BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Isu adanya konflik dalam keluarga yang dapat mempengaruhi pekerjaan karyawan ataupun pekerjaan yang dapat mempengaruhi kehidupan keluarga mereka yang lebih dikenal dengan sebutan work-family conflict menjadi isu yang penting untuk didiskusikan dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan. Beberapa faktor penyebab seperti adanya jam kerja yang panjang rentan berkaitan dengan konflik pekerjaan dan keluarga yang semakin meningkat juga (Major et al., 2002 yang dikutip oleh Haar et al., 2012). Selain berkaitan dengan waktu, faktor lain seperti dari sisi kesibukan pasangan yang sama-sama bekerja juga akan berdampak tidak hanya pada konflik pekerjaan dan keluarga tetapi juga hasil dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Konflik pekerjaan-keluarga secara umum didefinisikan sebagai bentuk konflik antar peran di mana tuntutan pada pekerjaan dan keluarga tidak sesuai sehingga kesulitan penanganan dalam satu peran mengakibatkan kesulitan penanganan peran yang lainnya (Greenhaus dan Beutell, 1985). Terdapat dua macam konflik dalam kedua peran ini yaitu (1) adanya tuntutan pekerjaan yang lebih besar sehingga mengganggu kepentingan dan hidup berkeluarga disebut work-to-family conflict, dan (2) tuntutan keluarga yang lebih besar sehingga mengganggu pekerjaan di tempat kerja disebut family-to-work conflict.
1
Russell dan Bowman (2000) mengungkapkan bahwa organisasi global telah menyadari pentingnya memahami adanya isu konflik pekerjaan dan keluarga dari satu negara ke negara lain dan apa kunci untuk menghadapi isu tersebut. Tidak hanya
berlaku
untuk
perusahaan
multinasional
yang
biasanya
banyak
mempekerjakan karyawan dari berbagai budaya, tetapi berlaku juga untuk perusahaan nasional. Salah satu kebijakan yang harus ditetapkan oleh sebuah organisasi atau perusahaan adalah bagaimana caranya mengelola pekerjaan karyawan agar isu pekerjaan dan keluarga tidak berdampak negatif terhadap hasil organisasi. Hang-yue et al. (2005) dan Frone et al. (1992) dalam Thanacoody et al. (2009) mengatakan bahwa konflik pekerjaan dan keluarga memiliki hubungan yang positif dengan rasa kelelahan dalam bekerja (job burnout) dan sering dihubungkan dengan kecenderungan yang semakin tinggi untuk meninggalkan organisasi. Oleh karena itu, isu konflik pekerjaan dan keluarga ini perlu diperhatikan khususnya oleh organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas dalam manajemen organisasi mereka. Haar et al. (2012) melakukan sebuah penelitian pada karyawan suku Maori di New Zealand, yang memiliki latar belakang budaya kolektivis. Dalam penelitian tersebut mereka menemukan adanya pengaruh signifikan konflik pekerjaan dan keluarga pada keinginan berpindah dengan adanya pemoderasi budaya suku Maori. Mereka berfokus pada keinginan berpindah karena perputaran karyawan yang tinggi dapat merugikan perusahaan. Menurut Waldman et al. (2004) yang dikutip oleh Harr et al. (2012) biaya perputaran karyawan tersebut diestimasi sebesar 5,8% dari anggaran operasional tahunan perusahaan. Hofstede (2001) mengategorikan
2
Indonesia sebagai negara kolektivis. Hofstede (2001) mendefinisikan budaya nasional sebuah negara dengan enam dimensi, yaitu power distance (PDI), individualism versus collectivism (IDV), masculinity versus feminity (MAS), uncertainty avoidance (UAI), long term orientation versus short term normative orientation (LTO), dan indulgence versus restraint (IND).
