1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Corporate Governance (CG) merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (Monks & Minow, 2001 dalam Hastuti, 2005). Hadirnya corporate Governance dalam pemulihan krisis di Indonesia menjadi mutlak diperlukan, mengingat Corporate Governance mensyaratkan suatu pengelolaan yang baik dalam sebuah organisasi. CG merupakan system yang mampu memberikan perlindungan dan jaminan hak kepada stakeholders, termasuk di dalamnya adalah shareholders, lenders, employees, executives, government customers dan stakeholders yang lain (Naim, 2000 dalam Hastuti, 2005) Dua hal yang menjadi perhatian utama konsep ini adalah, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat pada waktunya, dan transparan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan dan pemegang kepentingan (YPPMI& Sinergy Communication, 2002 dalam Hastuti, 2005). Teori keagenan mengemukakan jika antar pihak principal (pemilik) dan agen (manajer) memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict). Pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif yaitu keleluasaan manajemen (pengelola) perusahaan untuk memaksimalkan laba. Hal ini akan mengarah pada
2
proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asymmetry information antara manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen (Richardson, 1998 ; DuCharme et a1., 2000 dalam Hastuti, 2005). Permasalahan yang timbul dalam CG merupakan akibat adanya masalah keagenan yang muncul dalam suatu organisasi. Berkaitan dengan struktur kepemilikan, terjadi ketidakselarasan kepentingan antara dua kelompok pemilik perusahaan, yaitu controlling dan minority shareholders. Seringkali controlling shareholders mengendalikan keputusan manajemen yang merugikan minority shareholders. Selain itu, struktur kepemilikan yang menyebar (managercontrolled) juga memberikan kontribusi lebih terhadap terjadinya masalah keagenen daripada struktur kepemilikan yang terkonsentrasi (owner-controlled). Namun demikian, Husnan (2000) menyatakan secara empiris ditemukan bukti bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi. Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Brickleyh et al. (1988) menemukan bukti bahwa investor institusional mengambil suara lebih secara aktif pada amandemen anti-takeover dan bukan pemegang saham lainnya.
3
Pound (1988) menemukan bahwa kemungkinan manajemen akan bertindak dalam konteks perwakilan meningkatkan proporsi saham yang dimiliki oleh para investor institusional. Jadi kepemilikan saham institusional mungkin berpengaruh pada kinerja perusahaan. Disamping Institusional Ownership, Managerial Ownership juga merupakan isu penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi Managerial Ownership dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri. Murphy (1985), Jensen dan Murphy (1990), serta Smith dan Watts (1992) dalam Khomsiyah (2004) menyatakan Managerial Ownership merupakan program kebijakan remunerasi guna mengurangi masalah keagenan. Mereka menjelaskan bahwa kompensasi tetap berupa gaji, tunjangan, dan bonus terbukti dapat digunakan sebagai sarana untuk menyamakan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Mekanisme CG efektif akan berdampak pada kinerja. Menurut Foster (1998) dan Gibson (1992) dalam Rahayu (2007) kinerja perusahaan harus diukur untuk melihat apakah perusahaan mengalami pertumbuhan atau tidak. Untuk mengukur kinerja perusahaan, biasanya investor akan melihat dan menganalisa laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan-pencatatan transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari kinerja yang telah dicapai perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan analisis terhadap informasi laporan keuangan sudah cukup
4
menggambarkan sejauh mana perkembangan kondisi perusahaan selama ini dan apa saja yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut. Untuk Kinerja Perusahaan diukur dengan menggunaka 2 pendekatan, yaitu dengan menggunakan pendekekatan kinerja konvensional dan pendekatan kinerja market based. Pada pendekatan kinerja konvensional menggunakan Earnings dan Return on Investment, sedangkan pada pendekatan kinerja market based menggunakan Tobins Q dan Abnormal Return. Dari masing-masing variabel tersebut diambil dari jangka waktunya yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Model market based pada dasarnya mencoba menghitung nilai asset intangible berdasarkan nilai pasar yang akan diperoleh dari aset tersebut. Hal ini biasanya dilakukan melalui pembandingan dengan aset intangible lain yang telah ada sebelumnya dan telah diketahui nilai pasarnya. Masalah signifikan dalam penerapan model ini adalah pemilihan perbandingan aset yang dapat dibandingkan secara akurat. Sering kali sulit untuk mengidentifikasi aset pembanding yang benar-benar dapat dibandingkan. Model