BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna. Pada diri manusia dilengkapi dengan akal budi yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan lainnya. Dengan akal budi manusia mampu menciptakan berbagai macam kreasi dalam berbagai bidang kehidupan. Bidang kreatifitas tersebut terjadi pada bidangbidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, teknologi dan bisnis.1 Zaman modern merupakan zaman dimana manusia dituntut untuk mengembangkan diri. Masing-masing individu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini manusia diharapkan mampu memilih dan menentukan tujuan hidupnya sendiri. Segala tujuan dan cita-cita manusia sangat dimungkinkan teraih karena topangan kapasitas manusiawinya berupa intelegensi. Karena itulah manusia disebut homo sapiens sekaligus homo faber. Sebutan pertama mewakili kemampuan manusia untuk berbahasa. Sebutan yang kedua menunjukkan kapasitas mental dan kemampuan untuk mencipta tidak hanya alat-alat praktis, teknis, tapi juga kuasa membuat kreasi-kreasi artistik. Artistik identik dengan seni, karena itulah manusia sering disebut makhluk berkesenian.
1
Budi Santoso, 2008, Dekonstruksi Hak Cipta, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, hal.19
1
Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan budaya yang cukup banyak. Kekayaan dan keberagaman budaya Indonesia baik kebudayaan lisan maupun tulisan. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Berdasarkan konteks pemahaman masyarakat yang majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Penduduk yang berjumlah ratusan juta orang yang tersebar dipulau- pulau di Indonesia, dan juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi,mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompokkelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Keberagaman tersebutlah yang kemudian menjadi alasan negara memberikan perlindungan. Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia tersebut muncul dari berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia adalah seni pertunjukan. Beberapa hasil kreasi intelektual ada yang secara umum dapat disebut dengan pengetahuan tradisional (traditional knoweledge) pengetahuan tradisional ini diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat secara turun temurun, yang meliputi pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati – semisal untuk makanan dan obat-obatan ; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan kebudayaan masyarakat lainnya. Disamping itu ada satu hal yang membedakan antara 2
pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual yang lain bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan suatu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal yang kemudian dalam pelestariannya dilakukan secara turun termurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.2 Pengetahuan tradisional terdapat istilah lain yang disebut sebagai tradisi budaya (folklor). Penyebutan terhadap folklor ini lebih dimaksudkan untuk penyempitan ruang lingkup suatu pengetahuan tradisional ke dalam ruang lingkup seni,
sastra
dan
ilmu
pengetahuan.
Keberagaman
folklor
di
Indonesia
perlindungannya masih belum bisa di aplikasikan secara maksimal, atau dengan kata lain belum ada pengaturan yang cukup mengcover terhadap permasalahan permasalahan yang ada, khususnya yang mengatur mengenai masalah folklor secara komperehenshif. Penerapan perlindungan terhadap folklor tentu berangkat dari sebuah pemikiran bahwa hal tersebut merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu masyarakat adat, bahkan sampai pada tingkat negara sekalipun. Oleh karena
itu
memang
pendekatan
yang
digunakan
sebagai
upaya
untuk
mengembangkan sekaligus mempertahankan dan upaya pelestarian keberadaan folklor tersebut pada dasarnya dapat diberlakukan dari beberapa aspek. Salah satu upaya yang digunakan dalam hal ini tentu yang paling utama adalah pendekatan
2
Arif Lutviansori. 2010. Hak Cipta Dan Perlindungan Folklor Di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hlm. 2
3
hukum yang didasarkan pada aspek kekayaan intelektual, mengingat hal ini sudah menjadi satu konsensus.3 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas pengetahuan tradisional yang memuat folklor menjadi penting dilakukan karena di dasarkan pada tiga pertimbangan , yaitu : (1) Nilai ekonomi, (2) pengembangan karakter bangsa yang terdapat dalam pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan folklor, serta (3) pemberlakuan sistem Hak Kekayaan Intelektual yang tidak dapat dihindari lagi. Terkait dengan perlindungan folklor HKI, maka sistem HKI yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen perlindungan terhadap folklor adalah sistem Hak Cipta. Hal ini sesuai dengan masuknya folklor dalam Undang-Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Terkait dengan perlindungan folklor dari perspektif HKI, maka sistem HKI yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen perlindungan terhadap folklor ini adalah Hak Cipta. Hal ini sesuai dengan dimasukkannya folklor dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Permasalahannya adalah pemahaman Hak Cipta yang dikenal selama ini secara sederhana memang digunakan dalam upaya perlindungan hukum terhadap karya intelektual yang bersifat individualis. Hal inilah yang masih sulit diimplementasikan dalam upaya perlindungan terhadap folklor. Ada beberapa karakteristik folklor yang tidak secara lengkap dimiliki dalam rumusan Hak cipta, misalnya folklor merupakan ciptaan yang tidak mempunyai batas waktu dan selalu turun temurun tanpa melalui mekanisme 3
