BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 2008 menyebabkan kurs rupiah terdepresiasi terhadap valuta asing. 1 Dampak dari krisis tersebut tidak hanya dirasakan di Indonesia tapi juga hampir di seluruh negara dan memicu terjadinya resesi ekonomi dunia. Di Indonesia krisis ini telah membawa peta perubahan dalam transaksi derivatif. 2 Terutama derivatif valuta asing (foreign
1
Krisis global tahun 2008 diawali dengan terjadinya kredit macet subprime mortgage di Amerika Serikat. Bank investasi Lehman Brothers yang sudah berusia 158 tahun mengajukan kebangkrutan pada 15 September 2008. Kebangkrutan ini adalah yang terbesar dalam sejarah Amerika Serikat, Lehman Brothers mencatat kerugian sekitar USD 3,9 miliar pada triwulan III-2008 menyusul beberapa kejadian penghapusan buku pada aset kredit perumahan yang dipegang perusahaan ituAkses internet terakhir dikunjungi 11 Desember 2014, http://www.ciputraentrepreneurship.com/ amankan-bisnis/Lehman Brothers Kebangkrutan Terbesar Dalam Sejarah Bisnis Amerika Serikat 2 Dalam disertasi ini penulis menggunakan istillah derivatif dan transaksi derivatif secara bergantian tetapi dengan pengertian dan maksud yang sama. Para ahli sejarah telah menemukan bahwa transaksi derivatif telah terjadi semenjak tahun 2000 SM yang terjadi di pulau Bahrain. Sejenis kontrak dengan elemen penyerahan kemudian (future delivery) ditemukan juga di Mesopotamia 4.000 tahun yang lalu. Future contract juga ditemukan di Inggris pada tahun 1275. Tulisan lain ada yang menyebutkan bahwa pasar komoditas yang diatur (regulated) juga ada si China, Mesir, Arabia dan India pada tahun1600-an perdagangan atas “kupon” beras juga terjadi di Jepang pada abad ke-19. Di dalam zaman modern telah berkembang pula derivatif valuta asing (foreign exchange derivative). Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rates) kemudian menjadi sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rates) telah mengakibatkan timbulnya pemikiran untuk melakukan perlindungan terhadap fluktuasi tingkat suku bunga dan nilai kurs dengan menggunakan future contracts dengan cara yang sama digunakan untuk melindungi fluktuasi harga komoditi lebih dari satu abad yang lalu, Bismar Nasution, Aspek Hukum Transaksi Derivatif, Makalah pada Seminar Sehari Solusi Hukum dan Ekonomi Produk Derivatif Perbankan Case Study Structure Product, (Makalah dalam seminar sehari, Grand Angkasa Hotel Medan, Kamis 02 Oktober 2009), hal 3. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, Insiklopedia bebas memberi defenisi Derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi acuan pokok atau juga produk turunan (underlying product);daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu asset atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. Bandingkan dengan pendapat Edi Broto Suwarno, Derivatif adalah sebuah istilah portofolio yang mengaitkan suatu kenaikan jumlah produk dan jenisjenis produk dengan seperangkat penggunaan yang semakin yang semakin membingungkan. Kelompok-kelompok orisinil dari produk yang dianggap derivatif telah diperluas untuk mencakup: produk baru, klasifikasi produk baru, pasar-pasar baru, dan bentuk risiko baru. Dua klasifikasi terbesar dari derivatif adalah derivatif berbasis forward (forward based derivatives) dan derivatif berbasis Option (options based derivatives), Edi Broto Suwarno, Derivatif: Tinjauan Hukum Dan Praktek Di Pasar Modal Indonesia, Makalah yang disampaikan dalam Finance Law Workshop: Derivatives Transaction (Jakarta, Hotel Borobudur, tanggal 21 September 2003), Selanjutnya di Broto Suwarno menyebutkan: Transaksi derivatif merupakan perjanjian antara dua pihak yang dikenal dengan counterparties (pihak-pihak yang saling berhubungan), hingga dalam istillah umum, transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian tukar menukar pembayaran yang nilainya tergantung pada-diturunkan darinilai asset, tingkat referensi atau indeks. Saat ini, transaksi derivatif terdiri dari sejumlah acuan pokok (underlying) yaitu suku bunga (interest rate), kurs tukar (currency), komoditas (commodity), ekuitas (equity) dan indeks (index) lainnya. Menurut para dealer dan penggunaan akhir (end user fungsi dari suatu transaksi derivatif adalah untuk melindungi nilai (hedging) beberapa risiko tertentu. Bandingkan Ricardo Simajuntak, Transaksi derivatif adalah
exchange derivative atau disebut juga forex derivative). Ketidakpastian muncul ketika rupiah terdepresiasi 30,9% dari Rp 9.840,- per Januari 2008 menjadi Rp 12.100,- per November 2008 dengan volatilitas yang tinggi. 3 Akibat volatilitas yang tinggi tersebut memunculkan masalah hukum kontrak derivatif. Masalah hukum dimaksud adalah terungkapnya status produk derivatif valuta asing (foreign exchange derivative) yang ditawarkan bank kepada nasabah ternyata bukan merupakan lindung nilai (hedging) 4 melainkan produk spekulatif, antara lain structured product. Tujuan lindung nilai adalah untuk menetralkan risiko atas posisi terbuka assets dan liabilities terhadap harga pasar yang berlawanan dengan posisi terbuka tersebut dengan cara mengalihkan risiko terhadap pihak lain. 5
Berbeda dengan lindung nilai, tujuan structured
product adalah untuk mendapatkan tambahan pendapatan (income atau return enchancement) yang dapat mendorong transaksi pembelian atau penjualan valuta asing (valas) terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif yang diharapkan dari ketidakstabilan rupiah. Budi Mulya mengatakan pada tahun 2009, produk terstruktur (structured product) yang bernuansa spekulatif tercatat sebesar Rp.6,9 triliun atau 1,7 % (persen) dari total produk derivatif. Pada Desember 2008 total transaksi Rp.40,9 triliun dari total nilai produk derivatif yang mencapai Rp.60-70 triliun. 6 Transaksi tersebut terus menurun setelah Bank Indonesia melakukan pelarangan terhadap jenis upaya lindung nilai (hedging) atau manajemen risiko. Kausa dibedakan atas kausa subjektif dan kausa objektif. Kausa subjektif adalah kausa ataupun sebab dari terjadinya suatu kontrak yang didasari oleh keinginan ataupun tujuan dari pihak yang berkontrak (subjek hukum tersebut). Sementara kausa objektif adalah kausa yang didasarkan apa sebenarnya alasan hakiki yang mendasari (dasar prestasi) terjadinya transaksi yang diperjanjikan tersebut, Ricardo Simajuntak, Aspek Yuridis Transaksi Derivatif di Indonesia, hal 1. selanjutnya Bismar Nasution, Op.Cit., hal 4, Beberapa yang hal yang dapat disimpulkan dari sebuah transaksi derivatif adalah:a.transaksi derivatif merupakan instrument keuangan (financial instrument); b.Transaksi derivatif merupakan instrumen untuk memperdagangkan risiko (trading risk); c.Nilai transaksi derivatif merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasarinya; d;Transaksi derivatif dapat diikuti dengan atau tanpa pergerakan dana; e;Transaksi derivatif merupakan suatu kontrak. 3 Akses internet terakhir dikunjungi 12 Desember 2014, http://finance.detik.com/read/2013/08/28/ 153840/2343208/6/ ini penyebab dari krisis di 2008 miripkah dengan kondisi sekarang 4 Dalam disertasi ini penulis menggunakan istillah lindung nilai dan hedging secara bergantian tetapi dengan pengertian dan maksud yang sama. 5 Dian Ediana Rae, Transaksi Derivatif Dan Masalah Regulasi Ekonomi Di Indonesia, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008) hal 99. 6 Deputi Gubernur Bank Indonesia saat itu tahun 2009
produk ini mulai Desember 2008 karena dinilai telah memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah sehingga anjlok menembus Rp.12.000,-. Krisis ekonomi tahun 2008 tersebut mengajarkan bahwa pengaturan derivatif khususnya melarang produk spekulatif dan mewajibkan lindung nilai menjadi sesuatu yang penting agar tidak menyebabkan terjadinya devatifobia atau adanya rasa takut untuk menggunakan fasilitas produk derivatif. Pengaturan derivatif khususnya derivatif valuta asing secara sistematis dan efisien tentunya akan membawa manfaat bagi kemajuan ekonomi dan stabilitas mata uang. Dengan demikian penelitian yang berkenaan dengan transaksi derivatif valuta asing menjadi penting didasari oleh alasan-alasan sebagai berikut : Pertama, Negara seperti Indonesia yang menganut rezim nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) akan cenderung mengakibatkan pergerakan nilai tukar mata uang yang bersifat volatile. 7 Tekanan terhadap nilai tukar rupiah menyebabkan ketidakmampuan nasabah dalam memenuhi kontrak derivatif valuta asing. Hal inilah yang kemudian menjadi pengalaman memunculkan sengketa transaksi derivatif valuta asing di Indonesia. 8 Nasabah bank menolak meneruskan kontrak derivatif valuta asing (unwind) dengan alasan bank menawarkan produk untuk tujuan lindung nilai ternyata pada saat krisis diketahui sebagai produk spekulatif. Nasabah merasa dirugikan dan melakukan gugatan kepada bank dengan mendalilkan bank melakukan tindakan penyalahgunaan keadaan (“misbruik van omstandigheden”–“undue influence”) 9. Peneliti mencatat beberapa kasus kontrak derivatif valuta asing (Foreign exchange
7
Imam Mukhlis,(Artikel) Analisis Volatilitas Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang, hal 175. 8 David M.L.Tobing, Analisis Hukum Perlindungan nasabah Terkait Structured Product Perbankan (Study Kasus), (Makalah dalam seminar sehari, Grand Angkasa Hotel, Medan 2 Oktober 2009), hal 2. 9 Di Negara-negara common law ajaran penyalahgunaan keadaan telah dikenal dalam dokrin equity. Dalam kasus Lloyds Bank v. Bundy. Lord Denning MR mencoba menunjukkan bahwa penyalahgunaan keadaan bukanlah dokrin yang benar-benar berdiri sendiri . Dokrin ini sebenarnya perluasan dari power of equity bagi pengadilan untuk mengintervensi suatu perjanjian yang didalamnya terdapat suatu penyelahgunaan posisi yang tidak seimbang diantara para pihak. Equity adalah doktrin yang membolehkan hakim untuk membuat suatu putusan yang didasarkan
derivative) sepanjang tahun 2009 di Indonesia menyebutkan bahwa nasabah tidak menyadari bahwa transaksi derivatif yang ditawarkan bank adalah structured product yang mengandung unsur spekulatif. Adapun beberapa kasus dimaksud yang menjadi perhatian publik antara lain : Pertama, PT Toba Surimi Industries (Surimi), menggugat The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd (HCBC) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. PT. Surimi mengajukan gugatan pembatalan perjanjian derivatif yang pernah dibuat. PT. Surimi menggugat HCBC sudah melakukan perbuatan melawan hukum karena menawarkan structured product. Kedua, PT.Gunung Bintang Abadi menggugat PT.Bank CIMB Niaga,Tbk (pada tingkat kasasi) atas transaksi jual beli valuta asing. PT.Gunung Bintang Abadi berdalil sebagai pihak yang lemah dan wajib diberikan perlindungan nasabah dengan menyatakan bank telah melakukan perbuatan penipuan yaitu dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai dengan kelicikan sehingga pihak perusahaan terbujuk karenanya untuk membuat perjanjian transaksi valuta asing dan bank telah melakukan penyalahgunaan keadaan. Ketiga, PT.Nubika menggugat Standar Chartered Bank (SCB) 10 menyatakan bank telah melakukan tindakan penyalahgunaan keadaan. Bank menawarkan structured product dengan nama produk Callable Forward Option (CFO) yang ternyata produk spekulatif. Bank membuat asumsi perhitungan-perhitungan yang menarik tetapi pada kenyataannya berbeda, PT.Nubika merugi karena transaksi derivatif tersebut dan akhirnya PT.Nubika tidak mampu memenuhi isi perjanjian dan menimbulkan sengketa. Keempat, PT.Citoputra Indoprima menggugat PT.Bank CIMB Niaga,Tbk. PT. Citoputra Indoprima adalah distributor kertas yang pendapatannya dalam rupiah, sehingga perusahaan tidak mempunyai persediaan uang dalam bentuk dollar Amerika
