BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pada umumnya, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor
independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan yang diaudit (Silaban, 2009). Pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan yang diaudit didasarkan atas evaluasi terhadap bukti audit yang cukup dan tepat yang diperoleh melalui pelaksanaan serangkaian prosedur audit. Hal ini sesuai dengan Standar Audit (SA 500 tentang Bukti Audit) yang menyatakan “prosedur audit untuk memperoleh bukti audit dapat mencakup inspeksi, observasi, konfirmasi, penghitungan kembali, pelaksanaan ulang (reformance), dan prosedur analitis, serta sering kali memadukan beberapa prosedur sebagai tambahan atas prosedur permintaan keterangan dari manajemen” (IAPI, 2013). Dalam rangka mendapatkan bukti audit kompeten dan cukup, maka sebelum melaksanaan audit, kantor akuntan publik (KAP) terlebih dahulu menyusun program audit dan anggaran waktu audit. Program audit merupakan kumpulan dari prosedur-prosedur audit yang harus dilaksanakan selama proses audit, sedangkan anggaran waktu audit merupakan taksiran atau estimasi waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan setiap prosedur audit (Fleming, 1980; Otley dan Pierce, 1996). Penyusunan program audit dan anggaran waktu audit merupakan wujud kepatuhan KAP terhadap Standar Audit (SA 300 tentang 1
2
Perencanaan Suatu Audit Atas Laporan Keuangan), yang mensyaratkan auditor harus merencanakan audit agar audit tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif (IAPI, 2013). Prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik akan memberikan hasil yang baik, dengan demikian akan dapat meningkatkan kepercayaan pemakai. Kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan terhadap profesi akuntan publik sangat bergantung pada kualitas audit yang dihasilkan KAP. Kualitas audit merupakan probabilitas auditor dapat menemukan dan melaporkan kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam laporan keuangan yang diaudit (DeAngelo, 1981). Probabilitas auditor menemukan kekeliruan dan ketidakberesan dalam laporan keuangan yang diaudit dipengaruhi kemampuan
teknis
auditor
(pendidikan,
pengalaman,
profesionalisme),
independensi, dan perilaku auditor dalam pelaksanaan program audit (DeAngelo, 1981; Raghunathan, 1991). Perilaku auditor dalam pelaksanaan program audit merupakan faktor penting yang memengaruhi kualitas audit yang dihasilkan KAP (Kelley dan Margheim, 1990; Raghunathan, 1991; Malone dan Robert, 1996). Pelaksanaan prosedur audit secara cermat dan seksama sebagaimana tercantum dalam program audit, membantu KAP untuk dapat menghasilkan jasa audit yang berkualitas (McDaniel, 1990; Malone dan Robert, 1996). Namun, hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan terdapat ancaman atas penurunan kualitas audit sebagai akibat tindakan audit disfungsional yang kadang-kadang dilakukan auditor dalam menyelesaikan tugas audit (Alderman dan Deitrick, 1982; Kelley dan Seiler,
3
1982; Kelley dan Margheim, 1990; Otley dan Pierce, 1996; Herrbach, 2001; Coram et al., 2003; Pierce dan Sweeney, 2004). Perilaku disfungsional auditor merupakan setiap tindakan yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat menurunkan kualitas audit secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan-tindakan yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat menurunkan kualitas audit secara langsung disebut sebagai perilaku reduksi kualitas audit (audit quality reduction behaviors), sedangkan yang dapat menurunkan kualitas audit secara tidak langsung disebut perilaku underreporting of time (Kelley dan Margheim, 1990; Otley dan Pierce, 1996). Perilaku reduksi kualitas audit merupakan tindakan yang dilakukan auditor selama pelaksanaan prosedur audit yang mereduksi efektivitas bukti-bukti audit yang dikumpulkan (Kelley dan Margheim, 1990; Malone dan Robert, 1996, Pierce dan Sweeney, 2004). Perilaku reduksi kualitas audit dapat dilakukan dengan berbagai tindakan misalnya; penghentian prematur prosedur audit, review yang dangkal atas dokumen klien, tidak menginvestigasi kesesuaian perlakuan akuntansi yang diterapkan klien, penerimaan atas penjelasan klien yang tidak memadai, mengurangi pekerjaan audit dari yang seharusnya dilakukan, dan tidak memperluas ruang lingkup pengauditan ketika terdeteksi transaksi atau pos yang meragukan (Kelley dan Margheim, 1990; Malone dan Robert, 1996; Otley dan Pierce, 1996; Pierce dan Sweeney, 2004). Perilaku reduksi kualitas audit merupakan ancaman serius terhadap kualitas audit karena bukti-bukti audit yang dikumpulkan selama pelaksanaan
