RDT malaria di wilayahnya c. Merencanakan
dan
melaksanakan
kegiatan
monitoring
dan
evaluasi laboratorium pemeriksaan malaria di wilayah kerjanya . d. Merencanakan
dan
melaksanakan
pengadaan
kebutuhan
laboratorium pemeriksaan malaria. e. Membuat pemetaan sumber daya laboratorium meliputi tenaga teknis terlatih, aktif, belum dilatih (jumlah, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, level sertifikasi). f. Mengidentifikasi
jumlah
laboratorium
dan
kondisi
sarana
prasarananya yang ada di wilayahnya. g. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara rutin setiap bulan.
8
h. Melakukan analisis data menurut orang, tempat dan waktu sehingga apabila ditemukan peningkatan kasus, segera dapat dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
3. Laboratorium Tingkat Provinsi Yang dapat berperan sebagai laboratorium tingkat
Provinsi adalah
laboratorium di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) / Balai Laboratorium Kesehatan (BLK), Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) /Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Labkesda provinsi, Malaria
Center, Lab.
Rumah
Sakit
dan
Laboratorium di institusi lain yang memiliki tugas dan fungsi : Aspek Teknis a. Melakukan
berbagai
pemeriksaan
malaria seperti mikroskopik,
laboratorium
pemeriksaan
serologik (deteksi Antigen dan/
antibodi) dan pemeriksaan lainnya. Apabila di laboratorium provinsi belum memiliki kemampuan pemeriksaan biomulekuler seperti di atas
dapat melakukan kerja sama dengan jejaring laboratorium
yang ada di regional. b. Melakukan pemeriksaan dan penilaian discordance mikroskopik malaria kab/ kota di wilayah kerjanya. c. Mengikuti Pemantapan Mutu Eksternal dari laboratorium rujukan pusat. d. Menyelenggarakan pemantapan mutu pemeriksaan laboratorium pemeriksaan malaria di wilayah kerjanya (uji mutu reagensia, mikroskop dan kinerja laboratorium). e. Menyelenggarakan
pelatihan
teknis
untuk
pemeriksaan
laboratorium malaria di tingkat bawahnya. Aspek Manajerial : a. Melakukan pembinaan teknis laboratorium di wilayah kerjanya. b. Mengkoordinir dan melaksanakan pelatihan SDM laboratorium pemeriksaan malaria di wilayahnya 9
c. Merencanakan
dan
melaksanakan
kegiatan
monitoring
dan
evaluasi laboratorium pemeriksaan malaria di tingkat bawahnya d. Identifikasi
dan
mengusulkan
kebutuhan
pemeriksaan
dan
pemeliharaan alat laboratorium pemeriksaan malaria di wilayahnya. e. Membuat pemetaan sumber daya laboratorium meliputi tenaga teknis terlatih (jumlah, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, level sertifikasi) serta kondisi sarana dan prasarana laboratorium yang ada di wilayahnya f.
Melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala.
g. Melakukan pengolahan dan analisis data,
dilaporkan ke Subdit
Malaria, Dit. PPBB Ditjen PP-PL tembusan ke Subdit Mikrobiologi & Imunologi, Dit. BPPM & Sarkes Ditjen BUK.
4. Laboratorium Rujukan Malaria Nasional Aspek Teknis : a. Melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium malaria seperti serologik (deteksi Antigen dan/ antibodi), biomolekuler dan pemeriksaan teknologi baru. b. Sebagai rujukan tertinggi diagnostik malaria di Indonesia. c. Menyelenggarakan External Quality Assurance untuk laboratorium provinsi secara periodik. d. Mengikuti External Quality Assurance tingkat internasional secara periodik. e. Memberikan pelayanan rujukan (spesimen dan pelatihan teknis laboratorium)
untuk
pemeriksaan
laboratorium
pemeriksaan
malaria. f. Menyelenggarakan pelatihan TOT untuk laboratorium jejaring di bawahnya.
10
Aspek Manajerial a. Bekerja sama dengan unit terkait dalam menjalankan kebijakan program nasional, prosedur operasional baku laboratorium malaria dan pedoman teknis laboratorium pemeriksaan malaria; b. Pembinaan teknis laboratorium pemeriksaan malaria c. Monitoring dan evaluasi laboratorium pemeriksaan malaria d. Memberikan sertifikasi teknis sebagai masukan legalisasi sertifikasi kompetensi SDM laboratorium pemeriksaan malaria di tingkat di bawahnya. e. Identifikasi
dan
mengupayakan
pemenuhan
kebutuhan
pemeriksaan dan pemeliharaan alat laboratorium pemeriksaan malaria di tingkat nasional dan daerah. f. Melakukan penelitian-penelitian operasional laboratorium untuk menuju eliminasi malaria. g. Melakukan pengolahan dan analisis data dari laporan laboratorium di tingkat nasional. h. Membuat pemetaan sumber daya laboratorium meliputi tenaga teknis terlatih (jumlah, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, level sertifikasi) serta kondisi sarana dan prasarana laboratorium di tingkat nasional. i. Fasilitasi sistem informasi Dalam melaksanakan jejaring laboratorium mikroskopik malaria, laboratorium malaria tingkat nasional berkoordinasi dengan Subdit Mikrobiologi dan Imunologi, Subdit Malaria Kementerian Kesehatan RI dan kelompok kerja laboratorium Malaria yang dapat mendukung Laboratorium Nasional dalam menjalankan fungsinya.
Jejaring pemantapan mutu laboratorium mikroskopik malaria pada prinsipnya mengacu pada jejaring pelayanan laboratorium. Kegiatan pokok adalah pembinaan melalui pemantapan mutu pemeriksaan mikroskopik untuk
11
mencapai tingkat kompetensi tenaga sesuai standar, dalam mendukung program pengendalian malaria untuk menuju eliminasi malaria.
D. Pembentukan Tim Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopik Malaria Jejaring Pemantapan Mutu melakukan pembinaan teknis dan manajemen melalui laboratorium yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya didukung dengan Tim Pemantapan Mutu.
Tim Pemantapan Mutu di setiap tingkat ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan sesuai tingkat kewenangan. a.