pada asas kepatutan, persamaan hak, hak moral, dan hukum alam. Lihat Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, 2003) hal 19. 10 Kasus PT Nubika Jaya vs standard Chartered Bank (“SCB”)
("USD") untuk dijual kepada bank. Bank memberikan Fasilitas Transaksi Valuta Asing berdasarkan Perjanjian Jual Beli Valuta Asing. Awalnya jenis fasilitas valuta asing yang ditawarkan bank kepada perusahaan adalah Forward/Swap/Option dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Kemudian bank menawarkan produk Callable Forward Transaction ("CFT"). Penawaran produk tersebut dilakukan dengan singkat dan hanya dijelaskan bahwa produk tersebut adalah untuk tujuan lindung nilai yang menguntungkan bagi nasabah dan tidak mengandung risiko kerugian tidak terbatas sehingga perusahaan tertarik dengan tawaran bank. Kemudian dilanjutkan penandatanganan transaksi Confirmation For Callable Forward Transaction untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Namun ketika krisis terjadi di tahun 2008 PT.Citoputra yang ingin mengakhiri transaksi tersebut diwajibkan membayar kewajiban dengan nilai yang sangat besar yang tidak pernah dijelaskan oleh bank. Kelima,
PT. Esa Kertas
Nusantara (PT EKN) mengugat PT.Bank Danamon Indonesia,Tbk atas dasar perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bank awalnya telah memberikan fasilitas kepada PT EKN yaitu berupa Omnibus Trade Finance. Kemudian bank juga menawarkan melakukan lindung nilai terhadap potensi penerimaan USD sebagai hasil penerimaan Ekspornya. Menurut bank fasilitas dimaksud adalah fasilitas untuk melakukan transaksi derivatif yang pada akhirnya diketahui sebagai produk spekulatif. Dalam aktivitasnya ternyata perusahaan gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada bank sampai dengan tanggal jatuh tempo. PT EKN menyatakan ketidakmampuannya untuk melunasi utang-utang yang telah jatuh tempo dan selanjutnya mengajukan permohonan agar bank
melakukan restrukturisasi atau penjadualan ulang atas
utang-utangnya karena terkait dengan transaksi derivatif yang dilarang. Keenam, PT.Permata Hijau Sawit (PHS) menggugat Citibank dengan menyatakan bank telah melakukan tindakan penyalahgunaan keadaan. Dalam perjanjian pemberian fasilitas produk perbankan (Banking
Facility Aggrement) antara PT.Permata Hijau Sawit dan Citibank disebutkan transaksi Forex derivatif dalam mata uang dolar Amerika (United States Dollar/USD). Kemudian Citibank menawarkan stuctured product lindung nilai melalui
yang diberi nama Callable Forward yang bertujuan untuk
karyawan PHS. Menurut PHS, bank menyatakan bahwa PHS tidak
mungkin merugi dan berdasarkan prediksi termin transaksi (Term sheet prediction) diasumsikan rupiah tidak lebih dari Rp.10.000,-/USD. Sebagai tindak lanjutnya Confirmation letter ditandatangani pada tanggal 5 September 2008 yang merupakan perjanjian untuk melakukan transaksi callable forward. Dalam perjanjian tersebut PHS akan menyerahkan/menjual USD kepada Citibank setiap minggu selama 52 minggu dengan ketentuan nilai USD yang sudah dipatok di angka tertentu menggunakan istillah strike price. Perselisihan muncul ketika rupiah terdepresiasi sehingga PHS harus menjual dua kali lipat dari jumlah USD yang harus diserahkan kepada bank. PT.PHS menyatakan perjanjian mengandung ketidak seimbangan. Kasus-kasus derivatif valuta asing yang muncul pada tahun 2009 tersebut diatas adalah transaksi derivatif yang bernuasa spekulatif yang berbentuk structured product, tetapi mengambil kamuflase transaksi tersebut seakan-akan sebagai lindung nilai. Transaksi tersebut menyimpang dari tujuan lindung nilai yaitu memberikan kepastian nilai tukar. Latar belakang bank menjual produk derivatif yang bersifat spekulatif di tahun 2008 adalah keinginan untuk memperoleh keuntungan (profit oriented) dari keuntungan selain bunga bank (fee based income). Hal ini berbeda dengan transaksi derivatif sebagai lindung nilai dimana kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya bergantung pada atau diturunkan dari suatu aset yang mendasarinya (underlying asset), baik yang diikuti dengan pergerakan dana atau tanpa pergerakan dana/instrument. 11
11
Dian Ediana Rae, Op.Cit., hal xi.
Kedua, transaksi derivatif tidak mudah untuk dipahami, dan membutuhkan pengetahuan serta keahlian yang memadai. Kegiatan transaksi derivatif harus sejalan dengan sifat usaha perbankan yang mengandalkan prinsip kehati-hatian (prudential principles). Transaksi derivatif dapat dijadikan spekulasi sehingga perlu menjadi perhatian bagi regulator hal-hal sebagai berikut : 12 pertama, masalah risiko yang terkait dengan produk-produk derivatif, kedua, ketidakpastian hukum sebagai akibat pengaturan yang tidak jelas atau tidak memadai terutama meluruskan dan menegaskan transaksi lindung nilai sehingga terurai jelas antara lindung nilai dan spekulasi, ketiga, kurang informasi bagi partisipan pasar dan regulator (public disclosure), keempat, masalah perlindungan terhadap pengguna khususnya pengguna yang bersifat retail atau unsophisticated (investor protection). Berdasarkan pengamatan peneliti, perkembangan transaksi derivatif yang cepat dan rumit, menyulitkan masyarakat awam membedakan antara spekulatif dan lindung nilai. Selain itu juga mengundang berbagai persoalan hukum dalam praktik bisnis terutama: pertama, legalitas dan manfaat dari produk-produk derivatif masih menjadi persoalan, kedua, kemungkinan terjadinya asymmetric information antara pihak nasabah dan bank dalam perjanjian, ketiga, dalam transaksi derivatif dibutuhkan pendalaman teknis yang rumit terdapat kekhususan dari sifat jenis-jenis transaksi tertentu yang selama ini tidak dikenal dalam literatur hukum perdata. Berdasarkan pengalaman kasus yang sudah terjadi, argumentasi hukum penyelesaian mengandalkan penafsiran jurisprudensi yang telah ada maupun doktrin, sehingga keputusan pengadilan berbeda atas kasus sejenis. Ketiga, Pengaturan derivatif tidak mudah. Kesulitan pengaturan derivatif juga lebih diperberat oleh sifat global dari transaksi derivatif. Transaksi derivatif merupakan bagian dari pasar global yang memerlukan pendekatan dan solusi secara global. 13 Pengalaman krisis tahun 2008 menyebabkan regulator harus mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 12
Ibid., hal 37. Ibid., hal 152.
13
11/26/PBI/2009 yang ditetapkan pada 1 Juli 2009 tentang prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan structured
product bagi bank umum. PBI tersebut dikeluarkan untuk
mengantisipasi serta dijadikan pedoman yang jelas terkait dengan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, serta aspek transparansi bagi bank yang akan melaksanakan kegiatan structured product. Pasal 15 ayat (2) PBI menentukan bahwa, dalam melakukan kegiatan structured product bank wajib menetapkan klasifikasi nasabah. Klasifikasi nasabah terdiri dari, nasabah profesional, nasabah eligible, dan nasabah retail. 14 Regulator perlu mengawasi dan mengatur transaksi structured product untuk melindungi konsumen karena tingkat risiko yang tinggi. Peraturan pengaturan derivatif di Indonesia melarang produk derivatif yang mengandung unsur spekulatif, tetapi belum pada tingkat mewajibkan orang untuk menggunakan produk derivatif sebagai lindung nilai. Selain itu, peraturan di Indonesia masih dikeluarkan otoritas bank
14
Lihat juga Pasal 15 ayat (3), Nasabah digolongkan sebagai nasabah profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a apabila Nasabah tersebut memiliki pemahaman terhadap karateristik, fitur, dan risiko dari Structure Product dan terdiri dari: a. Perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, yang terdiri dari: 1.Bank, 2.Perusahaan efek, 3.Perusahaan pembiayaan, 4.Perdagangan Kontrak Berjangka, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang perbankan, pasar modal, lembaga pembiayaan dan perdagangan berjangka komoditi yang berlaku. b.Perusahaan selain perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1.memiliki modal paling kurang lebih besar dari Rp.20 miliar atau ekuivalennya dalam valuta asing, dan, 2.telah melakukan kegiatan usaha paling kurang 36 bulan berturut-turut. c.Pemerintah Republik Indonesia atau Pemerintah Negara lain, d.Bank Indonesia atau bank central Negara lain, e.Bank atau lembaga pembangunan multilateral. Ayat (4) Nasabah digolongkan sebagai Nasabah eligible sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b apabila Nasabah tersebut memiliki pemahaman terhadap karateristik, fitur, dan risiko dari Structure Product dan terdiri dari: a.perusahaan yang bergerak di bidang keuangan berupa: 1.dana pensiun; atau 2.perusahaan perasuransian , sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan dibidang dana pensiun dan usaha perasuransian yang berlaku. b.perusahaan selain perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang memenuhi persyaratan sebagai berikut; 1.memiliki modal paling kurang Rp.5 miliar atau akuivalennya dalam valuta asing; dan 2.telah melakukan kegiatan usaha paling kurang 12 bulan berturut-turut; dan c.Nasabah perorangan yang memiliki portofolio asset berupa kas, giro, tabungan, dan/atau deposito paling kurang Rp.5 miliar rupiah atau akuivalennya dalam valuta asing. Ayat (5) Nasabah digolongkan sebagai Nasabah retail sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c apabila Nasabah tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai nasabah professional dan Nasabah eligible. Pasal 16 Bank wajib melakukan pengkinian terhadap klasifikasi Nasabah retail sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 apabila terdapat hal-hal yang dapat mengakibatkan perubahan klasifikasi yang telah ditetapkan terhadap Nasabah dimaksud. Bandingkan dengan Perlindungan konsumen perbankan seluruhnya berkaitan dengan pengaturan sektor publik dan hal tersebut memiliki alasan tertentu. Menurut Dr.S.Sundari Arie, dalam tulisan berjudul Peranan Bank Indonesia sebagai Otoritas Perbankan untuk mencegah dan Menangani Tindak Pidana di Bidang Perbankan, disebutkan : “… tiga alasan utama perlu pengaturan pemerintah di sektor publik adalah : 1.Untuk melindungi nasabah bank dari kekuatan monopolistic, 2.Untuk melindungi nasabah yang lebih kecil atau yang bergerak disektor retail yang pada umumnya kurang mendapat informasi yang cukup, 3.Untuk memastikan terciptanya kestabilan sistem keuangan.
yang tersebar dalam Peraturan Bank Indonesia. Di Amerika Serikat sebagai pusat transaksi derivatif pernah diusulkan dalam tingkat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pengawasan transaksi derivatif secara ketat. Anggota kongres di Amerika Serikat pernah mengusulkan berbagai solusi yang lebih luas dari mendirikan Federal Derivatives Commission sampai dengan larangan umum kepada bank untuk melakukan transaksi derivatif yang tidak termasuk pengertian “hedging”. 15 Keempat, Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor
21 tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyebabkan peran Bank Indonesia (BI) dalam tugas dan pengawasan bank dialihkan kepada OJK. BI berperan dalam macroprudential dan OJK berperan dalam microprudential.
