BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan yang bahan utamanya adalah pati. Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu, tapioka dan talas (Anonim, 2014). Salah satu industri yang memproduksi kerupuk di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Industri Kerupuk Subur. Industri Kerupuk Subur merupakan sebuah industri kecil menengah yang memproduksi kerupuk yang berbentuk mawar dengan bahan dasar tepung tapioka. Industri Kerupuk Subur salah satu industri kerupuk yang besar dan telah memiliki pasar di sekitar wilayah Yogyakarta. Industri Kerupuk Subur sangat berpotensi untuk dikembangkan karena sejauh ini telah memiliki peranan penting bagi warung makan dan konsumen secara langsung. Warung makan yang jumlahnya cukup banyak dan tersebar di daerah Yogyakarta menjadikan salah satu potensi pasar yang baik bagi produk kerupuk subur. Untuk menguasai pasar kerupuk siap saji, Industri Kerupuk Subur harus bersaing dengan industri sejenis yang dilakukan dengan meningkatkan produktivitas supaya dapat terus memenuhi permintaan konsumennya dengan baik. Konsep lean thinking adalah suatu konsep untuk meningkatkan keuntungan dengan mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas. Sedangkan pendekatan ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia
1
2
dengan lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan yang pada akhirnya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu tercipta penggabungan kedua metode tersebut yang dikenal dengan nama lean ergonomics (Rizani dkk, 2012). Proses produksi pada Industri Kerupuk Subur masih melibatkan manusia sebagai operator dan pekerjaan dilakukan secara manual dengan bantuan alat. Setelah dilakukan studi pendahuluan diketahui bahwa, pada setiap stasiun kerja masih terdapat beberapa postur kerja yang tidak ergonomis. Dimulai dari stasiun kerja persiapan bahan hingga stasiun kerja pengeringan masih terdapat sikap kerja yang tidak ergonomis. Postur kerja tidak ergonomis yang hampir terdapat pada setiap stasiun kerja adalah postur kerja membungkuk. Selain itu terdapat postur kerja jongkok dan kedua tangan diatas bahu. Beberapa pekerja bekerja dengan postur kerja yang tidak ergonomis dengan waktu yang cukup lama dan dengan beban yang berat. Karena masih banyaknya pekerjaan yang dilakukan secara manual, hal ini dapat menimbulkan sikap kerja pekerja yang tidak ergonomis yang berdampak pada terjadinya pemborosan gerak kerja. Pemborosan dari sisi gerak kerja yaitu sikap kerja yang tidak ergonomis menyebabkan gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang akan berdampak pada kinerja pekerja. Dengan tata kerja yang sesuai, kondisi lingkungan kerja yang tentram, aman dan menyenangkan maka akan dapat mencapai produktivitas kerja yang tinggi (Sedarmayanti, 1996).
3
Contoh sikap kerja tidak ergonomis yang terjadi di Industri Kerupuk Subur terlihat dalam Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Proses Pencetakan Dalam sistem gemba kaizen, pemborosan (waste) merupakan seluruh kegiatan yang tidak memberi nilai tambah (value added). Terdapat tujuh jenis pemborosan menurut sistem gemba yakni pemborosan karena produksi berlebih, pemborosan persediaan, pemborosan karena produk cacat, pemborosan karena gerak kerja, pemborosan pemrosesan, pemborosan karena adanya waktu tunggu, dan pemborosan transportasi. Ketujuh jenis pemborosan tersebut jika tidak dipetakan dengan baik dan direduksi secara bertahap akan berdampak kerugian bagi industri. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Handayani (2014) di Industri Kerupuk Subur tentang Lean Manufacturing, terdapat beberapa jenis pemborosan yang termasuk dalam seven waste. Pemborosan tersebut meliputi pemborosan produksi, pemborosan persediaan yang berlebih, pemborosan rework dan scrap, pemborosan waktu tunggu, pemborosan transportasi terlihat dari beberapa
4
