BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat banyak sekali keragaman. Keragaman tersebut meliputi keragaman budaya, adat istiadat, bahasa, agama, kepercayaan, suku dan ras. Setiap suku di Indonesia mempunyai identitas budaya masingmasing, salah satunya pakaian adat. Pakaian adat dari setiap suku berbeda dan mempunyai keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah. Pakaian merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia, yaitu sandang, pangan dan papan. Pakaian yang dipakai oleh seseorang menunjukan identitas kesukuan dari orang itu. Hal ini terlihat dalam kehidupan sebagai manusia, secara khusus bagi suku-suku di Nusa Tenggara Timur. Sebagai contoh, di Kupang Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Timur, jika ada anggota keluarga yang meninggal, maka sebagai saudara atau kerabat yang datang melayat, akan menggantungkan kain selandang tenun ikat di bahunya. Kalau orang-orang ini ditemui di sepanjang jalan kota Kupang, maka orang yang melihat akan segera mengetahui bahwa orang-orang ini sedang dalam perjalanan ke rumah keluarga yang berduka untuk melayat. Selain itu, kain selendang yang gantung dibahu menunjukan bahwa orang yang meninggal itu berasal dari suku mana, ini dapat dilihat dari corak dari kain selendang yang digantung dibahu. Untuk masyarakat modern, pakaian yang dipakai seseorang menunjukan aktifitas yang akan dilakukan oleh orang itu. Misalnya, ketika seseorang memakai pakaian olahraga, maka orang akan segera mengetahui kegiatan atau aktifitas yang akan dilakukan oleh orang tersebut.
1
Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan salah satu Kabupaten yang berada di propinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Timor. Di dalam Kabupaten ini, terdapat tiga suku besar yaitu Mollo, Amanuban dan Amanatun. Biasanya ketiga suku ini menyebut dirinya sebagai Atoni Pah Meto.1 Meskipun pakaian adat dari ketiga suku ini umumnya mempunyai ciri yang sama, namun corak-corak yang muncul dalam kain tenunan dari ketiga suku ini berbeda satu dengan lainnya. Corak pada selembar kain tenunan dan ukiran memiliki nilai atau pesan spiritual yang terkandung.2 Corak-corak yang muncul dalam kain tenunan yang dipakai seseorang menunjukan identitas kesukuan dari orang itu. Pada umumnya setiap keluarga mempunyai corak tersendiri yang khas. Biasanya corak-corak milik keluarga diberikan kepada seseorang sebagai tanda hubungan kekerabatan tetap dijaga.3 Selain itu, kain tenunan bercorak khas milik keluarga biasanya saat upacara perkawinan, digunakan sebagai penukaran bingkisan (penukaran kain tenunan) antara keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai perempuan. Pertukaran kain tenunan bercorak khas milik keluarga ini dilakukan sebagai tanda perluasan keluarga.4 Di Timor Tengah Selatan khususnya Niki-niki, mempunyai banyak corak yang sama dengan daerah-daerah lain di Timor Tengah Selatan. Corak yang sering muncul dalam kain tenunan adalah corak geometris, bunga, sisik, ular, buaya, cecak, udang, segitiga, dan ayam.5 Dari corak-corak yang ada ini, corak buaya mendapatkan tempat yang spesial karena corak ini bukan hanya muncul dalam kain tenunan tetapi juga muncul dalam tempat siri (oko
1
Atoni pah meto adalah orang tanah kering. Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah dalamBudaya, (Maumere:Ledalero, 2005), 83. 3 Ibid, 52. 4 Ibid. 5 Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejara Daerah Nusa Tenggara Timur, (Jakarta, 1982), 36.
2
2
mama), tempat kapur dan tembakau (tiba).6 Selain itu juga, corak buaya juga biasanya dianyam dari daun lontar dan gewang dan ditaruh di dinding sebagai dekorasi rumah.7 Corak buaya biasanya dibentuk dengan gambar kepala dan ekor, belah ketupat yang mengacu kepada kepala buaya dan bulat telur yang mengingatkan pada badan buaya. Corak buaya yang muncul dalam kain tenun ikat biasanya hanya dipakai pada saat pesta, dan yang menggunakan kain tenunan bercorak buaya hanyalah orang-orang tertentu saja yakni orangorang yang tergolong usif.8 Bertolak dari latar belakang tersebut, dapat dilihat bahwa kain tenunan bercorak buaya sangat penting dalam kehidupan masyarakat Niki-niki maka penulis ingin melakukan studi penelitian tentang: “ Suatu Tinjauan Sosio-Teologis terhadap makna corak buaya (uis oe) dalam tenunan dan ukiran budaya Timor di Niki-niki Kecamatan Amanuban Tengah”.