Ibid. Hlm. 14
4
hibah dan lain sebagainya.4 Terlebih terhadap folklor sebagian lisan, yang mana tidak secara jelas tertulis dan diketahui darimana dan siapa yang menciptakannya, karena hanya dengan turun temurun disebarkan dan dilestarikan, yang kemudian menjadi kebudayaan. Salah satu aspek kajian budaya adalah yang pendekatannya dari arah sejarah. Suatu kajian sejarah kesenian dapat pula mengambil satu diantara dua macam corak, yaitu yang memusatkan perhatian pada perkembangan gaya seni secara kronologis dengan analisis rinci atas segi-segi teknik, atau mengkaji perkembangan seni dengan perhatian yang lebih rinci atas harapan-harapan dan kewenangankewenangan dari masyarakat.5Mempertimbangkan lingkup keseluruhan mulai dari bentuk seni prasejarah yang direka secara hipotesis sampai perkembangan terkini, seni pertunjukan Indonesia dapat dibuat tipologi berdasar tolok ukur berbeda. Pertama, didasarkan pada jumlah unsur keindahan yang disajikan; kedua, berdasarkan fungsi sosial; dan ketiga, apakah seni tersebut merupakan suatu dramatisasi atau bukan.6 Undang-Undang Dasar Indonesia memberi definisi kebudayaan nasional sebagai hal yang timbul dari akal budi dan daya upaya seluruh rakyat Indonesia ; di dalamnya mungkin terkandung keluhuran berbagai budaya daerah Indonesia, serta pengaruh budaya asing sejauh dapat meningkatkan persatuan dan keramahan bangsa
4
Ibid, hlm 7 Edi Sedyawati. 2012. Budaya Indonesia; Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta : Rajawali Pers. Hlm. 133. 6 Ibid. 5
5
Indonesia. Beberapa unsur dalam kehidupan nyata dapat dikenali sebagai hal yang berkaitan dengan pembentukan budaya nasional. Penelitian ini mengangkat satu objek seni tradisional, yaitu seni pertunjukkan Ogoh-ogoh. Di lingkungan umat Hindu khususnya di Bali,seni pertunjukkan Ogohogoh
dipahami
menggambarkan
sebagai
jenis
kepribadianBhuta
karya
senipatungdalamkebudayaan
Kala.
Dalam
ajaranHindu
Baliyang
Dharma,Bhuta
Kalamerepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Rakshasa. Selain wujudRakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhlukmakhluk yang hidup diMayapada,Syurgadan Naraka, seperti:naga,gajah, Widyadari, bahkan dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, arti satu tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorangteroris. Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasiBhuta Kala, dibuat menjelang HariNyepidan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hariPangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi. Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatanBhuana Agung(alam raya) 6
danBhuana Alit(diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menunjuk kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia. Karya seni tradisional dilindungi dan dipegang oleh negara. Namun belumadanya peraturan pemerintah yang khusus mengatur tentang seni tradisional tersebut menyebabkan tidak jelasnya perlindungan hukum yang akan diberikan oleh negara dan bagaimana mekanisme negara sebagai pemegang hak cipta atas karya seni tradisional. Persoalan inilah yang kemudian menarik untuk diteliti bagi perkembangan ilmu hukum. Bagaimana kemudian negara memberikan perhatian dan perlindungan terhadap objek kajian tersebut. Sehingga berangkat dari latar belakang permasalahan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian yang menitikberatkan pada aspek normatif hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Ogoh-Ogoh Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka terdapat dua permasalahan pokok yang akan dibahas, sebagai berikut. a.
Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap hasil karya cipta ogohogohberdasarkan uu nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta?
b.
Bagaimana upaya untuk memberikan perlindungan terhadap hasil karya cipta ogoh-ogohberdasarkan uu nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta? 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah Dilihat dari latar belakang masalah, ruang lingkup dari penelitian ini hanya dibatasi dalam hal perlindungan dan upaya yang ditempuh terhadap hasil karya cipta ogoh-ogohberdasarkan undang-undang nomor 28 tahun2014?.
1.4 Orisinalitas Penelitian Terkait orisinalitas dari penelitian ini, penulis akan memperlihatkan skripsi terdahulu
sebagai
perbandingan
yang
pembahasannya
berkaitan
dengan
“Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Ogoh-ogohberdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014”, yaitu : No
Judul
Penulis
1
Perlindungan Karya
Faza Novrisal,
Cipta Seni Tari
Fakultas Hukum
perlindungan hukum karya
(Studi terhadap
Universitas
cipta seni tari dalam
Konsep dan Upaya
DiponegoroSemarang,
Undang-Undang No.19
Perlindungan Hak
Tahun 2009
Tahun 2002 tentang Hak
Cipta Seni Tari di
Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk
Cipta?
