1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu Badan Usaha Milik Negara bahkan satu – satunya perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam bidang penyaluran tenaga listrik ke seluruh Indonesia, yaitu PLN. Saat ini PLN sedang gencarnya meneriakkan slogan PLN Bersih, No Suap, No Korupsi dalam hal memberikan citra bersih dari korupsi. Slogan ini ditunjang oleh adanya empat pilar utama yaitu PITA yang terdiri dari Partisipasi, Integritas, Transparansi dan Akuntabilitas. Partisipasi mempunyai maksud untuk membangun dukungan dan rasa kepemilikan bersama. Integritas mempunyai maksud untuk membangun manusia dan kultur. Transparansi bertujuan untuk membangun sistem yang terbuka di PLN, dan Akuntabilitas bertujuan menciptakan mekanisme pertanggungjawaban untuk mewujudkan PLN Bersih. Dalam hal tindakan dari slogan PLN tersebut, perusahaan yang berbentuk Perseroan terbatas ini dibantu oleh Transparency International Indonesia (TII) untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG) yang fokus pada upaya pemberantasan korupsi dalam tubuh PLN khususnya sektor pengadaan barang dan jasa serta pelayanan publik. PLN dan TII meyakini salah satu syarat penting bagi upaya pencegahan korupsi serta penerapan Good Corporate Governance ialah terciptanya keterbukaan informasi publik yang merupakan bagian dari prinsip transparansi sebuah perusahaan. Good Corporate Governance atau sering disebut
2
tata kelola perusahaan yang baik, selalu dicita – citakan menjadi semakin terbuka, terhindar dari benturan kepentingan, mempunyai akuntabilitas tinggi, bertanggung jawab serta bertambah wajar dengan menegakkan prinsip fairness.1 Sebagai perusahaan yang memiliki aset dengan nilai yang cukup besar, PLN menjadi sorotan publik dalam menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat di Indonesia tidak terkecuali PLN di Bali yang mana melayani hotel – hotel besar sebagai penunjang pariwisata. Satu – satunya perusahaan listrik di Indonesia ini berdiri sejak tahun 1927, PLN Bali diberi nama N.V.Ebalon dengan lokasi di Jalan Diponegoro Denpasar. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangannya, PLN Bali dalam usahanya untuk meningkatkan efektivitas pelayanan kepada pelanggan serta untuk mengantisipasi perkembangan kelistrikan yang semakin pesat, maka PLN Bali beberapa kali mengadakan perubahan nama dan struktur organisasi sehingga dirasa lebih tepat dengan tuntutan pelanggan dan tuntutan jaman. Berubahnya struktur organisasi PLN dari waktu ke waktu tidak dapat memungkiri bahwa PLN mencoba bergerak dinamis mengikuti gaya hidup masyarakat yang berubah. Proses bisnis PLN pun dituntut harus berubah apalagi dengan meneriakkan slogan PLN bersih No Suap, No Korupsi tanggungjawab PLN lebih berat dikarenakan segala proses bisnisnya bersentuhan langsung dengan pelanggan dan sebuah perusahaan yang wajib menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Apalagi PLN yang berbentuk perseroan sebagai 1
Bambang Subroto, 2005, Corporate Governance or Good Corruption Governance?, Gramedia, Jakarta, h.152.
3
organisasi usaha demi mengejar profit pasti sangat memperhatikan efisiensi dan efektivitas sehingga dibutuhkan Good Corporate Governance dalam perseroan2. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang harus diterapkan oleh PLN selaku BUMN dalam kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara, yaitu terdiri atas transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban
(responsibility),
kemandirian
(independency), kewajaran (fairness). Selain itu, penerapan GCG juga wajib berpedoman pada pedoman umum yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang mana pedoman tersebut juga memaparkan tentang prinsip dari Good Corporate Governance
(GCG)
(accountability),
yaitu
transparansi
pertanggungjawaban
(transparency), (responsibility),
akuntabilitas kemandirian
(independency), kewajaran (fairness) dan pedoman tersebut dapat digunakan sebagai acuan walaupun tidak berkekuatan hukum namun dapat dijadikan sebagai rujukan penerapan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan prinsip Good Corporate Governance (selanjutnya disebut GCG) dalam dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan jaman agar perusahaan-perusahaan BUMN mampu bersaing dengan perusahaan lain khususnya perusahaan multinasional dalam menghadapi persaingan global yang
2
h.99.