Sistem tersebut pernah dijalankan Inggris dalam bentuk Financial
Supervisory Authority (FSA) namun mengalami kegagalan.
Sementara Jepang berhasil
menjalankan Financial Supervisory Agency (FSA) hingga saat ini. Keefektifan peranan BI dan OJK hanya dapat teruji ketika krisis terjadi. Otoritas pengawas keuangan wajib mengedepankan asas demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. 16 Ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah norma terpenting yang diterapkan dan wajib dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan transaksi derivatif. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan transaksi derivatif dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan dari otoritas pengawas keuangan maupun peraturan perundang-undangan dengan profesional dan iktikad baik. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara 15
Dian Ediana Rae, Op.Cit., hal 146. Lihat pasal 2 Undang-Undang Kesulitan pengaturan derivatif juga lebih diperberat oleh sifat global dari transaksi derivatif. Transaksi derivatif merupakan bagian dari pasar global yang memerlukan pendekatan dan solusi secara global pula UU No. 10 Tahun 1998, Lihat juga Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2005) hal 124, Mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian juga diterapkan dalam pasal 29 ayat (2) dikemukakan bahwa : Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kwalitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 16
untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian secara makro. Penerapan prinsip kehati-hatian harus menyeluruh, tidak hanya menyangkut masalah pemberian kredit dan pengelolaan manajemen pada saat operasional, tetapi harus sejak pendirinya bank yang bersangkutan. 17 Peranan otoritas pengawas bank, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan fungsinya semakin berat dalam mengawasi setiap perkembangan yang terjadi yang berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perbankan. Sementara itu, pembinaan dan pengawasan bank semakin sulit karena semakin pesatnya perkembangan produk bank yang berisiko tinggi. Bentuk transaksi produk bank pada dasarnya melibatkan peserta pasar keuangan yang bersifat global, sehingga upaya mengawasi perilaku bank dalam kegiatan tersebut seringkali berada di luar jangkauan serta kemampuan pengendalian otoritas pengawas bank. 18 Dalam kasus perselisihan transaksi derivatif valuta asing antara nasabah dengan bank. Nasabah diposisikan lebih lemah atau kurang diuntungkan dibandingkan dengan bank. Dalam rangka untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah, perbankan dan masyarakat perlu memiliki agenda untuk memperkuat perlindungan konsumen yang berimplikasi pada munculnya kepercayaan kepada bank. Tindakan dimaksud dapat berupa penyusunan aturan transaksi derivatif terutama dalam mekanisme lindung nilai dan peningkatan transparansi informasi produk 19 serta perlunya edukasi produk bank terutama produk derivatif kepada konsumen.
17
Hermansyah, Ibid, hal 155. Dian Ediana Rae, Op.Cit., hal 159. 19 Lihat David M.L. Tobing, Op.Cit., hal 14. Bank Indonesia juga berupaya untuk memberi perlindungan kepada nasabah dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Peraturan tersebut mewajibkan bank untuk menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang transparansi informasi produk bank dan transparansi penggunaan data pribadi nasabah, Kewajiban bank untuk melakukan transparansi informasi produk bank meliputi kewajiban menyediakan dan menyampaikan informasi baik mengenai produk yang diterbitkan bank maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank. Bank diwajibkan untuk memberi informasi. Bank harus mengungkapkan karateristik produk bank secara memadai, terutama mengenai manfaat, risiko dan biaya-biaya yang melekat pada produk bank tersebut. Ketentuan yang tercantum dalam perturan tersebut merupakan bagian dari upaya 18
Berbicara tentang prudential banking dan perlindungan adalah dua objek yang berbeda. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu menyusun sebuah paradigma baru tentang kaitan antara prudential banking dan perlindungan konsumen (nasabah bank). Kebijakan sektor keuangan perlu memberikan perhatian yang seimbang antara prudential banking regulations dan perlindungan konsumen. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. 20 Atas dasar tersebut OJK berkewajiban untuk membangun dan
menyusun sebuah paradigma baru
tentang kaitan antara prudential banking dan perlindungan konsumen (nasabah bank). Artinya kebijakan sektor keuangan
perlu memberikan perhatian yang seimbang antara prudential
banking regulations dan perlindungan konsumen. Dasar pemikiran tersebut adalah salah satu langkah proaktif untuk mengedukasi masyarakat tentang perbedaan spekulatif dan lindung nilai. Diharapkan aturan publik yang baik dapat mencegah risiko transaksi derivatif dan memberikan kepastian hukum. Berkenaan dengan hal tersebut perlu diteliti bagaimana sebaiknya pengaturan lindung nilai kedepannya. Kemajuan transaksi derivatif valuta asing
harus diikuti dengan ketersediaan peraturan hukum yang
memadai. Untuk itu diperlukan kajian ilmiah bidang ilmu hukum untuk mengisi keefektifan penerapan hukum transaksi derivatif dalam bentuk lindung nilai di Indonesia. Ketersediaan peraturan lindung nilai akan memberikan perlindungan dan rasa aman kepada konsumen. Untuk
untuk melindungi kepentingan nasabah yang secara nyata berbentuk pelayanan informasi pada nasabah yang mempunyai hak untuk dilindungi selaku konsumen, yang diantaranya, mereka berhak untuk mendapat informasi. Dengan dihargainya hak-hak konsumen tersebut, maka akan terpelihara suatu hubungan yang baik antara perbankan dengan konsumennya, sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat kepada bank. 20 Penjelasan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
itu nasabah perlu memahami pentingnya pengaturan lindung nilai dapat mengurangi risiko kerugian bagi nasabah sehingga terhindar dari kebangkrutan. Disamping itu, secara makro pengaturan lindung nilai akan mengurangi tekanan terhadap permintaan valas sehingga mengurangi volitalitas nilai tukar. Dengan demikian akan menciptakan stabilitas ekonomi. Kelima, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar adalah landasan dalam rangka pelaporan lalu lintas devisa yang ditujukan untuk kepentingan stabilitas moneter. Belajar dari sejarah pada pokoknya aturan dalam UndangUndang itu menyebabkan sistem devisa dan nilai tukar terlalu liberal, nilai kurs rupiah sangat sensitif di pasar uang. Sehingga sudah mendesak peraturan tersebut perlu disesuaikan dan disempurnakan dengan perkembangan sistem moneter pada zamannya. Dari berbagai kasus dan data yang peneliti sampaikan di atas, terungkap bahwa produk derivatif valuta asing dapat berkembang dengan subur di negara yang menganut rezim devisa bebas dan nilai tukar mengambang bebas seperti Indonesia. Diperlukan kajian ilmu hukum secara rasional untuk pengaturan transaksi derivatif yang aman dan efisien. Berdasarkan latar belakang dan alasan-alasan di atas perlu dilakukan penelitian aspek hukum transaksi lindung nilai dengan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi yaitu menggunakan cost and benefit analysis untuk menghitung secara rasional yang dijadikan dasar pengambilan sebuah kebijakan atau aturan yang efektif dan efisien untuk mengatur transaksi derivatif valuta asing yaitu lindung nilai agar keberadaan transaksi derivatif valuta asing bermanfaat bagi kemajuan ekonomi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Berdasarkan argumentasi tersebut, maka
peneliti mengangkat judul disertasi 21 “Lindung Nilai Sarana Hukum Menjaga Stabilitas Perekonomian (Studi Tentang Pengaturan Kewajiban Lindung Nilai)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam tulisan ini, peneliti mengangkat beberapa permasalahan yang menjadi pokok penelitian dan pembahasan dalam disertasi ini, antara lain : a. Mengapa terjadi kasus transaksi derivatif valuta asing di Indonesia (foreign exchange derivative) ? b. Bagaimana penerapan aturan prudential banking principles dalam sistem hukum
di
Indonesia dalam kaitannya dengan transaksi derivatif valuta asing (foreign exchange derivative) ? c. Bagaimana pengaturan transaksi derivatif valuta asing pada ius constituendum di Indonesia terutama kembali kepada filosofi derivatif sebagai lindung nilai (hedging) ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : a. untuk mengetahui akar permasalahan penyebab terjadinya kasus derivatif valuta asing di Indonesia. b. untuk mengetahui bagaimana penerapan prudential banking principles : Pertama, setelah adanya pembagian tugas dan kewenangan antara Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang
21
Disertasi adalah karya ilmiah yang mengemukakan dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih dengan analisis yang terinci. Zubeirsyah, Nurhayati Lubis, Bahasa Indonesia dan Teknik Penyusunan Karangan Ilmiah (Medan, Universitas Sumatera Utara Press, 1998) hal 120.
Otoritas Jasa Keuangan. Kedua, setelah munculnya wacana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. c. untuk mengetahui : Pertama, bagaimana sebaiknya pengaturan lindung nilai dalam transaksi derivatif valuta asing yang memberikan manfaat dan kepastian hukum bagi masyarakat, bank dan negara. Kedua, hasil penelitian diharapkan menghasilkan sebuah pemikiran atau gagasan yang dapat memperbaiki sistem pengaturan lindung nilai di Indonesia.
D. Keaslian Penelitian Transaksi derivatif valuta asing telah berjalan sedemikian rupa di dunia bisnis melalui intermediasi bank. Fungsi intermediasi bank dalam transaksi derivatif khususnya lindung nilai merupakan kebutuhan primer bagi exportir maupun importir. Berkenaan dengan hal tersebut, peneliti berusaha menemukan berbagai literatur dari berbagai sumber tentang perkembangan derivatif valuta asing di Indonesia : Seperti buku Dian Ediana Rae : Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di Indonesia, , Joko Salim : Betting Forex, Bismar Nasution : Makalah Aspek Hukum Transaksi Derivatif, David M.L.Tobing : Makalah Analisis Hukum Perlindungan Nasabah Terkait Structured Product Perbankan. Semua buku dan makalah tersebut merupakan kajian ilmiah bidang hukum yang terkait dengan penelitian transaksi derivatif valuta asing. Peneliti melakukan penelitian normatif tentang peraturan prudential banking principles dan perlindungan nasabah dalam transaksi derivatif dikaitkan dengan lindung nilai. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai suatu sub-sistem dari hukum ekonomi yang secara spesifik meneliti peraturan dalam transaksi lindung nilai di Indonesia.
