BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan era globalisasi, Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah daerah dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan Penduduk, kemajuan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
dinamika
kegiatan
ekonomi,
perkembangan/perluasan jaringan komunikasi-transportasi dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang. Rencana perubahan wilayah hukum khususnya polres cirebon kota menyangkut Empat Polsek, yakni : Polsek Kedawung, Polsek Mundu, Polsek Gunung Jati dan Polsek Kapetakan pada hakekatnya merupakan suatu paket kebijakan umum pengembangan daerah. Rencana perluasan wilayah merupakan hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Bagi wilayah Kota cirebon, kebijakan yang dirumuskan pada dokumen ini merupakan dasar strategi pembangunan spasial, baik yang berkenaan dengan perencanaan tata ruang yang lebih terperinci.
Berdasarkan letak geografis polres Cirebon kota berada diantara polres Cirebon sehingga masyarakat yang berada di polsek kapetakan, polsek gunung jati, polsek mundu, dan polsek kedawung apabila memerlukan pelayanan seperti pelayanan SIM/SSB ke
polres Cirebon (Sumber) harus melewati dulu wilayah hukum polres Cirebon kota, demikian pula apabila terjadi kerusuhan/unjuk rasa di wilayah hukum polsek tersebut pergeserana pasukan dan rute perjalanan pasukan akan melewati wilayah hukum polres Cirebon kota karena jarak keempat polsek tersebut lebih dekat ke polres Cirebon kota dibandingkan ke polres Cirebon (Sumber). Khusus dalam rangka pengamanan kegiatan masyarakat terutama operasi ketupat, sementara ini arus kendaraan dari indramayu (wilayah utara) yang mau menuju losari dan ke jawa tengah melewati rute indramayu (krangkeng) – Kapetakan (Polres Cirebon) – Gunungjati (Polres Cirebon) – Kota Cirebon – Mundu (Polres Cirebon) dan seterusnya losari dan ke Jawa Tengah sehingga dengan rute tersebut Polres Cirebon harus membuat Pos Taktis dan Kodal lebih banyak yaitu di kapetakan, Gunungjati dan Mundu. Apabila Polsek Kapetakan, Gunungjati, dan Mundu tersebut masuk dalam wilayah hukum polres Cirebon kota maka Polres Cirebon akan lebih konsentrasi di Aatanajapura sehingga Pos taktis dan Kodal di perbatasan Indramayu (Kapetakan) akan menjadi tanggung jawab Polres Cirebon Kota. Dengan kondisi geografis, sebaran pelayanan dan jarak serta waktu tempuh serta harapan masyarakat yang menginginkan pelayanan Kepolisian yang lebih dekat dan murah maka diperlukan upaya penataan wilayah hukum dengan tujuan agar mempermudah, dan cepat masyarakat dalam menerima pelayanan Kepolisian, dapat meningkatkan kinerja organisasi sesuai dengan kapasitasnya dan Kodal yang dilaksanakannya dapat berjalan secara efektif dan effisisien. Kepala Kepolisian memiliki kewenangan untuk memindahkan, menambahkan, dan mengurangi wilayah hukum kepolisian baik di Polsek, maupun di Polda, karena sudah memiliki ijin sejak 18 Juni 2012 lalu sesuai dengan surat Kapolri Nomor : B/2017/VI/2012/SRENA tentang persetujuan perubahan wilayah hukum Polres Cirebon
Kota, "Surat persetujuan kapolri ditindaklanjuti oleh Keputusan Kapolda Jabar No 493 dan 494/VI/2012 tanggal 25 Juni 2012. Selama ini Polres cirebon kota sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, Penanganan masalah kriminal yang terjadi di 4 Polsek yang masih berada di wilayah Kabupaten secara fisik sudah diserahkan ke Polres Cirebon Kota. Sedangkan untuk masalah administrasi penyidikan lebih lanjut masih ditangani Polres Cirebon. Berdasarkan latar belakang di atas, skripsi ini disusun dengan judul "Kebijakan Perubahan Wilayah Hukum Polres Cirebon Kota” (Study Kasus Pada Polsek Kedawung, Gunung Jati, Mundu, dan Kapetakan Cirebon).
