BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga perbankan merupakan lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan melalui pembiayaan atau fasilitas kredit yang memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. 1 Berdasarkan fungsi intermediary tersebut, maka bank melakukan aktivitas berupa penyaluran dana kepada para pengusaha yang memerlukan campur tangan pihak perbankan dalam hal permodalan, bisa modal sebagian bisa juga modal keseluruhan ditanggung pihak bank yang menjadi mitra usaha. Fungsi penyaluran dana ini selain bisa meningkatkan perekonomian masyarakat karena bisa mengatasi masalah permodalan bagi pengusaha, juga bisa meningkatkan aktivitas bank yang berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan bank yang pada akhirnya juga meningkatkan dana nasabah penyimpan dana. 1
Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 5.
1
2
Pembiayaan yang diberikan bank syariah bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan yang sesuai dengan syariah Islam, memenuhi kebutuhan nasabah yang frekuensi transaksinya banyak dan seringkali memerlukan tambahan dana dalam jangka pendek, membiayai usaha nasabah dan terhadap pembelian barang konsumsi, serta memperoleh keuntungan sebagai perusahaan atau bank. Dalam pembiayaan yang dilakukan bank syariah, bank syariah mendapatkan keuntungan melalui bagi hasil sesuai nisbah yang telah disepakati antara nasabah dengan pihak bank dalam akad maupun margin atas pembiayaan yang berbasis akad murabahah. Kegiatan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan mengandung unsur risiko gagal atau macet yang dapat menyebabkan kesehatan bank terganggu. Risiko pembiayaan yang muncul dalam pembiayaan salam, istishna’, murabahah adalah risiko pembayaran yang muncul pada saat satu pihak bersepakat untuk membayar sejumlah uang atau mengirimkan barang sebelum menerima aset atau uang cash-nya sendiri sehingga menyebabkan terjadinya kerugian. Sedangkan dalam pembiayaan
mudharabah
dan
musyarakah, risiko pembiayaan yang muncul adalah tidak terbayarnya kembali bagian bank oleh pihak pengusaha ketika jatuh tempo.2 Non Performing Finance (NPF) dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu kemauan atau itikad baik debitur, kebijakan 2
hlm 51.
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
3
pemerintah dan Bank Indonesia, kondisi perekonomian, inflasi dan kurs rupiah. Kemampuan debitur dari sisi finansial untuk melunasi kewajibannya tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri. Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM misalnya berpengaruh terhadap keuangan
pengusaha
debitur
yang
secara
otomatis
mempengaruhi
kemampuannya dalam melunasi kewajibannya. Kondisi perekonomian, inflasi yang tinggi, serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama terhadap USD akan menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi kewajibannya berkurang. Perlu diingat, bahwa bank hanya sebagai wakil dari para nasabah penyimpan dana. Ketika bank syariah berperan sebagai shahibul mal dalam setiap pembiayaan yang diberikan, segala kerugian usaha yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah pembiayaan adalah menjadi tanggungan bank. 3 Dalam praktik perbankan syariah, dimana bank syariah selaku mudarib terhadap dana simpanan masyarakat harus mengelola dana tersebut secara sehat dan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam bentuk pemberian pembiayaan sehingga tidak mengalami kerugian usaha yang tidak diharapkan. Hal itu sangat penting karena kelalaian dan kecerobohan bank syariah dalam memberikan pembiayaan akan membawa dampak langsung kepada kesuksesan
3
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 90.
4
maupun kegagalan usaha bank syariah dan yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan bank maupun nasabah kreditur.4 Setiap kerugian yang mengakibatkan berkurangnya modal (pembiayaan macet) dianggap sebagai kelalaian dan kecerobohan pihak bank sebagai mudarib intermediasi untuk mengelola modal bagi hasil dalam bentuk pembiayaan.5 Bank syariah harus memiliki sejumlah kebijakan untuk mengelola manajemen pengawasan risiko dalam pembiayaan yang dilakukan, sehingga kemungkinan kerugian maupun kegagalan investasi bisa dihindari dan pada akhirnya mampu menarik minat dan kepercayaan masyarakat untuk menginvestasikan modalnya di bank syariah. Kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah menjadi penting karena bank syariah adalah pemegang amanah atas modal yang mereka setorkan untuk disalurkan dalam usaha investasi.6 Bank syariah juga harus memiliki sejumlah pengawasan manajemen dalam rangka menghadapi berbagai risiko pembiayaan yang diberikan. Hal ini mutlak diperlukan oleh bank syariah untuk menghindari berbagai kemungkinan risiko kerugian maupun kegagalan terhadap setiap pembiayaan yang dilakukan atau paling tidak apabila kerugian tidak terhindarkan maka bagaimana hal itu bisa ditekan seminim mungkin, apalagi setiap pembiayaan yang dilakukan oleh 4
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992), hlm 45. 5 Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, hlm 63. 6 Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, hlm vi.
5
bank syariah selalu mempunyai dua kemungkinan risiko, yaitu keuntungan dan kerugian.7 Dalam menjalankan manajemen risiko, bank syariah harus membuat analisa pembiayaan secara tepat, melakukan pengawasan pembiayaan serta mampu menangani pembiayaan yang bermasalah.8 Berbagai upaya dilakukan agar pembiayaan yang diberikan tidak mengalami kerugian (macet). Upaya yang dilakukan yakni dari mulai awal nasabah mengajukan aplikasi permohonan, bank harus melakukan analisa pembiayaan, penaksiran jaminan atau agunan untuk menentukan plafon. Usaha penaksiran atau taksasi bank terhadap nilai agunan harus dibawah harga pasar, dan pembiayaan yang diberikan harus dibawah harga taksiran. Ini dimaksudkan apabila agunan terpaksa harus dijual bisa menutupi kekurangan kewajiban nasabah debitur. Usaha penyelamatan pun dilakukan terhadap nasabah yang masih mempunyai prospek dan masih mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya.
Usaha
penyelamatan
ini
meliputi
penagihan
intensif,
reschedulling, reconditioning, sampai restructuring. Pelelangan agunan dilakukan apabila nasabah debitur sudah tidak punya prospek
7
lagi
maupun
itikad
baik
dalam
melaksanakan
kewajiban
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: Alvabet, 2000), hlm. 118. 8 Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, hlm. 37.
6
pembayarannya. Pelelangan dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase maupun pengadilan negeri. Adanya jaminan (collateral) merupakan salah satu instrumen pengaman yang paling penting untuk menghadapi potensi terjadinya kerugian. Bank syariah bisa menggunakan fasilitas kolateral untuk mengamankan pembiayaan yang diberikan. Hal ini karena konsep ar-rahn (penyitaan aset sebagai jaminan atas kewajiban pembayaran utang di waktu mendatang) diperbolehkan dalam syariah. 9 Terhadap utang atau pinjaman, debitur memberi barang jaminan sebagai perlindungan pemenuhan pembayaran kepada kreditur apabila debitur ingkar atau lalai memenuhi pembayaran utang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, pemenuhan dapat dipaksa (imposed) dengan jalan eksekusi barang jaminan melalui “penjualan lelang’ oleh kreditur atau melalui pengadilan. 10 Pelelangan agunan menjadi sangatlah penting sebagai upaya terakhir penyelamatan aset bank yang sebenarnya merupakan titipan Dana Pihak Ketiga (DPK). Pelelangan agunan juga merupakan langkah terakhir agar pembiayaan dapat tertagih yang mempengaruhi aspek likuiditas bank. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan nasabah pembiayaan bukan hubungan antara kreditur dengan debitur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul mal) dengan 9
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko, hlm. 145. M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 179. 10
7
pengelola dana (mudarib), hubungan yang memiliki keterikatan emosional sehingga diharapkan bank syariah dalam menangani pembiayaan yang bermasalah, khususnya untuk proses pelelangan agunan juga
harus
memperhatikan hak-hak nasabah. Ini dimaksudkan agar proses pelelangan agunan ini bisa menguntungkan kedua belah pihak atau tidak merugikan salah satu pihak. Apalagi bank syariah adalah lembaga keuangan yang membawa nama syariah sehingga semua aktivitas bank, termasuk proses pelelangan agunan juga harus berdasarkan prinsip syariah diantaranya prinsip ta’awun (saling tolong-menolong), dan menghindari adanya unsur kedzaliman yang mungkin terjadi pada saat proses pelelangan agunan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengkaji bagaimana mekanisme pelelangan agunan atas non performing finance di bank syariah. Mengingat luasnya cakupan bank syariah yang meliputi seluruh pelosok nusantara, maka dalam hal ini penulis membatasi diri untuk melakukan penelitian mengenai “Mekanisme Pelelangan Agunan atas Non Performing Finance di Bank Syariah Mandiri Pekalongan”. Hal ini dilakukan karena di Bank Syariah Mandiri Pekalongan sendiri sudah pernah melakukan pelelangan. B. Rumusan Masalah Guna mewujudkan tujuan yang diinginkan, maka perlu dibuat pokok permasalahan atau rumusan masalah, yaitu sebagai berikut: Bagaimana mekanisme pelelangan agunan atas Non Performing Finance (NPF) di Bank Syariah Mandiri Pekalongan?
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan dan manfaat yang akan disampaikan, yaitu: Untuk menggambarkan mekanisme pelelangan agunan akibat Non Performing Finance di Bank Syariah Mandiri Pekalongan. 2. Kegunaan Penelitian Dari penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sangat berarti, yakni sebagai berikut: a. Secara Akademis Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang mekanisme pelelangan agunan dalam perbankan syariah, khususnya di Bank Syariah Mandiri Pekalongan. b. Secara Teoritis Menambah pengalaman dan pemecahan suatu masalah yang terjadi dalam dunia perbankan syariah khususnya mengenai mekanisme pelelangan agunan atas NPF di Bank Syariah Mandiri Pekalongan.
9
D. Penegasan Istilah Agar pembahasan dan pemahaman terhadap penelitian ini lebih terarah dan jelas perlu mendapatkan penjelasan maupun penjabaran lebih lanjut mengenai beberapa istilah sebagai berikut ini : 1. Mekanisme Mekanisme adalah cara kerja atau totalitas alur kerja yang ditempuh dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. 11 Mekanisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara kerja yang di dalamnya tercakup prosedur dan proses suatu kegiatan pelelangan agunan. 2. Pelelangan Lelang adalah penjualan di hadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi) dipimpin oleh pejabat lelang.12 Sedangkan pasal 1 angka 1 Kep.Menkeu No. 304/KMK 01/2002, sebagai mana diubah dengan Kep. Menkeu No. 450/KMK 01/2002, yang berbunyi : “Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat.”
11
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 570. 12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 653.
10
Lelang dalam perbankan berarti, penjualan aset milik debitur yang dijaminkan sebagai agunan dalam rangka memperoleh modal usaha sebagai konsekuensi karena nasabah debitur tidak bisa melunasi kewajibannya, baik melalui badan arbitrase, pengadilan negeri, maupun jalur lain yang telah ditetapkan dalam undang-undang. 3. Agunan Jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 13 Jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas. 14 4. Non performing finance Pembiayaan bermasalah (non performing finance) merupakan keadaan dimana nasabah atau debitur tidak mampu memenuhi kewajiban terhadap bank sesuai dengan akad perjanjian. 15
13 14
UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. (BAB 1 Ketentuan Umun Pasal 1 No. 23). UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. (BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1
No. 26). 15
62.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.
11
E. Telaah Pustaka Di dalam penelitian ini, penulis banyak mengumpulkan referensi guna menghasilkan karya ilmiah. Dalam proses pembuatan penelitian ini penulis telah menemukan buku-buku, penelitian sebelumnya serta sumber lain yang membahas mengenai pelelangan agunan dalam bank. Kemudian penulis menganalisis dari berbagai sumber tersebut untuk menghasilkan penelitian yang dapat bermanfaat bagi semua pihak. Di antara sumber-sumber tersebut adalah: 1. Bersumber dari Pustaka Tariqullah Khan dan Habib Ahmed (2008) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Risiko”, menjelaskan beberapa risiko yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah, diantaranya yaitu risiko kredit yang muncul akibat kredit (pembiayaan) macet. Risiko kredit merupakan risiko yang paling krusial dalam dunia perbankan. Hal ini dikarenakan kegagalan bank dalam mengelola risiko ini dapat memicu munculnya risiko likuiditas, suku bunga, penurunan kualitas aset dan risiko-risiko lainnya termasuk terjadinya kredit (pembiayaan) macet yang dapat mengakibatkan bank mengeksekusi barang jaminan nasabah untuk dilelang sebagai upaya bank dalam menyelamatkan dananya. 16 Yahya Harahap (2005) dalam bukunya yang berjudul “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata”, menjelaskan mengenai sumber 16
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko, hlm. 140-141.
12
hukum penjualan lelang dan segala hal yang berkaitan dengan lelang mulai dari pengertian lelang, klasifikasi lelang, kantor lelang, pejabat lelang, sampai pada prosedur dan tata cara lelang. Buku ini juga membahas mengenai eksekusi jaminan kredit saat debitur melakukan wanprestasi yaitu tidak dapat membayar seluruh atau sebagian dari kewajibannya.17 2. Bersumber dari Penelitian Terdahulu Ikhwana Nandasari (2009) dalam Tesisnya yang berjudul “Penyelesaian Kredit Macet dengan Hak Tanggungan pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan di Palembang” menjelaskan bahwa bank sebagai kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak preferen terhadap eksekusi jaminan dalam hal debitur cidera janji. Penelitian yang akan penulis lakukan juga terkait dengan eksekusi jaminan apabila debitur cidera janji, namun dalam tesis Ikhwana Nandasari jaminan yang dimaksud adalah jaminan berupa tanah dan/atau bangunan yang diikat dengan Hak Tanggungan. Sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan jaminan bersifat umum. 18 M. Rizqon (2008) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul “Kajian Tentang Penilaian Jaminan Sebagai Prinsip Prudential Banking Terhadap Pembiayaan Pada BMT Bahtera Grup Pekalongan”, mengkaji bagaimana
17
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, hlm. 102. Ikhwana Nandasari, “Penyelesaian Kredit Macet dengan Hak Tanggungan pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan di Palembang”, Tesis, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2009). 18
13
analisis pembiayaan, terutama nilai jaminan (collateral) sebagai aspek penting dalam analisa pembiayaan, karena proses penilaian jaminan (taksasi) ini memberikan gambaran besarnya (plafon) pembiayaan yang akan diberikan, sehingga nilai jaminan akan meng-cover pembiayaan jika nantinya bermasalah bahkan macet serta sebagai keseriusan debitur dalam pengembalian pembiayaan. Penelitian yang akan penulis lakukan juga berkaitan dengan agunan (jaminan) sebagai salah satu instrumen dalam pembiayaan sebuah lembaga keuangan syariah. Namun, dalam penelitian ini penulis lebih fokus mengkaji agunan sebagai instrumen dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam sebuah bank syariah yakni Bank Syariah Mandiri Pekalongan.19 F. Kerangka Teori Bank dalam memberikan pembiayaan, wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, serta harus memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat karena pembiayaan yang diberikan oleh bank mengandung resiko. Dalam pemberian pembiayaan ini bank menghendaki adanya jaminan atau agunan yang dapat digunakan sebagai pengganti pelunasan hutang bilamana dikemudian hari debitur cidera janji atau wanprestasi.
19
M. Rizqon, “Kajian Tentang Penilaian Jaminan Sebagai Prinsip Prudential Banking Terhadap Pembiayaan Pada BMT Bahtera Grup Pekalongan”, Tugas Akhir, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2008).
14
Adapun kegunaan jaminan atau agunan adalah untuk:20 a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur cidera janji, yaitu untuk membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian; b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil; c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Adapun untuk pembiayaan yang macet, maka bank syariah melakukan penanganan kredit (pembiayaan) bermasalah (macet) yang meliputi:21 1. Reschedulling, yaitu perubahan syarat kredit (pembiayaan) yang hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktu termasuk masa tenggang dan perubahan besarnya angsuran.
20
Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 320. 21 Malayu, S.P. Hasibuan. Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 115-116.
15
2. Reconditioning, yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit (pembiayaan) meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan tingkat suku bunga (tingkat bagi hasil/margin). 3. Restructuring,
yaitu
perubahan
syarat
kredit
(pembiayaan)
yang
menyangkut penambahan dana/plafon dan konversi kredit (pembiayaan) menjadi penyertaan bank. 4. Liquidation, yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam rangka pelunasan utang. Penjualan agunan ini bisa melalui penjualan di bawah tangan, maupun dengan cara lelang. Adapun lelang dilakukan sebagai upaya terakhir untuk menyelamatkan dana bank setelah nasabah tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya setelah dilakukan reschedulling, reconditioning, maupun restructuring. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Jadi, data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi lapangan dengan cara mencatat dan mengumpulkan berbagai data dan informasi yang ditemukan di lapangan. Penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat
deskriptif
atau
menggambarkan
sesuatu
dan
cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Dalam penelitian
16
kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”. 2. Sumber Data a. Data primer Data primer merupakan sumber data yang dikumpulkan dan diolah oleh penulis secara langsung dari sumbernya yaitu melalui interview dengan pihak bank maupun dokumentasi yang berupa keterangan dari pihak bank. Dalam penelitian ini, data primer berupa interview dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Account Officer atau Marketing Manajer dan M. Yusuf Firdaus selaku bagian SDI Umum Bank Syariah Mandiri Pekalongan. b. Data Sekunder Merupakan
pendekatan
menganalisa
secara
terinci,
yaitu
mengumpulkan data dan menguraikan data yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kegiatan usaha untuk diambil yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini, data sekunder berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan mekanisme pelelangan agunan atas non performing finance seperti prosedur penanganan pembiayaan bermasalah maupun penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui Pengadilan Negeri, yang terdapat dalam Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri, serta sumber-sumber lain yang berkaitan dengan mekanisme pelelangan agunan.