Praktik transaksi derivatif valuta asing sudah berjalan lama dengan aturan yang belum memadai. Sebagai orang yang pernah bekerja di bank, peneliti terpanggil untuk melakukan penelitian terhadap transaksi derivatif valuta asing. Banyaknya kasus yang muncul terhadap transaksi derivatif valuta asing menunjukan adanya kepincangan berupa kelemahan aturan hukum derivatif. Transaksi derivatif bagaikan pisau bermata dua, satu sisi adalah sebuah kebutuhan dunia bisnis sebagai pengaman yaitu lindung nilai tetapi pada sisi yang lain sebagai sebuah ancaman akibat unsur spekulatif. Pengajuan judul yang disebutkan di atas telah melalui tahap penelusuran pada data pustaka baik toko buku, perpustakaan maupun di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Universitas Indonesia Jakarta. Diperoleh informasi belum adanya pengangkatan judul yang diajukan peneliti. Oleh karena itu, peneliti berkeyakinan penelitian tersebut masih asli dan aktual. Seperti disebutkan bahwa penelitian disertasi ini secara khusus akan melihat berbagai dampak dari akibat yang muncul dari transaksi derivatif valuta asing. Studi kasus sengketa akibat transaksi derivatif valuta asing dimana nasabah menggugat bank-bank di Indonesia. Selain itu, peneliti juga akan melakukan studi perbandingkan keputusan pengadilan di Inggris dan Amerika Serikat dalam kaitannya penerapan prinsip kehati-hatian dan perlindungan nasabah transaksi derivatif valuta asing.
E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini yang dilakukan adalah penelitian normatif yang bersifat teoretis. Diharapkan penelitian ini menghasilkan sumbangan pemikiran dalam rangka menyempurnakan regulasi dibidang ekonomi nasional Indonesia (ius constituendum) yang kompetitif untuk dapat
masuk dan mengambil manfaat dari globalisasi dan integrasi ekonomi dibidang transaksi derivatif valuta asing yang terus berkembang. Semua pemangku kepentingan (stakeholder) seperti bank, nasabah, regulator, akademisi dan siapa saja yang memerlukan referensi pengetahuan hukum tentang transaksi derivatif valuta asing dapat memanfaat penelitian ini. Dengan demikian manfaat yang diharapkan adalah : 1. Manfaat Teoretis Hasil dari penelitian ini dijadikan acuan, masukan dan sumbangan pemikiran ilmiah perkembangan transaksi derivatif valuta asing khususnya lindung nilai kepada
kalangan
perbankan dalam kaitannya dengan berbagai masalah hukum yang ditimbulkannya. Hasil penelitian ini merupakan literatur bagi pihak akademisi maupun pihak terkait lain yang memerlukannya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini mengharapkan : Pertama, bagi pihak bank dan praktisi perbankan dapat memahami sisi hukum dari keberadaan transaksi derivatif valuta asing. Mampu untuk mengadakan antisipasi secara proaktif mencegah celah hukum yang dapat merugikan pihak bank akibat kurang berhati-hati (prudent). Kedua, diharapkan disertasi ini nantinya menawarkan sesuatu yang baru (something new) terhadap regulator untuk membuat aturan transaksi derivatif valuta asing yang efisien efektif. Ketiga, bagi nasabah dan masyarakat, mengetahui hak dan kewajiban dalam transaksi derivatif valuta asing, dimana nasabah dapat membedakan transaksi yang berunsur spekulatif dan yang berunsur lindung nilai (hedging). Keempat, diharapkan disertasi ini dapat menjadi salah satu bahan baku untuk melahirkan aturan yang lebih baik dan menjawab kebutuhan masyarakat akibat berkembangan transaksi derivatif
valuta asing di Indonesia, sehingga cita-cita kepastian hukum dapat menyentuh nilai keadilan hukum di masyarakat.
F. Kerangka Teoretis Dan Konseptual 1. Kerangka Teoretis Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa Latin yang berarti “perenungan”, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. 22 Teori hukum dalam khasanah ilmu hukum dipergunakan sebagai pisau analisis terhadap suatu kajian ilmiah tentang ilmu hukum. Teori hukum adalah ilmu yang mempelajari pengertian-pengertian pokok dan sistem hukum. Pembahasan tentang hukum sebagai suatu sistem, 23 pemikiran harus difokuskan pada hukum yang sesungguhnya. 24 Sistem terletak kepada keterkaitan antara unsur-unsur atau bagian-
22
H.R.Otje Salman S dan Anton F.Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpul dan Membuka Kembali,( Bandung, PT.Refika Aditama, 2004) hal 21. 23 Dalam teori sistem menyebutkan suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, dimana dibangun tertib hukum. Asas secara etimologi dalam kamus WJS Poerwardaminta : 1. Dasar, alas, pondamen; misalnya batu yang baik untuk rumah, 2. Suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir (berpendapat dan sebagainya; misalnya; bertentangan dengan asas-asas hukum pidana, pada asasnya saya setuju dengan usul saudara), 3. cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan, negara dan sebagainya; misalnya, membicarakan asas dan tujuannya). Asas dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “principle” dalam black law dictionary diberi pengertian A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others; a settled rule of action, procedure, or legal determination. A truth or proposition so clear that it can not be proved or contradicted unless by a proposition which is still clearer. That which constitutes the essence of body or its constituent parts. That which pertains to the theoretical part of a science. Mahadi, dalam bukunya yang membahas tentang asas mengangkat pendapat C.W.Paton : “Principle is the broad reason, which lies at the base of rule of law”. Dalam alih bahasa Indonesia kalimat tersebut dapat berbunyi “Asas ialah suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan yang mendasari adanya suatu norma hukum”. Disingkat terdapat beberapa unsur : 1. alam pikiran, 2. rumusan luas, 3. dasar bagi penentu norma hukum. Jadi, asas adalah suatu alam pikiran yang melatar belakangi pembentukan norma hukum. Menurut van Eikema asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum adalah dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Dengan demikian kedudukan asas dalam hukum menjadi sangat penting. Syamsul Arifin mengutip pendapat Notohamidjojo tentang fungsi dari asas-asas hukum antara lain : 1. Pengundang-undangan harus mempergunakan asas-asas hukum dalam pedoman bagi kerjanya, 2, Hakim melakukan interprestasi hukum berdasarkan asas-asas hukum, 3. Hakim memerlukan asas-asas hukum, apabila ia perlu mengadakan analogi, 4. Hakim dapat melakukan koreksi terhadap peraturan undang-undang, karena tidak dipakai terancam kehilangan makna. Asas dibuat tidak terlepas dari keinginan untuk melihat nilai keadilan, perlindungan dan kepastian hukum. Pada gilirannya keberadaan asas adalah
bagiannya dan bekerja sama dari unsur-unsur/bagian-bagian itu untuk mencapai tujuan. Dalam konteks ini Tan Kamello secara tepat mengutip pernyataan Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum. 25 Sedangkan suatu teori hukum merupakan pemikiran (tentunya yang bersifat abstrak yang dapat di capai oleh ilmu hukum. 26 Fungsi teori dalam penelitian disertasi ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 27 Ada 2 (dua) sarjana yang mengemukakan fungsi teori adalah : Pertama, Snelbecker mengemukakan 4 (empat) fungsi dari teori, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawabanjawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, dan (4) menyajikan penjelasan dan dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan “mengapa”. Kedua, Glaser dan Strauss, walaupun mengkhususkan fungsi teorinya dalam sosiologi, berlaku juga disiplin lainnya, menyatakan sebagai berikut. Tugas yang saling berkaitan dari teori dalam sosiologi adalah : (1) memberikan kesempatan untuk meramalkan dan menerangkan perilaku, (2) bermanfaat dalam menemukan teori sosiologi, (3) digunakan dalam aplikasi praktisperamalan dan penjelasannya harus memberikan pengertian bagi para praktisi dan beberapa pengawasan terhadap situasi, (4) memberi perspektif bagi perilaku, yaitu pandangan yang harus menjaring dari data, dan (5) membimbing serta menyajikan gaya bagi peneliti dalam beberapa bidang perilaku. 28 Mengutip Syahril Sofyan yang mengambil pendapat David Madsen menjelaskan bahwa dikenal tiga jenis teori yang terdiri dari ”grand or wide-ranging theories”, middle-range
fundamental kebenaran untuk menjaga kepentingan pihak-pihak dalam suatu keadaan atau peristiwa hukum. Roscou Pound membuat penggolongan atas kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum adalah: a. Kepentingan Umum (public interest) b. Kepentingan Masyarakat (social interest) c. Kepentingan Pribadi (private interest) 24 Ibid., hal 147. 25 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : PT.Alumni, 2004) hal 19 26 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2004) hal 11. 27 Tan Kamello, Op.Cit., hal 17. 28 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1994) hal 35.
theories” dan ”limited theories” yang digunakan untuk menjelaskan kejadian-kejadian tertentu atau kasus-kasus khusus (specific intances or special cases). 29 Dalam penelitian
tentang ”Lindung Nilai Sarana Menjaga Stabilitas Perekonomian
(Studi Tentang Pengaturan Kewajiban Lindung Nilai)”, peneliti menggunakan ”teori hukum pembangunan” sebagai grand theory atau wide-ranging theories. Perkembangan transaksi derivatif valuta asing yang terjadi di masyarakat merupakan contoh nyata adanya keterkaitan fungsi hukum dan kepentingan perkembangan pembangunan di bidang ekonomi. 30 Hukum bukan hanya memelihara ketertiban tetapi harus memainkan peranan yang lebih besar dalam pembangunan. Teori hukum pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja mengembangkan konsepsi ”Law as a tool of social engeneering” yang menyatakan bahwa : “Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun,yang dalam defenisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.” 31 Selanjutnya Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, mengutip pendapat Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan : 29
Syahril Sofyan, Op.Cit., Standar Perjanjian Misrepresentasi Dalam Transaksi Bisnis, (Proposal Penelitian Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2011), hal 14. 30 Erman Rajagukguk, Hukum Ekonomi Indonesia memperkuat persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, mengutip pendapat L. Michael Hager menyebutkan: Berbagai studi tentang hubungan hukum dan pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembaruan hukum. Dikatakan bahwa memperkuat institusi-institusi hukum adalah "precondition for economic change", "crucial to the viability of new political systems", and "an agent of social change’, Makalah Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar 14-18 Juli 2003, hal 1. 31 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan(Kumpulan Karya Tulis) (Bandung : Penerbit Alumni, Bandung, 2002), hal 14.