Tim pemantapan mutu tingkat pusat Subdit Malaria Dit. PPBB Ditjen PP&PL, Subdit Mikrobiologi dan Imunologi Dit. BPPM dan Sarkes Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Laboratorium Malaria Tingkat Nasional dan dan institusi lainnya yang dapat membantu pelaksanaan fungsi. Tim Pemantapan Mutu Pusat ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
b. Tim pemantapan mutu tingkat Provinsi : Dinkes provinsi,
BBLK/BLK, Labkesda Provinsi, B/BTKL-PP, Loka
Litbang Biomedis, UPF Litbang dan instansi lainnya. c. Tim pemantapan mutu tingkat Kabupaten/ kota : Dinkes Kabupaten/ Kota, Laboratorium di Kabupaten/Kota Tim Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
1. Tugas Tim Pemantapan Mutu Beberapa pokok kegiatan yang dilaksanakan oleh Tim Pemantapan Mutu meliputi sertifikasi, logistik, penilaian mutu alat dan bahan laboratorium , peningkatan kemampuan teknis, data dan informasi , monev dan bimtek. a. Tugas Tim Pemantapan Mutu Pusat 1) Menyusun perencanaan dan kebutuhan pelaksanaan Pemantapan Mutu (termasuk penyiapan sediaan mikroskopik malaria standar). 12
2) Menyusun dan melakukan sosialisasi pedoman Pemantapan Mutu . 3) Melakukan koordinasi dengan jejaring Laboratorium mikroskopik malaria. 4) Melakukan monitoring, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan pemantapan mutu laboratorium mikroskopik malaria. 5) Menunjuk tim ahli mikroskopik malaria untuk mengikuti sertifikasi internasional 6) Memberikan sertifikasi teknis sebagai masukan legalisasi sertifikasi kompetensi SDM laboratorium pemeriksaan malaria di tingkat di bawahnya 7) Melakukan evaluasi penilaian terhadap standarisasi mutu reagen dan alat diagnostik malaria. 8) Standarisasi kurikulum materi TOT dan pelatihan penyegaran. 9) Membuat data based tenaga, sarana laboratorium mikroskopik malaria dan laporan hasil kegiatan dari tingkat regional dan provinsi.
b. Tugas Tim Pemantapan Mutu Provinsi 1) Menyusun perencanaan dan kebutuhan pelaksanaan Pemantapan Mutu di wilayahnya . 2) Mengkoordinir dan melaksanakan pelatihan SDM laboratorium pemeriksaan malaria di wilayahnya. 3) Melakukan sosialisasi pedoman Pemantapan Mutu di wilayahnya. 4) Melakukan koordinasi dengan jejaring Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya. 5) Melakukan monitoring, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan Pemantapan Mutu Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya dengan cara : a) Menilai
hasil uji silang (cross check) sediaan mikroskopik
discordance dari tingkat Kabupaten / Kota. b) Memberikan umpan balik hasil uji silang kepada jejaring laboratorium tingkat Kabupaten/ Kota. 13
c) Melakukan monitoring dan bimbingan teknis di wilayahnya untuk perbaikan kinerja petugas dan laboratorium minimal 1 kali setahun. d) Melakukan konsultasi kepada tim Pemantapan Mutu di tingkat Pusat 6) Merekomendasikan penilaian teknis dalam pelaksanaan sertifikasi laboratorium di tingkat di bawahnya. 7) Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap standarisasi mutu reagen dan alat diagnostik malaria di wilayahnya. 8) Membuat data based dan updating data tenaga dan sarana Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya. 9) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil semua kegiatan secara rutin setiap bulan dan dilaporkan setiap 3 bulan ke Tim Pemantapan MutuPemantapan Mutu Regional dan tembusannya ke Tim Pemantapan Mutu Pusat.
c. Tugas Tim Pemantapan Mutu Tingkat Kab/ Kota : 1) Menyusun perencanaan dan kebutuhan pelaksanaan Pemantapan Mutu di wilayahnya. 2) Mengkoordinir dan melaksanakan pelatihan SDM laboratorium pemeriksaan malaria di wilayahnya. 3) Melakukan sosialisasi pedoman Pemantapan Mutu di wilayahnya. 4) Melakukan koordinasi dengan jejaring Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya. 5) Melakukan
monitoring,
bimbingan
teknis
dan
evaluasi
pelaksanaan Pemantapan Mutu Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya dengan cara : a) Menilai hasil uji silang (cross check) sediaan mikroskopik dari fasilitas pelayanan kesehatan secara rutin setiap bulan.
14
b) Memberikan umpan balik hasil uji silang kepada jejaring laboratorium fasilitas pelayanan kesehatan setiap bulan di wilayahnya. c) Melakukan monitoring dan bimbingan teknis di wilayahnya untuk perbaikan kinerja petugas dan laboratorium minimal 1 kali setahun. d) Melakukan konsultasi kepada tim Pemantapan Mutu di tingkat Provinsi apabila terdapat perbedaan hasil pemeriksaan. 6) Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap standarisasi mutu reagen dan alat diagnostik malaria di wilayahnya. 7) Membuat data based updating data dan
tenaga dan sarana
Laboratorium mikroskopik malaria di wilayahnya. 8) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil semua kegiatan secara rutin setiap bulan dan dilaporkan setiap 3 bulan ke Tim Pemantapan Mutu Provinsi tembusan ke Tim Pemantapan Mutu Pusat.