Kalangan Seniman
2. Bagaimana pendapat
Tari Yogyakarta)
seniman tari di Yogyakarta terhadap pengaturan perlindungan hak cipta seni
8
tari? 3. Upaya yang akan dilakukan oleh seniman tari di Yogyakarta dalam melindungi karya cipta seni tari mereka? 2
Pelaksanaan
Ida Ayu Putu Sri
1. Bagaimanakah pelaksanaan
Undang-Undang
Adnyani, Fakultas
UUHC No.19 Tahun 2002
Hak Cipta Berkaitan
Hukum Universitas
berkaitan dengan
Dengan
Udayana, Denpasar,
perlindungan hukum
Perlindungan
Tahun 2009
terhadap pencipta atas
Hukum Terhadap
karya seni karawitan Bali
Karya Cipta Seni
yang dipertunjukkan secara
Karawitan
komersiil?
Instrumental Bali
2. Upaya apa yang dapat ditempuh atas pelanggaran terhadap karya cipta seni karawitan Bali?
3
Perlindungan
I Ketut Sandhi
Hukum Terhadap
Sudarsana, Fakultas
9
1. Bagaimanakah pengaturan tentang tari Bali yang
Pertunjukan Karya
Hukum Universitas
disakralkan menurut
Cipta Seni tari Bali
Udayana, Denpasar,
Undang-Undang No.19
yang Disakralkan
Tahun 2009
Tahun 2002 tentang Hak Cipta? 2. Apakah pertunjukan secara komersial terhadap tari Bali yang disakralkan merupakan suatu pelanggaran hak cipta?.
Bila dilakukan perbandingan pada penelitian skripsi pertama membahas tentang “Perlindungan Karya Cipta Seni Tari (Studi Terhadap Konsep dan Upaya Perlindungan Hak Cipta Seni Tari di Kalangan Seniman Tari Yogyakarta”, Skripsi kedua membahas tentang “Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Seni Karawitan Instrumental Bali” dan Skripsi ketiga membahas tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Pertunjukan Karya Cipta Seni Tari Bali yang Disakralkan”. Pada penelitian ini membahas mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap hasil Karya Cipta Ogohogohberdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014”.
10
1.5 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai yakni sesuai dengan rumusan masalah diatas yang dituangkan dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun mengenai tujuan tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Tujuan Umum a.
Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun karya ilmiah penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.
b.
Untuk
menambah,
memperluas,
mengembangkan
pengetahuan
dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis. c.
Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum khususnya perlindungan hukum terhadap hak cipta.
2.
Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap hasil karya cipta ogoh-ogohberdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014.
b.
Untuk mengetahui hal tentang pemberian perlindungan terhadap karya cipta ogoh-ogohberdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014.
11
1.6 Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1.
Manfaat Teoritis a.
Untuk
memberikan
sumber
pemikiran
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum Hak Kekayaan Intelektual pada khususnya. b.
Sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut.
c.
Sebagai bahan referensi dalam hal pendalaman ilmu hukum karya cipta khususnya dalam bidang karya cipta ogoh-ogohberdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2014.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi pemerintah diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk penyusunan produk hukum kaitannya dalam perlindungan karya cipta.
b.
Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
c.
Bagi senimankarya cipta dapat dijadikan pedoman dalam memperoleh hakhak yang wajib diterima oleh seniman.