Bahwa konsepsi hukum sebagai “sarana” pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya. Alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme dari konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama dari penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia. 32 Meneruskan apa yang dikemukakan Mochtar Kusumaatmadja dalam teori hukum pembangunan tersebut di atas. Penguasa negara harus segera mencarikan solusi terhadap faktorfaktor hukum yang dapat memunculkan rasa kepastian hukum masyarakat. Hukum harus berfungsi membangun, mendorong dan beradaptasi dengan perobahan di masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut Erman Rajagukguk mengutip pendapat Leonard J. Theberge, menyebutkan 33 : Faktor yang utama bagi hukum untuk dapat berperanan dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan "stability", "predictability", "fairness" ditambah dengan education‟, dan “the special development abilities of the lawyer”. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas (stability) adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan fungsi hukum untuk dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti, perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku Pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan. Tidak adanya standar tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil adalah masalah besar dihadapi olehnegara-negara berkembang. Dalam jangka panjang ketiadaan standar tersebut menjadi sebab utama hilangnya legitimasi pemerintah. Perlu disadari bahwa tujuan pokok dan pertama dari segala hukum adalah ketertiban yang merupakan syarat fundamental bagi adanya suatu masyarakat yang teratur untuk tercapai ketertiban diperlukan kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Selama perubahan dilakukan dengan cara yang tertib, selama itu masih ada tempat bagi peranan
32
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Op.Cit., hal 79. Erman Rajagukguk, Op.Cit., mengutip tulisan Leonard J. Theberge. "Law and Economic Development", Journal of lnternational Law and Politic vol. 9 (1989). hal 232. 33
hukum. 34 Ketertiban dimaksudkan untuk mencapai tujuan keadilan. Mochtar Kusumaatmadja menempatkan keadilan sebagai tujuan paling ideal, sekalipun ia meyakini makna keadilan ini bisa sangat beragam. Isi keadilan ini berbeda-beda menurut masyarakat dan zamannya namun semua ini diarahkan kepada keberhasilan pembangunan nasional dalam konteks sosial. 35 Sejalan dengan teori hukum pembangunan tersebut, bahwa hukum yang dibuat harus sesuai dan harus memperhatikan kesadaran hukum masyarakat. Hukum tidak boleh menghambat modernisasi. Hukum agar dapat berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat hendaknya harus ada legalisasi dari kekuasaan negara, sesuai adigium “hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman”, supaya ada kepastian hukum maka hukum harus dibuat secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditetapkan oleh negara. 36 Masyarakat Indonesia sedang dalam masa peralihan (transisi) dari tertutup menuju terbuka, dinamis, dan maju (modern). Dalam masyarakat yang sedang membangun, hukum tidak cukup hanya bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah dicapai (sifat konservatif dari hukum), tetapi juga berperan merekayasa masyarakat. Hukum wajib mengarah pada pencapaian ketertiban sebagai syarat menuju kepada kepastian dan keadilan. 37 Dalam rangka pembentukan perundang-undangan dalam era Indonesia yang sedang membangun, perlu diprioritaskan pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang-bidang
34
Akses internet terakhir dikunjungi tanggal 4 Juli 2015, http://shidarta-articles.blogspot. com/2012/05/teori-hukum-integratif-dalam-konstelasi.html, Shidarta, Teori Hukum Integratif dalam Konstelasi Pemikiran Filsafat Hukum (Interpretasi atas sebuah "Teori Rekonstruksi"), mengulas dan mengkritisi pemikiran Mochtar Kusumaatmadja tentang Teori Hukum Pembangunan. Hukum sebagai alat pembaruan dalam masyarakat yang sedang membangun itu dapat pula merugikan, sehingga harus dilakukan dengan hati-hati. Oleh sebab itu penggunaan hukum itu harus dikaitkan juga dengan segi-segi sosiologi, antropologi dan kebudayaan. Artinya hukum dalam masyarakat yang sedang membangun perlu mempelajari hukum positif dengan spektrum ilmu-ilmu sosial dan budaya. Fungsi hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat sebagaimana dimaksudkan oleh Mochtar, dapat dikategorikan ke dalam fungsi hukum sebagai social control, sementara fungsi yang disebutnya lebih baru adalah fungsi hukum sebagai social engineering. Fungsi pertama adalah fungsi yang lebih mempertahankan status quo di dalam kehidupan masyarakat, yang oleh Mochtar dianggap tidak cukup memadai untuk mengakomodasi kebutuhan bangsa Indonesia yang sedang membangun. Fungsi social engineering, yang kemudian diindonesiakan menjadi “pembaharuan masyarakat” dipandang sebuah tawaran yang lebih tepat guna melengkapi fungsi konvensional tersebut. 35 Ibid. 36 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Op.Cit., hal 21. 37 Shidarta , Loc.Cit.
hukum yang netral (tidak sensitif). Mochtar mengusulkan agar inisiator undang-undang lebih mendahulukan pembentukan undang-undang yang netral daripada yang non-netral. 38 Pembentuk undang-undanglah sebagai motor untuk tercapainya tujuan itu. 39 Sistem hukum harus menunjukkan peran sebenarnya sebagai parameter kepastian dan keadilan (justice) dalam masyarakat. Melihat kepada kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa turut menyebabkan timbulnya suatu perubahan dalam masyarakat seperti perubahan dalam bidang ekonomi. 40 Di sini hukum memiliki daya paksa sebagai alat memitigasi (mensyahkan) dan sebagai alat kontrol sosial (social control) 41 dan fungsi social engineering atas perubahan yang terjadi di masyarakat. Hukum digunakan sebagai sarana pembaharuan ini dapat berupa undang-undang dan yurisprudensi atau kombinasi keduanya, namun di Indonesia lebih menonjol adalah tata perundangan. 42 Hukum bukan atau bukan hanya peraturan yang mengatur pengadilan memutus atau harus memutus perselisihan. Hukum adalah peraturan yang mengatur manusia pada kenyataannya berbuat. 43 Max Weber menyebutkan perbuatan manusia harus ditentukan oleh ide tentang suatu tata peraturan yang valid yaitu cara pandang yang sama sebagaimana ilmu hukum normatif memandang hukum. 44 Berkaitan dengan teori hukum pembangunan tersebut, masih ada pendapat yang meragukan, apakah hukum mampu untuk melakukan perubahan yang diinginkan yaitu sebagai “sarana” pembaharuan masyarakat Indonesia. Untuk itu diperlukan sebuah teori yang secara 38
Ibid. Lihat Dalam keaneka ragaman sistim hukum tersebut sulit untukmenciptakan suatu unifikasi hukum di Indonesia secara keseluruhan.Unifikasi bisa dilakukan pada bidang-bidang hukum yang netral, seperti ekonomi, perdagangan; perburuhan, pidana. 39 Ibid. 40 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Op.Cit., hal 109. 41 Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, (Medan, Kelompok Studi Hukum Dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1992) hal 78. 42 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta, Prenada Media, 2005), hal 21. 43 Hans Kelsen (alih bahasa : Somardi), General Theory Of Law And State :Teori Umum Hukum dan Negara (Jakarta, Bee Media Indonesia, 2007) hal 31. 44 Ibid, hal 218.
rasional mampu mendukung dan memberikan jawaban terhadap undang-undang yang dapat memenuhi unsur kepastian dan keadilan. Pemikiran tersebut menjadi dasar bagi peneliti untuk menggunakan konsep economics analysis of law sebagai middle-range theory yaitu menggunakan prinsip-prinsip ilmu ekonomi 45 dalam menganalisis permasalahan hukum. Perhitungan rasional ilmu ekonomi membantu mewujudkan kalimat abstrak dalam hukum menjadi sebuah logika yang nyata dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Logika dimaksud adalah unsur kepastian dan keadilan diterjemahkan dalam perhitungan kwalitatif yang dipercayai dalam ilmu ekonomi. Dalam economics analysis of law Richard A. Posner yang menggunakan konsep-konsep mikro ekonomi terhadap masalah-masalah hukum. Menurut Richard A.Posner, “The requirement that law must treat equals equally is another way of saying that the law must have a rational structure, for to treat differently things that are the same is irrational. Economic theory is a system of deductive logic: When correctly applied , it yields results that consistent with one another. Insofar as the law has an implicit economic structure, it must be rational; it must treat like cases alike”. 46Analisis ekonomi menentukan pilihan dalam kondisi kelangkaan (scarcity). Dalam kelangkaan ekonomi diasumsikan bahwa individu atau masyarakat akan atau harus berusaha untuk memaksimalkan apa yang mereka ingin capai dengan melakukan sesuatu sebaik mungkin dalam keterbatasan sumber dalam hubungannya dengan positive analysis dari hukum. 47 Analisis akan bertanya bila kebijakan (hukum) tersebut dilaksanakan, prediksi apa yang dapat kita buat yang mempunyai akibat ekonomi. Pada prinsipnya dipercayai bahwa hukum sudah
45
Ibid, hal 109. Richard A.Posner, The Economics Of Justice, (United States Of America : Harvard University Press, 1983) hal 75. 47 Darminto Hartono, Darminto, Economic Anaysis of Law Atas putusan PKPU Tetap, (Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Hukum Lembaga Study Hukum dan Ekonomi, 2009), hal 17. 46
tidak memadai untuk menyelesaikan berbagai kasus yang muncul akibat berkembangnya transaksi moderen dan hal itu adalah kenyataan yang terjadi di masyarakat. Richard A.Posner dalam bukunya ”Economic Analysis Of Law” dan “Frontiers Of Legal Theory” menawarkan solusi hukum dengan parameter rasional perhitungan kwantitatif ilmu ekonomi atau lebih dikenal dengan teori Pareto Cost Eficiency atau disebut juga dengan teori efisiensi. Ketika hukum tidak menjawab penyelesaian kasus hukum, alternatif penyelesaian hukum dapat dibantu dengan perhitungan rumus-rumus ekonomi.
Pareto Cost Eficiency
merupakan pilihan rasional untuk mengalokasikan sumber daya yang paling menguntungkan. Dalam analisis ekonomi, efisiensi dalam hal ini difokuskan kepada kriteria etis dalam rangka pembuatan keputusan-keputusan sosial (social decision making) yang menyangkut pengaturan kesejahteraan masyarakat. 48 The pareto approach may seem to offer a solution to the problem of measuring satisfaction. A change is said to be pareto superior if it makes at least one person better off and no one worse off. Such a change by definition increases the total amount of (human) happiness in the world. The advantage of the pareto approach is that it requires information only about marginal and not about total utilities. And there seems ready at hand an operational device for achieving pareto superiority, the voluntary transaction, which by definition makes both parties better off than they were before. 49 Economic analysis of law yang dipergunakan adalah mikro ekonomi. Dalam analisis mikro ekonomi perusahaan yang masih feasible dalam arti penghasilannya (revenue) masih berada diatas biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang umumnya selalu konstan dan biaya variabel (variabel cost) yaitu biaya yang umumnya berubah-ubah sesuai dengan volume bisnis yaitu biaya yang diakibatkan selisih kurs . Penggabungan keduanya biaya tersebut disebut sebagai total biaya (total cost). Perhitungan tingkat efisiensi dari penerapan sebuah peraturan
48
Richard A. Posner, Economic Analysis of Law, Ed. 4, (Boston : Little Brown & Company, 1992), hal 13. Ibid., hal 55.
49
transaksi derivatif valuta asing dalam kaitannya dengan lindung nilai (hedging) dapat ditunjukkan oleh gambar kurva berikut ini : Gambar 1 : Kurva Penerimaan dan Biaya
Sumber : Darminto Hartono, ”Economic Anaysis of Law Atas putusan PKPU Tetap”
Keterangan : Perusahaan memiliki struktur biaya tetap (fixed cost) ditulis dengan simbol garis ”FC”. Selain biaya tetap perusahaan memiliki biaya variabel (variabel cost) ditulis dengan simbol garis ”TVC”, Penjumlahan total dari keduanya memunculkan total biaya (total cost) ditulis dengan simbol garis ”TC”. Apabila perusahaan memiliki garis penerimaan ”TR”diatas garis ”TC” artinya perusahaan masih memperoleh keuntungan atau laba. Gambar 1 adalah kurva yang menggambarkan keuntungan dan biaya (profit and loss) yang terjadi di perusahan disebabkan ketidakpastian kurs mata uang negara yang menganut sistem mata uang mengambang bebas (free floating rate system). Risiko akibat ketidak-pastian (uncertainty) dari nilai mata uang dolar dibandingkan dengan rupiah membawa ketidakpastian terhadap laba bersih (net profits) perusahaan. Penerimaan (revenues) yang akan diterima dan
biaya (cost) yang akan dibebankan tidak dapat diprediksikan. Keputusan yang rasional dapat diambil dalam ketidakpastian nilai tukar adalah dengan memperhitungkan biaya variabel yang muncul dari nilai tukar antara dolar dan rupiah. Dengan mengetahui biaya variabel yang akan muncul, perusahaan dapat memperhitungkan kemungkinan keuntungan yang akan diterima (probabilities of expected profits). Diperlukan pengalokasian tindakan
yang mendukung keputusan yang dapat
memaksimalkan efisiensi melalui peraturan tentang transaksi derivatif valuta asing. Keputusan yang dianggap paling efisien adalah yang memberikan manfaat dan keuntungan bagi masyarakat, bank, dan pemerintah. Dengan demikian filosofi yang disampaikan Richard Posner tentang tujuan dari Pareto Cost Eficiency yaitu “makes both parties better off than they were before dapat dicapai”. Keputusan rasional dicapai berdasarkan perhitungan profit and loss dari asumsi perbandingan antara perusahaan melakukan lindung nilai (hedging) dan yang tidak melakukan lindung nilai atas kewajiban pembayaran utang valuta asing dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Keberadaan transaksi lindung nilai adalah sebuah dimensi perubahan dalam masyarakat yang perlu dijaga kepentingannya. Diperlukan perubahan hukum, sesuai dengan adanya teori perubahan masyarakat harus diikuti oleh perubahan hukum. Hukum berkembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 50 Sejalan dengan itu pula muncul dilema yang mempertanyakan tentang nilai kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan umum, masyarakat maupun pribadi manusia. Asumsi sementara, hukum positif yang ada belum memberi perlindungan yang cukup, dengan kata lain sistem hukum transaksi derivatif valuta asing khususnya lindung nilai belum memadai. Diperlukan hukum yang mampu memberi perlindungan bagi masyarakat moderen.