15
E. Persyaratan di Laboratorium Pemeriksaan Malaria Persyaratan Ruang
Ruang ELISA
Sarana
Ruang PCR
Laboratorium Pelayanan
Laboratorium Tingkat
Laboratorium Tingkat
Kab/ Kota
Provinsi
- Ukuran min. 3x4 m
- Ukuran min.3x4 m
- Ukuran min.3x4 m
- Ukuran min.3x4 m
- Memiliki SOP
- Memiliki SOP
- Memiliki SOP
- Memiliki SOP
- Bench Aid(Atlas Malaria)
- Bench Aid (Atlas Malaria)
- Bench Aid (Atlas Malaria)
- Bench Aid (Atlas Malaria)
- Penerangan yang cukup
- Penerangan yang cukup
- Penerangan yang cukup
- Penerangan yang cukup
- Ventilasi
- Ventilasi
- Ventilasi
- Ventilasi
- Air bersih mengalir
- Air bersih mengalir
- Air bersih mengalir
- Air bersih mengalir
-
-
1 ruang
1 ruang
Ukuran min. 3x4 m
Ukuran min. 3x4 m
SOP
- SOP
Min.3 ruang, Ukuran min. 3x3 m tiap
Min.3 ruang, Ukuran min. 3x3
ruang
m tiap ruang
- SOP
- SOP
- Tempat sampah infeksius dan non
- Tempat sampah infeksius dan
-
-
Prasarana
Pengelolaan limbah
Laboratorium Tingkat Pusat
- Tempat sampah infeksius dan non infeksius - Alat penghancur jarum dan spuit
- Tempat sampah infeksius dan non infeksius - Alat penghancur jarum dan spuit - Instalasi PAL
infeksius
non infeksius
- Tempat sampah : Bio Hazard
- Tempat sampah : Bio Hazard
- Alat penghancur jarum dan spuit
- Alat penghancur jarum dan
- Needle container
spuit
- Incinerator
- Needle container
- Instalasi PAL
- Incinerator - Instalasi PAL
Mikroskop Binokuler Peralatan
- 1 unit dengan
- Min 2 unit dengan
pembesaran okuler
pembesaran okuler 10x
10x dan objektif 100x
dan objektif 100x
- Min 4 unit dengan pembesaran okuler 10x dan objektif 100x
- Min 5 unit dengan pembesaran okuler 10x dan objektif 100x
16
Teaching mikroskop
-
-
ELISA
- 1 unit
- Minimal1 unit
- 1 unit
- Minimal 1 unit
- 1 unit
- Minimal 1 unit
- Supervisor Laboratorium
- Supervisor Laboratorium
- ELISA Reader PCR
-
-
- Kepala Fasyankes/
- Kepala Laboratorium
- Centrifuge - Hot plate - Thermocycle machine - Elektroforesis - Gel doc / realtime Penanggung Jawab
Kepala Instalasi
(Spesialis / S2 di bidang laboratorium/
(Spesialis / S2 di bidang
S1 dengan pengalaman lab. molekuler )
laboratorium/ S1 dengan pengalaman lab. molekuler )
Tenaga mikroskopik - Minimal 1 orang - Pendidikan min. SDM
SMAK/sederajat - Sudah mengikuti pelatihan sesuai standar program nasional 3 tahun terakhir
- Min 2 orang
- Min 3 orang
- Min. 3 orang
- Min. D3 Analis
- Min.D3 analis
- Min. D3 analis
- Sudah mengikuti pelatihan
- Memiliki minimal 1 tenaga ToT
- Mengikuti pelatihan tingkat
sesuai standar program nasional 3 tahun terakhir - Memiliki kompetensi minimal tingkat Advance
(Training of Trainer) - Sudah mengikuti pelatihan sesuai standar program nasional 3 tahun terakhir - Memiliki Sertifikat (kompetensi personal) minimal tingkat Refference
internasional dan mendapatkan sertifikat lulus 3 tahun terakhir - Memiliki Sertifikat (kompetensi personal) minimal tingkat Expert
17
- 1 orang
- 1 orang
Pemeriksaan
- D3/S1 Kesehatan
- S1/S2 Kesehatan
serologi (ELISA)
- Berpengalaman dalam operasional
- Berpengalaman dalam
Tenaga
-
-
serologi Tenaga
-
-
operasional serologi - 1 orang
pemeriksaan
- S1/S2 Kesehatan
molekuler ( PCR)
- Berpengalaman dalam operasional PCR
Catatan : Ruangan laboratorium di puskesmas dapat juga digunakan untuk pemeriksaan laboratorium lainnya, Pemeriksaan ELISA dan PCR digunakan pada fase eliminasi. Pemeriksaan PCR digunakan untuk mengetahui apakah termasuk kasus indigenous atau import.
18
F. Prosedur Penetapan Laboratorium Rujukan Uji Silang Penetapan laboratorium uji silang mikroskopik malaria dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/ atau Dinkes Kab/ Kota berdasarkan: 1. Memiliki paling sedikit 1 (satu) orang tenaga pemeriksa uji silang untuk tingkat Kabupaten/Kota sesuai kriteria di atas. 2. Lulus uji panel mikroskopik malaria, hingga memenuhi kriteria tingkat kemampuan. 3. Memiliki keterkaitan dengan program Malaria di provinsi, Kabupaten/ Kota dan Puskesmas (Fasyankes). 4. Memiliki fasilitas sesuai persyaratan.
Penetapan Tenaga pelaksana Uji Silang dan Laboratorium Rujukan Uji Silang Mikroskopik Malaria
ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Dinas
Kabupaten/ Kota/ Provinsi.
G. Penetapan Tenaga Pelaksana Uji Silang dan Laboratorium Rujukan Uji Silang Mikroskopik Malaria 1. Penetapan tenaga pelaksana uji silang mikroskopik dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi berdasarkan: -
Tenaga pelaksana uji silang telah melaksanakan pemeriksaan mikroskopik malaria secara rutin dengan akurasi spesies minimal 70% untuk Kab/ Kota dan minimal 80% untuk provinsi.
-
Merupakan tenaga terlatih dan memiliki sertifikat lulus pelatihan.
-
Memiliki tingkat kemampuan minimal tingkat Advance untuk tingkat Kabupaten/Kota
dan
Reference
untuk
tingkat
Provinsi
yang
dikeluarkan oleh Tim Pemantapan mutu Pusat. -
Memiliki komitmen untuk melaksanakan tugasnya minimal 3 tahun.
1
2. Persyaratan tenaga cross-checker Pemantapan mutu sangat bergantung pada pelaksanaan uji silang sediaan, untuk itu dibutuhkan cross-checker dengan kriteria: 1) Tingkat Kabupaten/Kota : a) Telah mengikuti pelatihan cross-checker b) Dapat menilai kualitas sediaan darah c) Memiliki sertifikat pelatihan minimal level Advance yang dikeluarkan dari Tim Pemantapan Mutu Pusat d) Dalam waktu minimal 2 tahun tetap mempunyai keterampilan level advance.
2) Tingkat Provinsi: a) Telah mengikuti pelatihan cross-checker b) Memiliki sertifikat pelatihan minimal level Reference yang dikeluarkan dari Tim Pemantapan Mutu Pusat c) Dalam waktu minimal 2 tahun tetap mempunyai keterampilan level Reference.
3) Tingkat Pusat: a). Telah mengikuti pelatihan sebagai cross-checker b). Memiliki sertifikat minimal level Expert yang dikeluarkan dari Tim Pemantapan Mutu Pusat c) Dalam waktu minimal 2 tahun tetap mempunyai keterampilan level expert.
2
H. Sertifikasi kompetensi mikroskopis malaria Sertifikasi kompetensi mikroskopis malaria merupakan salah satu faktor yang penting dalam memperbaiki mutu pemeriksaan laboratorium malaria. karena dapat mengurangi kesalahan diagnostik. Sertifikasi mikroskopis dilaksanakan setiap 3 tahun dan merupakan kegiatan terpisah dari Pemantapan Mutu dan kegiatan uji silang.
