BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang masyarakat yaitu mengenai hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya. Ilmu Pengethuan Sosial merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep Menurut Fakih Samlawi dan Bunyamin (1998: IX) mengungkapkan “Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan konsep-konsep terpilih dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pembinaan warga negara yang baik”. Melalui pendidikan IPS siswa dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu-ilmu sosial,
memiliki
kepekaan
dan
kesadaran
terhadap
masalah
sosial
dilingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. IPS
sebagai mata pelajaran di SD pada hakekatnya merupakan suatu integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk tujuan pendidikan. Perlu disadari bahwa sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belum mampu memahami keluasan dan kedalaman masalah-masalah sosial secara utuh. Meskipun demikian pada pendidikan IPS di sekolah dasar siswa dapat diperkenalkan kepada masalah-masalah sosial. Siswa juga perlu dibekali dengan
sejumlah pengetahuan, nilai-nilai moral, dan juga keterampilan dalam memahami 1
lingkungan sosial masyarakat
siswa yang berguna untuk kehidupan sahari-
harinya. Tujuan dari pembelajaran IPS di sekolah dasar, adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Memperhatikan tujuan dan pentingnya pendidikan IPS bagi siswa sekolah dasar, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Guru diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, dan strategi pembelajaran agar pembelajaran IPS di sekolah dasar benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan pembelajaran yang efektif, dimana guru mampu meerangsang siswa-siswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan harus menarik dan lebih menekankan pada proses dari pada hasil, yaitu proses bagaimana siswa memperoleh pengetahuannya. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru secara pasif, melainkan siswa yang berperan secara aktif dalam memperoleh dan membangun pengetahuanpengetahuan baru. Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran ditentukan oleh siswa yang dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik. Salah satu indikator keberhasilan guru mengajar dapat ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa.
2
“Hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya” (Nana Sudjana, 2009: 22). Hasil belajar dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dan juga dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor yang berasal dari dalam diri siswa (intern) maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern). Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar salah satu diantaranya adalah guru. Menurut Sri Anitah (2008: 2.7), “guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer atau sutradara dalam kelas”. Oleh karena itu, guru perlu melakukan inovasi dalam pembelajaran agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Inovasi yang dapat dilakukan oleh guru salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa maupun materi yang akan disampaikan. Guru harus cermat dalam memilih model pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukannya menjadi pembelajaran yang menarik, aktual, dan fungsional bagi siswa. Pemilihan model pembelajaran oleh guru mempunyai dampak yang sangat esensial bagi perolehan belajar siswa yaitu dapat memberikan nilai tambah bagi siswa yaitu mencapai hasil belajar yang optimal atau maksimal. Pada kenyataanya yang terjadi sekarang masih terdapat banyak guru yang menganut paradigma lama yaitu menggunakan model pembelajaran konvensional sebagai satu-satunya alternatif dalam mengajar beberapa mata pelajaran termasuk pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Pembelajaran IPS pada umumnya 3
diwarnai oleh model pembelajaran konvensional yang lebih banyak menekankan pada metode ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Djamarah (Isjoni dan Mohd. Arif Ismail, 2008: 158-159), “model pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran”. Dalam kegiatan pembelajaran peran guru adalah memberikan pengetahuan atau informasi kepada siswa, sedangkan siswa adalah penerima pengetahuan yang pasif dengan harapan siswa dapat menghafal dan mengingat pengetahuan yang diterimanya. Kondisi pembelajaran tersebut jelas tidak mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal. Hal ini terjadi juga pada saat peneliti melakukan observasi di kelas IV SD Muhamadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta pada tanggal 10 Januari 2012. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan guru menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional atau sering disebut juga dengan metode ceramah. Guru menyajikan bahan pelajaran berupa penjelasanpenjelasan secara lisan kepada siswa, sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Dalam proses tersebut siswa bersifat pasif, berbeda dengan guru yang aktif dalam proses pembelajaran sehingga disebut juga (teacher center) yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Siswa kurang berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena peran guru 4
lebih banyak sebagai sumber belajar. Pembelajaran yang berlangsung hanya diselingi dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun, dalam hal ini siswa kurang berantusias dalam menjawab dan menanggapi pertanyaanpertanyaan dari guru. Selain itu, guru juga kurang memperhatikan penguasaan materi siswanya tetapi lebih menekankan pada ketuntasan materi tanpa mengetahui tingkat kepemahaman siswa. Berdasarkan sumber dokumentasi guru tahun ajaran 2011/ 2012 menunjukkan bahwa untuk nilai rata-rata ujian akhir semester pada mata pelajaran IPS mendapatkan nilai rata-rata terendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pada mata pelajaran lain seperti PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Dari data di atas nilai rata-rata tertinggi yaitu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan nilai rata-rata 8,03, sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu pada mata pelajaran IPS dengan nilai rata-rata 6,41. Menyikapi berbagai kenyataan yang terjadi tentang metode dan strategi pembelajaran yang digunakan guru selama ini lebih bersifat (teacher center), maka dalam hal ini perlu diadakan pemilihan terhadap strategi pembelajaran yang tepat. Guru perlu menentukan bagaimana cara untuk mengatur lingkungan belajar siswa agar mereka memiliki pengalaman belajar yang dapat mengarahkan mereka untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran baru (inovatif) yang diyakini dapat memecahakan masalah belajar siswa-siswanya. Dalam hal ini, guru diharapkan memiliki kemampuan memilih dan menyesuaikan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa dan materi yang akan 5
disampaikan. Model pembelajaran yang diperlukan dalam pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa-siswanya dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) Cooperative learning menekankan pada kerjasama siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Slavin (Etin Solihatin dan Raharja, 2005: 4), cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Ada beberapa tipe dalam model cooperative laerning salah satunya adalah group investigation (investigasi kelompok). Pada tipe GI ini menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui sumber bahan yang tersedia. Dalam pandangan Tsoi, Goh, dan Chia (Aunurrahman, 2010: 151), model
investigasi
kelompok
secara
filosofis
beranjak
dari
paradigma
konstruktivis, dimana terdapat suatu situasi yang di dalamnya siswa-siswa berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan berbagai informasi dan melakukan pekerjaan secara kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah, merencanakan, mempresentasikan, serta mengevaluasi kegiatan mereka. Pada model cooperative learning tipe group investigation, siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran dengan melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam penentuan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Untuk keperluan tersebut, akan ditentukan beberapa topik (dengan melibatkan siswa) 6
untuk diinvestigasi. Dalam penerapan model investigasi kelompok, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Pembentukan kelompok dengan karakteristik yang berbeda (heterogen) yang didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi yang mendalam terhadap subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan di depan kelas secara keseluruhan. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi satu sama lain maupun dalam keterampilan proses kelompok. Dengan
menerapkan
model
cooperative
learning
tipe
group
investigation, proses pembelajaran diharapkan akan lebih efektif dan efisien. Proses pembelajaran tidak lagi semata-mata berpusat pada guru, akan tetapi menciptakan pembelajaran yang interaktif antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa. Dalam pembelajaran IPS, model cooperative learning tipe group investigation memberikan implikasi yang positif bagi siswa yaitu siswa akan mendapat pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman belajarnya dalam kelompok. Selain itu, model ini juga dapat melatih siswa menjadi pembelajar yang mandiri dimana siswa memperoleh dan membangun pengetahuannya sendiri melalui proses kelompok sehingga menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Killen (Aunurrahman, 2010: 152) yang berpandangan bahwa model investigasi kelompok merupakan cara yang langsung dan efisien untuk mengajarkan pengetahuan akademik sebagai suatu proses sosial. 7
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas serta menyadari akan manfaat model cooperative learning tipe group investigation dalam pembelajaran IPS, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas IV SD Muhamadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifkasi beberapa permasalahan yaitu: 1.
Proses pembelajran yang berlangsung masih tradisional dan kurang bervariasi dimana kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada guru (teacher center) yang memberikan pengetahuan dan informasi kepada siswa.
2.
Guru belum menyampaikan materi pembelajaran secara maksimal, dan guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif dalam pembelajaran IPS
3.
Belum diterapkannya model cooperative learning tipe group investigation pada mata pelajaran IPS di SD Muhamadiyah purwodiningratan 2 Yogyakarta.
C. Batasan Masalah Berdasarkan masalah-masalah yang telah teridentifikasi di atas perlu diadakan penelitian, tetapi karena keterbatasan dana, waktu, dan tenaga maka agar 8
penelitian lebih fokus dan terarah peneliti membatasi permasalahan pada “Belum diterapkannya model cooperative learning tipe group investigation dalam mata pelajaran IPS pada siswa IV SD Muhamadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta”.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh penerapan model cooperative learning tipe group investigation terhadap hasil helajar IPS pada siswa kelas IV SD Muhamadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta?”.
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan model cooperative learning tipe group investigation terhadap hasil belajar IPS pada siswa kelas IV SD Muhamadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak yang terkait. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat teoritis Dapat digunakan sebagai solusi alternatif dalam menggunakan model pembelajaran yang inovatif pada mata pelajaran IPS. Selanjutnya dapat 9
digunakan untuk referensi ilmiah untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya model cooperative learning tipe group investigation dalam pembelajaran sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa sehingga dapat memperbaiki kualitas pendidikan ke arah yang lebih baik 2.
Manfaat praktis
a.
Bagi siswa Menumbuhkan kesadaran bagi siswa bahwa dalam proses belajar dibutuhkan sikap saling kerjasama dan kebersamaan. Dengan adanya penelitian ini siswa dapat meningkatkan motivasi dan partisipasinya dalam pembelajaran IPS dan juga dapat membina hubungan yang baik antar siswa.
b.
Bagi guru Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan dan memperluas pengetahuan guru mengenai model cooperative learning khususnya tipe group investigation sehingga dapat pedoman dan terus mengadakan inovasi dalam upaya melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran agar menjadi lebih baik..
c.
Bagi Sekolah, Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan sekolah untuk menggunakan model cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran IPS dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah dan memperbaiki mutu pendidikan.
d.
Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk memberi wawasan, pengetahuan, dan 10
pengalaman yang bermakna bagi peneliti melalui penelitian yang dilakukan. Selanjutnya hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan refleksi untuk melakukan inofasi dalam pembelajaran.
G. Definisi Operasional Variabel 1.
Hasil Belajar IPS Hasil belajar IPS adalah kemampuan kemampuan yang diperoleh
seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dimana melalui kegiatan belajarnya siswa dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan dan dalam mengkaji masalah-masalah dan bagaimana cara pemecahannya. Hasil belajar IPS wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar IPS. Dalam penelitian ini, hasil belajar IPS diwujudkan pada ranah kognitif yang meliputi aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan aplikasi (C4). 2.
Model Cooprative Learning tipe Group Invstigation Model Cooperative Learning tipe Group Investigation adalah model
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Dalam pelaksanaannya, siswa berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan berbagai informasi dan melakukan pekerjaan kolaboratif seperti merencanakan,
menginvestigasi
suatu
mengevaluasi.
11
masalah,
mempresentasikan,
serta