market based hanya akan bekerja dengan baik apabila ada nilai pasar yang sudah ditetapkan untuk aset pembanding yang setara dengan asset intangible tersebut. Apabila tidak ada nilai pasar yang jelas untuk aset pembandingnya, model ini tidak akan efektif digunakan. Model market based ini gagal untuk mengidentifikasi aspek hukum dari penilaian asset intangible secara menyeluruh. Hal ini disebabkan tidak adanya aset pembanding yang dapat digunakan secara akurat oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki aset tersebut. Sebagai contoh, hak paten yang dimiliki oleh perusahaan besar akan memiliki nilai aset yang lebih besar dibandingkan dengan paten yang sama yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar memiliki sumber
5
daya yang lebih besar untuk dapat mengembangkan dan memaksimalkan hak paten tersebut dibandingkan dengan perusahaan kecil yang memiliki sumber daya yang terbatas. Menurut Miranda, Yuliana dan Thio (2003) dalam konsep konvensional, pengukuran kinerja lebih menekankan pada laba perusahaan dan arus kasnya. Perusahaan yang memiliki ROI yang tinggi dianggap menghasilkan kinerja yang baik. Demikian pula sebaliknya. Namun sebenarnya tidak semudah itu, sebab pengukuran kinerja konvensional memiliki kelemahan-kelemahan seperti tidak memperhatikan biaya kapital dalam perhitungannya, tidak memperhatikan resiko yang dihadapi perusahaan tetapi hanya melihat hasilnya (laba perusahaan). Dari latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan. Untuk itu penulis mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Managerial Ownership dan Institusional Ownership Terhadap Kinerja Perusahaan (Perbandingan pendekatan kinerja konvensional dan pendekatan kinerja maket based)”.
1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah Managerial Ownership dan Institusional Ownership berpengaruh terhadap Kinerja Perusahaan? 2. Mana yang berpengaruh paling signifikan antara pendekatan kinerja konvensional dan pendekatan kinerja Market Based?
6
1.3. Batasan Masalah 1. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar di BEI. Pemilihan perusahaan manufaktur dalam penelitian ini karena ketika krisis moneter banyak perusahaan manufaktur yang bangkrut, yang dimungkinkan karena belum diterapkannya Good Corporate Governance (GCG). Selain itu, pemilihan ini diharapkan dapat memberikan konsistensi hasil penelitian untuk generalisasi, agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang konsisten dalam menyamaratakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Periode penelitian antara tahun 2001-2006 karena peraturan yang mengharuskan perusahaan menerapkan Good Corporate Governance (GCG) baru mulai dijalankan tahun 2000. Sehingga dalam penelitian ini juga dapat melihat adanya efek / pengaruh setelah penerapam GCG. 3. Sampel perusahaan yang diambil sebanyak 34 perusahaan. 4. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada 31 desember selama 6 tahun berturut-turut mulai dari tahun 2001-2006. 5. Variabel CG yang di teliti antara lain adalah Managerial Ownership dan Institusional Ownership. 6. Pendekatan kinerja konvensional menggunakan variabel Earnings dan Return on Investment. 7. Pendekatan kinerja market based menggunakan variabel Tobins Q dan Abnormal Return.
7
1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah Managerial Ownership dan Institusional Ownership berpengaruh terhadap Kinerja Perusahaan. 2. Untuk mengetahui manakah yang berpengaruh paling signifikan antara pendekatan kinerja konvensional dan pendekatan kinerja Market Based.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Emiten Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan kebijakan pemberian hak kepemilikan saham bagi pihak manajemen perusahaan. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dan regulasi, terutama mengenai Managerial Ownership dan Institusional Ownership. 3. Bagi Investor Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pembelian saham. 4. Bagi Akademisi Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada para pembaca tentang pengaruh Managerial Ownership dan Institusional Ownership terhadap Kinerja Perusahaan dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menguatkan penelitian-penelitian serupa.
8
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian penyusunan skripsi dibagi dalam lima bab yaitu sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI Landasan teori berisi konsep teoritis sebagai dasar untuk menganalisis yang merupakan hasil studi pustaka, penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode
pengambilan sampel, metode analisis data, definisi
operasional variabel dan pengukurannya, desain penelitian serta model statistik dan uji hipotesis. BAB IV : ANALISIS DATA Bab ini berisi hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang merupakan hasil dari analisa data.