1. Pelaksana Sertifikasi Sertifikasi
dilaksanakan
secara
berjenjang
oleh
tim
sertifikasi
mikroskopis tingkat pusat dan provinsi. Kompetensi tim sertifikasi tingkat pusat akan dinilai
oleh tim WHO/ institusi independent dari luar
Indonesia. Tim sertifikasi mikroskopis pusat bertugas menilai tingkat kompetensi tenaga crosschecker di provinsi dan kab/kota. Tim ini akan dikuatkan dengan ketetapan Menteri Kesehatan RI dan sertifikat akan diberikan oleh Laboratorium Rujukan Malaria Nasional/Tim Sertifikasi nasional. Sertifikasi mikroskopis di fasyankes dilaksanakan oleh tim sertifikasi mikroskopis tingkat
provinsi yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi. Tim sertifikasi tenaga mikroskopis fasyankes terdiri dari crosschecker dengan tingkat kompetensi Expert, pengelola program malaria provinsi. Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
2. Penilaian Kompetensi Penilaian kompetensi didasarkan pada kemampuan mendeteksi parasit malaria, identifikasi spesies dan akurasi penghitungan parasit. Masingmasing peserta akan diberikan informasi mengenai tata cara penilaian kompetensi mikroskopis malaria. Selain
penilaian
terhadap
tingkat
kompetensi
dianjurkan
dalam
pelaksanaan sertifikasi juga dapat dinilai kemampuan masing-masing
3
mikroskopis dalam melakukan preparasi, pewarnaan SD malaria, penggunaan dan pemeliharaan mikroskop, keamanan laboratorium meskipun penilaiannya dilakukan secara terpisah dari akreditasi kompetensi
3. Sediaan Darah untuk Sertifikasi Mikroskopis Parasit malaria dalam slide untuk pelatihan dan penilaian harus mewakili prevalensi spesies lokal dan kepadatan parasit yang bervariasi. Sediaan darah harus memiliki kualitas baik dan telah divalidasi sebelum digunakan. Identifikasi spesies seluruh SD yang digunakan harus dicek dengan PCR. Kepadatan parasit harus divalidasi oleh beberapa mikroskopis dengan kompetensi expert. Panel sediaan darah terdiri dari 2 set slide yang terdiri dari -
1 set yang berdiri dari 40 SD untuk menilai kemampuan mendeteksi parasit dan identifikasi.
-
1 set yang terdiri dari 15 SD positif (hanya P.falciparum) untuk menilai akurasi penghitungan kepadatan parasit. Setiap SD terdiri dari
Komposisi Set 1 terdiri dari 20 SD negatif dan 20 SD Positif dengan kepadatan rendah (80-200 µL parasit/µL) yang terdiri dari : -
10 P.falciparum,
-
4 SD mixed 2 species, termasuk P.falciparum
-
6 SD P. malariae, P.vivax dan/atau P.ovale (minimal mengandung 1 spesies pada 1 slide, perbandingan disesuaikan dengan prevalensi local)
Komposisi set 2 : -
3-5 P.falciparum (200-500 parasit/µL)
-
9-10 P. falciparum (500-2000) P. falciparum >100 000 parasites/μL)
Waktu pembacaan : 10 menit untuk 1 slide
4
Penetapan tingkat kemampuan tenaga mikroskopik berdasarkan penilaian hasil pemeriksaan. Tabel .Tingkat kemampuan mikroskopik Tingkat
Sensitifitas
Spesifisitas
Kemampuan Tingkat 1
Akurasi
Hitung
Spesies
Parasit
100%
100%
>90%
>50%
80% - <90%
80% - <90%
80% - <90%
40% - <50%
70% - <80%
70% - <80%
70% - <80%
30% - <40%
<70%
<70%
<70%
<30%
(Expert) Tingkat 2 (Refference) Tingkat 3 (Advance) Tingkat 4 (Basic) Sumber
: WHO 2006-2009
Sensitifitas
: kemampuan mendeteksi sediaan darah positif
Spesifisitas
: kemampuan mendeteksi sediaan darah negatif
Akurasi Spesies
: ketepatan mendeteksi spesies sediaan darah positif
Hitung Parasit
: kemampuan menghitung kepadatan parasit per µL darah
5
III. PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM MIKROSKOPIK MALARIA
A. Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopik Malaria Pemantapan mutu laboratorium mikroskopik malaria terdiri dari: 1. Pemantapan Mutu Internal (PMI) atau Internal Quality Control Pemantapan mutu internal adalah suatu proses pemantauan yang terencana, sistematik, efektif dan berkesinambungan yang dilakukan oleh laboratorium itu sendiri untuk mendeteksi adanya kesalahan dan menganalisis kesalahan yang terjadi untuk ditindaklanjuti. Pemantapan mutu internal pada pemeriksaan mikroskopik malaria dilaksanakan mulai dari persiapan, pengambilan, pembuatan sediaan, pemeliharaan mikroskop, pengujian kualitas reagen, penyusunan SOP sampai dengan pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan.
2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME) atau External Quality Assurance (EQAs) Pemantapan
Mutu
Eksternal (PME)
adalah suatu
proses yang
terencana, efektif dan berkesinambungan, dilakukan oleh laboratorium rujukan untuk menilai mutu, hasil pemeriksaan mikroskopik malaria dan memberi umpan balik. Tiga metode yang dipakai untuk melaksanakan pemantapan mutu eksternal : a. Uji silang yaitu pengiriman sediaan dari laboratorium tingkat yang lebih rendah ke laboratorium tingkat yang lebih tinggi untuk dibaca ulang. b. Bimbingan teknis yaitu pemantauan mutu, evaluasi dan pembinaan kegiatan laboratorium malaria pada waktu kunjungan lapangan. c. Tes panel ( proficiency testing) yaitu pengiriman sediaan dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah untuk dibaca ulang.
6
3. Peningkatan mutu (Quality Improvement). Peningkatan mutu adalah proses yang terus menerus dilakukan oleh laboratorium dengan cara menganalisis setiap aspek teknis dalam pelayanan laboratorium, mulai dari persiapan, kemampuan pemeriksaan, sarana prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM)
sampai dengan
pencatatan dan pelaporan hasil. Komponen kunci dalam proses ini meliputi pengumpulan data, analisis data dan penyelesaian masalah secara kreatif dengan cara pemantauan yang terus menerus, identifikasi masalah yang terjadi yang ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan untuk mencegah dan menghindari terulangnya kembali masalah yang sama. B. Tujuan Pemantapan Mutu 1. Meningkatkan kemampuan dan menilai kinerja petugas laboratorium mikroskopik malaria pada semua tingkat pelayanan. 2. Meningkatkan kemampuan laboratorium mikroskopik malaria pada semua tingkat pelayanan. 3. Mempertahankan kualitas hasil pemeriksaan mikroskopik malaria yang dapat dipercaya. 4. Menjamin diterapkannya SOP laboratorium, kualitas reagen, peralatan yang terkalibrasi. 5. Menjamin diterapkannya pemilikan reagen yang berkualitas, peralatan yang terkalibrasi. 6. Menjamin terselenggaranya sistem pencatatan dan pelaporan berjenjang untuk program pemantapan mutu. 7. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pelayanan laboratorium mikroskopik.
7
IV.
PEMANTAPAN MUTU INTERNAL (PMI)
Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu laboratorium agar seluruh proses pemeriksaan dilakukan secara benar sehingga hasilnya akurat dan tertelusur.
Pemantapan Mutu Internal sangat penting dan harus dilaksanakan oleh petugas laboratorium untuk memeriksa kinerja mereka dan untuk memastikan kemampuan pemeriksaan serta sensitivitas diagnosis laboratorium.
Kegiatan ini tidak dapat dipisahkan dari aspek kualitas pemeriksaan laboratorium, oleh karena itu setiap laboratorium wajib meningkatkan dan mempertahankan mutu kinerja dengan melaksanakan Pemantapan Mutu Internal (PMI) yang berkesinambungan. A. Tujuan PMI a. Memastikan seluruh prosedur dalam persiapan, pengambilan sampel, pembuatan sediaan, pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan hasil dilakukan sesuai standar. b. Meningkatkan ketelitian dari tenaga laboratorium untuk menghindari terjadinya kesalahan pada proses pemeriksaan. c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis tenaga laboratorium dalam mendeteksi terjadinya
kesalahan dan dapat mengoreksi atau
memperbaiki dengan cepat dan tepat terhadap kesalahan yang terjadi. d. Menjamin kualitas bahan, alat dan SDM sesuai standar. e. Memastikan seluruh prosedur dalam persiapan, pengambilan sampel, pembuatan sediaan, pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan hasil dilakukan sesuai standar. f. Meningkatkan mutu pelayanan laboratorium.
8
B. Kegiatan PMI Kegiatan PMI meliputi: 1. Menyediakan alat dan reagen sesuai standar. 2. Mengupayakan sumber daya manusia yang terampil dan bekerja sesuai SOP. 3. Melakukan
analisis
dan
koreksi
atas
kesalahan
pemeriksaan
laboratorium. 4. Mencatat dan melaporkan hasil kegiatan PMI. 5. Melakukan tindak lanjut hasil analisis dan koreksi
C. Hal-hal yang penting dalam pelaksanaan PMI : 1. Tersedianya SOP pemeriksaan mikroskopik malaria bagi petugas laboratorium di tempat pemeriksaan dan menjamin petugas selalu patuh terhadap SOP tersebut. 2. Tersedianya SOP pelayanan laboratorium setempat seperti SOP keselamatan kerja, alat, pengambilan, penerimaan dan penanganan sampel serta penanganan limbah. 3. Mempertahankan dan meningkatkan keterampilan petugas melalui pendidikan dan pelatihan. 4. Evaluasi terhadap error rate dari hasil pemeriksaan uji silang oleh penanggung jawab laboratorium dengan mematuhi saran-saran dari hasil supervisi. 5. Memastikan alat dan bahan yang dipakai berfungsi dan terpelihara dengan baik melalui : a. Pemeliharaan dan kalibrasi alat b. Penyimpanan alat dan bahan sesuai standar c. Uji mutu reagensia. 6. Adanya pencatatan dan pelaporan yang lengkap (form. Terlampir) Catatan :
9
Jika pada hasil pemeriksaan ditemukan kecenderungan peningkatan kasus malaria dalam satu periode tertentu dan daerah tertentu, maka laboratorium wajib melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat sebagai pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB)
10
V.
PME
merupakan
pemeriksaan
PEMANTAPAN MUTU EKSTERNAL (PME)
suatu
mikroskopik
proses yang dan
penting
kinerja
dalam
laboratorium
menilai yang
kualitas dilakukan
berkesinambungan oleh laboratorium di tingkat atasnya secara berjenjang.
A. TUJUAN PME: 1. Memperoleh informasi tentang kinerja petugas laboratorium yang dapat dimanfaatkan sebagai data untuk melakukan pembinaan. 2. Meningkatkan
kualitas
hasil
pemeriksaan
mikroskopik
untuk
mendapatkan diagnosis dini yang tepat dan follow up pengobatan. 3. Hasil PME dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja laboratorium.
B. Uji Silang Mikroskopik (cross check) Uji silang adalah kegiatan pemeriksaan ulang terhadap sediaan darah malaria yang dilakukan oleh laboratorium rujukan uji silang jenjang di atasnya untuk menilai ketepatan hasil pemeriksaan mikroskopik malaria dan menilai kinerja laboratorium. Ketidaktepatan dalam pemeriksaan dapat disebabkan oleh : - petugas yang kurang terampil, - peralatan yang kurang memadai, - bahan dan reagen tidak sesuai standar - jumlah sediaan yang diperiksa melebihi beban kerja.
1. Prinsip Uji Silang Dalam melakukan uji silang harus memperhatikan hal-hal berikut: a) Uji silang dilakukan oleh laboratorium di tingkat lebih tinggi b) Uji silang dilakukan oleh tenaga terlatih dan memiliki sertifikat sebagai cross-checker yang dikeluarkan oleh Tim Pemantapan Mutu Pusat.
11
c) Uji silang dilakukan secara blinded
artinya cross-checker pada
laboratorium rujukan uji silang tidak mengetahui hasil pembacaan dari laboratorium mikroskopik malaria yang diuji.
2. Indikator Keberhasilan Uji Silang Mikroskopik Malaria di Kabupaten/Kota a) Cakupan ≥ 70% Jumlah laboratorium fasyankes yang mengikuti uji silang di kabupaten/kota dibandingkan dengan jumlah seluruh fasyankes yang memeriksa mikroskopik malaria di kabupaten/kota ≥ 70% Jumlah fasyankes yang mengikuti uji silang mikroskopik malaria Jumlah seluruh fasyankes yang memeriksa mikroskopik malaria
X 100%
b) Hasil Baik ≥ 70% Jumlah laboratorium fasyankes yang memiliki hasil baik ≥ 70% dibandingkan dengan jumlah laboratorium fasyankes yang mengikuti uji silang. Hasil uji silang dikatakan baik apabila memiliki nilai ER≤5%, sensitifitas, spesifisitas, akurasi ≥ 70% ER<5% : Jumlah fasyankes dengan ER<5% ≥70% Jumlah Fasyankes dengan ER<5% Jumlah fasyankes yang mengikuti uji silang mikroskopik malaria
X 100%
Sensitifitas, Spesifisitas, Akurasi Jumlah Fasyankes dengan Sensitifitas, Spesifisitas, Akurasi ≥70% Jumlah fasyankes yang mengikuti uji silang mikroskopik malaria
X 100%
12
3. Alur Uji Silang Fasyankes
Fasyankes (4) (1) (2)
Laboratorium Rujukan Tk. Kabupaten/Kota
Pengelola Program Malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(3) (4)
(4) Dinas Kesehatan Provinsi
(4) Laboratorium Rujukan Provinsi (5)
(1) Slide uji silang laboratorium mikroskopik fasyankes diambil oleh pengelola program Malaria (2) Pengelola Program Malaria mengirimkan slide uji silang ke Laboratorium rujukan Tingkat Kabupaten/Kota (3) Hasil pemeriksaan uji silang oleh laboratorium rujukan dikirim ke pengelola Program (4) Pengelola program melakukan analisis uji silang dan mengirim umpan balik ke laboratorium di fasyankes, laboratorium rujukan tingkat kabupaten/kota/provinsi
(5) Bila
terjadi
ketidaksesuaian
(discordance),
pengelola
program
akan
mengirimkan slide uji silang untuk dilakukan pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan provinsi.