Fahri Hamzah, 2012, Negara,BUMN, dan Kesejahteraan Rakyat, Faham Indonesia,
4
semakin keras. Prinsip-prinsip GCG juga merupakan komponen tata perilaku (code of conduct) yang diyakini banyak pakar merupakan katalisator pemulihan sektor perusahaan di Indonesia, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).3 Sebagai salah satu perusahaan penyedia listrik di tanah air, PLN berusaha untuk terus meningkatkan kualitas layanan bagi seluruh komponen masyarakat Indonesia, antara lain meningkatkan mutu pelayanannya terhadap pelanggan. Untuk membantu mengatasi hal tersebut PLN mengupayakan beberapa hal termasuk telah mencanangkan Pengusahaan pendistribusian tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional; melakukan usaha sesuai dengan kaidah ekonomi yang sehat; memperhatikan kepentingan stakeholder; serta meningkatkan kepuasan pelanggan antara lain sebagai berikut : a. Perencanaaan pengembangan sistem distribusi tenaga listrik. b. Pengoperasian sistem distribusi tenaga listrik. c. Pengoperasian dan pemeliharaan instalasi distribusi tenaga listrik. d. Penjualan (niaga) tenaga listrik. e. Pembangunan jaringan distribusi tenaga listrik. f. Pengelolaan hubungan masyarakat sekitar, lingkungan dan keselamatan ketenagalistrikan. g. Pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, komunikasi, hukum dan administrasi. 3
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006, Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,h.109.
5
Dalam hal ini bidang pelayanan pelanggan merupakan ujung tombak proses bisnis di PLN karena kepuasan pelanggan merupakan hal yang utama. Berdasar pada kewajiban melayani kebutuhan pelanggan yang tersebut di atas, PLN Unit Distribusi khususnya PLN Distribusi Bali (selanjutnya disebut PT PLN) dalam melayani transaksi jual beli tenaga listrik tidak lepas dari proses pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa menduduki posisi yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sarana penggunaan anggaran dalam jumlah signifikan guna mendapatkan barang, jasa dan pekerjaan yang dibutuhkan bagi pelaksanaan misi organisasi. Hampir seluruh dari pelayanan PT PLN kepada pelanggan tersebut melalui proses pengadaan barang dan jasa, maka dari itu pengadaan barang dan jasa sangatlah dibutuhkan dalam penyediaan infrastruktur yang dilakukan oleh PT PLN. Untuk memenuhi kebutuhan listrik pelanggan tersebut, pengadaan barang dan jasa di PT PLN bermacam – macam dikarenakan kebutuhan dengan jumlah besar. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah pada umumnya dilakukan melalui dua cara, yaitu pengadaan yang dilakukan oleh penyedia barang/ jasa dan pengadaan dengan cara swakelola.4 Pengadaan barang dan jasa tidak lepas dari peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan peraturan Direksi serta ketersediaan anggaran. Anggaran merupakan hal penting dalam pengadaan barang dan jasa dikarenakan anggaran ini yang juga menentukan jenis dari pengadaan barang dan jasa nantinya.PT PLN membagi 2 anggarannya yaitu untuk anggaran operasi dan anggaran investasi. Maka dari itu dalam proses pengadaan 4
Y.Sogar Simamora,2013, Hukum Kontrak, Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Kantor Hukum Wins & Partners,Surabaya, h.140.