Dalam perlindungan terhadap para pihak dalam transaksi derivatif valuta asing
diperlukan nilai-nilai keadilan. Untuk mencapai keadilan diperlukan aturan yang jelas sebagai 50
Tan Kamello, Op.Cit., hal 18.
batasan melihat perapan aturan yang paling membawa manfaat bagi semua stakeholder dengan pertimbangan aturan yang paling efisien. Diperlukan kerjasama sosial dan keterlibatan institusi negara untuk mengatur transaksi derivatif valuta asing yang mengandung unsur keadilan yang tercermin dari hak dan kewajiban para pihak yang muncul dari hubungan sosial Richard A.Posner mengaitkan economic of law dengan teori
keadilan (a theory of
justice). Posner mengutip pandangan John Raws tentang keadilan (justice) sebagai berikut : ”I use justice in approximately the sense of John Rawls. For us the primary subject of justice is the basic structure of society, or more exactly , the way in which the major social institutions distribute fundamental rights and duties and determine the division of advantages from social cooperation. By major institutions I understand the political constitution and the principle economic and social arrangement.” 51 Menyambung uraian tersebut sebagai limited theories peneliti mengutip teori keadilan (a theory of justice) yang dikemukakan Jhon Rawls, bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan. Ada prosedur-prosedur berfikir untuk menghasilkan keadilan. 52 Keadilan menurut Rawls pada dasarnya merupakan sebuah fairness, atau yang ia sebut pure procedural justice. Salah satu bentuk keadilan sebagai fairness adalah memandang berbagai pihak dalam situasi awal sebagai rasional dan sama-sama netral. 53 Namun sebuah masyarakat yang memenuhi prinsip-prinsip keadilan sebagai fairness menjadi dekat dengan sebuah masyarakat skema sukarela, sebab ia memenuhi prinsip-prinsip di mana orang-
51
Richard A. Posner, The Economic of Justice, Op.Cit., hal vii. John Rawls, Ringkasan pemikiran John Rawls dalam “Theory Of Justice”, (Medan, Tugas Mahasiswa S3 USU tahun 2009 : Mata Kuliah Teori Ilmu Hukum) hal 1. 53 John Rawls, A Theory of Justice (Teori Keadilan), (Cambridge, Massachusetts : Harvard University Press, 1995) hal 15. 52
orang yang bebas dan setara bisa setuju di dalam situasi yang fair. Dalam perngertian ini, para anggotanya adalah otonom dan kewajibannya mereka anggap sukarela. 54 Dari gagasan itu, teori keadilan Rawls mengaksentuasikan pentingnya suatu prosedural yang adil dan tidak berpihak yang memungkinkan keputusan-keputusan politik yang lahir dari prosedur itu mampu menjamin kepentingan semua orang (both parties better off). Lebih jauh, fairness menurut Rawls berbicara mengenai dua hal pokok, pertama, bagaimana masing-masing dari kita dapat dikenai kewajiban, yakni dengan melakukan segala hal secara sukarela persis karena kewajiban itu dilihat sebagai perpanjangan tangan dari kewajiban natural (concept of natural law) untuk bertindak adil, kedua, mengenai kondisi untuk apakah institusi (dalam hal ini negara) yang ada harus bersifat adil. Itu berarti kewajiban yang dituntut pada institusi hanya muncul apabila kondisi yang mendasarinya (konstitusi, hukum, peraturan-peraturan dibawahnya) terpenuhi. 55 Selain itu dengan prakondisi bahwa keberadaan OJK dan BI sebagai otoritas moneter dapat menjadi penyeimbang antara kepentingan masyarakat, bank dan pemerintah maka teori John Rawl tentang keadilan dapat dipakai sebagai pisau analisis. Dalam memajukan teori keadilan peneliti berasumsi bahwa solusi yang tepat akan muncul dengan memunculkan nilai-nilai keadilan (fairness) dalam penyelesaian masalah yang akan timbul dari transaksi derivatif valuta asing. Dengan demikian nasabah selaku pemakai jasa produk perbankan, dan bank selaku penyedia jasa perbankan akan menemukan jalan keluar yang baik dengan dukungan peraturan yang selaras dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang memanfaatkan produk bank dalam transaksi derivatif valuta asing sebagai lindung nilai. Transaksi derivatif valuta asing adalah inovasi keuangan yang menyebabkan pergeseran kebiasaan tradisional ke moderen. Di dasari berbagai kasus yang timbul dalam bidang transaksi
54
Ibid. Ibid.
55
derivatif valuta asing. Peneliti mengamati, mengumpul bahan dari berbagai sumber, menyimpulkan dan memberi respond ilmu hukum dalam menjawab perkembangan transaksi derivatif valuta asing dalam rangka lindung nilai. Diperlukan aturan hukum yang memberikan perlindungan hukum untuk menopang perkembangan transaksi derivatif valuta asing yaitu mengamankan hubungan segitiga yang melibatkan kepentingan nasabah, bank, dan pemerintah. Oleh karena ini, para ahli hukum, pemerhati hukum harus terlibat untuk memberikan pemikiran hukum atas berkembangnya transaksi derivatif valuta asing. Hukum harus kembali kepada porsinya untuk memberikan perlindungan masyarakat dalam hal ini adalah nasabah dan bank melalui kepastian hukum. 56 Untuk mendapatkan atau mempertahankan kepercayaan masyarakat, pemerintah perlu membuat berbagai peraturan mengenai industri perbankan baik melalui peraturan langsung maupun (direct regulation) maupun peraturan tidak langsung (indirect regulation). 57 Untuk menciptakan perbankan yang sehat harus dilakukan pendekatan yang terdiri dari tiga pilar, yaitu pengawasan, internal governance dan disiplin pasar. Pendekatan ini harus dilakukan karena pengawasan tidak akan mampu berpacu dengan kecepatan liberalisasi, globalisasi dan kemajuan teknologi pada instrumen keuangan. Dengan demikian pengawasan harus melengkapi dengan disiplin internal dan eksternal dari bank. 58 Alasan tersebut mendasari disertasi ini untuk menganalisis kembali dan mencari terobosan agar penerapan prudential banking principles sejalan dengan market conduct dalam transaksi foreign exchange derivative dapat memberi
56
Menurut Sudikno Mertokusumo, Kepastian hukum muncul ketika aturan hukum telah ada dan hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan tidak ada hukumnya dalam bahasa latin disebut Ius Curia Novit artinya hakim dianggap tahu akan hukumnya atau pengadilan mampu bertindak mengadili Bab-Bab Penemuan Hukum, Sudikno Mertokusumo, (Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1993) hal 33. 57 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank (Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan Di Indonesia) (Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana, 2002), hal 10. 58 Ibid, hal 16.
perlindungan kepada pelaku pasar yaitu bank dan nasabah dan secara tidak langsung membawa dampak kestabilan moneter. Di sini pemerintah harus berperan dalam melindungi nasabah dan bank. Fungsi utama pemerintahan adalah untuk menegakkan keadilan, atau untuk melindungi hak setiap orang. Pemerintah boleh saja ikut campur tangan menyangkut hal milik pribadi seseorang demi menjamin suatu distribusi ekonomi yang sama bagi semua orang, atau dalam kontek sumbangsihnya bagi kepentingan bersama. 59 Perlindungan yang seimbang terhadap bank dan nasabah dalam transaksi derivatif valuta asing perlu memperhatikan dan melindungi haknya baik dari segi manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan semua pihak. Landasan utama dari setiap transaksi komersial adalah prinsip iktikad baik dan transaksi jujur 60.
1. Kerangka Konseptual Konseptual 61 berasal dari kata konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal khusus, yang disebut dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran
59
Yunus Husein, Rahasia Bank (Privasi versus kepentingan umum) (Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana, 2003), hal 31. 60 Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturahman Djamil, Soenandar, Taryana, Kompilasi Hukum Perikatan (Dalam Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna bakti Usia 70 Tahun Prof.Dr. Mariam Darus Badrulzaman), (Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2001) hal 167. 61 Konseptual dalam bahasa Inggris berasal dari kata benda Concept atau conception artinya pengertian, gambaran. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta, Gramedia, 1995) h.135. Sedangkan Conceptual adalah kata sifat yang berarti yang berhubungan dengan pengertian.61 Lebih lanjut dalam black’s law dictionary memberi pengertian Conception is a plan, idea, thought or design, “conception of invention is formation in mind of inventor of definite and permanent idea of complete and operative invention as it is thereafter to be applied in practice”.61 (konsep adalah sebuah rencana, ide, pemikiran atau pola/model “ penemuan konsep adalah pembentukan (formasi) dalam pikiran penemu yang mendefenisikan dan memberi ide secara permanen dan berlakunya penemuan tersebut kemudian diaplikasikan dalam praktik). Henry Cambell Black, Op.Cit., hal 289.