13
b. Prosedur Uji Silang Mikroskopik Persiapan Sediaan yang akan diuji silang 1). Pemberian Identitas Sediaan Cara Penulisan identitas: a).Penulisan
identitas
dilakukan
pada
kertas/
label
dan
ditempelkan pada bagian atas kaca objek dengan tulisan menghadap keatas. Bagi fasyankes yang memiliki kaca objek frosted , identitas ditulis dengan pensil 2B pada bagian frosted.
b). Penulisan identitas memuat informasi: Kode/ inisial nama/tanggal-bulan-tahun pembuatan Contoh : gambar slide mikroskopik malaria
c). Kode ditulis berdasarkan kode yang berlaku di wilayah masingmasing. 2). Penyimpanan Sediaan Mikroskopik Malaria Sediaan darah malaria diberi label sesuai register (identitas) dan disimpan berdasarkan pengelompokan sediaan darah positif dan sediaan darah negatif. Sediaan darah disimpan dalam kotak slide tertutup dan diletakkan di ruangan dengan suhu kamar dan tidak lembab untuk menghindari debu dan tumbuhnya jamur.
14
3). Pemilihan Sediaan Sampel uji silang yang dipilih adalah 100% dari sediaan darah positif dan 5% secara acak dari sediaan darah negatif. Pemilihan sediaan darah untuk uji silang dilakukan oleh pengelola program.
4). Pengiriman Sediaan Sediaan yang dikirim dalam keadaan kering dan bebas dari minyak immersi. Pengiriman sediaan dalam jumlah besar sebaiknya menggunakan kotak slide, apabila tidak tersedia sediaan dapat dikemas sedemikian rupa agar tidak mudah pecah dalam pengiriman. Untuk jumlah sampel yang sedikit (kurang dari 20 SD), sediaan dibungkus dengan kertas hvs/ buffalo.
5). Pelaksanaan Uji Silang a) Uji silang dilakukan setiap awal bulan dan umpan balik disampaikan
secepat mungkin
(maksimum 3 minggu)
setelah pengiriman. b) Hal-hal yang dinilai pada uji silang (1) Kualitas Pembuatan Sediaan Darah (a). Makroskopis Tetes tebal -
Diameter ± 1cm
-
Ketebalan: tulisan dapat dilihat di atas kertas
-
Tidak terfiksasi
Tetes tipis 1 cm dari bagian ujung sediaan darah tipis berbentuk lidah
15
(b). Mikroskopik Tetes tebal -
Volume darah: 6 µl atau Untuk menilai SD darah negatif: minimal dapat dilihat 100 LPB atau setara dengan 3000-4000 leukosit
-
Ketebalan: baik : jumlah leukosit 15 -20/LPB tebal : jumlah leukosit > 20/LPB tipis : jumlah leukosit <15 /LPB
Tetes tipis -
Volume darah : 2 µl
-
Eritrosit tidak saling bertumpuk.
-
Terfiksasi
(2) Kualitas Pewarnaan Sediaan darah -
Normal: inti leukosit berwarna ungu, inti parasit berwarna merah, sitoplasma berwarna biru
-
Asam : inti leukosit berwarna merah, inti parasit berwarna merah, sitoplasma berwarna merah
-
Basa : inti leukosit berwarna biru, inti parasit berwarna biru, sitoplasma berwarna biru
-
Kotor :banyak sisa-sisa/ endapan zat warna/ debu pada lapang pandang
(3) Pembacaan Sediaan Darah: Kriteria penilaian hasil pemeriksaan sediaan darah meliputi sensitivitas, spesifisitas, akurasi spesies dan error rate.
6) Analisi Hasil uji silang Hasil uji silang dari cross-checker disampaikan kepada penanggung jawab program malaria di Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk
16
dianalisis dengan
menghitung tingkat kesalahan (error rate),
sensitivitas, spesifisitas dan akurasi spesies sebagai berikut :
Tingkat Kesalahan (error rate) = Jumlah sediaan yang dibaca salah Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa
Sensitivitas
x 100%
= PB
x 100%
PB + NP Spesifisitas
= NB NB + PP
Akurasi Spesies
x 100%
= Spesies Benar Total Positif spesies
x 100%
Keterangan PB : Positif Benar (true Positive) = Benar Positif + Beda Spesies PP : Positif Palsu (False Positive) NB : Negatif Benar (True Negative) NP : Negatif Palsu (False Negative)
Interpretasi Hasil Analisis a. ER < 5 %
artinya kinerja laboratorium baik
b. ER 5 % – 10 % artinya kinerja laboratorium cukup c. ER > 10 %
artinya kinerja laboratorium kurang
d. Nilai Sensitivitas ≥70%, Spesifisitas ≥70%, Akurasi spesies ≥70% artinya kinerja laboratorium baik.
17
e. Nilai Sensitivitas 60-69%, Spesifisitas 60-69%, Akurasi spesies 60-69 % artinya kinerja laboratorium cukup. f. Nilai Sensitivitas <60%, Spesifisitas <60%, Akurasi spesies <60% artinya kinerja laboratorium kurang. Apabila terdapat perbedaan hasil pembacaan (discordance) maka harus dilakukan pembacaan/ penilaian ulang oleh lab rujukan di tingkat atasnya atau kepada cross-checker lain di wilayahnya.
7) Tindak Lanjut ER 5% - 10% berturut-turut dalam empat bulan dan satu kali nilai ER > 10% a) Perlu dilaksanakan Supervisi/Bimbingan teknis b) Dilakukan pemberian panel tes di tempat
8) Pencatatan dan Pelaporan - Hasil
penilaian
uji
silang
masing-masing
fasyankes
diumpanbalikkan kepada penanggung jawab fasyankes. - Hasil analisis seluruh fasyankes dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota
dan
diumpanbalikkan
kepada
laboratorium uji silang kabupaten/kota bahan evaluasi. - Rekapitulasi hasil uji silang dan pencapaian indikator uji silang kabupaten/kota dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi. C. Bimbingan Teknis (Supervisi) Bimbingan Teknis adalah kegiatan yang sistematis untuk memberikan pemahaman, petugas,
pengetahuan
mempertahankan
dan
keterampilan,
kompetensi
dan
meningkatkan
motivasi
petugas
kinerja yang
dilakukan secara langsung dalam rangka peningkatan mutu laboratorium.