Sumber: The Hofstede Centre (http://geert-hofstede.com/indonesia.html) Gambar 1.1 Budaya Nasional Indonesia menurut Hofstede (2001)
Gambar 1.1 menggambarkan bahwa dimensi individualisme dalam budaya Indonesia menunjukkan nilai terendah dari dimensi lainnya. Dari dimensi individualisme dapat dilihat bagaimana tingkat ketergantungan sebuah masyarakat di antara anggotanya. Hal ini juga berkaitan dengan apakah seseorang akan digambarkan sebagai “saya” atau “kami”. Dalam masyarakat individualis, mereka akan menjaga dan peduli dengan diri mereka sendiri atau keluarga inti, sedangkan dalam masyarakat kolektivis, mereka akan masuk dalam sebuah kelompok yang saling peduli dan setia. Dengan nilai individualisme yang rendah yaitu 14, maka Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara kolektivis. Dengan latar belakang
3
penelitian suku Maori yang berbudaya kolektivis ini memungkinkan hasil dari penelitian yang akan peneliti bahas juga dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Sajid (2015) mengemukakan bahwa Indonesia terdiri dari beribu suku dengan suku Jawa yang memiliki populasi penduduk terbesar di Indonesia sekitar 100 juta jiwa. Suku Jawa tersebut adalah pemegang erat budaya kolektivisme (Suseno, 1991 dalam Wishnuwardhani dan Mangundjaya, 2008). Keterkaitan konflik pekerjaan dan keluarga dengan keinginan untuk berpindah juga didukung oleh Cohen (1997) dalam Haar et al. (2012) yang menyatakan bahwa konflik pekerjaan dan keluarga dapat menyebabkan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya karena tugas serta stress yang terakumulasi di tempat kerja sehingga tidak hanya menyebabkan frustasi di tempat kerja tersebut tetapi juga terbawa dalam kehidupan berkeluarga. Menurut Powell dan Greenhouse (2006) yang dikutip oleh Haar et al. (2012), emosi yang dirasakan oleh karyawan tersebut dirasakan tidak hanya di tempat kerja tetapi juga di rumah karena karyawan merasa kesulitan dalam (1) menghilangkan konsentrasi sementara ketika tidak sedang bekerja, dan (2) mengubah perilaku dan perasaan mereka dalam periode yang pendek di dua tempat, sehingga kebanyakan karyawan kewalahan untuk melupakan pekerjaan yang harus mereka selesaikan di tempat kerja ketika mereka sedang berada di lingkungan rumah. Mayfield dan Mayfield (2008) yang dikutip oleh Perryer et al. (2010) mengungkapkan bahwa menjaga karyawan yang berharga dan memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan oleh perusahaan memang menjadi tugas bagi manajer untuk kesuksesan perusahaan tersebut. Maka, perlu ditinjau isu penting
4
lain yang berkaitan dengan retensi karyawan, yaitu bagaimana mencegah supaya karyawan berpikir, berkeinginan, bahkan melakukan perpindahan dari perusahaan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Hay Group bekerjasama dengan Centre for Economics and Business Research (Top Career Magazine, 2013) memperkirakan bahwa jumlah karyawan yang akan berhenti bekerja pada tahun 2014 bisa mencapai 161,7 juta atau meningkat sebesar 12,9% bila dibandingkan dengan tahun 2012. Mereka menambahkan bahwa kawasan Asia Pasifik juga mengalami kenaikan tertinggi di seluruh dunia dalam tingkat perputaran karyawan (turnover) di Asia Pasifik sebesar 21,5%-25,5% selama periode 2012-2018. Dengan adanya perkiraan tersebut, penting bagi perusahaan, termasuk di negara Indonesia, untuk berjaga-jaga dalam mempertahankan sumber daya manusia berkualitas supaya mereka tidak terkena dampak kerugian dari adanya perputaran karyawan yang besar. Masalah perputaran karyawan memang harus diperhatikan oleh para pakar ekonomi dan sosial karena dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Selain konflik pekerjaan dan keluarga, isu yang dapat berpengaruh pada keinginan karyawan untuk berpindah adalah dukungan organisasional persepsian (perceived organizational support). Eisenberger et al. (1986) mendefinisikan dukungan organisasional persepsian sebagai tingkat di mana karyawan percaya bahwa organisasi mereka menghargai kontribusi para karyawannya dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Adanya sikap positif dari karyawan ini juga didukung oleh teori pertukaran sosial (social exchange theory) milik Blau (1964) seperti yang dikutip oleh Perryer et al. (2010) menyatakan bahwa manusia akan
5
menanggapi secara positif kepada mereka yang memberikan keuntungan bagi mereka. Jadi, apabila organisasi melakukan hal-hal yang positif kepada karyawan mereka, karyawan akan merasa bahwa mereka harus membalas budi, dan secara umum juga akan melakukan hal secara positif yang dapat menguntungkan perusahaan mereka (Eder, 2008, yang dikutip oleh Perryer et al., 2010). Dukungan organisasional persepsian ini diyakini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keinginan berpindah karyawan karena jika karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi dan organisasi peduli dengan kesejahteraan dan menghargai kontribusi karyawan, maka akan berdampak pada keinginan karyawan untuk tetap bekerja di organisasi tersebut. Fenomena mengenai perputaran karyawan di Indonesia juga terjadi di sektor perbankan. PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia mengadakan survei turnover sumber daya manusia di 30 bank besar di Indonesia pada bulan Januari hingga Februari 2014 dengan hasil 15%. Hasil survei dapat diklaim sebagai gambaran 80% aset industri perbankan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber daya manusia di sektor perbankan masih sering berpindah-pindah perusahaan. Sebesar 54% responden mengatakan untuk tunjangan yang lebih baik, sementara 37% responden mencari tempat pekerjaan lain untuk peningkatan karir. Selain itu 4% responden berpindah tempat kerja karena menyukai tantangan dan 4% responden lainnya tidak puas dengan gaya kepemimpinan atasan. Melihat hasil survei tersebut, peneliti tertarik untuk meninjau lebih dalam bagaimana fenomena yang terjadi di PT. Bank X, yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
6
menelusuri apakah keinginan berpindah karyawan di dalamnya juga termasuk dalam alasan yang telah diungkapkan oleh PwC. PT. Bank X sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perbankan yang mana beban pekerjaan tiap karyawannya cukup menyita banyak waktu mereka di tempat kerja sehingga menimbulkan kemungkinan adanya konflik dalam keluarga. Berdasarkan wawancara peneliti dengan beberapa sumber yang bekerja di PT. Bank X, mereka sebagian besar beranggapan bahwa bekerja di sektor perbankan memungkinkan adanya konflik dalam keluarga karena kesibukan dan tuntutan di tempat kerja mereka. Beban kerja yang menuntut mereka untuk bekerja hingga di luar batas jam kerja terkadang menimbulkan konflik dalam keluarga mereka. Tidak jarang yang mengafirmasi pernyataan bahwa hal tersebut membuat mereka sempat berpikir untuk meninggalkan perusahaan tempat mereka bekerja dan memilih tempat kerja lainnya yang memberikan pilihan waktu dan beban kerja yang lebih fleksibel. Adanya faktor internal seperti teman kerja, lingkungan kerja, ataupun gaji dan benefit yang mereka terima yang selama ini dapat membuat mereka bertahan dan mengurungkan niat mereka untuk berpindah ke tempat kerja lain. Faktor eksternal lain seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan di luar perusahaan juga menambah alasan mereka untuk tetap tinggal di PT. Bank X. Dukungan perusahaan juga penting untuk disoroti lebih dalam mengenai pengaruhnya dengan keinginan karyawan PT. Bank X ini untuk berpindah. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga pada Keinginan
7
Berpindah dengan Dukungan Organisasional Persepsian sebagai Pemoderasi, Studi pada Karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian yang menitikberatkan pada pengaruh konflik pekerjaan-keluarga dan keinginan berpindah. Ketertarikan peneliti untuk menguji adanya moderasi adalah keterbatasan dari penelitian lain yang mengungkapkan adanya kemungkinan faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi konflik pekerjaan-keluarga pada keinginan berpindah. Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan dukungan organisasional persepsian sebagai pemoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan keinginan berpindah. Konflik pekerjaankeluarga akan dijabarkan dalam dua jenis konflik yaitu (1) work-to-family conflict atau work interfering family (yang selanjutnya disebut kehidupan pekerjaan yang mengganggu keluarga) dan (2) family-to-work conflict atau family interfering work (yang selanjutnya disebut kehidupan keluarga yang mengganggu pekerjaan), dengan alasan kemungkinan perbedaan pengaruh di antara kedua jenis konflik pekerjaan-keluarga dengan keinginan berpindah.
1.3 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini bermaksud menjawab ketiga pertanyaan berikut ini:
8
1. Apakah kehidupan pekerjaan yang mengganggu keluarga berpengaruh positif pada keinginan berpindah, khususnya pada karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah? 2. Apakah kehidupan keluarga yang mengganggu pekerjaan berpengaruh positif pada keinginan berpindah, khususnya pada karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah? 3. Apakah dukungan organisasional persepsian memoderasi hubungan konflik pekerjaan-keluarga dan keinginan berpindah, khususnya pada karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah?
1.4 Tujuan Penelitian Terdapat beberapa tujuan dari penelitian ini di antaranya: 1. Untuk menguji apakah kehidupan pekerjaan yang mengganggu keluarga berpengaruh positif pada keinginan berpindah, khususnya pada karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah. 2. Untuk menguji apakah kehidupan keluarga yang mengganggu keluarga berpengaruh positif pada keinginan berpindah, khususnya pada karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah. 3. Untuk menguji dukungan organisasional persepsian memoderasi hubungan konflik pekerjaan-keluarga dan keinginan berpindah, khususnya pada karyawan PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah.
1.5 Manfaat Penelitian
9
1.5.1
Bagi perusahaan Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi perusahaan mengenai pengaruh konflik pekerjaan-keluarga pada keinginan berpindah sehingga perusahaan dapat memaklumi jika terjadi fenomena perpindahan karyawan yang terjadi secara cepat. Dengan adanya penelitian ini, perusahaan juga dapat mengevaluasi bagaimana dukungan organisasi selama ini yang diberikan kepada karyawan sehingga dapat memungkinkan adanya resiko perpindahan karyawan yang lebih rendah.
1.5.2
Bagi peneliti Penulisan penelitian ini memberikan banyak manfaat bagi peneliti baik dari sisi peningkatan pemahaman bagi peneliti bagaimana mengumpulkan data, mengolah data, dan menginterpretasikan serta menyajikan data dalam bentuk laporan, maupun pendalaman pemahaman hubungan konflik pekerjaan-keluarga, dukungan organisasional persepsian, dan keinginan berpindah.
1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas pada keterkaitan variabel bebas yaitu konflik pekerjaan-keluarga yang terdiri dari dua macam; (a) kehidupan pekerjaan yang mengganggu kehidupan keluarga (work interfering family) dan (b) kehidupan keluarga yang mengganggu pekerjaan (family interfering work) terhadap variabel terikat yaitu keinginan untuk berpindah dengan dukungan organisasional
10
persepsian sebagai variabel pemoderasi. Keterkaitan variabel tersebut diukur dengan menggunakan instrumen penelitian yang dibagikan kepada karyawan operasional khususnya PT. Bank X Cabang Surakarta, Jawa Tengah.
1.7 Sistematika Penulisan Laporan hasil penelitian ini terbagi menjadi lima bab sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi teori-teori konseptual yang melandasi penelitian
mengenai konflik pekerjaan-keluarga, dukungan organisasional persepsian, dan keinginan berpindah sehingga menghasilkan hipotesis yang perlu untuk diuji dalam penelitian. BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini berisi desain penelitian, populasi dan sampel penelitian,
teknik pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, metode pengolahan data, pengujian instrumen, dan metode analisis data.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
11
Bab ini berisi hasil pengumpulan data yang telah dianalisis. Bab ini juga menjelaskan analisis pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap keinginan berpindah dengan dukungan organisasional persepsian sebagai pemoderasi. BAB V
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI Bab ini berisi simpulan dari penelitian, keterbatasan, dan implikasi
untuk obyek penelitian.
12