mendua (dubius) dari suatu istillah yang dipakai. 62 Konsepsi adalah suatu bagian yang terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak dan realitas. 63 Oleh karena itu untuk mencegah perbedaan penafsiran (interpretatie) 64 atas terminologi yang digunakan dalam disertasi ini, perlu dijelaskan defenisi operasional dari beberapa terminologi sebagai berikut : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 65 Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 66 Biaya tetap (fixed cost) adalah semua pengeluaran yang tidak berubah terlepas dari perubahan tingkat aktivitas. Sebagai contoh, sewa tempat usaha, biaya kredit. 67 Biaya Variabel adalah biaya yang berubah-ubah bergantung pada perubahan output. Sebagai contoh biaya tenaga kerja, bahan baku, perubahan kurs mata uang. 68 Bisnis adalah suatu urusan atau kegiatan dagang, industri, keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang dan jasa. 69
62
Tan Kamello, Op.Cit., hal 30. Ibid 64 Interpretatie disebut juga interprestasi atau penafsiran. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1979) hal. 65. 65 Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992. 66 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan 67 Ciaran Walsh, Key Management Ratios, (Jakarta, Esensi Erlangga Group, 2012), hal 210. 68 Ibid 69 Abdurrahman, A.Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta, PT.Pradnja Paramita, 1991) hal 150. 63
Derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi acuan pokok atau juga produk turunan (underlying product), daripada memperdagangkan atau menukarkan secara fisik suatu asset atau suatu nilai disuatu masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. 70 Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional. 71 Economic analysis of law adalah mempergunakan prinsip-prinsip ekonomi untuk menganalisa persoalan-persoalan hukum. 72 Lalu Lintas Devisa adalah perpindahan aset dan kewajiban financial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 73 Lindung Nilai (hedging) adalah cara atau teknik untuk mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar keuangan. 74 Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. 75 Nasabah debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. 76
70
Wikipedia bahasa Indonesia, Insiklopedia bebas. Ibid, Pasal 1 angka 2 72 Richard Posner, Economic Analysis of Law, Op.,Cit., hal 3. 73 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai 71
Tukar. 74
Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/ 8 / PBI/ 2013 Tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank 75 Pasal 1 angka 16 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992. 76 Ibid, Pasal 1 angka 18
Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagai dimaksud dalam undang-undang yang berlaku. 77 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK,adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,yang mempunyai fungsi, tugas,dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,dan penyidikan. 78 Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 79 Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 80 Prudential banking principles adalah prinsip kehati-hatian bank dalam menjalankan usahanya. Sistem Nilai Tukar adalah sistem yang digunakan untuk pembentukan harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing. 81 Structured Product adalah produk yang merupakan kombinasi berbagai instrumen dengan transaksi derivatif valas terhadap rupiah. Tujuannya mendapatkan tambahan income (return enchancement) yang dapat mendorong transaksi pembelian dan/atau penjualan valas terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan rupiah. 82 Transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian tukar menukar pembayaran yang nilainya tergantung pada-diturunkan dari-nilai asset, tingkat referensi atau indeks. Saat ini, transaksi derivatif terdiri dari sejumlah acuan pokok (underlying) yaitu suku 77
Pasal 1 angka 17 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992. 78 Ibid., Pasal 1 angka 1 79 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia 80 Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No 7 Tahun 1992. 81 Ibid, Pasal 1 angka 4 82 Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia 10/37/PBI/2008.
bunga (interest rate), kurs tukar (currency), komoditas (commodity), ekuitas (equity) dan indeks (index) lainnya. Menurut para dealer dan penggunaan akhir (end user) fungsi dari suatu transaksi derivatif adalah untuk melindungi nilai (hedging). 83 Transaksi Lindung Nilai adalah transaksi yang dilakukan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka memitigasi risiko atau melindungi nilai suatu aset, kewajiban, pendapatan, dan/atau beban Nasabah terhadap risiko fluktuasi nilai mata uang di masa yang akan datang. 84 Transaksi Lindung Nilai Beli adalah transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai oleh Nasabah kepada Bank. 85 Transaksi Lindung Nilai Jual adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah dalam rangka Lindung Nilai oleh Nasabah kepada Bank. 86 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap rupiah dalam bentuk : a.transaksi spot, termaksud transaksi yang dilakukan dengan valuta today dan atau tomorrow; b. transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 87 Underlying Transaksi adalah kegiatan yang mendasari pembelian atau penjualan valuta asing terhadap Rupiah. 88
G. Metode Penelitian Setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian 89. Metode merupakan cetak 83
Edi Broto Suwarno., Loc.Cit. Op.,Cit, Penjelasan Pasal 1 angka 4 85 Ibid, Pasal 1 angka 5 86 Ibid, Pasal 1 angka 6 87 Pasal 1 angka (2) Peraturan Bank Indonesia 10/37/PBI/2008 88 Pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing 84
biru (blue print) penelitian dan menjadi bagian yang penting dari penelitian ini, untuk menjawab permasalahan, tujuan, kegunaan dan menguji teori yang ditulis pada penelitian disertasi ini. Penelitian ini bersifat kwalitatif artinya menganalisa mikro ekonomi dengan menggunakan teori economic analysis of law.
1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian 90 dalam disertasi ini adalah suatu diuraikan yang disampaikan secara terperinci dengan menggunakan syarat-syarat dari suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah diartikan sebagai suatu metode yang bertujuan untuk memperlajari suatu atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta-fakta tersebut. 91 Kajian penelitian ditulis berdasarkan kepada hukum yang terkait dengan praktik transaksi derivatif valuta asing di Indonesia terutama berasal dari pustaka hukum, peraturan perundangundangan, putusan hukum, dokumen-dokumen, brosur-brosur, booklet, internet. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. 92 Dengan demikian penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematis dan
89
Jujun S.Suria Sumantri, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan) hal 328. Secara etimologi spesifikasi berasal dari bahasa Inggris “specific” kelompok kata sifat yang berarti berhubungan dengan sesuatu yang bersifat khusus. Spesific is relating to one particular thing, AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, (New York, Oxford University Press, 1987) hal 828. Bandingkan : “Specification” adalah kelompok kata benda yang berarti perincian atau syarat. Contoh pengunaan kata “specification”, “built to specification” artinya dibangun menurut perencanaan yang terperinci, atau memiliki arti syarat atau perincian dalam “specification of a contract” dapat diterjemahkan dalam arti “perincian dari syaratsyarat suatu kontrak”. John M. Echols dan Hassan Shadily, Op.Cit., hal 544. 91 Soerjono Soekanto . Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal 2. 92 Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Ibid., hal 42. 90
pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan. 93 Disertasi ini memakai metode penelitian hukum normatif. Data yang dipergunakan dalam menyusun disertasi ini dikumpulkan dari dukungan data sekunder baik berupa bahan primer, sekunder maupun tertier 94 yaitu berupa konsep, doktrin, perundang-undangan, yurisprudensi dan kedah hukum yang terkait dengan penelitian ini. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi perundang-undangan yang berlaku. 95 Penelitian perpustakaan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang menunjang keakuratan data yang dikumpulkan dengan pertimbangan : Pertama, Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, khususnya dalam keterkaitan antara hukum, bisnis perbankan dibidang transaksi derivatif valuta asing. Kedua, pengumpulan data dilakukan dengan studi perpustakaan berupa ; buku, peraturan perundangan undangan yang berlaku, majalah, artikel, tabloit, surat kabar, internet dan studi terhadap semua dokumen yang
93
Ibid., hal 43. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari (untuk Indonesia), a.norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, b. Peraturan dasar, i. Batang tubuh UUD 45, ii. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, c. Peraturan Undang-Undang : i. Undang-Undang dan Peraturan yang setaraf, ii. Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf, iii. Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf, vi. Keputusan menteri dan peraturan yang setaraf, v. Peraturan-peraturan daerah, d. bahan hukum yang terkodefikasi misalnya hukum adat, Yurisprudensi, e. Traktat, Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, seperti misalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang merupakan terjemahan yang secara yuridis formil bersifat tidak resmi dari Wetboek van Strafrecht). 2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, Undang-Undang , hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. 3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks komulatif, dan seterusnya. Ibid., hal 52. 95 Ronitijo Soemitro, Methodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Semarang, Ghalatia Indonesia, 1988), hal 11. 94
berkaitan dengan penelitian. Ketiga, studi perpustakaan tersebut tidak terbatas pada bahan-bahan hukum yang ada di Indonesia tetapi juga dibandingkan dengan aturan bahan-bahan hukum luar negeri tentang yurisprudensi kasus derivatif valuta asing di Amerika Serikat. Selain itu untuk memperkaya khasanah, maka bahan baku pembanding juga termaksud didalamnya bahan-bahan pembanding tambahan dari internet yang terkait perbandingan bidang hukum dan transaksi derivatif valuta asing. Penelitian perpustakaan dilakukan sebanyak mungkin untuk mengumpulkan data dan teori yang berkaitan dengan pengumpulan pendapat, konsep para ahli yang lebih dahulu melakukan penelitian atau tulisan lebih dulu yang berkenaan dengan kaitan hukum dan Transaksi derivatif valuta asing. Penelitian juga memasuki tahap-tahap awal hubungan antara bank dan nasabah dalam bentuk kontrak baku 96 transaksi derivatif valuta asing, kemudian akan dilanjutkan dengan kajian mendalam segala peraturan terkait, berusaha menemukan kelemahan dan kelebihan hukum positif berupa norma-norma hukum dalam rangka menemukan solusi bila terjadi masalah dalam transaksi derivatif valuta asing. Meskipun bukan yang utama bahan perpustakaan tersebut kemudian akan dilengkapi dengan wawancara kepada pejabat bank yang kompeten yang terkait dengan transaksi derivatif valuta asing. Tujuan utama adalah menditeksi permasalahan yang timbul dan sebagai saluran untuk mengkonfirmasi data terkait derivatif valuta asing. Disamping itu peneliti juga akan mengadakan diskusi dan wawancara dengan para pakar yang ahli dibidang perbankan yang memahami derivatif valuta asing, dan para praktisi untuk meminta pandangan-pandangan yang berkenaan dengan penelitian.
96
In the complex structure of modern society the devise of the standard form contract has become prevalen and pervasive. Cheshire, Fifoot and Furmston, Law Of Contract,(London : Butterworths, 1985) hal 22.
Semua data di atas akan digabung dan disarikan dengan pengetahuan dan pengalaman peneliti selaku praktisi perbankan sejak tahun 1996. Juga pengalaman dari komunitas perbankan yang menangani organisasi Persatuan Bank-Bank Umum Nasional Daerah Sumatera Utara (Perbanas Sumut) selaku Mantan Ketua Umum sejak tahun 2009. Dengan demikian informasi dari hasil diskusi antar komunitas perbankan berkaitan dengan penelitian ini, dapat dimaksimalkan.
2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam disertasi ini adalah pendekatan hukum normatif
97
yang bersifat kwalitatif. Menganalisa mikro ekonomi pada neraca perusahaan
dengan memberikan asumsi dan menarik kesimpulan menggunakan economic analysis of law berdasarkan banyak skenario transaksi derivatif valua asing. Dengan metode tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari perbandingan terhadap peraturan yang telah ada menyangkut pemberlakuan derivatif dalam rangka lindung nilai (hedging). Penelitian ini bersifat kwalitatif dengan menganalisa berbagai putusan pengadilan kasus derivatif valuta asing terutama kasus structured product derivative. Kemudian semua bahanbahan penelitian yang dikumpulkan, selanjutnya dilakukan penelitian dengan pendekatan multi entry yang bersifat yuridis normatif yaitu diawali dengan inventarisasi semua peraturan dan perundangan-undangan yang dapat dijadikan alas aturan yang berkaitan dengan transaksi derivatif valuta asing.
97
Lihat Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah hukum pada Majalah Akreditasi (Medan: Fakultas Hukum USU, 18 Pebruari 2003), “Bismar Nasution menggambarkan penelitian normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan.
Penggunaan economic analysis of law dalam penelitian ini berupa menganalisis skenario keuangan yaitu cost and benefit analysis dengan menggunakan asumsi neraca keuangan perusahaan dalam berbagai tingkat risiko yang konservatif akibat ada atau tidak adanya lindung nilai (hedging) dalam kontak derivatif valuta asing, skenario tersebut antara lain : pertama, skenario perusahaan melakukan hedging menggunakan kontrak forward (forward transaction). Seluruh pendapatan nasabah dalam rupiah dan kewajiban utang dalam valuta asing. kedua, skenario perusahaan tidak melakukan hedging (non hedging). Seluruh pendapatan nasabah dalam rupiah dan kewajiban utang dalam valuta asing. Penelitian ini juga mengambil secara acak sebanyak 6 kasus derivatif valuta asing dalam bentuk structured product yang menjadi perkara besar untuk mewakili perkara derivatif lainnya antara lain : 1. Perkara “PT Toba Surimi Industries (Surimi) vs The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd (HCBC)” 2. Perkara Nomor. 3162 K/Pdt/2011 ” PT.Gunung Bintan Abadi vs PT.Bank Cimb Niaga, Tbk” 3. Perkara Nomor 859 K/Pdt/2013 ”Standard Charteded Bank vs PT. Nubika Jaya” 4. Perkara No : 398/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel “PT Citoputra Indoprima vs PT. Cimb Niaga Tbk (dhl. PT. Bank LIPPO Tbk)” 5. Perkara No.708 K/Pdt.Sus/2009 ”PT.Bank Danamon Indonesia Tbk Dengan PT.Esa Kertas Nusantara” 6. Perdamaian antara ”PT.Permata Hijau Sawit dengan Citi Bank N.A Jakarta Branch”
3. Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Indonesia dengan mengambil studi kasus putusan pengadilan dalam kasus derivatif valuta asing antara lain sengketa structured product.