6
barang dan jasanya dilihat apakah menggunakan anggaran operasi atau anggaran investasi karena mempengaruhi kewenangan dan proses berjalannya pengadaan tersebut. Anggaran Operasi dipergunakan untuk pengadaan yang bersifat rutin. Sedangkan anggaran investasi dipergunakan untuk pekerjaan yang memiliki nilai investasi bagi PT PLN sendiri. Untuk anggaran Operasi, jenis pengadaan Barangnya misalnya pengadaan material fuse dan untuk pengadaan barang dan jasa seperti: a. Penggantian cubicle, terminating b. Pemeliharaan pembersihan ruangan, halaman gardu bangunan, gardu hubung, c. Penggeseran gardu d. Perluasan jaringan untuk penyambungan listrik e. Perbaikan gangguan SUTM dan SUTR f. Pemeliharaan pemasangan Cover Arrester (perisai binatang) g. Perbaikan jaringan distribusi penyulang h. Pemeliharaan pemindahan kabel out going i. Perbaikan tegangan drop j. Penggantian kwh meter bermasalah k. Perbaikan jaringan distribusi l. Penggantian kabel tanam Untuk investasi jenis pengadaanya ialah seperti tabel di bawah ini:
7
JENIS PENGADAAN BARANG DAN JASA ANGGARAN INVESTASI BARANG BARANG DAN JASA 1. Pengadaan material NH FUSE dan 1. Perluasan Jaringan Kabel NYAF 2. Pengadaan Material Modem GSM
2. Pemasangan
Perubahan
Daya
dan
Migrasi
3. Pengadaan material segel Plastik 3. Perluasan Jaringan untuk Penyambungan Putar 4. Pengadaan material, perlengkapan Wairing Kabel Tis, Spiral Kabel, Kabel Scon, Timah Segel
4. Pemasangan
Sambungan
Rumah
Pemasangan Perluasan SUTR
5. Pasang Baru Sambungan Rumah (SR) 6. Pembuatan Jembatan Kabel Konstruksi Baja untuk Penyambungan Listrik
5. Pengadaan Material CT TR 7. Penggeseran Tiang JTM 6. Pengadaan Jointing 24 KV 7. Box APP III NCBL 8. Material MCB 3 Phasa 9. Lightning Arrester 24kV 10. Material Cut Out 20kV
Dalam prosesnya, pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak sehingga diperlukan etika, norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk dapat mengatur atau dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan
8
jasa.5 Selain itu, pengadaan barang dan jasa didukung oleh sarana elektronik melalui E-Procurement. Dengan E- Procurement, proses lelang dapat berlangsung secara efektif, efisien, terbuka, bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel sehingga diharapkan
dapat mencerminkan keterbukaan/transparansi
dan juga meminimalisasi praktik curang/KKN dalam lelang pengadaan barang yang berakibat merugikan keuangan Negara.6 Pengadaan barang/jasa secara elektronik tidak hanya diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan transparansi, namun juga sebagai penunjang pelaksanaan
prinsip-prinsip
profesionalisme,
kemandirian,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban serta kewajaran atau yang dikenal dengan prinsip-prinsip GCG sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Dari banyaknya jumlah proses pengadaan barang dan pengadaan jasa sangat rentan untuk dimanfaatkan sebagai sarana korupsi karena nilai dari pengadaan barang dan pengadaan jasa dapat dikatakan dengan nilai rupiah yang tidak sedikit. Pada PT PLN dalam proses pengadaan barang dan jasanya berpedoman pada Surat Keputusan Direksi Nomor 620.K/DIR/2013 (selanjutnya disebut SK 5
Adrian Sutedi, 2010, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta (selanjutnya disebut Adrian Sutedi I), h.1. 6 Ibid,h.203.