aktivitas transportasi yang memiliki waktu yang cukup besar karena jauhnya jarak perpindahan bahan antar stasiun kerja. Pemborosan gerak kerja, terdapat pada beberapa pekerja yang melakukan pekerjaan dengan sikap kerja yang kurang ergonomis seperti pekerja yang harus memanggul karung tepung tapioka dan tepung gaplek dengan beban 50 kg/karung berulang kali, pekerja di stasiun kerja pengukusan yang harus berulang kali melakukan pemindahan bahan dengan sikap kerja yang kurang sesuai, dan pekerja di stasiun kerja penjemuran yang harus menjulurkan badannya berulang kali untuk menata kerupuk yang telah dikukus ke papan penjemuran. Untuk jenis pemborosan gerak kerja dan trasnportasi tidak dibahas dalam penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2014), sehingga penelitian ini menganalisis lebih dalam tentang pemborosan transportasi dan pemborosan gerak kerja. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rahayu (2014) di Industri Kerupuk Subur tentang pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, terdapat beberapa keluhan mengenai Muskuloskeletal Disorders pada aktivitas kerja. Diantaranya adalah ativitas mencampurkan bumbu dengan tepung tapioka, membawa adonan ke meja adonan, proses pemipihan, proses pencetakan kerupuk dan lain-lain. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut terdapat beberapa potensi pemborosan dari segi ergonomi (Waste of Ergo) yang terdiri dari pemborosan gerak kerja, pemborosan transportasi, dan pemborosan muskuloskeletal disorders. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi dan analisis lebih lanjut mengenai Waste of Ergo menggunakan Peta Keja untuk pemborosan
5
transportasi, metode Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) untuk pemborosan gerak kerja dan Kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk pemborosan muskuloskeletal disorders. Setelah didapatkan Waste of Ergo kemudian dipilih Waste of Ergo paling kritis untuk dilakukan usulan perbaikan sebagai upaya meminimalisasi pemborosan. Evaluasi lebih lanjut mengenai sistem kerja pembuatan kerupuk dengan pendekatan Lean Ergonomics diharapkan dapat diperoleh perbaikan yang dapat meminimalisasi pemborosan dan meningkatkan daya saing Industri Kerupuk Subur.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan kondisi proses produksi pada Industri Kerupuk Subur, maka dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Industri Kerupuk Subur adalah terdapatnya beberapa pemborosan gerak kerja, pemborosan transportasi dan pemborosan muskuloskeletal disorders. Pemborosan tersebut dikarenakan sistem kerja yang tidak ergonomis (Waste of Ergo). Sistem kerja yang tidak ergonomis menyebabkan cidera yaitu berupa gangguan Musculskeletal Disorders (MSDs) yang tergolong ke dalam pemborosan muskuloskeletal disorders, hal ini akan berdampak pada kinerja pekerja. Waste of Ergo diidentifikasi dan dianalisis dengan pendekatan lean ergonomic yaitu menggunakan tools Peta Kerja untuk pemborosan transportasi, Kuesioner NBM untuk pemborosan muskuloskeletal disorders, dan metode OWAS untuk pemborosan gerak kerja. Dengan menggunakan pendekatan
6
lean ergonomic, Waste of Ergo yang terjadi dapat diturunkan untuk meningkatkan kinerja pekerja.
C. Batasan Masalah Agar penelitian ini berfokus pada masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini diberikan batasan dan asumsi sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan pada sistem kerja proses produksi kerupuk kering. Sebelum proses
penggorengan, dikarenakan proses penggorengan
dilakukan oleh pekerja dari luar industri. 2. Penelitian ini hanya membahas Waste of Ergo yang terdiri dari pemborosan gerak kerja, pemborosan transportasi, dan pemborosan musculskeletal disorders.
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi sistem kerja pembuatan kerupuk di Industri Kerupuk Subur dengan pendekatan Lean Ergonomics dan memberikan usulan perbaikan sistem kerja dengan Waste of Ergo terparah.
E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengetahui lini produksi yang berpotensi menghasilkan Waste of Ergo sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengusulkan perbaikan sistem
7
kerja untuk perbaikan sistem kerja dan hal-hal yang menunjang perbaikan dari segi ergonomi agar didapatkan sistem kerja yang ergonomis.