BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era global dan pasar bebas sekarang ini dunia pendidikan ikut terpengaruh dalam suasana kompetitif. Hal ini ditunjukkan dengan upaya-upaya kreatif dan inovatif para pelaku pendidikan untuk terus menggali “Keunikan dan Keunggulan” masing-masing sekolah agar semakin dibutuhkan dan diminati oleh masyarakat pemakai jasa pendidikan. Masuknya sekolah-sekolah unggulan berkurikulum internasional dan lahirnya sekolah-sekolah negeri/swasta yang menawarkan keunggulan fasilitas, bahkan dengan biaya yang relatif terjangkau, menambah maraknya persaingan dunia pendidikan khususnya di Jakarta. Jasa pendidikan adalah kegiatan lembaga pendidikan memberi layanan atau menyampaikan jasa pendidikan kepada konsumen dengan cara memuaskan1. Lembaga pendidikan adalah sebuah kegiatan yang melayani konsumen, berupa murid, siswa, mahasiswa dan juga masyarakat umum yang dikenal sebagai “stakeholder”. Lembaga pendidikan pada hakekatnya bertujuan memberi layanan. Pihak yang dilayani ingin memperoleh kepuasan dari layanan tersebut, karena mereka sudah membayar cukup mahal pada lembaga pendidikan. Konsumen membayar uang SPP, iuran bangunan dan lain-lain. Jadi pihak konsumen berhak memperoleh layanan yang memuaskan selera mereka. Layanan ini dapat dilihat dalam berbagai bidang, mulai dari layanan dalam bentuk fisik bangunan, sampai 1
Alma, B Manajemen Pemasaran Jasa, Alfabeta, Bandung. 2005. Hal 45
1
layanan berbagai fasilitas dan guru yang bermutu.2 Semuanya akan bermuara kepada sasaran memuaskan konsumen. Inilah tujuan hakiki dari pemasaran lembaga pendidikan. Jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena sifat padat karya dan padat modal. Artinya, dibutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khusus dalam bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap dan harganya mahal. Sekolah ini kadangkala mengandalkan fasilitas dan lisensi metode pengajaran luar negeri serta gedung mewah. Hal ini membuat para orang tua tergiur dan beranggapan bahwa sekolah mahal adalah sekolah bagus. Akhir tahun 80-an hingga sekarang mulai bermunculan sekolah (swasta) baru yang menamakan dirinya sebagai sekolah nasional plus di kota-kota besar seperti Sekolah Cita Buana, Sekolah Pelita Harapan, Sekolah Global Jaya, Sekolah Ciputra Surabaya, Cikal, High Scope serta sejumlah sekolah lainnya. Persaingan ini semakin ketat dan semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia. Setiap sekolah menawarkan fasilitas dan mutu pendidikan yang bertaraf internasional dengan biaya pendidikan yang juga tinggi. Kegiatan marketing/pemasaran dalam dunia pendidikan yang dulu dipandang tabu karena berbau bisnis dan cenderung profit oriented sekarang sudah dilaksanakan terbuka dan terang-terangan dan bahkan beberapa berubah menjadi usaha waralaba atau frenchise. Untuk memenangkan persaingan maka sekolah-sekolah yang ada perlu
2
Ibid,. hal 46
2
membangun loyalitas dan menjaga kepuasan konsumennya yang dalam hal ini adalah orang tua siswa sbagai pengambil keputusan dalam pembelian produk jasa. Untuk memenangi persaingan, perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya sehingga mereka tidak beralih kepada produk lain. Kepuasan adalah tanggapan kebutuhan konsumen. Konsumen yang puas akan produk dan jasa kita akan memperoleh kesempatan menarik murid baru melalui komunikasi positive word of mouth, yakni komunikasi informal antara pelanggan dengan pihak lain, berkenaaan dengan evaluasi
atas barang dan layanan,
merekomendasikan kepada pihak lain dan bahkan memberikan pameran yang menyolok mata3. Manfaat yang diperoleh suatu institusi pendidikan
dari memiliki
pelanggan (mahasiswa, siswa, orang tua) yang loyal tidak terbatas pada periode ketika pelanggan ini terdaftar secara formal sebagai maahasiswa, loyalitas dari mantan mahasiswa /siswa (alumni) juga sangat penting bagi keberhasilan institusi seperti pelanggan (alumni) mengajak adiknya, bahkan anak sanak saudaranya untuk belajar ditempat tersebut. Dengan demikian loyalitas konsumen
dapat
mengacu pada loyalitas ketika dan setelah masa studinya di lembaga pendidikan tersebut. Interpretasi ini masuk akal, karena kepuasan pelanggan dalam hal ini orang tua siswa diduga berdasarkan pengalamannya ketika berada di lembaga pendidikan tersebut. Tidak akan ada hubungan yang dapat dipertahankan antara pelanggan dan pemasar jika kualitas jasa yang ditawarkan tidak memenuhi keinginan pelanggan. 3
Anderson, Eugene W. (1998), “Customer Satisfaction and Word of Mouth,” Journal of Service Research, 1 (1), 5-17.