B. Identifikasi Masalah Dengan melihat uraian diatas, dapat memberikan gambaran bagi penulis untuk menyusun identifikasi masalah yang akan dibuat selanjutnya. Adapun identifikasi masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan perubahan wilayah hukum polres Cirebon kota? 2. Bagaimana akibat hukum ketika terjadi kebijakan perubahan wilayah hukum di Polres cirebon kota?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk dapat mengetahui kebijakan perubahan wilayah hukum polres cirebon kota.
2. Untuk dapat mengetahui akibat hukum dengan adanya kebijakan perubahan wilayah hukum di Polres cirebon kota.
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini penulis dapat membagi kedalam dua bagian yaitu kegunaan secara teoritis dan praktis adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis a. Dengan pembahasan ini dapat membantu ilmu pengembangan itu sendiri khususnya mengenai kebijakan perubahan wilayah hukum polres cirebon kota pada polsek kedawung, gunung jati, mundu, dan kapetakan. b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. c. Digunakan sebagai bahan-bahan dikalangan mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Secara Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada akademis, praktis, jurnalistik dan khususnya bagi Polri dalam kebijakan perubahan wilayah hukum. b. Penelitian ini dapat memberikan masukan, saran dan pemikiran untuk dapat di gunakan bagi badan-badan hukum atau instansi yang berwenang agar memahami lebih dalam mengenai kebijakan perubahan wilayah hukum. c. Untuk memenuhi tugas akhir untuk mancapai gelar Sarjana Hukum.
E. Kerangka Pemikiran Polisi secara universal mencangkup fungsi dan organ yang merupakan lembaga resmi yang di beri mandat untuk memelihara ketertiban umum, perlindungan orang serta segala
sesuatu yang dimilikinya dari keadaan bahaya atau gangguan umum serta tindakantindakan melanggar hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat yang terdapat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perubahan pada diri hukum ini sesungguhnya berfungsi menjembatani keinginankeinginan manusia agar tidak timbul perilaku yang anarkis, destruktif, kondisi chaos, yang sangat melelahkan masyarakat kita, serta mempermudah pelayanan publik terutama masyarakat kelas bawah1. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu pilar yang diharapkan dapat mewujudkan hal tersebut, karena badan tersebut dalam kapasitasnya sebagai penegak hukum mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan.2 Pasal 6 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, meliputi : 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi kepolisian sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 mengenai “Fungsi kepolisia adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”, dan dalam pasal 5 mengenai “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Serta Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana yang telah tertera diatas”. 2. Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan tugas tersebut, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia juga diberi kewenangan-kewenangan yang salah satunya adalah untuk
1 2
Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2010), hlm. 27 Ibnu Artadi, Penegakan Hukum (Deepublis, Yogyakarta, 2013) hlm. 5
melakukan implementasi perubahan wilayah hukum khususnya di wilayah hukum polres Cirebon kota. Definisi implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk pertintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagi cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.3 Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah, yakni: 1. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. 2. Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada aya t (1), dapat berupa pembentukan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota. 3. Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) provinsi menjadi 2 (dua) provinsi atau lebih; b. penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda, dan; c. penggabungan beberapa provinsi menjadi 1 (satu) provinsi. 4. Pembentukan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) kabupaten/kota menjadi 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih; b. penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda, dan; c. penggabungan beberapa kabupaten/kota menjadi 1 (satu) kabupaten/kota.
Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan 3
http://wordpress.com pada tanggal 5 april 2013, pukul 20.45 WIB
beberapa daerah. Proses pembentukan daerah didasari pada 3 (tiga) persyaratan, yakni administratif, teknis, dan fisik kewilayahan: 1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat setempat untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan kajian daerah terhadap rencana pembentukan daerah. 2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. 3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2007 Bab II pasal 2, tentang Pembagian dan perubahan daerah hukum Kepolisian, menyebutkan bahwa : 1) Daerah hukum kepolisian dibagi berdasarkan kepentingan penyelenggaraan fungsi dan peran kepolisian. 2) Pembagian daerah hukum kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2007 Bab II pasal 4, tentang Pembagian dan perubahan daerah hukum Kepolisian, menyebutkan bahwa : 1. Daerah hukum kepolisian meliputi: a. Daerah hukum kepolisian markas besar untuk wilayah negara kesatuan republik indonesia (NKRI). b. Daerah hukum kepolisian daerah untuk wilayah provinsi. c. Daerah hukum kepolisian resort untuk wilayah kabupaten/kota. d. Daerah hukum kepolisian sektor untuk wilayah kecamatan. 2. Berdasarkan pertimbangan kepentingan, kemampuan, fungsi dan peran kepolisian, luas wilayah serta keadaan penduduk, Kapolri dapat menentukan daerah hukum kepolisian di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d. 3. Selain dari daerah hukum kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah hukum kepolisian meliputi pula kawasan diplomatik, yaitu Kedutaan Besar Indonesia serta kapal laut dan pesawat udara berbendera Indonesia di luar negeri.