9
Dir 620/2013). Dalam SK Dir 620/2013 ini juga memuat beberapa prinsip dasar dalam pelaksanaan barang dan jasa di PT PLN yaitu; efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel seperti yang diatur juga dalam Per15/MBU/2012 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam aturan ini juga mengamanatkan bahwa pengadaan barang dan jasa pada BUMN harus dilakukan secara cepat, fleksibel, efisien dan efektif agar tidak kehilangan momentum bisnis yang dapat menimbulkan kerugian sehingga masing – masing BUMN memerlukan pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di perusahaanya masing – masing dengan tetap memperhatikan prinsip – prinsip yang tersebut di atas. Namun, masalah yang biasanya terjadi ketidaksesuaian antara aturan dan pelaksanaannya ialah dalam pelaksanaannya vendor atau rekanan sering lalai dalam proses pengadaan barang dan atau jasa itu sendiri, misalnya saat pendaftaran keikutsertaan dalam e-procurement, vendor telah mendaftarkan dirinya tetapi belum mengambil dokumen pengadaan tersebut, sehingga pada saat waktu yang ditentukan vendor ini tidak mau untuk digugurkan, padahal proses pengadaan ini memerlukan waktu yang sangat singkat. Kemudian, adanya calon Penyedia Barang/Jasa yang sudah tahu perusahaanya tidak memenuhi kualifikasi dan proses pengadaan yang berlangsung tidak memperkenankan adanya konsorsium tetapi tetap memaksa ikut serta dalam proses pengadaan tersebut sehingga sering menyebabkan terhambatnya proses ini. Selain itu, dalam pengadaan barang dan jasa sering kali ada persepsi dari pihak eksternal dan internal PT PLN bahwa harga termurah dalam suatu pelelangan terbuka yang
10
kompetitif dapat mengalahkan aspek lainnya seperti, kualitas. Sehingga sering terjadi jika calon penyedia barang/ jasa dapat menawarkan harga sangat murah dengan menurunkan kualitas barang/ jasa ataupun aspek lainnya. Sedangkan dari rekanan atau calon penyedia barang dan jasa menyebutkan bahwa masalah yang mengurangi nilai – nilai dari GCG pada proses pengadaan barang dan jasa ialah saat penentuan Harga Perkiraan sendiri (HPS), harga yang diberikan oleh PT PLN adalah harga yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Selain itu calon penyedia barang dan jasa menilai proses prakualifikasi/kualifikasi kurang jelas atau tidak dapat diakses oleh publik. Kemudian adanya anggapan aspek kerahasiaan proyek pengadaan dinilai rendah sehingga rentan menimbulkan konflik kepentingan7. Hal ini jelas menjadi sebuah kewajiban dari segala pihak agar prinsip GCG dapat terwujud. Apalagi pada SK Dir 620/2013 tentang pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan PT PLN (Persero) mencantumkan untuk menerapkan GCG pada Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/ Jasa di PT PLN. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas,maka judul yang diambil dari tulisan ini ialah “ PENJABARAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM SISTEM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI BALI “.
7
TII, 2014, Directorate Briefing,Program PLN Bersih : Tanpa Suap, Makalah disampaikan pada saat Diklat Pelopor PLN Bersih di PLN Udiklat Pandaan tanggal 12 Juni 2014
11
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalahnya ialah ; 1. Bagaimanakah bentuk penjabaran GCG dalam pengaturan pengadaan barang dan jasa pada PLN Distribusi Bali ? 2. Bagaimanakah bentuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada PLN Distribusi Bali? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, untuk menghindari pembahasan keluar dari pokok permasalahan yang berkaitan dengan judul penelitian ini perlu ditentukannya ruang lingkup masalah. Menurut Bambang Sunggono, ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian.8 Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini ialah penjabaran GCG dalam Pengadaan Barang dan jasa pada PT PLN dan bagaimana bentuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa pada PT PLN (Persero) Distribusi Bali.
8
Bambang Sunggono, 2009, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disebut Bambang Sunggono I), h. 111.
12
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah : 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan khususnya di bidang hukum bisnis serta pemahaman mengenai penerapan GCG dalam pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa di PT PLN. 1.4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini ialah: 1. Untuk mengetahui bentuk penjabaran dari GCG dalam
pengadaan
barang dan jasa pada PT PLN. 2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan barang dan jasa pada PT PLN 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang keilmuan (teoritis) khususnya, baik dari pengembangan teori dan asas hukum. Sehingga melalui penelitian ini dapat dilihat perkembangan pengadaan barang dan jasa serta bentuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tersebut pada PT PLN.
13
1.5.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat menjadi masukan bagi masyarakat bahwa dalam pengadaan barang dan jasa khususnya di PT PLN telah diterapkan GCG dalam pelaksanaannya. 1.6 Orisinalitas Penelitian Tesis ini merupakan karya tulis dari penulis tanpa adanya plagiasi dalam proses penelitian dan penulisannya. Maka dari itu karya tulis ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk saran maupun kritik yang membangun dengan tujuan menyempurnakan tulisan ini. Sehingga tesis ini dapat dibandingkan dengan tesis yang telah ada sebelumnya. Tesis – tesis yang menyangkut penerapan GCG dalam Pengadaan Barang dan Jasa yaitu : 1. Nama
: Dhian Indah Astati
Universitas
: Diponegoro
Judul
: Implementasi Good Corporate Governance bagi Perusahaan Asuransi
Tahun
:
Permasalahan
:
1)
Bagaimanakah
2007
Implementasi
Perusahaan Asuransi?
Good
Corporate
Governance
bagi
14
2)
Hambatan – hambatan apakah yang dihadapi dalam implementasi Good Corporate Governance bagi Perusahaan Asuransi?
2. Nama
: Heriyanto
Universitas
: Diponegoro
Judul
: Tinjauan
Hukum
terhadap
Pelaksanaan
Perjanjian
Pengadaan barang dan Jasa di PT Indonesia Power Semarang Tahun
: 2007
Permasalahan
:
1) Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa di PT Indonesia Power? 2) Bagaimanakah tanggung jawab kontraktor dalam pengadaan barang dan jasa? 3) Apakah upaya – upaya yang ditempuh oleh para pihak yang terkait apabila muncul permasalahan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa? 3. Nama
: Prista Vitali Saktinegara
Universitas
: Indonesia
Judul
: Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik untuk Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Pemerintah (Analisis Penerapan E-Procurement di Lembaga XYZ )
Tahun
: 2013
Permasalahan
:
15
1) Bagaimana ketentuan hukum yang mengatur tentang e-procurement ditinjau dari Peraturan Presiden No.54 tahun 2010 dan perubahannya dibandingkan The Uncitral Model Law On Public Procurement? 2) Apakah penerapan E – Procurement di lembaga xyz telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku? 3) Bagaimana tanggung jawab subjek hukum pada proses e – procurement ? 4. Nama
: Nur Hidayati Setyani
Universitas
: Diponegoro
Judul
: Kebijakan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Prinsip “Good Corporate Governance” bagi Bank Umum dalam Praktek Perbankan Syari’ah
Tahun
: 2010
Permasalahan
:
1). Apakah Urgensi Kebijakan pemerintah tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum dalam Praktek Perbankan Syariah di Indonesia ? 2). Bagaimana penerapan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum dalam pengelolaan perbankan Syari’ah di Indonesia? Berdasarkan dari beberapa tesis diatas maka dapat dilakukan perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan lebih kepada penjabaran Good Corporate Governance (GCG) dalam pengadaan barang dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa di PT PLN serta bentuk pelaksanaan dari pengadaan barang dan jasa di PT PLN.
16
Sehingga sudah sangat jelas perbedaan dari masing – masing tesis yang penulis uraikan dengan apa yang penulis akan teliti. 1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir 1.7.1 Landasan Teoritis Sebelum membahas dan menganalisa permasalahan yang dikemukakan di atas, maka landasan teoritis yang akan dipaparkan terlebih dahulu, sehingga dapat dijadikan dasar dalam menjawab permasalahan yang ada. Landasan teoritis ini akan menguraikan beberapa teori-teori, asas-asas, dan konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tersebut. Black and Champion mengatakan bahwa:’’ A theory is a set of systematically related propositions specifiying causal relationship among variables.’’9 Dalam penelitian ini digunakan teori-teori yaitu pendapat-pendapat para ahli hukum yang dapat memberikan masukan-masukan dalam memecahkan permasalahan hukum yang timbul dalampengadaan barang dan jasa. Adapun teori – teori yang dipergunakan ialah : 1)
Agency teory Teori ini dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang professor dari
Harvard yang memandang bahwa pentingnya pemilik perusahaan dalam hal ini pemegang saham menyerahkan perusahaannya untuk dikelola oleh tenaga – tenaga profesional yang disebut dengan agents yang mana lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari – hari. Tenaga – tenaga profesional bertugas sebagai
9
Supasti Dharmawan, 2005, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Universitas Udayana, Denpasar, h. 26.
17
agents pemegang saham karena merekalah yang memiliki keleluasaan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan pemilik perusahaan (pemegang saham) dapat memperoleh keuntungan tanpa mengeluarkan banyak biaya. Jika disederhanakan, tujuan utama pemilik perusahaan pada saat menjalankan bisnis mereka
pada
umumnya
adalah
meningkatkan
nilai
perusahaan
dan
memaksimalkan kemakmuran mereka dan atau pemegang saham ( shareholder’s wealth).10 Pemilik perusahaan (pemegang saham) berkewajiban untuk mengawasi serta memonitor jalannya perusahaan dan memastikan bahwa pekerjaan yang dikelola oleh tenaga profesional tersebut telah bekerja untuk kepentingan perusahaan serta adanya laba yang didapatkan oleh perusahaan karena semakin tinggi laba yang didapatkan oleh perusahaan semakin tinggi pula keuntungan yang didapatkan agents.11 Teori ini memberikan wawasan analisis agar dapat mengkaji hubungan agent (pengelola) dengan principal (pemegang saham) ataupun principal dengan principal. Dalam buku dari A.C Fernando dinyatakan sebagai berikut : “The fundamental theoretical basis of corporate governance is agency cost. Teori ini merupakan teori dasar dari CG”12. Dalam perkembangannya, agency theory lebih mencerminkan kenyataan yang ada sehingga mendapatkan respons yang lebih luas. Maka dari itu, CG bertumpu pada teori ini dimana pengelolaan perusahaan harus selalu diawasi agar 10
Tony Pramana, 2011, Manajemen Risiko Bisnis, Sinar Ilmu, Jakarta, h.33. Adrian Sutedi, 2012, Good Corporate Governance , Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Adrian Sutedi II) , h.13 – 14. 12 A.C Fernando, 2009, Corporate Governance: Principles, Policies and Practices, Dorling Kindersley, India,h.45. 11
18
pengelolaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. 2)
Stakeholder Theory Stakeholder theory atau teori stakeholder diartikan sebagai setiap pihak,
baik individu maupun kelompok, yang dapat terkait atau berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan.13 Menurut David Wheeler dan Maria Sinlapaa, berdasarkan prioritasnya stakeholder dapat dibagi menjadi 2, yaitu : a. Primary stakeholder, yang terdiri dari pemegang saham, investor, karyawan dan manajer, supplier, rekanan bisnis dan masyarakat. b. Secondary stakeholder, terdiri dari pemerintah, institusi bisnis, kelompok sosial kemasyarakatan, akademisi serta pesaing. 3)
Stewardship theory Teori ini dibangun berdasarkan nilai filosofis sifat manusia yakni, manusia
dapat dipercaya dan bertindak penuh dengan tanggungjawab yang memiliki integritas serta kejujuran terhadap pihak lain. Teori ini memandang manajemen merupakan pihak yang dapat dipercaya bagi kepentingan umum ataupun stakeholder secara khusus14. 4)
Teori Economic Analysis of Law Teori ini diperkenalkan oleh Posner, arti dari teori analysis economic of
law itu sendiri ialah teori pendekatan ekonomi yang mana pendekatan ekonomi
13
14
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Loc.cit., h.67 Mas Achmad Daniri,2014, Lead by GCG, Gagas Bisnis Indonesia, Jakarta , hal.5
19
terhadap hukum identik dengan pembahasan hukum anti persaingan tidak sehat (conspiracy) atau antitrust, hukum pajak, hukum korporasi dan regulasi kepentingan publik15.
Teori ini mempercayai bahwa adanya hal – hal yang
rasional untuk mendasari keadilan dalam masyarakat digambarkan , yaitu “Like utilitarianism, those who champion an economic analysis of law believe that our rational everyday choices ought to form the basis of what is just in society”.16 Untuk substansi teori pendekatan ekonomi terhadap hukum dapat digambarkan dengan“Law and economic can be defined as the application of economic theory (primarily micro economics and their basic concept of welfare economics) to the examine the formation structure ,processes, and economic impact of law and legal institution”.17Sehingga dalam pengadaan barang dan jasa dapat kita lihat adanya tujuan pemenuhan logika ekonomi didasarkan oleh hukum yang adil bebas dari persaingan usaha yang tidak sehat. Teori – teori diatas dipilih karena dalam pengadaan barang dan jasa adanya kepercayaan perusahaan untuk diwakilkan oleh pihak – pihak yang dapat dipercaya dalam menjalankan aktivitas perusahaannya yang tidak lepas dari keterkaitan para stakeholder untuk mewujudkan perusahaan khususnya dalam pengadaan barang dan jasa yang adil dalam prosesnya.
15
Ade Maman Suherman, 2010, Pengadaan Barang dan Jasa (Government Procurement), Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.2 16 Raymond Wacks, 2006, Philosophy of Law, Oxford University Press,Oxford, h.65 17 Nicolas Mercuro, and Steven G. Medema , 1999, Economic and The Law, Princeton University Press, New Jersey, h.1
20
1.7.2
Kerangka berpikir Penjabaran Good Corporate Governance (GCG) dalam Pengadaan Barang dan Jasa di PT PLN (Persero) Distribusi Bali
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) Aturan GCG
Penjabaran GCG
Pengadaan Barang dan Jasa
PLN
Barang dan Jasa
Pengadaan
Pihak Ketiga
Pejabat Perencana/ Pelaksana
1.8 Hipotesis Hipotesis merupakan pernyataan yang masih lemah, jadi perlu dibuktikan untuk menegaskannya apakah suatu hipotesis dapat diterima atau harus ditolak, sesuai dengan fakta atau data empirik yang dukumpulkan dalam penelitian.18
18
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,h.58.
21
Berdasarkan pengertian dan fungsi hipotesis di atas, maka hipotesis untuk rumusan masalah pada penelitian ini ialah : 1. Ketentuan atau aturan dari GCG ialah Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per – 01 /MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara. Sedangkan untuk Pengadaan barang dan Jasa ialah berdasarkan pada Putusan Menteri BUMN Nomor 05 tahun 2008 jo Peraturan Menteri BUMN Nomor 15 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara dan untuk PT PLN menggunakan aturan dari Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 620 tahun 2013 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan PT PLN (Persero) beserta perubahan – perubahannya. Secara spesifik, ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa di atas telah mengandung prinsip – prinsip dari GCG. 2. Penerapan GCG dalam Pengadaan barang dan Jasa di PT PLN (Persero) Distribusi Bali telah terlaksana, karena Pengadaan Barang dan Jasa di PT PLN memiliki beberapa prinsip yang sama dengan prinsip yang ada dalam GCG serta didukung dengan adanya kemajuan di bidang teknologi sehingga proses pengadaan Barang dan Jasa telah melalui sistem E- Procurement serta saat adanya masa peralihan penggunaan SK Dir 620/2013, SK Dir 620/2013 ini telah mengatur agar prinsip GCG tetap terlaksana.