4
prosedur audit tidak kompeten dan cukup sebagai dasar memadai bagi auditor untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diaudit (Otley dan Pierce, 1996; Herrbach, 2001). Perilaku tidak etis yang dilakukan individu dalam organisasi dapat diakibatkan oleh karakteristik personal, situasional maupun interaksi antara faktor-faktor tersebut (Trevino, 1986). Pendapat tersebut didukung oleh Ford dan Rhichardson (1994) dalam telaah empiris pengambilan keputusan etis yang menjelaskan bahwa salah satu determinan penting dalam pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan. Karena perilaku audit disfungsional dapat dikategorikan sebagai perilaku yang tidak etis, maka kecenderungan
auditor
melakukan
tindakan
tersebut
dapat
dipengaruhi
karakteristik individual auditor (Silaban, 2009). Karakteristik personal auditor (faktor internal) yang digunakan dalam penelitian ini adalah locus of control. Locus of control menggambarkan tingkat keyakinan seseorang tentang sejauh mana mereka dapat mengendalikan faktorfaktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya (Rotter, 1966). Seseorang yang meyakini keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya berada dalam kontrolnya disebut memiliki locus of control internal, sedangkan yang di luar kontrolnya disebut memiliki locus of control eksternal (Lefcourt, 1982). Penelitian sebelumnya, Nadirsyah dan Zuhra (2009); Wijayanti (2009); dan Tanjung (2013) menunjukkan locus of control berpengaruh positif pada perilaku disfungsional auditor. Penelitian Kurnia (2009); Silaban (2009); Hartati
5
(2012); Gustati (2012); Triono dkk. (2012); Hidayat (2012); Sudirjo (2013), memberikan hasil bahwa locus of control eksternal berpengaruh pada penerimaan perilaku disfungsional auditor. Hasil penelitian yang berbeda, yaitu penelitian Andani dan Mertha (2014) menemukan bahwa locus of control berpengaruh negatif pada penghentian prematur prosedur audit. Penelitian lainnya, Aisyah dkk. (2014) menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara locus of control eksternal dengan perilaku disfungsional auditor. Selain locus of control, karakteristik personal lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah komitmen auditor terhadap organisasinya. komitmen organisasi merupakan tingkat dimana seseorang pekerja mengidentifikasi sebuah organisasi, tujuan, dan harapannya untuk tetap menjadi anggota (Robbins dan Timothy, 2015). Auditor yang memiliki komitmen organisasional akan memiliki tingkat loyalitas yang lebih baik dan lebih bersedia melakukan pekerjaan melebihi apa yang seharusnya dikerjakan (Irawati dkk., 2005). Penelitian
sebelumnya,
Wijayanti
(2009);
Triono
dkk.
(2012);
Aisyah dkk. (2014) menunjukkan komitmen organisasi berpengaruh negatif pada penerimaan perilaku disfungsional audit. Tingginya komitmen organisasional akan meminimalkan keinginan untuk pindah kerja yang akan berdampak pada rendahnya penerimaan perilaku disfungsioanal auditor. Berbeda dengan Harini dkk. (2010) yang menyebutkan bahwa komitmen organisasi tidak mempunyai hubungan langsung dengan perilaku disfungsional audit. Faktor situasional dalam penelitian ini adalah kendala anggaran waktu audit. Kendala anggaran waktu merupakan faktor utama yang mendorong auditor
6
melakukan tindakan audit disfungsional (Kelley dan Margheim, 1990; Otley dan Pierce, 1996; Pierce dan Sweeney, 2004). Kendala anggaran waktu merupakan suatu kondisi dimana auditor menghadapi keterbatasan waktu dalam pelaksanaan program audit. Keterbatasan waktu tersebut timbul dari adanya batas waktu yang ditetapkan KAP dalam menyelesaikan suatu prosedur audit. (Fleming, 1980; McNair, 1991). Keterbatasan
waktu
menjadi
kendala
tersendiri
dalam
kondisi
berkompetisi satu dengan yang lain. Kompetisi yang intensif pada pasar audit menuntut KAP melakukan efisiensi melalui pengendalian biaya audit. Untuk meningkatkan efisiensi salah satu cara yang sering ditempuh KAP adalah dengan menetapkan anggaran waktu audit secara ketat (McNair, 1991; Arens dan Loebecke, 2002). Anggaran waktu audit yang ketat dapat mengakibatkan auditor merasakan tekanan dalam pelaksanaan prosedur audit karena ketidakseimbangan antara waktu yang tersedia dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas audit, dan selanjutnya kondisi tersebut dapat mendorong auditor melakukan tindakan audit disfungsional (Kelley dan Seiler, 1982; Cook dan Kelley, 1988). Hal ini terjadi karena pada umumnya auditor meyakini bahwa penyelesaian prosedur audit dalam batas anggaran merupakan faktor penting untuk mendapatkan laba dari suatu perikatan audit dan kelangsungan karir mereka di KAP (Kelley dan Seiler, 1982; Lightner et al., 1982). Hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tekanan anggaran waktu audit berpengaruh positif pada perilaku disfungsional adalah Simanjuntak
7
(2008); Nadirsyah dan Zuhra (2009); Kurnia (2009); Manullang (2010); Tanjung (2013); dan Kholidiah dan Murni (2014). Semakin tinggi tekanan anggaran waktu yang dirasakan auditor dalam pelaksanaan program audit, maka semakin meningkat kecenderungan auditor melakukan tindakan disfungsional (Kelley dan Seiler, 1982; Lightner et al., 1982; Otley dan Pierce, 1996; Pierce dan Sweeney, 2004). Tekanan anggaran waktu menjadi variabel mediasi dalam penelitian ini, yang memediasi pengaruh karakteristik personal auditor (locus of control dan komitmen organisasi) pada perilaku audit. Penelitian sebelumnya yang menggunakan tekanan anggaran waktu audit sebagai variabel mediasi dalam pengaruh karakteristik personal auditor pada perilaku audit adalah Silaban (2009) dan Sudirjo (2013). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung locus of control pada perilaku reduksi kualitas audit melalui tekanan anggaran waktu yang dirasakan. Sedangkan penelitian yang menguji pengaruh tidak langsung komitmen organisasi pada perilaku reduksi kualitas audit melalui tekanan anggaran waktu audit belum ditemukan. Subjek penelitian ini adalah auditor KAP di Bali, yang pemilihannya dimotivasi karena belum ditemukan penelitian serupa sebelumnya yang subjek penelitiannya adalah auditor KAP di Bali. Subjek penelitian Silaban (2009) adalah auditor KAP di Jakarta, Medan, dan Surabaya; Hartati (2012) adalah auditor KAP di Jawa Tengah; Triono dkk. (2012) dan Sudirjo (2013) adalah auditor KAP di Semarang; Tanjung (2013) adalah auditor KAP di Kota Padang dan Pekanbaru; Kholidiah dan Murni (2014) adalah auditor KAP di Jawa Timur. Dengan lokasi
8
yang berbeda, maka akan memunculkan karakteristik yang berbeda karena setiap daerah mempunyai budaya organisasi yang berbeda pula. Budaya organisasi akan memengaruhi karakteristik personal individu (Susanti dan Subroto, 2015). Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, penelitian ini menguji pengaruh locus of control dan komitmen organisasi pada perilaku audit KAP di Bali dengan tekanan anggaran waktu audit sebagai variabel mediasi.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka rumusan masalah
disusun sebagai berikut: 1) Apakah locus of control dan komitmen organisasi berpengaruh pada tekanan anggaran waktu audit? 2) Apakah locus of control, komitmen organisasi, dan tekanan anggaran waktu audit berpengaruh pada perilaku audit? 3) Apakah tekanan anggaran waktu audit memediasi pengaruh locus of control dan komitmen organisasi pada perilaku audit?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut: 1) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh locus of control dan komitmen organisasi pada tekanan anggaran waktu audit.
9
2) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh locus of control, komitmen organisasi, dan tekanan anggaran waktu audit pada perilaku audit. 3) Untuk mendapatkan bukti empiris tekanan anggaran waktu audit memediasi pengaruh locus of control dan komitmen organisasi pada perilaku audit.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diberikan melalui penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan
dalam
pengembangan ilmu akuntansi keperilakuan khususnya studi tentang faktorfaktor yang memengaruhi perilaku audit dalam pelaksanaan program audit. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti berikutnya dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pimpinan KAP dalam mengevaluasi kebijakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi auditor dalam melakukan tugasnya. Lingkungan kerja yang kondusif dalam pelaksanaan tugas dapat menghindari kemungkinan terjadinya perilaku reduksi kualitas audit oleh auditor dalam pelaksanaan program audit, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas audit yang dihasilkan oleh KAP.