4. Alat Pengumpul Data Berbagai alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau studi kepustakaan, pengamatan atau observasi yang dilengkapi dengan data sekunder wawancara atau interview seperlunya. 98 Untuk itu, maka dilakukan pengumpulan data sekunder yakni dengan menelaah berbagai buku hukum atau tulisan ilmiah, yurisprudensi, majalah, koran, internet dan lain-lain referensi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini. 99
5. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 100 Penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif dan induktif. Selain itu juga menggunakan analisa umum dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh secara sistematis dan penguraian . 101
98
Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal 21. Sutrisno, Tinjauan Penyelesaian Kredit Macet UKM di Bank Danamon Cabang Iskandar Muda Medan, (Medan, Tesis Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan USU, 2007) hal 65. 100 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 1994, hal 103. 101 Runtung Sitepu, Diktat Perkuliahan Metode Penelitian Hukum, (Medan, Magister Kenotariatan USU, 2004), hal 2. 99
SKEMA : METODE PENELITIAN
a. Spesifikasi Penelitian • Penelitian ini diarahkan kepada penggabungan penelitian hukum normatif dan dilengkapi penelitian hukum di lapangan. yang ditujukan kepada kasus-kasus produk derivatif (studi kasus : Structure Product)
b. Metode Pendekatan • Metode penelitian ini menitik beratkan pada kajian hukum dengan dukungan pendekatan multi entry atau multi-displin ilmu. Meliputi: hukum, sosiologi, filsafat dan bidang ekonomi menggunakan economic analysis of law
Metode Penelitian
c. Lokasi dan Objek Penelitian • Lokasi : di Indonesia terhadap perkara derivatif valuta asing yang pernah terjadi di tahun 2009 • Objek Penelitian : UU, Peraturan Bank, Bank dan Nasabah transaksi derivatif valuta asing, Putusan Pengadilan
d. Alat Pengumpulan Data • Berbagai alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, pengalaman dan data sekunder tambahan wawancara atau interview
e. Analisis Data • Penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif – induktif. Selain itu juga menggunakan analisa umum dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh secara sistematis dan penguraian perhitungan efisiensi menggunakan teori mikro economic analysis of law
H. Asumsi Berdasarkan perumusan masalah yang penulis majukan, maka penulis memberikan beberapa asumsi untuk menjawab permasalahan tersebut yaitu : Kasus kontrak derivatif valuta asing di Indonesia merupakan imbas dari krisis ekonomi dunia pada tahun 2008, yang menyebabkan melemahnya kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing lain terutama mata uang dolar Amerika (USD). Kontrak transaksi derivatif valuta asing (foreign exchange derivative) yang awalnya dipergunakan sebagai lindung nilai (hedging), namun pada akhirnya diketahui sebagai produk spekulatif yang sering disebut sebagai structured product. Nasabah merasa dirugikan dan melakukan gugatan karena merasa telah
terjadi
penyalahgunaan keadaan (“misbruik van omstandigheden”–“undue influence”) 102. Penerapan sistem devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang menjadikan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat berfluktuatif (volatilitas yang tinggi). Penerapan prudential banking principles yang terkait dengan transaksi derivatif valuta asing (foreign exchange derivative) yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang bersifat makro dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bersifat mikro, wajib dipenuhi bank dan dimasukkan dalam peraturan internal tiap-tiap bank yang disebut dengan Standart Operation Prosedur (SOP) tetapi perlu diingat SOP tidak mengikat secara publik. Transaksi derivatif valuta asing adalah sebuah kenyataan yang timbul dari rekayasa keuangan (financial engineering) . Transaksi tersebut telah diterima dalam praktek bisnis perbankan, namun sengketa derivatif berulang di Indonesia. Bagi nasabah yang mengkonsumsi 102
Lihat Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta : Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, 2003) hal 19. Di Negara-negara common law ajaran penyalahgunaan keadaan telah dikenal dalam dokrin equity. Dalam kasus Lloyds Bank v. Bundy . Lord Denning MR mencoba menunjukkan bahwa penyalahgunaan keadaan bukanlah dokrin yang benar-benar berdiri sendiri . Dokrin ini sebenarnya perluasan power of equity bagi pengadilan untuk mengintervensi suatu perjanjian yang didalamnya terdapat suatu penyelahgunaan posisi yang tidak seimbang diantara para pihak. Equity adalah doktrin yang membolehkan hakim untuk membuat suatu putusan yang didasarkan pada asas kepatutan, persamaan hak, hak moral, dan hukum alam.
produk-produk bank seringkali tidak memahami risiko yang terkandung dalam produk yang ditawarkan . Kondisi seperti ini menyebabkan timbulnya sengketa antara bank dengan nasabah 103. Untuk itu diperlukan sebuah kajian mendalam terhadap peraturan yang telah ada maupun yang akan ada dengan menggunakan economic analysis of law sebagai indikator bagi regulator untuk menjadikan aturan privat menjadi kebijakan publik demi tercapainya keseimbangan kepentingan yang diterjemahkan dengan pengertian efisiensi.
I. Sistimatika Penulisan Penulisan disertasi ini dibuat dalam lima bab yang terkait antara satu dengan lainnya dalam rangkaian sebagai berikut : Bab I : Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang pemilihan judul disertasi. Dikemukakan sebuah tesis statement, yaitu banyaknya kasus yang muncul akibat transaksi derivatif valuta asing (foreign exchange derivative) yang mengindikasikan adanya hal yang perlu diteliti. Diharapkan hasil penelitian menemukan sesuatu yang baru (something new) terkait dengan peraturan tentang transaksi derivatif valuta asing yaitu lindung nilai. Penelitian dilakukan melalui tahap dan sistimatika penelitian dimulai dari latar belakang dan alasan pemilihan judul penelitian, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kegunaan penelitian, teori dan konsep yang dipakai sebagai pisau analisis, metode penelitian dan asumsi. BAB II : Menjelaskan teori, literatur dan konsep tentang pengertian transaksi derivatif dan kontrak derivatif valuta asing di Indonesia. Menguraikan tentang praktek transaksi bisnis dalam kontrak derivatif valuta asing di Indonesia menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Kontrak dalam transaksi derivatif belum dikenal dalam Kitab Undang-
103
Bismar Nasution, Sketsa Hukum Perjanjian, (Medan : Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009) hal 5.
Undang Hukum Perdata di Indonesia. Karena itu transaksi dalam kontrak derivatif dimasukkan ke dalam bagian kontrak tidak bernama. Standar kontrak derivatif mengacu kepada standar kontrak yang berlaku internasional yaitu
International Standar Derivatif Agreement (ISDA).
Dalam uraian disebutkan bahwa menurut perkembangannya terdapat dua pemikiran tentang freedom of contract yaitu freedom of contract sebagai konsensus para pihak sehingga dimaknai sebagai tanpa batas atau sebaliknya pada saat menyentuh kepentingan publik maka freedom of contract harus memiliki batasan sebagaimana yang berlaku di Indonesia. Dalam penelitian penulis
menggunakan
perspektif economic analysis of law sebagai pisau analisis untuk
mengukur dan menghitung secara rasional tingkat efisiensi transaksi derivatif dengan membandingkan cost and benefit analysis terhadap dua perusahaan dengan skenario pertama, perusahaan yang menggunakan fasilitas hedging dan skenario kedua, perusahaan non hedging. Penghitungan tingkat efisiensi dalam lindung nilai diperlukan untuk menentukan aturan yang paling efektif terkait pengaturan lindung nilai ke depan. Pengaturan lindung nilai diperlukan dalam negara yang menganut rezim devisa dan nilai tukar bebas seperti Indonesia karena globalisasi telah menyebabkan sistem nilai tukar berevolusi dan memunculkan rekayasa keuangan di Indonesia yang jika tidak diatur akan memunculkan transaksi derivatif yang berunsur spekulatif. BAB III : Menjelaskan tentang pengertian prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam transaksi derivatif valuta asing berbeda dengan sistem perlindungan konsumen dalam kaitannya dengan market conduct. Pengawasan bank dibagi kedalam dua bagian yaitu pengawasan macroprudential adalah kewenangan BI sedangkan pengawasan microprudential adalah kewenangan OJK. Belajar dari pengalaman kegagalan FSA di Ingris maka diperlukan koordinasi yang erat diantara kedua lembaga otoritas tersebut dengan tujuan sistem pengawasan
BI dan OJK sebagai upaya yang efektif untuk menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia. Untuk mencapai stabilitas ekonomi dan nilai tukar dalam bab ini menguraikan tentang UndangUndang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar yang menjadikan Indonesia masuk dalam sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating rate). Liberalisasi mata uang menyebabkan pengaturan lindung nilai menjadi sebuah pilar penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang menciptakan stabilitas perekonomian. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka peraturan yang sudah ada tentang lindung nilai seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI) maupun peraturan menteri BUMN tentang standard operating procedure (SOP) lindung nilai perlu diangkat derajatnya dari hukum privat menjadi hukum publik BAB IV : Membahas tentang transaksi lindung nilai dalam perspektif hukum publik menguraikan tentang perlunya pengaturan hukum privat dan hukum publik untuk transaksi derivatif valuta asing. Pengaturan lindung nilai perlu diatur dalam kewenangan hukum publik karena transaksi derivatif lahir dari perpaduan antara kecanggihan instrumen dan teknologi serta sifat transaksi yang lintas batas (cross-border) menuntut pengaturan operasional yang workable di pasar dan compatible dengan pengaturan negara lain serta standar internasional. Akibat kecanggihan transaksi tersebut memicu terjadinya
sengketa derivatif akibat penjualan
structured product. Tercatat sejumlah sengketa derivatif pada kurun waktu tahun 2008-2009 seperti perkara PT Toba Surimi Industries (Surimi) vs The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd (HCBC)”, perkara ”Kasus PT.Gunung Bintan Abadi vs PT.Bank Cimb Niaga, Tbk”, Perkara ”Standard Charteded Bank vs PT. Nubika Jaya”, perkara “PT Citoputra Indoprima vs PT. Cimb Niaga Tbk (dhl. PT. Bank LIPPO Tbk)”, perkara ”PT.Bank Danamon Indonesia Tbk Dengan PT.Esa Kertas Nusantara”, perkara yang berakhir dengan perdamaian antara PT.Permata Hijau Sawit dengan Citi Bank N.A Jakarta Branch. Perkara derivatif sebagai mana
diuraikan menjadi pelajaran penting dari sejarah perjalanan derivatif di Indonesia sehingga menjadi bagian penting pada bab ini adalah gagasan tentang perlunya pengaturan lindung nilai (hedging) diatur dalam tingkat perundang-undangan. Dengan pengaturan tersebut maka lindung nilai dapat dijadikan sebagai tool of social engeneering (sarana rekayasa sosial). BAB V : Merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari disertasi ini merupakan penutup yang memuat pokok-pokok isi dari disertasi ini.