F. Metode Penelitian 1. Metode pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dari perundang-undangan yaitu penelitian yang mengutamakan bahanbahan hukum, dokumen-dokumen hukum baik data primer, sekunder, maupun tersier. Dan metode penelitian empiris yaitu seperti studi kasus, wawancara dan observasi.
2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu merupakan suatu pendekatan yang dilakukan terlebih dahulu memusatkan pemikiran pada penelitian obyek yang nyata data selanjutnya dianalisis berdasarkan teori-teori hukum yang mengatur. 3. Obyek Penelitian Obyek penelitian difokuskan pada kebijakan perubahan wilayah hukum polres.
4. Jenis dan sumber data. Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial. Untuk menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, peneliti memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun sekunder.4 Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut : a. Data Primer Data primer diperoleh penulis dari Kepolisian Resort Kota Cirebon berupa sejumlah keterangan atau fakta tentang kebijakan perubahan wilayah hukum polres Cirebon kota. b. Data Sekunder Data sekunder berupa bahan-bahan pustaka yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer melipti : 1. Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 22 Tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat kepolisian daerah (polda); 3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat kepolisian sector; 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah;
4
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 141
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7. SK Kapolda Jabar No. kep/493/VI/2012 tentang Penetapan Wilayah Hukum Polres Cirebon; 8. SK Kapolda Jabar No. kep/494/VI/2012 tentang Perubahan Wilayah Hukum Polres Cirebon Kota; 9. SK Kapolri No. B/2017/VI/2012/Srena tentang Persetujuan Perubahan Wilayah Hukum Polres Cirebon Kota Polda Jawa Barat. b. Bahan hukum sekunder meliputi, literatur-literatur yang terkait dengan implementasi perubahan wilayah hukum polres sehingga menunjang penelitian yang dilakukan. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara : a. Penelitian kepustakaan Yaitu dengan mempelajari data sekunder berupa bahan-bahan pustaka, peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan untuk dijadikan pondasi dasar dan alat utama dalam penelitian tersebut. b. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan responden dan narasumber. Wawancara yang digunakan adalah wawancara secara bebas terpimpin yakni dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman dan meningkat kemungkinan timbulnya pertanyaan lain yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.
c. Observasi Merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fakta lapangan dan gejala-gejala praktis untuk kemudian dilakukan pencatatan.
6. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode analisikualitatif, yaitu jenis penelitian dengan memahami simbol-simbol hukum berupa penghayatan dalam rangka pemberian makna.
G. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang di pilih oleh penulis adalah di Polres Cirebon Kota. H. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran mengenai sistematika penulisan yang sesuai dengan penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam bentuk sitematika pnelitian hukum yang terdiri dari 5 (lima) bab dimana tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian pemekaran wilayah daerah, tata cara pembentukan wilayah daerah, pengertian perluasan wilayah polri, tata cara kebijakan perubahan wilayah polri, dan dasar hukum kebijakan perubahan wilayah daerah dan hukum polri. BAB III: OBJEK PENELITIAN Dalam bab ini akan di jelaskan tentang subjek dan objek penelitian berkaitan dengan judul dan masalah yang akan diteliti. Subjek peneliti ini terdiri dari tugas, wewenang, dan wilayah polri. Objek penelitian ini terdiri dari tipe perluasan wilayah, tipe perluasan wilayah polres Cirebon kota, luas wilayah polres Cirebon kota. BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai Gambaran umum mengenai perubahan wilayah hukum serta akibat hukum ketika terjadi perubahan wilayah hukum polres Cirebon kota. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini diuraikan kesimpulan dari seluruh hasil dan pembahasan dari bab sebelumnya dan saran maupun rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pihak-pihak yang berkepentingan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN