1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sangat menganjurkan perkawinan, banyak sekali ayat-ayat al Qur’an yang memberikan anjuran untuk nikah, diantaranya
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah, Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, Supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yangdemikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaumyang berfikir”. (Q.S. 30 Ar-Rum:21)1
1
Depag RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Bandung : Diponegoro, 2000),24
1
2 “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan, cucu-cucu dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah.” (Qs. 16 Al Nahl:72)2 Sudah menjadi idaman bagi setiap pria dan wanita sesudah menikah untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dalam rumah tangga sehingga terbentuk keluarga yang sakînah, mawaddah warrahmah. Hak dan kewajiban suami istri memang harus dikerjakan oleh masingmasing pihak sebagai sendi untuk menciptakan keluarga yang sakinah. Hak yang diperoleh dari suaminya adalah mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya dan juga mendapat nafkah. Tetapi pada masa sekarang ini, dikatakan sebagai jaman modern sering kali kita temui perbuatan-perbuatan wanita yang sangat kontradiktif dengan ajaran-ajaran yang tertuang dalam al Qur’an yang mana perbuatan tersebut bisa menimbulkan fitnah. Seperti istilah TKW baik di dalam dan diluar negeri yang notabene adalah wanita, baik yang masih gadis atau yang berumah tangga. Pengiriman TKW ke luar negeri diharapkan dapat dijadikan salah satu solusi atas masalah, dalam rangka memberikan lowogan pekerjaan bagi pencari kerja.
2
Ibid.,219.
3 Adanya TKW ke luar negeri menunjukkan suatu bentuk kegiatan kesejahteraan keluarga TKW luar negeri itu sendiri serta tercapainya ketenangan dan kelestarian rumah tangga mereka masing-masing. Oleh karena itulah daerah Kabupaten Ponorogo termasuk daerah yang banyak mengirimkan TKW ke luar negeri dengan beragam motivasi.. Motivasi TKW ke luar negeri memiliki dampak positif, tetapi juga mengandung resiko dampak negatif. Hal ini setidaknya dapat dilihat pada tingginya kasus rumahn tangga (perdata) yang muncul sebagai dampak dari pengiriman TKW ke Luar negeri, yang antara lain menjadikan kehidupan rumah tangga kurang harmonis serta munculnya problem-problem rumah tangga laninya. Problem dan kasus kerumah tanggaan tersebut kemungkinan dapat diselesaikan secara kekeluargaan (informal) akan tetapi juga tidak sedikit masalah rumah tangga yang diselesaikan melalui lembaga Pengadilan Agama sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berupa kasus perceraian. Dalam hal perceraian, maka undang-undang perkawinan berpegang teguh untuk mempersukar terjadinya perceraian karena tujuan perkawinan sendiri adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Karena itu
4 untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu, dan harus di depan sidang pengadilan3. Dalam rangka
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang masalah
perceraian sebagaimana telah dikemukakan di atsa maka penulis berkeinginan untuk menggungkapkan lebih lanjut tentang perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri di Pengadilan Agama Ponorogo dan mengangkat ke dalam sebuah penelitian di pengadilan Agama Ponorogo. Dalam hal ini penulis hanya melakukan penelitian tentang perceraian yang melibatkan kepergian istri ke luar negeri yang terjadi di Pengadilan Agama Ponorogo Tahun 2005 saja, dengan alasan sulitnya prosedur pengambilan data yang diperlukan karena menurut panitera bertujuan untuk menjaga nama baik kedua belah pihak4 Adapun penelitian ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Perceraian Yang Melibatkan Istri Menjadi TKW ke Luar Negeri” (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo).
B. Penegasan Istilah Dalam penulisan skripsi ini, penulis perlu menegaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan skripsi ini dengan tujuan untuk sendiri menghindari
3
Achmad Ichsan, Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam (Jakarta: Pradnya Paramita,1994),48. 4 Wawancara dengan Harun Panitera Pengadilan Agama kab. Ponorogo tanggal 25 September 2007 di kantor Pengadilan Agama kab. Ponorogo pukul 09.00.
5 adanya kekaburan makna dan perbedaan maksud dari istilah dalam penulisan skripsi ini. Diantaranya adalah: Hukum Islam : Adalah kaidah, asas, prinsip atau aturan yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat Islam, baik berupa ayat Al Qur’an hadits nabi pendapat sahabat dan tabi’in maupun pendapat yang berkembang dalam umat Islam5. Perceraian
: Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri6
TKW
: Tenaga Kerja Wanita. Adapun yang dimaksud TKW dalam skripsi ini adalah TKW yang bekerja ke luar negeri.
C. Identifikasi Masalah Dalam kasus di atas, terdapat beberapa masalah yang diidentifikasi yaitu: 1. Tentang pengertian perceraian di dalam hukum Islam. 2. Tentang bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penyelesaian perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri. 3. Tentang tinjauan hukum Islam terhadap Dasar Hukum yang digunakan hukum PA Kabupaten Ponorogo dalam memutuskan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri. D. Rumusan Masalah 5 6
Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve)76. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003), 193.
6 Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penyebab terjadinya perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap upaya pembuktian hakim Pengadilan Agama kabupaten Ponorogo dalam menyelesaikan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri? 3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap dasar hukum yang digunakan hakim pengadilan Agama kabupaten Ponorogo dalam memutuskan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penyebab terjadinya perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri. 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap upaya pembuktian hakim Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo dalam menyelesaikan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri. 3. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap dasar hukum yang digunakan
hakim
pengadilan
Agama
Kabupaten
Ponorogo
dalam
7 memutuskan perkara perceraian yangmelibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri.
F. Kegunaan Penelitian Adapun pembahasan permasalahan dan penulisan skripsi ini diharapkan berguna dan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis skripsi ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan Agama dalam bidang hukum Islam tentang perceraian 2. Sebagai sumbangan yang berarti bagi masyarakat pada umumnya yang berkaitan dalam perkara perceraian
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field Research) yang bersifat deskritif kualitatif yang diawali dengan survey secara komperhensif. 2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian atau tempat yang diteliti adalah Pengadilan Agama Ponorogo. Alasan penulis meneliti perceraian TKW, dikarenakan banyak sekali kasus tersebut terjadi di Pengadilan Agama Ponorogo
8 3. Objek Penelitian Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah pihak-pihak yang mengenai masalah perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Pononrogo 4. Data Adapun data yang dibutuhkan sebagai kelengkapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data tentang jumlah perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke Luar negeri b. Dokumantasi Pengadilan Agama Ponogoro. 5. Sumber Data a. Sumber data lapangan Yaitu sumber data yang diperoleh dari penelitian yang meliputi 1) Responden Responden dalam penelitian ini adalah suami yang melakukan perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri. Adapun responden dalam penelitian ini adalah Muhammad Masrur bin Saudi dan Yeni Arifin bin Teguh 2) Informan Informan dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Agama Ponorogo dan Penitera
9 3) Dokumen Adapun dokumen yang digunakan sebagai sumber data antara lain data-data yang bersifat dokumenter yaitu Dokumen yang digunakan sebagai sumber data antara lain, data yang bersifat dokumenter berupa keterangan-keterangan yang ada kaitannya dengan perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri b. Sumber data Literer Yaitu data yang diperoleh dari Buku-buku yang meliputi : 1) Achmad Ichsan Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam. Jakarta: Pradnya Bramita, 1994 2) Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve 3) Abd. Rahman Ghazaly Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003 4) Amir Syarifuddin Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Predana Media, 2006 5) Doi, A Rohman I. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 6) Doi, A Rohman I. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: Rineka Cipta,1996 7) Shiddiq, Ahmad. Hukum Thalak Dalam Agama Islam, Surabaya: Putra Pelajar, 2001
10 8) Dan beberapa buku lain yang terkait dengan masalah dalam skripsi. 6. Teknik pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sebagai berikut: a. Wawancara (Interview). Adapun pihak yang diwawancarai adalah hakim, jajaran kepaniteraan, dan suami yang melakukan perceraian dengan mengambil sample secara acak (randonm sampling) b. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan atau tulisan, surat kabar, majalah atau jurnal dan sebagainya7. 7. Teknik Pengolahan Data Dalam pembahasan permasalahan skripsi ini penulis menggunakan teknik pengolahan data sebagai berikut: a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian satu dengan lainnya. b. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data yang diperoleh dalam rangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya c. Penemuan hasil data, yaitu pelaksanaan analisa lanjutan dengan menggunakan teori dan dalil tertentu sehingga diperoleh kesimpulan sebagai jawaban 7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 206.
11 H. Metode Analisa Data Adapun metode analisa ata yang penulis pakai dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Induktif, yaitu menggunakan data yang bersifat khusus hasil riset kemudian dianalisis berdasarkan teori atau dalil-dalil yang ada untuk mendapatkan keseimpulan yang bersifat umum 2. Metode Deduktif, yaitu diawali dengan menggunakan teori-teori,dalil-dalil atau hipotesis yang bersifat umum, untuk selanjutnya dijadikan landasan dalam menganalisis hasil penelitian / riset.
I. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini maka penulis membagi menjadi lima bab dan masing-masing bab diagi menjadi sub pokok bahasan. Adapun sistematika pembahasan penulisan adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam Bab ini membahas kerangka dasar dari suatu penelitian, antara lain: latar belakang masalah, penegasan istilah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian , metode pembahasan, sistematika pembahasan
12 BAB II
TALAK MENURUT HUKUM ISLAM, KHI DAN UU No 1 TAHUN 74 Bab ini merupakan landasan teori yang pembahasannya meliputi pengertian talak, dasar hukum talak, macam-macam talak, rukun dan syarat talak, akibat-akibat talak, dan teori pembuktian
BAB III
PERCERAIAN YANG MELIBATKAN ISTRI MENJADI TKW KE LUAR NEGERI Bab ini membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan skripsi ini meliputi : Pengadilan Agama Ponorogo, sebab-sebab perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri, upaya pembuktian
hakim
Pengadilan
Agama
Ponorogo
dalam
menyelesaikan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri, dasar hukum yang digunakan dalam memutuskan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri.
13 BAB IV
ANALISA
TINJAUAN
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
PERCERAIAN YANG MELIBATKAN ISTRI MENJADI TKW KE LUAR NEGERI Bab ini membahas tentang analisa sebab-sebab perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri, analisa hukum Islam terhadap upaya pembuktian hakim Pengadilan Agama Ponorogo dalam menyelesaikan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri, analisa hukum Islam terhadap dasar hukum yang digunakan dalam memutuskan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan akhir dari pembahasan Skripsi yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang berisi kesimpulan dan saransaran
14 BAB II TALAK MENURUT HUKUM ISLAM, KHI DAN UU NO 1 TAHUN 1974
Ada saat dalam kehidupan manusia ketika tak mungkin baginya melanjutkan hubungan yang akrab dengan istrinya atau sebaliknya. Sudah merupakan bagian sifat manusia bahwa sekalipun dia sudah menikmati segenap prestasi dan meningkat derajat keilmuannya, namun kelemahannya sebagai manusia tetap lebih menonjol. Sering terjadi nasihat yang baik dan perundingan yang bijaksana tidak berfungsi. Disaat demikian ini, ketika perkawinan tidak mungkin lagi dipertahankan, maka lebih baik berpisah secara baik dari pada berada dalam permasalahan yang, membuat rumahtangga dan keluarga bagaikan neraka. Dalam kondisi seperti ini, yang paling menjadi korban adalah anak-anak dari keluarga yang pecah itu. Dalam Islam, perkawinan merupakan suatu ikatan dan ikatan itu harus diupayakan terjalin utuh. Namun tidak demikian apabila secara manusiawi ikatan perkawinan dalam keluarga itu menjadi mustahil untuk dipertahankan. Hanya dalam keadaan yang tidak dapat dipertahankan itu sajalah perceraian diijinkan dalam syariah. A. Pengertian Talak Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”8. Menurut al Jâziri talak ialah menghilangkan
8
Abd. Rohman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 191
14
15 ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sedangkan talak menurut Abŭ Zakaria Al-Anshari talak ialah melepas tali akad nikah dengan kata talak dan semacamnya9. Abd. Rahman Ghazali mendefinisikan talak dengan “menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti, mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu dalam talak raj’i”10 Sayyid Sâbiq sebagaimana dikutip oleh Amir Nuruddin mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan ikatan perkawinan itu sendiri11 Dalam fiqih perkataan talak memiliki arti yang umum dan arti yang khusus. Arti yang umum ialah segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami yang telah ditetapkan oleh hakim dan perceraian yang jatuh dengan sendirinya seperti perceraian yang disebabkan meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Arti khusus yaitu perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja12. Ahli fiqih sebelum abad ke 20 Masehi lebih banyak mendefinisikan dengan definisi umum, sedangkan ahli fiqih yang sekarang mendefinisikan talak dengan arti khusus. 9
Ibid. Ibid., 192. 11 Amir Nuruddin Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia ( Jakarta: Prenada Media, 2004),207. 12 Kamal, Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tenteng Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987),165. 10
16 Ahmad Shiddiq mendefinisikan talak dengan melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan (suami istri) dengan mengucapkan secara sukarela ucapan thalak kepada isrinya, dengan kata-kata yang jelas ataupun dengan kata-kata sindiran13. Menurut Kompilasi Hukum Islam Talak adalah Ikrar suami d hadapan pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan14 Jadi Talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu dan satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak raj’i15 Berbeda dengan agama lain, agama Islam membolehkan suami istri bercerai, karena alasan-alasan tertentu, kendatipun perceraian itu dibenci Allah. Sebabnya adalah
karena akibat negatuf tidak hanya akan dialami oleh suami
isteri tetapi juga oleh anak-anak dan keluarga kedua belah pihak. Oleh karena itu, hukum keluarga masyarakat muslim kontemporer mempersukar terjadinya perceraian dan tidak lagi memandang perceraian sebagai urusan pribadi suami istri dan atau keluarga kedua belah pihak, akan tetapi menjadikannya urusan umum yang dikelola oleh pengadilan. Karena itulah cerai hidup antara suami istri
13
Ahmad Shiddiq, Hukum Thalak Dalam Agama Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001),9 Moh Idris Ramulyi Hukum perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara; 1996), 153. 15 Abd. Rohman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 129. 14
17 harus dilakukan di depan sidang pengadilan (agama) agar akibatnya dapat diatur sebaik-baiknya.
B. Hukum Thalak Syariah bermaksud untuk membentuk unit lekuarga yang sejahtera melalui perkawinan. Namun kalau karena beberapa alasan tujuan ini gagal, maka tak perlu lagi memperpanjang harapan hampa tersebut sebagaimana dipraktekkan dan diajarkan oleh beberapa agama lain bahwa perceraian itu tidak diperbolehkan. Islam lebih menganjurkan perdamaian diantara kedua suami istri dari pada memutuskan meraka. Namun jika hubungan baik di antara pasangan itu tidak mungkin terus dilangsugkan, maka Islampun tidak membelenggu dengan suatu rantai yang mengakibatkan keadaan yang menyiksa dan menyakitkan. Sebelum dilakukan suatu perceraian, Islam menganjurkan untuk menunjuk seorang penengah jika terjadi perselisihan yang akan menyebabkan keutuhan keluarga terganggu hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat AnNisa’ ayat 35 sebagai berikut:
18 “dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakin (penengah) dari keluarga lelaki dan seorang lagi dari keluarga perempuan. Jika kedua hakin itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Alaah akan memberi taufiq kepada suami istri itu, Sesungguhnya Allah Maha berilmu dan Maha mengetahui”16. Akan tetapi jika para penengah itu gagal mendamaikan kedua suami istri itu, barulah al Qur’an memperkenankan untuk terjadinya talak. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al Qur’an surat Al-Nisâ’ ayat 130.
“Dan kalau keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing (nya) dari limpahan karunia-Nya. Dan sungguh Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha bijaksana”17 Para ahli fiqih berbeda pendapat, mengenai hukum Thalak ini, mereka berpendapat “terlarang” kacuali karena alasan yang benar18. Hal tersebut disebabkan bercerai itu adalah suatu bentuk kekufuran terhadap nikmat Allah, sedangkan pernikahan merupakan suatu nikmat Allah dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi tidak halal bercerai kecuali benar-benar diperlukan (darurat). Para fuqaha pun berbeda pendapat tentang hukum asal menjatuhkan talak oleh suami. Yang paling tepat diantara pendapat itu ialah pendapat yang 16
Depag RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Bandung : Diponegoro, 2000),66 Ibid.,78. 18 Ahmad Shiddiq, Hukum ThalakDalam Agama Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001),9. 17
19 mengatakan bahwa suami diharamkan menjatuhkan talak kecuali karena darurat (terpaksa). Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Hanâfiyah dan Hanâbillah19 Selanjutnya golongan Hambali menjelaskan terperinci mengenaiThalak, ada yang dikatakan wajib, haram dan sunnah. 1. Talak wajib yaitu thalaq yang dijatuhkan oleh pihak hakam (penengah), karena perselihan, perpecahan antara suami istri yang sudah berat20. Keputusan hakam ini semata-mata dilakukan untuk menyelamatkan masingmasing pihak dari bahaya yang mengancam akibat tetap dipertahankannya suatu perkawinan. 2. Talak haram, yaitu Thalaq tanpa alasan apapun. Diharamkan karena merugikan bagi suami atau isteri dan tidak adanya kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan talaknya21. 3. Talak Sunnah, yaitu thalak dikarenakan istri mengabaikan kewajibankewajiban kepada Allah22. Kewajiban yang ditinggalkan istri tersebut seperti meninggalkan shalat dan sebagainya, padahal suami tidak mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajiban-kewajibannya tersebut. Dalam Syarah al-Kabîr disebutkan ada lima kategori perceraian23 sebagai berikut: 1. Perceraian menjadi wajib dalam kasus “syiqâq” 19
Abd Rohman Ghozali, Fikih Munakahat, (Jakarta; Prrennada Media), 2003 212 Ibid., 11. 21 Ibid., 13. 22 Ibid., 14. 1 23 Abdur Rahman IDoi, Perkawinan Dalam Syariat Islam. (Jakarta: Rineka Cipta,1996). 20
20 2. Hukumnya makruh bila ia dapat dicegah. Kalau diperkirakan tidak akan membahayakan baik pihak suami ataupun istri dan masih ada harapan untuk mendamaikannya 3. Hukumnya menjadi mubah bila memang diperlukan, terutama kalau istri beraklak buruk (Sŭ’u al khuluq al mar’ah), dan dengan demikian kemungkinan akan membahayakan kelangsungan perkawinan tersebut. 4. Hukumnya mandub jika istri tidak memenuhi kewajiban utama terhadap Allah yang telah diwajibkan atasnya atau kalau dia berbuat serong. 5. Hukumnya mahzur bila perceraian itu dilakukan pada saat datang bulan. Dalam “Mughanî al Muhtâj” keempat kategori itu diperbolehkan, tetapi yang kelimanya haram dan ia merupakan perceraian yang tidak sah (Talaq alBibi). Imam Nawawi hanya menyebutkan empat macam perceraian yaitu Haram, Makruh, Wajib, dan Mandub, sebagaimana yang disebutkan dalam “syarahnya” atas “Shahîh al Muslim”. Menurutnya tak ada perceraian yang dapat disebut “Mubah”. Ulama Maliki, al Dardîry, juga sepakat dengan pendapat di atas dalam ‘al Mukhtasar” penafsirnya yang terkenal atas karya Khalil24
C. Macam-Macam Thalaq Ditinjau dari segi waktu dijatuhkan talak itu, maka talak dapat dibagi menjadi tiga macam sebagai berikut:
24
Ibid., 83.
21 1. Talak Sunnî, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah25. Suatu talak dikatakan tala’ sunni jika memenuhi empat syarat yaitu 1. Dijatuhkan pada istri yang pernah digauli 2. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak 3. Dijatuhkan pada istri yang berada dalam keadaan suci 4. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci talak itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan pada istri yang belum digauli, istri yang lepas masa haid (menopause) atau belum pernah haid, istri yang sedang hamil, istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli tidak termasuk talak sunni. Hal ini dikarenakan istri yang ditalak tidak dapat segera melakukan masa iddah. 2. Talak Bid’î, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunnî 26. Yang termasuk dalam talak bid’î adalah talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik di permulaan haid maupun di pertengahannya dan talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud dan talak yang dijatuhkan oleh suami tiga kali sekaligus.
25 26
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003),193. Ibid., 195
22 3. Talak la sunnî wa la bid’î yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’i27. Yang termasuk dalam talak ini adalah talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, istri yang belum pernah haid, istri yang telah lepas masa haid dan istri yang sedang hamil. Ahli fiqih sepakat bahwa talak sunni adalah talak yang halal, sedang talak bid’i adalah talak yang haram.28 Sedangkan untuk hukum talak bid’i para ahli fiqih berbeda pendapat apakah talak bid’i talak yang sah atau talak yang batal. Imam Abŭ Hanifah, Imam Syafi’î, Imam Mâlik dan Imam Hambali berpendapat bahwa talak bid’i itu sekalipun talak haram tatapi hukumnya sah dan talaknya jatuh, dan dianjurkan bagi suami yang menjatuhkan talak bid’i meruju’ bekas istrinya. Kecuali Imam malik beliau berpendapat bahwa hukum merujuk istri yang telah dijatuhkan talak bid’i adalah wajib. Sedangkan menurut Ibnu Taymiyah, Ibn Qoyyim dan Ibn Hazm, talak bid’î adalah talak yang haram. Talak yang haram adalah talak yang tidak sah dan talak itu tidak jatuh, karena termasuk talak yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah, saw. Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam sebagai berikut: 1. Talak shârih, yaitu talak dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai kertika diucapkan29. 27
Ibid.. Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. (Jakarta: Bulan Bintang 1974), 170. 28
23 Kata-kata yang dipergunakan untuk talak shârih ada tiga yaitu talak, firaq dan sarah, . Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak shârih maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapan itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauan sendiri. 2. Talak Kinâyah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran atau samar-samar30. Kata-kata tersebut seperti halnya engkau sekarang telah jauh dari diriku, selesaikanlah sendiri segala urusanmu, janganlah engkau mendekati aku lagi, keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga, pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga dan lain sebagainya. Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain. Menurut Taqiyuddin al Husaini, kedudukan talak dengan kata sindiran adalah tergantung pada niat suami. Artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.31 Ditinjau dari ada tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut 1. Talak raj’î, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang
29
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003),195 Ibid. 31 Ibid, 197 30
24 pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya32. Lebih lanjut Drs As-Sibâ’i mengatakan bahwa talak raj’i adalah talak yang apabila seorang suami ingin merujuk istrinya pada masa iddahnya maka ia tidak memerlukan akad nikah baru, tidak memerlukan mahar dan tidak memerlukan persaksian, namun ketika masa iddah istrinya telah habis maka talaknya menjadi talak bain dan untuk kembalinya seorang suami diperlukan akad nikah yang baru. Talak raj’i terjadi pada talak pertama dan kedua pada suatu akad nikah. 2. Talak ba’in, yaitu talak yang tidak memberikan hak rujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya, kecuali dengan menggunakan akad nikah yang baru, lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya. Talak ba’in dibagi menjadi dua yaitu bain shugro dan baik kubro. a. Talak ba’in shugro ialah talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin dengan bekas istri33. Yang termasuk dalam talak bain shugro adalah talak sebelum berkumpul, talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu’, talak karena cacat, penganiayaan atau semacamnya. b. Talak ba’in kubro, yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami terhadap bekas istri untuk kawin kembali kecuali bekas istri itu kawin dengan laki-laki lain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah 32 33
Ibid., 196. Ibid., 198.
25 bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan masa iddahnya. Talak ba’in kubro terjadi pada talak ketiga34. Ditinjau dari segi penyampaian suami terhadap istri, talak ada beberapa macam yaitu: 1. talak dengan ucapan langsung dari suami kepada istri 2. talak dengan tulisan yang disampakan suami kepada istri 3. talak dengan isyarat bagi tuna wicara 4. talak dengan utusan suami kepada istri
D. Rukun Dan Syarat Talak Rukun talak adalah Rukun unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud35 Rukun talak ada empat talak ada empat yaitu suami, istri, shighat (akad), dan qashudu (sengaja). Adapun syarat syahnya talak melekat pada rukun talak yaitu sebagai berikut: 1. Sarat sah suami yang menjatuhkan talak a. Berakal. Suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak. Yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit.
34 35
Ibid., 199 Ibid., 201
26 b. Baligh. Tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa. c. Atas kemauan sendiri. Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihannya sendiri Talak yang dijatuhkan oleh suami yang terpaksa menjatuhkannya, menurut Imam syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad tidak sah (tidak jatuh) sedangkan menurut Abu Hanifah, talak tersebut adalah talak yang sah. Apabila seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya dalam keadaan marah yang tidak dapat menentukan kehendak pilihannya, maka talaknya tidak sah, adapun suami yang marah (sangat marah) sedang ia masih dapat menentukan kehendak dan pilihan talaknya itu adalah talak yang sah (jatuh). 2. Istri yang boleh ditalak oleh suami itu ialah a. Istri yang terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya. b. Istri yang dalam keadaan suci yang dalam keadaan belum pernah dicampuri suaminya dalam masa suci itu c. Istri yang sedang hamil36 3. Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut:
36
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003),198
27 a. Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan dan kekuasaan suami. Istri yang menjalani masa iddah talak raj’i dari suaminya oleh hukum islaam dipandang masih barada dalam perlindungan dan kekuasaan suami. Karenanya bila dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talak sehingga menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami. Dalam hal talak bain, bekas suami tidak berhak menjatuhkan talak lagi terhadap bekas istrinya meski dalam masa iddahnya, karena dengan talak bain itubekas istri tidak lagi berada dalam perlindungan dan kekuasaan bekas suaminya b. Kedudukan istri yang ditalak harus berdasarkan atas akad pernikahan yang sah. 4. Sighat talâq. Shighat talâq ialah kata-kat yang diucakan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu shârih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/ tulisan, isyarat bagi tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain. Shighat talâq yang diucapkan dengan langsung dan jelas dihukumi sah dan talak jatuh satu kali, sedangkan sighat talâq yang diucapkan dengan kata sindiran dinyatakan sah apabila a. Ucapan suami itu disertai dengan niat menjatuhkan talak kepada istri b. Suami menyatakan kepada pegawai Pencatat Nikah atau hakim bahwa ucapannya itu untuk menyatakan keinginannya menjatuhkan talak kepada istrinya. Apabila tujuan suami dengan perkataan itu bukan untuk
28 menyatakan bahwa talak telah jatuh, maka shighat talak yang demikian tidak sah dan talak tidak jatuh 5. Qasdu (sengaja) artinya dengan ucapan talak itu memang di maksudkan oleh yang menguncapkan untuk talak, bukan untuk maksud lain. Oleh karena itu, salah ucap yang tidak dimaksu untuk talak dipandang tidak jatuh talak. Menurut Bab VIII pasal 38 undang-undang no 1 tahun 1974 perceraian hanya dapat terjadi kalau kematian atau perceraian atas keputusan pengadilan. Selanjutnya pasal 39 meyatakan : 1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bawa suami-iseri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri37 Dalam Bab V pasal 18 PP No 9 Tahun 1974 tentang tata cara perceraian dijelaskan bahwa perceraian terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan38 Perceraian hanya dapat dilakukan oleh suami istri yang sadar bahwa pernikahan yang sedang dijalaninya tidak mungkin dapat dilanjutkan, dan jika tetap dilanjutkan maka akan mendatangkan malapetaka yang lebih besar.
37 38
Undang-Undang Perkawinan, Semarang : Beringin Jaya : 16-17. Ibid., 41.
29 E. Akibat Talak Amir Syarifuddin dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam di Indonesia menjelaskan bahwa akibat talak atau putusnya perkawinan menjadi dua hak yaitu iddah dan hadanah. Iddah adalah bahasa Arab yang berasal dari akar kata addayu-yu’uddu-‘idatan dan jamaknya adalah iddad
yang secara etimologi
berarti “menghitung” atau “hitungan”. Kata ini digunakan untuk maksud iddah karena dalam masa ini perempuan yang beriddah menunggu berlalunya waktu39. Adapun hakikat iddah adalah masa yang harus ditunggu oleh seorang perempuan yang telah bercerai dari suaminya supaya dapat kawin lagi untuk mengetahui bersih rahimnya atau melaksanakan perintah Allah40. Selain menjalani masa iddah yang harus dialami oleh bekas istri akibat dari suatu perceraian atau talak adalah hadanah atau pengasuhan. Dalam pengertian hadanah adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terputus perkawinan Hal ini dibicarakan dalam fiqih secara praktis antara suami dan istri terjadi perpisahan sedang anak-anak masih memerlukan bantuan dari ayah dan atau ibunya41. Dalam KHI Pasal 156 tentang akibat perceraian disebutkan bahwa anak yang belum Mumayyis berhak mendapatkan hadanah dari ibunya. Namun demikian nafkah untuk sang anak adalah merupakan kewajiban dari ayah.
39
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Predana Media, 2006), 303. 40 Ibid,, 304. 41 Ibid., 328.
30 Secara terperinci Absullah Ahmad Ghazalî dalam bukunya Fiqih munakahat menjelaskan akibat talak sebagai berikut: a. Akibat Talak Raj’i Telah diterangkan di atas bahwa talak raj’î adalah talak yang apabila seorang suami ingin merujuk istrinya pada masa iddahnya maka ia tidak memerlukan akad nikah baru, tidak memerlukan mahar dan tidak memerlukan persaksian, namun ketika masa iddah istrinya telah habis maka talaknya menjadi talak bain dan untuk kembalinya seorang suami diperlukan akad nikah yang baru. Talak raj’î terjadi pada talak pertama dan kedua pada suatu akad nikah. Jelaslah bahwasanya dalam talak raj’i tidak merusak dari akad nikah yeng telah dilakukan, dan tidak mengakibatkan perpisahan. Selama istri masih dalam masa idaah talak ini tidak menimbulkan hukum selanjutnya. Segala akibat hukum talak baru berjalan seudah habis masa iddah dan jika tidak ada rujŭ’42. Pada masa iddah talak raj’î jika seorang suami melakukan senggama dengan istrinya maka berarti ia telah ruju’. Istri yang menjalani masa iddah raj’iyah, jika ia taat atau baik terhadap suaminya, maka ia berhak memperoleh tempat tinggal, pakaian, dan uang belanja dari mantan suaminya. Tetapi jika ia durhaka maka ia tidak mendapat apa-apa43. Bila salah seorang meninggal dalam masa iddaahnya, yang lain menjadi ahli warisnya, dan mantan suami tetap wajib memeri 42 43
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003),265. Ibid., 265.
31 nafkah kepadanya selama masa iddah44. Jika sampai masa iddah habis suami belum meruju’ istri maka talak tersebt telah menjadi talak ba’in. b. Akibat Talak Ba’in Sughra Dalam talak ba’in sughra, apabila suami baru melaksanakan satu kali, berarti ia masih memiliki sisa dua kali talak setelah rujuk dan jika sudah dua kali talak, maka ia hanya berhak atas satu kali lagi talak setelah rujuk45. c. Akibat Talak Ba’in Kubra Perempuan yang menjalani iddah talak ba’in jika tidak hamil, ia hanya berhak memperoleh tempat tinggal (rumah), lainya tidak. Tetapi jika ia hamil maka ia juga berhak mendapat nafkah46. Setelah terjadinya talak maka baik mantan istri ataupun mantan suami harus memperhatikan kesejahteran anak. Anak yang masih berada dalam kandungan wajib dijaga dengan baik oleh ibunya, adapun nafkahnya wajib dipenui oleh bapaknya. F. Teori Pembuktian Sistem pembutian dalam syari’at Islam tidak berbeda dengan sistem hukum barat. Syariah tidak membatasi pengambilan keputusan untuk memelihara hak-hak semata-mata berdasarkan kesaksian dua orang lelaki
saja. Baik
mengenali darah, harta, paraj dan had-had47. Had tidak dilaksanakan karena
44
Ibid.. Ibid., 269. 46 Ibid., 270. 47 Usman Hasyim Teori pembuktianMenurut Fiqih Jinayat Islam (Yogyakarta: Andi Ofset, 1984), xi 45
32 adanya syubhat dan juga tidak dilaksanakan had dengan adanya subhadyang mungkindalam kesaksian dua orang saksi. Adapun rahasia perintah berbilangnya saksi, tidaklah kemustahilan berbilang pada membawa kesaksian dan memelhara hak-hak itu, Harus berbilang pula dalam hal memutuskan danmenetapkan terbuktinya. Karena suatu kabar yang benartidak pernah ditolak oleh syariat islam. Allah tidak menyuruh menolak kabar dari orangfasik, tetapi dsuruhNya adag dibuktikan dan diselidiki. Jika nyata petunjuk benarnya, diterima kabarnya danjika nyata petunjuk dustanya, maka ditolak lah ia. Dan kalau tidak nyata salah satunya ditawkkufkan/ dihentikan saja. Yang dituntut dari seorang hakin ialam memutuskan dengan hujah alas an yang memberatkan, apabila tidak ada tandingan yang sama. Dan jugadituntut dari hakim dan siapa saja yang memutuskan perjara diantara dua orang, hendaklah ia mengetahui apa yang terjadi kemudian ia memutuskan dengan apa yang wajib maka bagi yang pertama tempat berpijaknya ialah kebenaran dan bagi hakim yang kedua yang memutuskan antara dua orang tempat berpijaknya keadilan. Boleh bagi seorang hakim memutuskan dengan kesaksian seorang lelaki bila ia tahu benar pada selain had-had. Dan Allah tidaklah mewajibkan para hakim agar tidak memutuskan kecuali dengan dua saksi, tidak sama sekali. Hanya Allah menyuruhyang punya hak memelihara haknya dengan dua saksi
33 atau satu saksi lelaki dan dua saksi peremuan. Dan ini tidak menunukkan bahwa hakim tidak boleh memutuskan dengan yang kurang dari itu bahkan Nabi telah memutuskan dengan satu saksi dan sumpah. Juga boleh bagi hakim memutuskan dengan pengakuan; bahkanini cara yang biasa untuk pembuktian. Dan khusunya pada sebagian had seperti zina dimana bukti saksi jarang terjadi. Alat-alat bukti dalam acara pidana menurut Syariat Islam seperti juga dalam hukum wadl’i adalah sebagai berikut: 1. Saksi 2. Pengakuan 3. Tanda-tanda 4. Pendapat Ahli 5. Pengetahuan hakim 6. Tulisan 7. Sumpah Selain hal tersebut dalam syariat islam juga digunakan Al Qasamah dan Li’an.
34 BAB III PERCERAIAN YANG MELIBATKAN ISTRI MENJADI TKW KE LUAR NEGARI
J. Pengadilan Agama Ponorogo 1. Sejarah pembentukan Pengadilan Agama Ponorogo Sejarah pembentukan Pengadilan Agama Ponorogo dibagi menjadi tiga periode yaitu pada masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang dan masa kemerdekaan. a. Masa penjajahan Belanda Agama Islam berkembang di Ponorogo dan ajaran Islam menjadi bagian kehidupan masyarakat yang ditaati oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo termasuk bidang akhwal al syakhsiyah dan mu’âmalah yang menyangkut bidang kebendaan. Apabila timbul perselisihan di antara orang Islam, maka bertahkim kepada para kyai dan pada umumnya mereka patuh pada fatwa yang diampaikan kyai tersebut Pada masa kerajaan Sultan Agung di Mataram telah didirikan Lembaga tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda, dengan penerapan Hukum Islam bagi orang-orang yang memeluk agama Islam sebagaimana terbukti dalam putusan Laans raad di Jakarta tanggal 15 pebruati 1849, yaitu membatalkan surat wasiat sorang pewaris, karena isinya
34
35 bertentangan degan Hukum Islam hal ini dipertegas dalam compendium dalam Stbl 1828 No 55 dan Stbl 1854 Nomor 129 jo Stbl 1855 No 2. Kemusiaan lembaga peradilan bagi orang-orang Islam pada jaman penjajahan Hindia Belanda dilakukan dengan dikeluarkannya Stbl 1882 No 152 dengan Raad Agama atau Weatern Raad. Terbukti Raad Agama di Ponorogo ada tahun 1885 telah berfungsi dan kewenagannya dalam memutus perkara sangat luas, diantaranya telah menyelesaikan/memutus perkara waris, nafkah fasah dan sebagainya (arsip putusan tahun 885). Pada tahun 1937 pemerintah Hindia Belanda menerapkan teori resepsi atau “receptor theorie” secara berangsur-angsur wewenang Raad agama dikurangi atau dibatasi kesuali hanya masalah nikah, talak, cerai, rujuk, (NTCR). Adapun perkara kebendaan termasuk amal awaris menjadi wewenang Land Raad (Pengadilan Negeri), sebagaimana diatur dalam Stbl 1937 No 116 dan 610. Karena itu putusan Pengadilan Agama Ponorogo hanya berkisar pada perkara (NTRC). b. Masa penjajahan Jepang Pengadilan Agama Ponorogo pada zaman penjajahan Jepang tetap mejalankan tugas untuk menyelesaikan perkara yang disengketakan orang-orang Islam sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Landasan hukum yang dipergunakan oleh Pengadilan Agama Ponorogo adalah pada
36 Stbl No 152 Stbl 1937 No 116-610 dan hukum Islam. Pengadilan Agama Ponorogo menangani perkara NTCR. Pengadilan Agama Ponorogo menyimpan arsip putusan, produk zaman Belanda dan zaman jepang tahun 1885, tahun 1937, tahun 1943 dan sebagainya. Keunikan putusan tersebut ditulis dengan rapi dan telaten. c. Masa kemerdekaan. Kondisi pengadilan Agama setelah proklamasi kemerdekaan RI tetap sebagaimana pada Zaman penjajahan, tempat memeriksa perkara bagi orang-orang islam silakukan di serambi Msjid, kemudian pindah dari rumah ke rumah lain milik tokoh masyarakat Kota Ponorogo. Pada umumnya hakim agama berstatus honorer serta sarana dan prasarananya sangat tidak memadai dan tidak mencerminkan lembaga Pemerintah sebagai penegak hukum. Demikian pula kekuasaan dan wewenang Pengadilan Agama Ponorogo sangat teratas dalam perkara NTCR sebagaimana diatur dalam STBL 1937 No 116-610. 2. Dasar hukum pembentukan Pengadilan Agama Ponorogo a. Pengadilan Agama dibentuk berdasarkan Stbd 1820 No 20 jo Stbd 1835 No 53.
37 b. Kemudian terjadi peubahan nama dan wilayah hukum serta lokasi Pengadilan Agama Ponorogoberdasarkan Stld 1828 No 55, Srbd 1854 No 1289 dan Stbl 1882 No 125. 3. Daftar Ketua Pengadilan Agama Ponorogo Ketua pengadilan Agama Ponorogo mulai dari tahun 1947 sampai dengan sekaranga dalah sebagaimana terdapat pada tabel di bawah: Tabel 1 Daftar Ketua Pengadilan Agama Ponorogo No
Nama
1 2 3 4 5 6. 7
K.H. Djamaluddin K.H. Syamsuddin K. H. Moh. Hisjam K. Abi Doellah Drs. Muhtar. R.M Drs. H. Djumhur. SH Drs. Muhtar RM. SH. M.Ag.
Golongan Terakhir
IV/b IV/c
Pendidikan Terakhir
S1 S2
Tahun Menjabat 1947-1950 1950-1960 1960-1974 1974-1979 1979-1990 1990-1999 1999-skrg
4. Kewenangan Penadilan Agama Ponorogo Kewenangan pengadilan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kewenangan absolut (Absolute Competentie) dan kewenangan relatif (relative Competentie) Kewenangan absulut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili berdasarkan materi kukum (hukum meteriil).48 Kewenangan absulut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 jo Pasal 50 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989. Pasal 49 ayat menyebutkan : Pengadilan agama berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan 48
Musthofa, Kepaniteraan Pengadilan Agama .(Jakarta: Prenada Media, 2005),9
38 perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama Islam dintaranya: a) perkawinan b) kewarisan wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam c) Wakaf dan sedekah49. Kewenangan di bidang perkawinan menurut pasal 49 Ayat (2) ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. Penjelasan pasal tersebut menyebutkan : a) izin beristri lebih dari seorang b) izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat. c) dispensasi kawin d) pencegahan perkawinan e) penolakan pekawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah f) pembatalan perkawian g) gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri h) perceraian karena talak i) gugatan peceraian j) penyelesaian harta bersama
49
Ibid.
39 k) mengenai penguasaan anak-anak l) ibu dapat memikul biaya penghidupan anak bilamanabapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhinya m) penentuan kewajiban memberi biayapenghidupan oleh suami kepada bekasistri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri n) pemutusan tentang sah tdaknya seorang anak o) pencabutan kekuasaan wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wai dicabut p) menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukupumur 18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya. q) pembebanan kewajiban kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas hasrta benda anak yang ada dibawah kekuasaannya r) penetapan asal usal usul seorang anak s) pemurtusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran t) peryataan tentang salnya perkawinan yang terjadi sebelumUndangUndang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan dialankan menurut perauran yang lain Kewenangan di bidang perkawinan lainnya adalah memeriksa dan menetapkan wali atas permohonan calim mempelai wanita.
40 Kewenangan bidang kewarisan, menurut pasal 49 Ayat (3) ialah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian-baigan harta pengadilan tersebut. Kewenangan relatif adalah kekuasaan mengadili berdasarkan wilayah atau daerah yang ditempatinya. Adapun
kewenangan
asolut
Kewenangan
Pengadilan
Agama
Ponorogo adalah sebagaimana kewenangan Pengadilan Agama yang lain yaitu kewenangan absolute tentang pernikahan dan kewenangan relative sebagai lembaga pengadilan hukum Islam yang meliputi wilayah hukum Kabupaten Ponorogo.
K. Sebab-sebab terjadinya perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri Adanya pengiriman TKW ke Luar Negari, khususnya di Ponorogo selain mendatangkan banyak dampak positif baik untuk negara naumun untuk diri sendiri dan keluarga, namun dibalik itu juga mendatangkan dampak negatif bagi kehidupan rumah tangga TKW luar negari itu sendiri. Kenyataan tersebut dapat diketahui dari banyaknya kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Ponorogo yang ternyata diantaranya masih
41 berstatus atau pernah menjadi TKW ke luar negeri baik itu ke Negara Malaysia, Hongkong, Taiwan, Korea, Singapura dan lain sebagainya50. Menurut penelitian yang penulis dapatkan mengenai jumlah kasus perceraian yang telah masuk ke Pengadilan Agama Ponorogo selama tahun 2005 dari bulan Januari sampai Desember tercatat sebanyak 1916 perkara. Adapun perincian akan penulis jabarkan dalam tabel di bawah ini Tabel 2 Data Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Ponorogo Bulan Januari sampai dengan Desember Tahun 2005 Jenis Perceraian Cerai Gugat Cerai Talak 1 Januari 58 31 2 Pebruari 53 29 3 Maret 47 39 4 April 52 21 5 Mei 53 30 6 Juni 36 12 7 Juli 49 24 8 Agustus 55 25 9 September 43 27 10 Oktober 32 16 11 Nopember 56 35 12 Desember 55 26 Jumlah 642 316 Sumber data: Pengadilan Agama Ponorogo No
Bulan
Jumlah 89 82 86 73 83 48 73 80 70 48 91 81 916
Dari jumlah kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama sebanyak 916 perkara tersebut secara keseluruhan baik yang melibatkan TKW/TKI ataupun yang bukan51.
50
Wawancara dengan Harun Nurrosyid Panitera Pengadilan Agama Ponorogo pada tanggal 25 Oktober 2007 jam 09.15.
42 Sedangkan jumlah kasus perceraian TKW yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW luar negeri di Pengadilan Agama Ponorogo tidak dapat diketahui secara konkrit, hal ini di sebabkan karena Pengadilan Agama Ponorogo tidak pernah mengklarifikasi secara khusus antara kasus yang terjadi melibatkan istri menjadi TKW luar negeri dengan yang bukan. Sedangkan sebatas yang penulis dapatkan dari pengadilan adalah hanya pada bulan Januari sampai bulan juni, karena secara tidak resmi panitia pendaftar tidak memberi tanda tertulis di buku register bagi kasus perceraian TKW/TKI luar negeri tahun 2005 sejumlah 114 perkara dengan rincian seperti tabel di bawah ini. Tabel 3 Data Perceraian TKI/TKW Luar Negeri di Pengadilan Agama Ponorogo Bulan Januari-Juni 2005
51
No
Bulan
1 2 3 4 5 6
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Jumlah
Jenis Perceraian Cerai Gugat Cerai Talak 10 19 14 16 17 10 12 5 3 2 2 4 58 56
Jumlah 29 30 27 17 5 3 114
Wawancara dengan Harun Nurrosyid Panitera Pengadilan Agama Ponorogo pada tanggal 25 Oktober 2007 jam 09.15.
43 Ada beberapa macam faktor penyebab munculnya peritiwa perceraian tersebut di atas. Adapun jumlah kasus perceraian berdasarkan faktor penyebab terjadinya secara terperinci adalah sebagaimana tersebut dalam tabel di bawah: Tabel 4 Data Faktor Terjadinya Perceraian Di Pengadilan Agama Ponorogo Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Faktor-Faktor Penyebab Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Januari 1 3 - 28 1 5 33 71 Pebruari 1 1 - 24 1 1 35 63 Maret 2 1 2 19 - 20 31 75 April 2 3 - 26 7 27 65 Mei 4 3 32 5 39 83 Juni 2 4 42 1 4 31 84 Juli 1 2 2 24 2 17 48 Agustus 2 2 41 2 9 27 83 September 2 1 - 34 7 34 78 Oktober 1 11 1 - 27 40 Nopember 1 1 9 2 18 31 Desember 1 - 26 1 4 59 91 Jumlah 0 6 7 17 15 316 0 0 1 6 0 66 378 812 Sumber Data: Pengadilan Agama Ponorogo Bulan
Keterangan penyebab terjadinya perceraian : 1. Moral - Poligami 2. Moral – Krisis Akhlak 3. Moral – Cemburu 4. Meninggalkan Kewajiban – Kawin Paksa 5. Meninggalkan Kewajiban – Ekonomi 6. Meninggalkan Kewajiban – Tidak bertanggung jawab 7. Kawin di Bawah Umur 8. Penganiayaan 9. Dihukum 10. Cacat Biologis 11. Terus Menerus Berselisih – Politis 12. Terus Menerus Berselisih – Gangguan pihak ke 3 13. Terus Menerus Berselisih – Tidak ada Keharmonisan
44 Adapun sebab yang mempengaruhi terjadinya perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri di Pengadilan Agama Ponorogo ada beberapa hal yaitu: 1. Penyelewengan atau pihak ke 3 2. Sikap Boros 3. Adanya larangan dari suami untuk tidak bekerja ke luar negeri tetapi tidak diperhatikan 4. Tidak ada kabar sama sekali dari TKW luar negeri52 Selain sebab-sebab tersebut di atas perceraian yang melibatkan TKW di Ponorogo juga dipengaruhi oleh adanya pengaruh pihak ke 3 (pihak keluarga) pada masalah perkonomian keluarga. Sedangkan menurut Yeni Arifin responden dalam penelitian ini hal-hal yang menyebabkan adanya perceraian adalah setelah pulang dari luar negeri istri tidak mau hidup rukun lagi dan mengakibatkan perpisahan. Ketidak rukunan tersebut ditunjukkan dengan perang mulut53. Demikian juga menurut Misdi Penyebab perceraiannya dengan istriya adalah setelah istri pulang dari Luar Negeri dan berkumpul selama 1 bulan sering terjadi pertengkaran yang ahirnya istri pergu dan tidak diketahui jejaknya.54
52
Wawancara dengan Fahrur, Panitera Pengadilan Agama, pada tanggal 20 September 2007
jam 10.00. 53
Wawancara dengan Yeni Arifin, Pemohon Kasus Perceraian pada tanggal 22 September 2007 jam 09.00 54 Wawancara dengan Muhammad Masrur, Pemohon Kasus Perceraian pada tanggal 23 September 2007.
45
L. Upaya
pembuktian
dalam
penyelesaian
perkara
perceraian
yang
melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri Sudah menjadi pengetahuan yang bukan rahasia lagi bahwa pembuktian berarti memberi kepastian kepada hakim tentang adanya suatu peristiwa tertentu, secara langsung karena hakim harus merespon peristiwa, maka dari itu tujuan pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan atas alat bukti tersebut. Pembuktian dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian peristiwa yang diajukan Kata pembutian dikenal dalam arti logis, membuktikan di sini berarti memberikan kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Membuktikan suatu perkara artinya mengajukan alas an dan memberikan dalil sampai batas keyakinan yang di maksud dengan menyakinkan adalah apa yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasar dalil-dalil tersebut. Pada dasarnya penelitian sesuatu tidak bias dihilangkan kecuali dengan keyakinan. Adapun untuk memperkuat pembuktian hakim dan memutuskan perkara perceraian yangmelibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri, pemohon telah mengajukan bukti-bukti berupa foto copy beraterai cukupyang telah dicocokkan
46 dengan aslinya yaitu kutipan Akta Nikah yang diterbitkan oleh Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama. Selain itu dari perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri hakim telah mendatangkan dua orang saksi. Di hadapan persidangan kedua saksi memberikan keterangan di bawah sumpah Dalam hal ini dengan mendatangkan dua saksi pada masing-masing kasus. Karena keterangan para saksi tersebut sudah dianggap cukup untuk bukti. Adapun kesungguhan hakim dalam menangani kasus ini yang mendatangkan saksi untuk memberikan keterangan dan hakim juga mendengarkan sendiri dari keterangan kedua saksi tersebut. Suami istri yang akan melakukan perceraian mengajukan gugatan atau permohonan cerai dengan mendaftarkan perkaranya kepada Panitera Pengadilan Agama Ponorogo. Didalam persidangan dikemukakan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa mereka adalah suami istri yang sah perkawinannya di KUA 2. Bahwa setelah akad nikah mengucapkan janji talkih talâq. 3. Bahwa setelah menikah mereka tinggal bersama-sama. 4. bahwa pada mulanya rumah tangga mereka baik dan harmonis, namun setelah salahsatu pergi menjadi TKI/TKW rumah tangganya mulai goyah. 5. Bahwa setelah pergi menjadi TKI/TKW tidak pernah mengikimi kabar 6. Berdasarkan maka Pengadilan Agama Ponorogo akan a. mengabulkan gugatan atau permohonan
47 b. Menetapkanjatuhnya talak satu karena melanggar talkih talâq c. Membebankan kepada mereka untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara tersebut Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pengadilan Agama Ponorogo telah menasehati mereka, namun dalam persidangan meyatakan tetap pada pendiriannya, sedangkan untuk tergugat Pengadilan Agama Ponorogo telah memaggil secara sah, yaitu ke tempat asal, dan karenatergugat pergi keluar negeri, Pengadilan Agama Ponorogo telah melakukan pemanggilan melalui perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dan telah mendapatkan balasan bahwa tergugat tidak dikenal55. Pertimbangan lain yang digunakan hakim Pengadilan Agama Ponorogo adalah bahwa dalam pengajuan surat permoonan cerai maupun gugat cerai telah disertakan bukti berupa: 1. Surat nikah dari KUA 2. Surat KTP 3. Surat keteranagan dari masing-msing desa Adapun saksi dalam perkara perceraian ini adalah dua orang yang telah mengenal pihak yang sedang berperkara dan tidak memiliki hubungan keluarga. Keterangan saksi pada pokoknya berisi:
55
Wawancara dengan Harun Nurosyid, Panitera Pengadilan Agama, pada tanggal 25 September 2007 jam 09.15.
48 1. Bahwa para saksi menyatakan telah kenal dn tidak memiliki hubungan dengan pihak berperkara yang dapat menghalangi persaksian dalam perkara tersebut 2. Bahwa kedua saksi mengetahui benar keadaan rumah tangga orang yang berperkara tersebut tidak harmonis lagi56. Pada berita acara persidangan No. 0048/pdt.G/2005/PA.PO diberikan bukti berupa foto copy akta nikah dari KUA Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo dengan nomor 12/12/I/2002 tanggal 11 Januari 2002. dan pada berita acara persidangan No. 096/pdt.G/2005/PA.PO. bukti yang diajukan berupa foto copy Akta Nikah dari KUA Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo No. 510/35/III/1995 tanggal 27 Maret 1995. Adaun saksi yang diajukan pada berita acara persidangan No. 0048/pdt.G/2005/PA.PO adalah Langgeng bin Arjo dan Slamet bin Sutomo dan pada berita acara persidangan No. 096/pdt.G/2005/PA.PO adalah Suharto bin Langkir dan Hasus al Rasid bin Safi’i.
56
Wawancara dengan Harun Nurosyid, Panitera Pengadilan Agama, pada tanggal 25 September 2007 jam 09.15
49 M. Dasar hukum yang digunakan hakim Pengadilan Agama Ponorogo dalam memutuskan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri Pengadilan Agama pada hakekatnya mempunyai tugas pokok yaitu menegakkan hukum dan keadilan. Keadilan memang salah satu dari nilai Islam yang luhur. Hal tersebut dikarenakan menegakkan keadilan dan kebenaran adalah menyebarkan ketentraman, meratakan keamanan, emperkuat kepercayaan antara rakyat dan penguasa, serta menambah kesejahteraan dan kedamaian dalam hidup. Dalam hal ini badan peradilan mempunyai tujuan untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum yang terjadi dalam masyarakat serta melindungi mereka yang mencari keadilan. Dalam menyelesaikan kasus perceraian yang melibatkan istrimenjadi TKW ke luar negeri, para hakim tetap berpegang teguh pada berbagai peraturan hukum. Dasar hukum yang dipakai hakim dalam memutuskan dan menyelesaikan kasus perceraian yang melibatkan kepergian istri ke luar negeri adalah: 1. Bahwa pemohon dan termohon didasarkan pada dalil yang pada pokoknya adalah bahwa diantara pemohon dan termohon telah terjadi ketidak keharmonisan dalam rumah tangga secara terus menerus dan tidak ada harapan lagi untuk rukun dalam rumah tangga. 2. Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi pemohon tentang keadaan rumah tangga termohon dan pemohon yang dihubungkan dengan hasil upaya
50 perdamaian yang dilakukan oleh majelis hakim serta sikap pemohon yang tetap dalam permohonannya dan temohon yang sudah tidak mungkin didamaikan lagi dan tidak ada harapan untuk rukun dalam rumah tangga. 3. Bahwa pada dasarnya menurut ajaran Islam seorang suami harus mempertahankan rumah tangganya namun begitu dalam hal keutuhan rumah tangga tersebut sudah tidak mungkin dipertahankan lagi. Adapun pertimbangan hukum yang digunakanhakim dalam memutuskan dan menyelesaikan kasus perceraian No : 0048/pdt.G/2005/PA.PO adalah: a. Maksud dan tujuan pemohon tentang ijin menjatuhkan talak b. Majelis hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak namun gagal c. Termohon meskipun telah dipanggil tidak hadir d. Telah terbukti bahwa antara pemohon dan termohon terikat dalam perkawinan e. Berdasarkan dalil pemohon rumah tangganya tidak lagi harmonis f. Sikap termohon yang tidak mau hadir dipandang tidak hendak membatalkan dalil pemohon g. Dari keterangan para saksi pemohon telah mengingkapkan fakta yang benar. h. Bahwa sikap pertentangan tersebut sudah tidak dapat didamaikan i. berdasarkan ajaran islam suami harus mempertahankan rumah tangganya namun jika tidak mingkin dipertahankan lagi maka perceraian dibolehkan sebagaimana disebutkan pada surat al Baqarah ayat 229.
51 Pertimbangan hukum tersebut sama halnya dengan kasus peceraian dengan No 096/pdt.G/2005/PA.PO. Dengan pertimbangan hukum tersebut maka hakim mengadili dengan menyatakan termohon telah dipanggil tetapi tidak hadir dan memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dengan vertek.
52 BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TENTANG PERCERAIAN YANG MELIBATKAN ISTRI MENJADI TKW KE LUAR NEGERI
N. Analisis hukum islam tentang sebab terjadinya perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri Dalam pembahasan ini akan dianalisa sebab-sebab terjadinya perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri di Pengadilan Agama kabupaten Ponorogo. Sebagaimana telah disebutkan pada Bab III bahwa terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perceraian pada keluarga yang istrinya menjadi TKW di luar negeri. Sebab-sebaba tersrbut meliputi: 1. Terjadinya Perselingkuhan Terjadinya perselingkuhan yang dilakukan oleh suami ataupun istri dalam kehidupan rumah tangga akan menjadi pemicu adanya pertengkaran dan percekcokan antara suami istri. Dalam hal penyelewengan yang terjadi akibat TKW ke luar negeri ini sangat memungkinkan sekali karena dalam pemberian atau peyaluran kebutuhan biologis akan tidak dapat disalurkan karena suami istri terpisah oleh waktu yang lama dan jarak yang jauh. Dalam hal ini bila disebabkan istri menjadi TKW di luar negeri sedang suami berada di rumah dan menyeleweng dengan orang lain, maka istri boleh mengajukan gugatan dengan alasan suami berselingkuh. Peselingkuhan ini
52
53 menyebabkan terjadinya pertengkaran antara suami dan istri. Alasan pengajuan ini disebut hakim dengan syiqâq. Syiqâq adalah krisis memuncak yang teradi antara suami isteri sedemikian rupa sehingga antara suami isteri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya57. Dijelaskan dalam surat an Nisa’ ayat 35 bahwa
“dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakin (penengah) dari keluarga lelaki dan seorang lagi dari keluarga perempuan. Jika kedua hakin itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Alaah akan memberi taufiq kepada suami istri itu, Sesungguhnya Allah Maha berilmu dan Maha mengetahui”58. Hal ini sebagaimana dilakukan dalam Pengadilan Agama Ponorogo bahwa hakim di pengadilan Agama Ponorogo akan berusaha mendamaikan kedua belah pihak (suami dan istri yang terlibat dalam perkara perceraian).
57
Ilmu Fiqih. (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta,1982)266-
58
Depag RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Bandung : Diponegoro, 2000),66.
267.
54 2. Sifat boros Melakukan aktifitas ekonomi untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagi keluarga dan hal-hal yang menimbulkan ketidak baikan akan manjadikan permasalahan dan kemudian akan menggoyahkan kehidupan rumah tangga. Boros yang dilakukan suami, yaitu dengan menggunakan penghasilan istri selama istri bekerja di luar negeri untuk kesenangannya saja, maka dalam hal ini istri marah dan mengajukan gugatan perceraian terhadap suami. Proses hukum di pengadilan agama untuk perceraian ini dikenal dengan istilah cerai gugat yaitu gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri atas suaminya. Sebelum memutuskan perkara gugat cerai ini hakim terlebih dahulu akan mendegarkan kesaksian dari beberapa saksi yang diajukan dalam persidangan. Pada persidangan pertama kedua belah pihak akan didamaikan oleh hakim dan selama perkara belum diputuskan usaha mendamaikan keduanya akan dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
3. Adanya larangan suami untuk istri menjadi TKW ke luar negeri tetapi tidak dihiraukan Suami pada dasarnya adalah nahkoda rumah tangga. Suami berkewajiban memenuhi tiga kebutuhan pokok rumah tangga, yaitu papan, sandang dan pengan. Seorang suami melarang istrinya segala hal kecuali larangan untuk
55 beruat baik di jalan Allah maka istri wajib mematuhinya. Hal ini dikarenakan kewajiban istri adalah taat kepada suaminya berdasarkan firman Allah dalam surat an Nisa’ ayat 34 yang berbunyi:
Bila suami melarang istrinya untuk bekerja ke luar negeri dan istri tidak mematuhinya. “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita dan oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dank arena mereka (laki0laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, aialh yang taan kepada Allh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka”59 Yang dimaksud taat dalam ayat ini adalah tunduk danpatuh kepada Allah dan suami60, maka bila suami ingin menceraikan istrinya yang tidak taat kepada kepadanya adalah dibolehkan, yaitu dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Pengadilan akan melakukan pemeriksaan perkara dengan ketentuan yang telah diberlakukan sesuai dengan undang-undang perkawinan. Apabila kesimpulan yang diperoleh pengadilan ialah tidak memungkinkan untuk mendamaikan kedua belah pihak maka pengadilan akan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan. 59 60
Ibid. 66. Ilmu Fiqih. (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta,1982),163.
56 4. Tidak ada kabar dari TKW di luar negeri Dalam hal perceraian yang melibatkan TKW luar negari dengan alasan tidak ada kabar dari luar negeri, bila istri tidak diketahui dimana berada baik dekat maupun jauh, maka suami mengajukan permohonan perceraian. Pengadilan akan melakukan pemanggilan kepada tergugat. Tergugat yang telah dipanggil dengan patut, ia atau kuasa sahnya tdak datang menghadap pada perkaranya akan diputuskan verstek, yaitu penggungat dianggap menang dan tergugat dianggap kalah. Sebelum pengadilan memutus dengan verstek, pengadilan dapat memanggil sekali lagi tergugat. Kalau ia atau kuasa sahnya tidak datang menghadap maka ia akan diputus verstek. Dalam berbagai kitap Fiqih Islam, memutus dengan verstek diperkenankan dan putusan verstek itu disebut al qadâu alâ al ghaib. 61 Jadi berdasarkan analisis di atas maka sebab-sebab percerain TKW ke luar negeri di Pengadilan Agama Ponorogo dapat dibenarkan fiqih Islam sebagai factor penyebab terjadinya pereceraian.
61
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 103.
57 O. Analisis hukum Islam terhadap upaya pembuktian perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri Membuktikan suatu perkara artinya mengajukan alasan dan memberikan dalil-dalil itu. Pada dasarnya penelitian sesuatu tidak bias dihilangkan kecuali dengan keyakinan62. Dengan memutuskan perkara perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri pemohon telah mengajukan bukti-bukti. Dan buktibukti itu telah digunakan para hakim untuk menyelesaikan perkara tersebut. Adapun bukti-bukti yang dipakai dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Bukti-bukti surat yaitu berupa akta nikah 2. Keterangan para saksi Sehingga dapat diketahui bahwa hakin Pengadilan Agama Ponorogo dalam memutuskan perkara perceraian berpegang pada bukti-bukti dan saksi yang diajukan oleh pemohondikatakan bahwa hakim berpegang pada bukti-bukti yang nyata Alat-alat bukti tersebut berupa: 1. Alat bukti saksi Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan
62
Sobni Mahmasani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1976),321
58 yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan itu. 2. Alat bukti surat Bukti tulisan atau bukti surat dalam menyelesaikan perkara merupakan bukti utama. Alat bukti tulisan merupakan segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai alat bukti. Dalam kasus perceraian yangmelibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri alat bukti yang diajukan adalah berupa surat yang diajukan adalah foto Copy akta nikah dari Kantor Urusan Akta Nikah yang diterbitkan oleh Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Dengan demikian upaya pembuktian yang dilakukan para hakim mengenai kasus perceraian tersebut sesuai dengan hukum Islam, dimana hakim setelah memeriksa alat bukti yang diajukan oleh pemohon sudah merasa yakin bahwa masing-masing alat bukti tersebut sudah memenuhi syarat. Menurut Khatib As-Syarbini, seorang hakim dalam memutuskan perkara harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Adanya bukti (bayyinah) dari pemohon 2. Hakim telah yakin akan kebenarannya 3. Keputusan yang diambil harus benar.
59 Untuk menjatuhkan putusan tersebut, maka hakim harus mengenal peristiwa yang telah dibuktikan kebenarannya. Dalam beberapa hal maka peristiwanya tidak perlu diketahui hakim, ini disesbabkan karena peristiwa tersebut tidak perlu diketahui hakim. Penyelesaian ini dikarenakan atas dasar pengadilan telah memperoleh bukti-bukti bahwa pemohon benar-benar tidak hadir dalam persidangan. Menurut pasal 125 HIR, dalam hal ini hakim harus mengabulkan permohonan perceraian karena permohonannya terbukti dan sesuai dengan Hukum Islam.
P. Analisis hukum Islam terhadap dasar hukum yang digunakan hakim untuk memutuskan perkara perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri Setiap perkara yang diajukan majelis hakim Pengadilan Agama Ponorogo, tidak boleh ditolak dengan alasan apapun sebelum diadakan pemeriksaan terhadap kasus tersebut sebaik mungkin. Dalam memeriksa dan memutuskan kasus tersebut para hakim harus memiliki dasar hukum sebagai pegangan agar dalam memutuskan perkara tersebut para hakim tidak semuanya sendiri. Dalam memutuskan kasus cerai talak maupun gugat cerai di Pengadilan Agama Ponorogo yang melibatkan kepergian TKI ke Luar negeri maka hakim telah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
60 1. Keadaan rumah tangga antara pemohon dan termohon rumah tangga tidak harmonis 2. Mejelis hakim telah berusaha mendamaikan pihak yang berperkara namun tidak berhasil 3. Bukti telah terbukti bahwa pemohon dan termohon terkait dalam perkawinan sah. 4. Keterangan saksi yang diajukan pemohon Maka hakim memutuskan untuk adanya talak satu bagi kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan hukum Islam bahwa sebelum dilakukan suatu perceraian, Islam menganjurkan untuk menunjuk seorang penengah jika terjadi perselisihan yang akan menyebabkan keutuhan keluarga terganggu hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa’ ayat 35 sebagai berikut:
“dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakim (penengah) dari keluarga lelaki dan seorang lagi dari keluarga perempuan. Jika kedua hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan
61 niscaya Alaah akan memberi taufiq kepada suami istri itu, Sesungguhnya Allah Maha berilmu dan Maha mengetahui”63. Akan tetapi jika para penengah itu gagal mendamaikan kedua suami istri itu, barulah Al Qur’an memperkenankan untuk terjadinya talak. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 130.
“Dan kalau keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan sungguh Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha bijaksana”64
63 64
Depag RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Bandung : Diponegoro, 2000),66 Ibid.,78.
62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Q. Kesimpulan Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebab-sebab terjadinya perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri adalah : a. Terjadinya perselingkuhan. b. Sifat boros. c. Adanya larangan suami untuk tidak pergi keluar negeri tapi tidak diperhatikan. d. Tidak adanya berita dari TKW di luar negeri. e. Pertangkaran f. Perpisahan tanpa adanya komunikasi. kelima sebab di atas digunakan sebagai sebab perceraian menurut hokum Islam telah sesuai dengan ketentuan fiqih. 2. Upaya pembuktian terhadap perkara perceraian di Pengadilan Agama kabupaten Ponorogo dalam menyelesaikan perkara perceraian yang melibatkan istri menjadi TKW ke luar negeri sudah sesuai dengan hukum Islam karena para hakim dalam upaya mencari bukti telah memeriksa para
62
63 saksi yang sesuai dengan hukum Islam. Demikian juga hakim telah memeriksa bukti surat-surat serta telah mencocokkan dengan aslinya, sehingga dalam upaya pembuktian yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam. 3. Dasar hukum yang digunakan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo dalam memutuskan perkara perceraian yang melibatkan kepergian istri menjadi TKW ke luar negeri adalah pasal 125 HIR yang sesuai dengan hukum islam yaitu surat Al Baqarah ayat 229 R. Saran Akhirnya sebagai catatan penutup skripsi ini adalah penulis ingin menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Hendaknya kepada suami istri untuk saling menjaga dan menghindari terjadinya
persoalan-persoalan
yang dapat
mengakibatkan
terjadinya
perceraian. Dan apabila terjadi perceraian, jadikanlah itu sebagai satu jalan penyelesaian akhir karena terpaksa 2. Untuk para hakim Pengadilan Agama hendaknya berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan pihak yang berperkara dan berusaha semaksimal mungkin dalam menangani kasus perceraian ini dengan pertimbangan hukum yang sesuai dan selalu berpegang teguh pada buktibukti yang ada
64 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 1996 Arto, A Mukti, Pratek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004. A. Rasyid, Roihan Hukum Acara Peradilan Agama Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 Depag RI, Alqur’an dan Terjemahannya, Bandung : Diponegoro, 2000 Doi, A Rohman I. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002 __________. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: Rineka Cipta,1996 Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003 Nuruddin, Amiur Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004 Muhlas, Yurispudensi dan Kaidah-Kaidahnya. Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2006 Muhtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tenteng Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1987 Ichsan, Achmad. Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam. Jakarta: Pradnya Bramita, 1994 Ilmu Fiqih. Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta,1982. Pedoman Penulisan Skripsi. Ponorogo: Jurusan Syariah STAIN Ponorogo, 2005. Romdhon, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Ponorogo: LPPI IAIN Ponorogo, 1994. Shiddiq, Ahmad. Hukum Thalak Dalam Agama Islam, Surabaya: Putra Pelajar, 2001 Soleh, Ach Khudori, Fiqih Kontekstual, Jakarta: PT Pertja, 1999. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: AlfaBeta, 2005
65 Sy, Mustofa. Kepaniteraan Pengadilan Agama. Jakarta Prenada Media, 2005 Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Predana Media, 2006 Undang-Undang Perkawinan, Semarang : Beringin Jaya tt