3
Kepuasan dan kesetiaan pelanggan menjadi kunci keberhasilan usaha. Dengan memberikan kualitas produk yang baik maka akan dapat memuaskan pelanggan tersebut terhadap produk. Untuk memenangi persaingan dan menciptakan konsumen yang loyal mutlak diperlukan peranaan kualitas jasa yang baik yang akan
menciptakan
mahasiswa/siswa
sebagai
produk
pendidikan,
mahasiswa/siswa/orangtua siswa merasakan sangat puas dengan jasa pendidikan yang diberikan. Hubungan yang baik dan berkesan sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang baik. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensor stimuli).4 Pengetahuan didapatnya dari membaca dan mendengar, sedangkan pengalaman didapat dari melihat dan merasakan sendiri. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda. Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
4
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 169
4
Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah bagaimana persepsi konsumen dalam hal ini adalah orang tua murid
terhadapa pelayanan jasa
pendidikan di Sekolah Cita Buana. Sekolah Cita Buana (SCB) berdiri pada tahun 1995 dan merupakan salah satu pelopor berdirinya sekolah nasional plus di Indonesia pada masa itu. Dengan staff pengajar yang professional serta fasilitas dan infrastruktur yang dibangun dengan lengkap, modern dan dengan teknologi informasi yang memadai dan sesuai standard yang telah ditetapkan sebagai sekolah nasional plus oleh ANPS (Association of National Plus Schools), SCB berusaha untuk memenuhi kebutuhan proses kegiatan belajar mengajar dikelas. Program yang dibuatpun sudah memenuhi kualitas akreditasi sekolah nasional plus yang telah ditentukan dari Depdiknas dan ACT. Sekolah Cita Buana juga menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan luar negeri, universitasuniversitas baik di dalam negeri maupun internasional, khususnya universitasuniversitas yang berada di Australia. Sebagai salah satu pelopor sekolah nasional plus di Indonesia, SCB harus dapat berkompetisi ketat dengan sekolah-sekolah nasional plus lainnya khususnya yang berada di sekitar wilayah selatan Jakarta. Untuk dapat berkompetisi SCB harus dapat meningkatkan kualitasnya jasa pendidikannya. Tidak hanya dalam bentuk fasilitas dan infrastrukutur akan tetapi terlebih penting lagi kualitas sumberdaya
manusianya. Peningkatan
mutu harus memberdayakan dan
melibatkan semua unsur yang ada di sekolah. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua dan
5
masyarakat.
5
Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan
sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan)6. Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana orang tua murid sebagai salah satu konsumen yang dilayani mempersepsikan pelayanan jasa yang diberikan di Sekolah Cita Buana. Persepsi orang tua sebagai pelanggan sekunder terhadap kualitas jasa pendidikan di Sekolah Cita Buana sangat penting karena persepsi seseorang akan mempengaruhi proses berpikir, minat dan mendorong orang tua untuk tetap menggunakan jasa yang diberikan, menyampaikan informasi yang positif kepada orang lain. Jika persepsi orang tua terhadap kualitas pendidikan di Sekolah Cita Buana baik, maka orang tua murid sebagai konsumen akan merasa puas dan termotivasi untuk memberikan tangggan dan tindakan yang positif terhadap sekolah. Oleh sebab itu, sesuai dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk memilih judul: “ Persepsi Orang Tua Murid Terhadap Kualitas Jasa Pendidikan di Sekolah Dasar Cita Buana. ”
5
Hand out, Pelatihan Calon Kepala Sekolah :2000 dalam “Profesionalisme Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Era Otonomi Daerah”, Wonogiri 23 Juli 2005. http://pdank.bantulkab.go.id/index.php?menu=5&sub=1 6 Ibid.
6
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan keterangan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana persepsi orang tua murid terhadap kualitas jasa pendidikan di Sekolah Dasar Cita Buana?”
1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian yang diharapkan adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi orang tua siswa terhadap kualitas pendidikan di Sekolah cita Buana sebagai sekolah nasional plus
1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dibidang ilmu komunikasi khususnya dibidang komunikasi pemasaran yang membahas mengenai kualitas pelayanan jasa di Sekolah Dasar Cita Buana. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan kepada perusahaan untuk mengeathui bagaimana penilaian konsumen terhadap jasa yang yang sudah diberikan sehing dapat memahami kebutuhan dan kenginan konsumen dalam hal ini orang tua murid sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai harapan konsumen.
7