B. Batasan Masalah Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan penelitian pada pengungkapan makna corak buaya bagi masyarakat Niki-niki. C. Rumusan Masalah Masalah yang hendak diteliti dalam studi ini adalah sebagai berikut:
Apa makna corak buaya bagi masyarakat Niki-niki?
D. Tujuan Penulisan 6
Eben Nuban Timo, Sidik Jari……………. 139. Ibid. 8 Usif adalah sebutan untuk raja.
7
3
Penulisan ini bertujuan untuk:
Mendiskripsikan makna corak buaya bagi masyarakat Niki-niki.
E. Manfaat Penelitian a. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi masyarakat tentang corak buaya yang muncul dalam kain tenunan ikat dan ukiran budaya masyarakat Niki-niki. b. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi dosen dan mahasiswa dalam matakulia Agama Budaya. F. Metode Penulisan a. Pendekatan yang akan digunakan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena sangat efektif untuk mengkaji nuansa dan perilaku serta proses sosial.9 b. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskriptif merupakan suatu metode yang dipakai untuk meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang.10 c. Teknik Pengumpulan data dan informasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah: Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Wawancara
9
H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press),
63. 10
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 63-64.
4
Dalam wawancara, penulis terlebih dahulu menentukan informan kunci (key informan)11 yang memahami dan menguasai persoalan penelitian yang telah dirumuskan dan selanjutnya diadakan tanya jawab secara mendalam untuk menjawab persoalan penelitian, yang telah dirumuskan. Wawancara tersebut dilakukan secara berstruktur, yang dimaksudkan untuk menanyakan secara mendalam maksud, atau penjelasan dari informasi kunci.
Pengamatan Teknik pengumpulan data yang kedua yang dipergunakan adalah pengamatan (obeservasi)12 hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data, mengenai cara pembuatan kain tenunan dan ukiran-ukiran budaya masyarakat Niki-niki. Dalam melakukan pengamatan penulis berencana akan terlibat secara langsung dalam kehidupan masyarakat Niki-niki (participant obcervation)13. 2. Data sekunder Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Data sekunder yang ada, akan digunakan sebagai landasan untuk membentuk suatu defenisi tentang totem dalam masyarakat Niki-niki.
d. Analisa data
11
Menurut Koentjaraningrat, informan kunci (Key informan) adalah orang yang ahli tentang sektorsektor masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin diketahui, hal ini dibedakan dengan responden yang dipilih berdasarkan representasi sampel penelitian, sehingga keahlian dalam penguasaan suatu unsur kebudayaan atau sektor masyarakat tertentu tidak menjadi patokan dalam memilik responden. Koentjaraningrat., Metode-metode penelitian Masyarakat, edisi ketiga, (Jakarta: Gramedia, 1997), 164. 12 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (jakarta: Rineka Cipta, 1996), 23-24. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), 208.
5
Dalam proses ini, setelah data-data dikumpulkan berupa informasi uraian tentang corak buaya diperoleh kemudian dikaitkan dengan tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan diseleksi sesuai dengan tujuan penelitian. e. Informan Informan yang dimaksud yakni orang yang dapat memberikan data serta informasi yang akurat dan tepat yang dapat mendukung hasil penelitian, antara lain tokoh masyarakat, tokoh adat, dan beberapa masyarakat yang dianggap lebih mengetahui dan memahami tentang corak buaya. f. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam masyarakat Niki-niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Alasan pemilihan tempat penelitian karena Niki-niki dianggap sebagai sentra pelestarian budaya masyarakat Amanuban. Selain itu, Niki-niki merupakan tempat tinggal raja yang disebut sonaf (usif Nope), dan dalam kerja sama dengan Pemerintah Daerah Timor Tengah Selatan dan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur maka, pada setiap tahun di sonaf diadakan pagelaran seni dan reuni raja-raja sedaratan Timor. g. Waktu pelaksanaan Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 1 bulan di Niki-niki, Kecamatan Amanuban Tengah.
G. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan 6
Bab II Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai landasan teori yang berisi tentang teori-teori Totem Bab III Hasil Penelitian Bab IV Analisa Data dan Refleksi Teologis Bab V Penutup Kesimpulan dan Saran
7