BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini dapat dijumpai mulai dari stadium awal hingga stadium lanjut. Selain mempengaruhi fungsi ginjal, komplikasi PGK juga bermanifestasi pada organ lain, salah satunya adalah sistem saraf. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal maka diagnosis PGK ditegakkan bila nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2. Penyakit ginjal kronik ini terdiri dari 5 stadium dan dikatakan stadium akhir atau stadium 5 bila didapatkan fungsi laju filtrasi glomerulus <15 ml/menit/1,73 m2. Pada stadium ini diperlukan terapi renal replacement baik dengan hemodialisis maupun transplantasi ginjal (Pezarella dan Reilly, 2003; Couser dkk, 2011). Jumlah penderita PGK semakin meningkat. Di Amerika Serikat, diperkirakan 10% penduduk atau sekitar 20 juta penduduk dewasa mengalami PGK. Kemungkinan menderita PGK akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, biasanya dimulai dari usia 50 tahun atau lebih. Selain itu diabetes melitus dan hipertensi akan meningkatkan risiko menderita PGK. Pada tahun 2011,
1
2
penduduk Amerika Serikat yang menderita PGK stadium akhir sebesar 113.136 orang (CDC, 2014). World Health Organization (WHO) memperkirakan akan terjadi peningkatan penderita PGK stadium akhir di Indonesia tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) memperkirakan terdapat 70.000 orang menderita gagal ginjal atau PGK stadium akhir di Indonesia. Angka ini akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Tandi dkk, 2014). Data tahun 2012, jumlah penderita PGK stadium akhir di Bali sebanyak 1433 orang yang memerlukan terapi hemodialisis (PERNEFRI, 2012). Penderita PGK selain mengalami kelainan pada ginjal, biasanya juga sudah mulai mengalami komplikasi ke organ lain, salah satunya adalah sistem saraf. Sekitar 60 persen penderita PGK akan mengalami komplikasi neurologi berupa kelainan pada susunan saraf pusat, saraf perifer, dan saraf otonom. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa gangguan kognitif sampai terjadi perubahan status mental karena ensefalopati uremikum. Gangguan neurologi yang mengenai susunan saraf tepi adalah berupa neuropati perifer (Nolan, 2005; Krishnan dan Kiernan, 2009). Neuropati perifer pada penderita PGK dapat berupa kelainan motorik maupun sensorik. Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi yang ditemukan pada 2/3 atau sekitar 60% hingga 90% dari keseluruhan penderita PGK dan dikatakan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Neuropati ini ditandai dengan gejala kelainan sensorik dan atau motorik dari bagian distal ekstremitas, simetris, dan biasanya lebih banyak menyerang pada tungkai dibandingkan lengan (Rizzo dkk, 2012). Kerusakan saraf tepi dapat diketahui
3
dengan pemeriksaan elektrofisiologi sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua penderita PGK stadium lanjut mengalami neuropati (Levey dan Coresh, 2002; Krishnan dan Kiernan, 2009). Penderita PGK umumnya memiliki kadar asam urat serum yang meningkat. Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat serum secara independen dapat memprediksi berkembangnya penyakit PGK. Namun pada beberapa buku lain disebutkan bahwa penyakit Gout atau hiperurisemia dikeluarkan dari faktor penyebab terjadinya PGK. Hubungan yang terjadi antara hiperurisemia dengan PGK adalah sebagai akibat retensi asam urat di dalam tubuh oleh karena penurunan laju filtrasi glomerulus. Asumsi yang menyebutkan bahwa asam urat dapat menyebabkan PGK adalah melalui mekanisme presipitasi asam urat yang membentuk kristal pada ginjal. Tetapi pada studi uji binatang coba dengan PGK dan hiperurisemia, didapatkan bahwa perkembangan penyakit ginjal yang semakin cepat namun tidak disertai dengan adanya kristal asam urat pada ginjal. Sebagai tambahan, pada beberapa penderita dengan penyakit Gout atau hiperurisemia memiliki kondisi lain yang terjadi bersamaan, seperti hipertensi dan penyakit vaskular sehingga beberapa para ahli menduga bahwa kelainan ginjal yang terjadi adalah akibat sekunder akibat kondisi-kondisi tersebut (Johnson dkk.,2013). Kadar asam urat serum yang meningkat dapat menimbulkan beberapa kelainan lain seperti disfungsi endotel (Edwards, 2009), penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit arteri perifer (Baker et al.,2007), dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Fang et al.,2000). Peningkatan kadar asam urat serum juga
4
dihubungkan dengan terjadinya neuropati perifer. Neuropati perifer akibat peningkatan asam urat ini terjadi oleh karena kerusakan endotel vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi dan respon inflamasi pada sistem saraf. Pada penderita PGK, fungsi nefron yang terganggu dapat meningkatkan kadar asam urat serum sebagai salah satu toksin uremik dan akumulasi produk racun lain serta defisiensi metabolit esensial, yang diduga sebagai penyebab kematian neuron pada neuropati perifer (Laaksonen dkk., 2002). Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara peningkatan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita diabetes melitus (Papanas, 2011; Darsana 2014), namun hingga saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan kadar asam urat serum tinggi dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, maka didapatkan rumusan masalah yaitu apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK.
5
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Dengan mengetahui kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK maka diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai peranan asam urat pada kejadian neuropati perifer dan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian serupa di masa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat Klinik Praktis Dengan mengetahui kadar asam urat serum tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK diharapkan klinisi dapat melakukan deteksi dini terhadap kejadian neuropati perifer dan penatalaksanaan yang lebih adekuat terhadap kadar asam urat serum pada penderita PGK.