17
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Observasi Observasi merupakan salah satu metode yang dijalankan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indera terhadap kejadian-kejadian yang langsung ditangkap pada waktu kejadian itu terjadi. 22 Observasi ini dilakukan guna mendukung data yang akan kita analisis dengan maksimal dan mengena. Tentunya hal ini dilakukan di Bank Syariah Mandiri Pekalongan yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Observasi dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2012. b. Interview Adalah kegiatan yang dilakukan dengan meninjau langsung terhadap semua objek usaha dengan proses melaui tanya jawab secara langsung dengan pihak bank. Dalam penelitian ini, interview dilakukan dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Account Officer atau Manajer Marketing dan dibantu oleh M. Yusuf Firdaus selaku Bagian SDI Umum Bank Syariah Mandiri Pekalongan.
22
Walgito Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Offset, 1998), hlm. 49.
18
c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah pengumpulan data-data melalui laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa tersebut dan sengaja ditulis guna mengumpulkan dan meneruskan keterangan tersebut.23 Dokumentasi yang dimaksud adalah mengumpulkan dokumendokumen yang berkaitan dengan mekanisme pelelangan agunan atas Non Performing Finace di Bank Syariah Mandiri Pekalongan, seperti prosedur penanganan pembiayaan bermasalah maupun penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui Pengadilan Negeri, yang terdapat dalam Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri. 4. Metode Analisis Data Analisis
data
dilakukan
dengan
cara
mengamati,
memahami,
menerangkan secara mendalam dari hasil beberapa informasi yang diterima oleh peneliti. Pemahaman data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dasar pendapat dari Bogdan dan Biklen yang mengatakan bahwa kegiatan analisis data bagi penelitian kualitatif adalah menelaah data, menata, membagi menjadi satu-satuan yang dapat dikelola, mensintetis, mencari
23
149.
Saifudin Azmar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1989), hlm.
19
pola, menemukan apa yang bermakna, dan apa yang akan diteliti, dan diputuskan oleh peneliti untuk dilaporkan. 24 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif. Metode induktif adalah jalan berfikir dengan mengambil kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus. Pendapat lain menyatakan bahwa berpikir induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. 25 Dalam penelitian ini, penulis akan mengambil data-data mengenai mekanisme pelelangan agunan atas non performing finance yang terjadi di Bank Syariah Mandiri Pekalongan yang kemudian akan menarik kesimpulan apakah mekanisme pelelangan yang diterapkan Bank Syariah Mandiri sesuai dengan hukum yang berlaku dan sesuai dengan syariah atau tidak. H. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan penulis dalam membuat penelitian ini, maka penulis membagi menjadi lima pokok bahasan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah,
24
Masyhuri dan M. Zainuddin, Metode Penelitian-Pendekatan Praktis dan Aplikatif, (Bandung: Aditama, 2008), hlm. 210. 25 Sutrisno Hadi, Metode Research, (Jakarta: Andi Offset, 1986), hlm. 42.
20
telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II
Landasan Teori Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang digunakan untuk menganalisa suatu permasalahan, yang terdiri dari pembiayaan di bank syariah yang mencakup definisi pembiayaan, prinsip-prinsip pembiayaan di bank syariah, dan klasifikasi
pembiayaan
berdasarkan
tingkat
kolektibilitas;
pembiayaan bermasalah yang mencakup definisi pembiayaan bermasalah, faktor-faktor terjadinya pembiayaan bermasalah, dan penanganan pembiayaan bermasalah; agunan dalam pembiayaan yang mencakup definisi agunan/jaminan, macam-macam agunan dan pengikatannya, dan urgensi agunan dalam pembiayaan; pelelangan agunan atas NPF yang mencakup definisi lelang, landasan hukum lelang, badan penyelesaian sengketa perbankan, serta mekanisme pelelangan agunan atas NPF. BAB III Keadaan Umum Wilayah Penelitian Yaitu Bank Syariah Mandiri Pekalongan yang terdiri dari profil Bank Syariah Mandiri Pekalongan, pembiayaan yang diberikan di Bank Syariah Mandiri Pekalongan, pembiayaan bermasalah di Bank Syariah
Mandiri
Pekalongan
termasuk
penangannya
serta
21
mekanisme pelelangan agunan yang diterapkan di Bank Syariah Mandiri Pekalongan. BAB IV Analisis Mekanisme Pelelangan Agunan atas NPF di Bank Syariah Mandiri Pekalongan
Yang terdiri dari pengawasan risiko pembiayaan bermasalah di BSM Pekalongan, analisis penyelesaian pembiayaan bermasalah di BSM Pekalongan, serta analisis mekanisme pelelangan agunan di BSM Pekalongan. BAB V Penutup merupakan bagian akhir dari penulisan tugas akhir yang berisi simpulan dan saran.