12
1.7 Landasan Teoritis Secara yuridis khususnya hak cipta diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 disahkan pada tanggal 16 Oktober 2014. Undang-Undang ini terdiri dari 126 pasal yang berarti untuk melindungi hak ekonomi pencipta dan/atau pemilik hak cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang ini memberikan hak eksklusif bagi pencipta baik itu dilihat dari segi ekonomi maupun kepemilikan hak cipta tersebut. Melalui definisi tersebut dapat diketahui bahwa hak cipta yang merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual merupakan satu bagian dari benda tidak berwujud. Hak Cipta dalam ensiklopedi ini diartikan sebagai hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan informasi tertentu. Hak cipta juga memungkinkan pemegang hak cipta untuk membatasi penggandaan tidak sah atau suatu ciptaan. Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Hak Cipta, pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Hak ekslusif tidak hanya dipegang oleh 13
seorang pencipta namun juga dapat dipegang oleh kelompok orang yang berkaitan dengan ciptaan tersebut. Salah satu bentuk apresiasi seni manusia yang terlahir dari hasil karya cipta manusia yaitu “Ogoh-ogoh”. Ogoh-ogoh merupakan salah satu warisan budaya dalam bidang seni yang sering dijumpai khususnya di Bali. Dengan bentuknya yang besar yang dilengkapi dengan hiasan-hiasan yang menggambarkan kreatifitas masyarakat Bali. Dalam pembuatannya diperlukan pemikiran, tenaga, biaya dan waktu yang tidak sedikit. Ogoh-Ogoh biasanya berbentuk hewan maupun tokohtokoh pewayangan. Pada setiap Ogoh-Ogoh yang dibuat, memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Namun tidak jarang juga terdapat bentuk serta hiasan yang sama dalam Ogoh-Ogoh lainnya. Pada pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dijelaskan mengenai kewajiban Negara untuk memegang, menjaga dan memelihara ekspresi budaya tradisional. Namun dalam pasal tersebut hanya menjelaskan ekspresi budaya tradisional secara umum, belum terdapat pengaturan hukum secara khusus yang mengatur mengenai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh yang merupakan salah satu karya seni tradisional sangat perlu memiliki pengaturan dan perlindungan hukum demi terjaganya karya tradisional masyarakat Bali. Menurut Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal yakni: Pertama, perlindungan hukum preventif yakni bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Kedua, 14
perlindungan hukum yang represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.7 Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 menjelaskan bahwa semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia, sedangkan dalam ayat 2 dijelaskan bahwa semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan Pengumuman di Indonesia. Pada ayat 3 dijelaskan semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan: negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait. Menurut Ida Bagus Wyasa Putra, pemberian hak cipta didasarkan pada kriteria keaslian dan kemurnian (originality), pada intinya suatu ciptaan tersebut
7
Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. PT. Bina Ilmu. Surabaya. Hal.18.
15
berasal dari pencipta yang sebenarnya, dan bukan merupakan hasil dari jiplakan atau peniruan dari karya pihak lain.8 Dalam konsep ilmu hukum, hak cipta dibagi menjadi dua yaitu hak moral dan hak ekonomi. Selain memiliki hak ekonomi, pencipta itu sendiri memiliki hak moral (moral right), adalah hak pencipta yang tetap melekat pada karyanya atau ciptaannya meskipun karya tersebut telah dialihkan kepada pihak lain. Dalam rangka penegakan hukum dimaksud terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan9 yaitu : 1. Kepastian hukum (rechtssicherheit) 2. Kemanfaatan (zweckmassigkeit) 3. Keadilan (gerechttigheit) 1.8 Metode Penelitian a.
Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian Hukum Normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dipilihnya jenis penelitian normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum
8
Ida Bagus Wyasa Putra dkk. Hukum Bisnis Pariwisata. Rafika Aditama, Bandung. hal. 108 Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Penerbit Cita Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1 dikutip dari Jonker Sihombing, 2010, Penjamin Simpanan Nasabah Perbankan, PT. Alumni, Bandung, h. 98 (selanjutnya disebut dengan Sudikno Mertokusumo I). 9
16
kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum.10
b. Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini, jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & The Conseptual Approach). Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum digunakan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang dikaitkan dengan konsep hukum, yang kemudian menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini.11 Pendekatan analisis konsep hukum merupakan pendekatan yang digunakan untuk memahami konsepkonsep aturan yang jelas tentang perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan seni ogoh-ogoh. Pendekatan perlindungan hukum hak kekayaan intelektual menurut system hukum nasional.
c.
Bahan Hukum / Data Sumber bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari :
1.
Sumber bahan hukum primer Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan, yang bersifat
10
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, h.13. 11 Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302.
17
mengikat. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas asas dan
kaedah
hukum
berupa
peraturan
perundang-undangan,
perjanjian
internasional, konvensi ketatanegaraan, putusan pengadilan, keputusan tata usaha Negara maupun hukum adat.12 Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah : -
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
-
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
-
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi.
-
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelestarian Warisan Budaya Bali.
2.
Sumber bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum sekunder adalah sumber bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literaturliteratur hukum (buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, jurnal hukum maupun literatur non hukum, dan artikel-artikel yang diperoleh via internet.
12
Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, h. 76.
18
3.
Sumber bahan hukum tertier Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka yang mencakup bahan hukum primer berupa peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rumusan permasalahan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum serta karya ilmiah atau pandangan ahli hukum.
e.
Teknik Analisis Bahan Hukum Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat
digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik evaluasi, teknik argumentasi, teknik sistematisasi, dan teknik deskripsi. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum makin 19
banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum. Menurut Philipus M. Hadjon penalaran hukum dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu analogi, rechtsverfijning, dan argumentum a contrario.13 Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian tentang apa adanya kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.
13
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2011, Argumentasi Hukum (Legal Argumentation / Legal Reasoning), Cet V, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h. 27.
20