18
Supervisi pada fasilitas laboratorium mikroskopik malaria sangat penting dalam memperkuat komunikasi antara laboratorium pelayanan dan laboratorium
rujukan
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasikan
permasalahan kinerja yang kurang baik dan merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan. Supervisi yang efektif memerlukan: 1. Sumber daya manusia yang kompeten 2. Perencanaan finansial yang baik dan berkesinambungan 3. Waktu kunjungan yang adekuat 4. Perencanaan secara menyeluruh agar tersedia sebuah struktur untuk menilai aktifitas dan permasalahan kinerja di suatu laboratorium 5. Pencatatan dan pelaporan hasil bimbingan teknis 6. Tindak lanjut yang efektif untuk melakukan perbaikan di laboratorium.
Hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan supervisi: 1. Supervisi harus dilaksanakan secara rutin dan teratur pada semua tingkat. Kegiatan ini dilakukan atas dasar prioritas permasalahan yang terjadi. 2. Pada keadaan tertentu frekuensi supervisi perlu ditingkatkan, yaitu: a. Evaluasi pasca pelatihan b. Pada tahap awal pelaksanaan program c. Sosialisasi informasi dan pengetahuan terbaru d. Hasil uji silang ditemukan ER 5- 10% dalam empat bulan berturut-turut dan/atau ER > 10% e. Laboratorium tidak melaporkan hasil kegiatan. 3. Jenjang laboratorium Supervisi dilakukan secara berjenjang dari unit laboratorium rujukan sampai dengan laboratorium pelayanan.
19
4. Kualifikasi petugas Kriteria petugas yang melakukan supervisi laboratorium mikroskopik : a. Petugas memiliki keterampilan
dan pengetahuan teknis serta
kemampuan berkomunikasi yang baik (profesional dan kompeten). b. Berpengalaman dalam pemeriksaan mikroskopik malaria minimal 2 tahun. c. Memiliki kemampuan manajerial laboratorium. d. Sebagai anggota Tim Pemantapan Mutu 5. Frekuensi kunjungan bimbingan teknis. Kunjungan bimbingan teknis ke laboratorium mikroskopik dilakukan minimal 1 tahun sekali untuk setiap laboratorium, kecuali untuk laboratorium yang bermasalah. 6. Persiapan kunjungan Sebelum kunjungan lapangan dilaksanakan, perlu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut: a. Menentukan petugas pelaksana sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. b. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat. c. Menentukan prioritas laboratorium yang akan dikunjungi berdasarkan data-data terkait laboratorium. d. Mempelajari laporan supervisi periode sebelumnya. e. Menyusun rencana jadwal kunjungan dan memberitahukan kepada laboratorium yang akan dikunjungi sekurang-kurangnya satu minggu sebelumnya. f. Membawa alat bantu daftar tilik (Check list) g. Membawa sediaan darah standar untuk meningkatkan kemampuan dalam identifikasi parasit. h. Membawa peralatan untuk menguji kualitas dari reagen yang digunakan.
20
7. Kegiatan saat kunjungan Hal-hal yang harus diperhatikan selama kunjungan supervisi: a. Setiap petugas yang melaksanakan kunjungan lapangan harus bersikap profesional, membina dan memberikan usulan perbaikan. b. Observasi difokuskan pada kegiatan yang berdampak terhadap mutu hasil pemeriksaan laboratorium. 1) Kualifikasi sumber daya manusia: jumlah, pendidikan dasar, pelatihan yang diikuti. 2) Sarana
laboratorium
dan
kondisinya,
termasuk
ruangan
laboratorium. 3) Prasarana laboratorium terdiri atas : SOP (alat dan metode), mikroskop, reagen, bahan habis pakai, Bench aid
di ruang
pemeriksaan, air dan listrik. 4) Kinerja petugas: beban kerja, kepatuhan pada pedoman. 5) Pencatan dan pelaporan kegiatan laboratorium mikroskopik malaria 6) Mengidentifikasi masalah. 7) Merekomendasi pemecahan masalah.
c. Mengevaluasi perbaikan yang telah dilakukan berdasarkan hasil kunjungan terdahulu. d. Menyusun rencana tindak lanjut.
8. Kegiatan pasca kunjungan a. Bersama dengan Dinas Kesehatan Kab / Kota yang bersangkutan melaporkan hasil temuan dan rekomendasi kepada atasan langsung dan pimpinan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 1 minggu setelah supervisi dilakukan. b. Melakukan analisis dan umpan balik hasil kunjungan.
21
c. Hasil-hasil yang diperoleh dari kunjungan supervisi dilakukan pembahasan secara berkala dengan melibatkan jejaring laboratorium yang ada di wilayahnya.
Catatan : Daftar Tilik (Check list) diperlukan pada saat kunjungan lapangan sebagai alat bantu petugas untuk mendokumentasikan hasil kunjungan, daftar tilik terlampir.
D. Tes Panel/ Tes Profisiensi Selain pelaksanaan uji silang dan kegiatan supervisi dalam upaya pemantapan mutu eksternal ada kegiatan lainnya yaitu tes panel (uji profisiensi). Tes panel merupakan suatu metode untuk mengetahui kinerja laboratorium dengan cara membandingkan kemampuan mikroskopik terhadap nilai rujukan.
Tes Panel merupakan kegiatan penilaian mutu yang diselenggarakan oleh Tim Pemantapan Mutu yang mempunyai kewenangan dan kompetensi. a. Kriteria laboratorium yang diberikan panel tes 1) Laboratorium rujukan tingkat regional dan provinsi 2) Laboratorium tingkat kab/ kota dengan ER 5-10% berturut-turut dalam 4 bulan dan ER > 10% 3) Laboratorium tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, kab/ kota dan provinsi dengan pelaksanaan uji silang yang belum berjalan baik 4) Evaluasi pasca pelatihan
b. Tujuan Tes
panel
bertujuan
untuk
mengetahui
kinerja
mikroskopik
di
laboratorium pelayanan dan laboratorium rujukan uji silang.