22
1.9
Metode Penelitian
1.9.1
Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris (yuridis
empiris), yuridis berarti pemecahan masalah dengan mengkaji peraturan, norma, ataupun teori – teori hukum yang berlaku sebagai dasar teori pemecahan masalah dan empiris berarti mengkaji kenyataan praktis dalam kehidupan sehari - hari. Jadi yang dimaksud dengan yuridis empiris ialah pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari dengan mengkaji dari peraturan yang berlaku, norma hukum serta teori hukum yang didasarkan pada kenyataan yang ada. Penelitian yuridis empiris terdiri dari 4 komponen, yaitu: (1) penelitian terhadap identifikasi hukum (hukum tidak tertulis); (2) penelitian terhadap efektifitas hukum; (3) penelitian perbandingan hukum; dan (4) penelitian sejarah hukum.19 Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari masyarakat, sedangkan data sekunder ialah data yang dari bahan – bahan pustaka.20 1.9.2
Sifat Penelitian Sifat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang
memiliki tujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah dan pada saat tertentu.21 Penelitian deskriptif menurut Moh.Nazir ialah penelitian yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku 19
H. Zainuddin Ali M.A., 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 30-45 20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.12 21 Bambang Waluyo. 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,h.8
23
dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena.22 Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.23 1.9.3
Data dan Sumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum dengan aspek empiris ialah data
primer dan data sekunder. 1.
Sumber Data primer Data primer merupakan data yang doperoleh langsung dari sumber
pertama. Dalam penelitian ini data primer yang akan digunakan ialah dengan penelitian lapangan guna mencari data akurat yang diperoleh dari responden maupun informan khususnya responden atau informan terkait dengan pengadaan barang dan jasa di PT PLN. 2.
Sumber Data sekunder Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan,
yaitu dengan cara mengkaji kembali peraturan yang sudah ada, baik dalam bahan bacaan hukum ataupun dalam dokumen – dokumen yang mempunyai keterkaitan dengan materi dalam penelitian ini serta untuk menyempurnakan data yang diperoleh dari lapangan.
22
hal. 21
23
Soejono dan H. Abdurrahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta,
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed.1-4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 25.
24
1.9.4
Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1.
Teknik studi dokumen Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum
(baik normatif maupun sosiologis), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.24 Teknik studi dokumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan cara mengumpulkan, membaca dan mencatat data – data atau informasi terkait yang berasal dari literatur hukum (buku – buku hukum), hasil penelitian sebelumnya dan jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2.
Teknik wawancara (interview) Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan menggunakan teknik yang
sistematis sesuai dengan pedoman berwawancara dengan tujuan mendapatkan informasi serta jawaban yang akurat dan sesuai dengan realita. Wawancara merupakan proses tanya jawab dalam suatu penelitian yang berlangsung secara lisan dengan dua orang atau lebih dimana orang tersebut saling bertatap muka untuk mendengarkan secara langsung informasi ataupun keterangan
–
keterangan.25 Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap pihak – pihak yang terkait diantaranya, Pihak dari PT PLN (Persero) Distribusi Bali baik itu
24
Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, PT Rineka Cipta, Jakarta, hal. 95 25 Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2004, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, h.70
25
dengan Pejabat Perencana Pengadaan Barang dan Jasa ataupun dengan Pejabat Pelaksana Pengadaan Barang dan Jasa di PT PLN. 1.9.5
Teknik Penentuan Sampel Penelitian Penelitian yang berjudul penerapan dari GCG dalam pengadaan barang
dan jasa khususnya pengadaan Barang dan jasa di PT ini akan menggunakan teknik penentuan sample penelitian Non Probability Sampling dan bentuk dari Non Probability Sampling yang digunakan ialah Teknik Purposive Sampling yaitu penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasi. 1.9.6
Pengolahan dan Analisis Data Dalam pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif. Dalam analisis kualitatif sifat data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri dari atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angkaangka, data sukar diukur dengan angka-angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi, hubungan antar variabel tidak jelas, sampel bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan observasi. Keseluruhan data yang didapat baik secara primer ataupun sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan
26
interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.