22
c. Penyelenggara Tes panel diselenggarakan oleh Tim Pemantapan Mutu pusat dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Tim Pemantapan Mutu yang ada dalam jejaring
d. Mekanisme Tes panel dilaksanakan melalui mekanisme sebagai berikut: 1) Pengiriman sediaan a) Melalui pos: Bila menggunakan pos, sediaan harus dikemas sedemikian rupa sehingga antara satu sediaan dengan sediaan lainnya tidak bersinggungan langsung dan kemasan harus dibuat supaya sediaan tidak mudah pecah. Waktu pengiriman juga harus diperhitungkan agar paket dapat tiba sebelum waktu pemeriksaan yang telah ditetapkan. b) Dibawa bersamaan waktu supervisi/ bimbingan teknis : Cara ini paling baik, terutama bagi laboratorium yang memerlukan bimbingan, pelaksana supervisi dapat langsung membimbing dan mengambil tindakan-tindakan perbaikan termasuk didalamnya koreksi waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan satu sediaan (10 menit). Cara ini hanya dapat dilakukan bila kegiatan supervisi dilaksanakan secara rutin dan teratur.
2) Interpretasi dan evaluasi hasil pemeriksaan Cara pemeriksaan sediaan panel testing harus sama dengan cara yang dipergunakan untuk pemeriksaaan sediaan yang berasal dari pasien sehari-hari, hasil pemeriksaan dievaluasi oleh tim Pemantapan Mutu.
23
3) Umpan Balik Setelah dilakukan penilaian, laboratorium penyelenggara harus segera mengirimkan hasil penilaian ke setiap laboratorium peserta, dengan tembusan
ke
Dinas
Kesehatan
setempat.
Laboratorium
penyelenggara membuat rekapitulasi hasil penilaian tes panel kemudian melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat. Umpan balik tersebut mencakup: a) Skor peserta (skor total dan skor tiap sediaan yang diperiksa). b) Kemungkinan sebab-sebab terjadinya kesalahan. c) Usulan tindakan perbaikan. Untuk laboratorium yang memerlukan bimbingan, tindakan perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: a) Supervisi untuk menentukan sumber masalah, memeriksa ulang bersama-sama dengan teknisi tersebut dan langsung memecahkan masalah. b) Kalakarya (on the job training) c) Pelatihan teknisi laboratorium e. Persiapan Tes Panel Persiapan yang harus dilaksanakan sebelum memulai tes panel 1) Pembuatan sediaan darah tebal dan tipis yang berkualitas. 2) Menetapkan jumlah sediaan darah untuk tes panel. 3) Mengidentifikasi spesies pada sediaan darah. 4) Menentukan laboratorium yang akan dikirim tes panel 5) Menetapkan cara pengiriman sediaan ke laboratorium malaria jenjang di bawahnya. 6) Menyiapkan formulir yang diperlukan untuk pencatatan hasil.
24
7) Menetapkan waktu yang dibutuhkan dan disediakan untuk petugas laboratorium menyelesaikan pemeriksaan tersebut dan melaporkan hasilnya. 8) Menetapkan kriteria evaluasi untuk kinerja. 9) Membuat umpan balik. 10) Membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) bila diperlukan. f. Jumlah sediaan tiap batch dan komposisi sediaan 1) Sediaan yang dikirim ke masing-masing laboratorium pada tingkatan yang sama, dengan jumlah dan komposisi yang sama untuk periode yang sama. 2) Jumlah sediaan yang dikirim dari laboratorium rujukan malaria Nasional untuk laboratorium uji silang tingkat Provinsi adalah 20 SD dan 25 SD dengan komposisi: Pembacaan 20 SD: 8 slides negatif 5 slides Pf 4 slides Pv 1 slides Po 1 slides Pm 1 Slides mix (Pf+Pv) untuk SD positif digunakan density parasit 40-200 prst/ul darah
Pembacaan 25 SD (untuk post tes): 10 slides negatif 6 slides Pf 6 slides Pv 1 slides Po 1 slides Pm 1 Slides mix (Pf+Pv) Slides yang positif dengan kepadatan 40-200 parasit/µl darah
25
3) Pengiriman sediaan ke laboratorium peserta harus disertai dengan surat pengantar dan petunjuk pelaksanaan (a.l : menerangkan berapa sediaan yang dikirimkan dan cara pengisian hasil pemeriksaan pada formulir, kapan hasil harus dilaporkan).
g. Frekuensi Tes Panel Sangat tergantung pada situasi dan kondisi pelaksanaan pemantapan mutu eksternal. Bila kegiatan cross check belum berjalan baik, sebaiknya Tes Panel dilaksanakan minimal 1 kali setiap tahun. Jika kegiatan cross check sudah berjalan baik, maka tes panel tidak diperlukan.
h. Penilaian Hasil pemeriksaan tes panel dinilai seperti dengan cara pemberian skor seperti pada penilaian PME Uji Silang Mikroskopik.
i. Pencatatan dan Pelaporan Hasil tes Panel. 1) Pencatatan hasil tes panel menggunakan formulir yang telah ditentukan. 2) Formulir akan dikirimkan kepada peserta bersama dengan sediaan tes panel. 3) Peserta harus mengisi formulir tersebut dengan lengkap dan benar. Hasil pemeriksaan peserta tidak boleh dikomunikasikan kepada peserta yang lain. 4) Formulir yang telah diisi harus dikirimkan kembali kepada penyelenggara sesuai dengan petunjuk penyelenggara paling lambat 1 bulan setelah sediaan tes panel diterima. 5) Tes panel yang dilaksanakan bersamaan dengan supervisi atau pertemuan tingkat Kabupaten/ Kota hasilnya langsung disampaikan kepada tim pemantapan mutu
26
VI. PENUTUP
Kemampuan laboratorium malaria di setiap jenjang berbeda, mulai dari pemeriksaan paling sederhana yaitu pemeriksaan mikroskopik langsung sampai dengan pemeriksaan yang canggih; karena itu fungsi rujukan laboratorium malaria sangat penting. Agar rujukan bisa berjalan dengan baik, harus ada jejaring Laboratorium yang berfungsi dengan baik.
Masing-masing laboratorium malaria memiliki fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab yang saling berkaitan, sesuai kemampuan dan kedudukan dalam jejaring laboratorium malaria. Kegiatan jejaring laboratorium malaria mencakup
standar
mutu
pelayanan
dan
Pemantapan
mutu
(Quality
Assurance).
Sistem jejaring laboratorium dalam Program Penanggulangan malaria di Indonesia dilaksanakan melalui sistem pendekatan fungsi. Sistem pemantapan mutu laboratorium malaria akan meningkatkan mutu hasil pemeriksaan melalui berfungsinya komponen – komponen dalam jejaring laboratorium malaria
Adanya suatu jejaring laboratorium malaria akan memastikan bahwa pelayanan laboratorium dilaksanakan sesuai standar. Buku pedoman ini disusun sebagai acuan untuk melaksanakan jejaring laboratorium malaria. Semoga buku pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan laboratorium malaria.
Saran dan kritik perbaikan terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan pedoman ini.
27