1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hasil belajar matematika yang baik merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam B kegiatan pembelajaran. Untuk mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa dari kegiatan pembelajaran selalu diperlukan bentuk rancangan pembelajaran yang sesuai. Untuk itu, guru sebagai salah satu faktor yang cukup menentukan keberhasilan siswa harus dapat menggubah lingkungan belajar, prestasi
dan rancangan pembelajaran (DePorter, 2010). Selanjutnya
Joyce (2009) mengatakan, pengajaran menjadi efektif tidak hanya diukur dari seberapa besar kita mampu mencapai mata pelajatram tertentu yang kita tuju, tetapi juga seberapa besar kita meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar, yang memang merupakan tujuan dasar mereka bersekolah. Matematika sebagai ilmu dasar memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sudah diyakini oleh berbagai pihak bahwa matematika mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Menyadari pentingnya peranan matematika dalam berbagai aspek kehidupan, maka hasil pendidikan matematika harus dapat membekali anak didik dengan keterampilan dan kemampuan untuk menjawab permasalahan, baik sekarang maupun yang akan datang. Dalam setiap proses pembelajaran,
2
selalu akan ada tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah: kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan dan metode pembelajaran, proses pembelajaran dan hasil dari kurikulum tersebut. Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan yang membentuk lingkungan pembelajaran. Satu kesenjangan yang selama ini kita rasakan dan alami adalah kurangnya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran. Selama ini guru hanya terpaku pada materi dan hasil pembelajaran . Guru terlalu sibuk dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai, lalu menyusun materi apa saja yang dirasa perlu diajarkan. Namun sering kali guru lupa bahwa dibutuhkan satu proses tersendiri untuk bisa menjembatani antara kurikulum dan hasil pembelajaran. Sesuai dengan yang di kemukakan oleh Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI), Firman Syah Nur (dalam Listya, 2010), yang mengatakan bahwa prestasi matematika siswa SMP di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang jumlah jam pengajaran matematikanya lebih sedikit dibandingkan dengan di
Indonesia. Prestasi
Matematika SMP Indonesia 411, Malaysia 508 dan Singapura 605. Padahal jam pelajaran di Indonesia adalah 169 jam rata-rata setiap tahun. Sedangkan Malaysia 120 jam dan Singapura hanya 112 jam. Bila nilai tersebut dikelompokkan, nilai 400-474 adalah kategori rendah, 475-549 termasuk menengah 550-624 termasuk tinggi dan 625 termasuk tingkat lanjut. Nilai tersebut merupakan hasil analisis pelaksanaan Trends in International
3
Mathematics and Science Study yang dilakukan oleh Frederick KS Leung dari University of Hongkong. Kenyataan
yang
penulis
jumpai
adalah bahwa
dalam
proses
pembelajaran di kelas, sering kali siswa seperti dianggap sebagai wadah kosong yang dapat diisi ilmu pengetahuan atau informasi apa pun oleh guru. Penulis jarang menemukan guru
yang benar-benar memperhatikan aspek
perasaan atau emosi murid, kesiapan mereka untuk belajar baik secara fisik maupun psikis. Hal yang sering terjadi adalah guru masuk ke kelas, murid duduk dan diam, lalu guru langsung mengajar. Banyak kalangan pelajar menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan. Duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada satu pokok bahasan, baik yang sedang diceramahkan guru atau yang sedang dihadapinya di meja belajar, hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya aktif untuk memperoleh ilmu. Kegiatan Pembelajaran adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya akan mempunyai arti. Setiap kata, pikiran, tindakan dan sampai sejauh mana kita menggubah lingkungan, presentasi dan rancangan pembelajaran (Lozanov dalam DePorter, 2010). Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi kelulusan. Standar isi terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetensi kelulusan
4
berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi kelulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakasa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal yang tak kalah pentingnya adalah kegiatan pembelajaran dipusatkan pada pengembangan manusia seutuhnya yang berarti pembelajaran harus melibatkan faktor jasmani, intelektual, daya nalar, mental, keberanian dan emosional. Salah satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan hal tersebut adalah model Pembelajaran Kuantum. Pembelajaran Kuantum dimulai di SuperCamp, sebuah program percepatan Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah lembaga
pendidikan
internasional
yang
menekankan
perkembangan
keterampilan akademis dan keterampilan pribadi (DePorter, 2010). Dalam program SuperCamp ini, peserta menginap selama dua belas hari, siswa dan mahasiswa mulai usia 9-24 tahun memperoleh kiat-kiat yang meningkatkan kemampuan mereka menguasai segala hal dalam kehidupan. Hasilnya menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti SuperCamp mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri. Menurut hasil penelitian di SuperCamp dengan diterapkan
5
model pembelajaran Kuantum diperoleh 68 % motivasinya meningkat, 73% nilainya meningkat, 81% rasa percaya diri meningkat, 84% harga diri meningkat, 98% melanjutkan penggunaan keterampilan dan 97% dari siswasiswa dengan IP 1,9 atau lebih rendah berhasi; meningkatkan nilai mereka ratarata satu poin. (DePorter dan Hernacki, 2010). Pelaksanaan pembelajaran Kuantum digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelligences (Gardener), Neuro Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning ( Hahn), Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Elements of Effective Instruction (Hunter) (DePorter 2010). Pembelajaran Kuantum mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar. Pembelajaran
Kuantum
adalah
penggubahan
bermacam-macam
interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencangkup
unsur-unsur
untuk
belajar
efektif
yang
mempengaruhi
kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain (DePorter, 2010). Dalam model pembelajaran Kuantum diperlukan penataan lingkungan belajar yang tepat. Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif peserta didik sehingga diharapkan hasil belajar yang diperoleh baik. Sikap positif
6
merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik dalam pembelajaran Kuantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para siswa diharapkan mendapat tahap pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar. Model pembelajaran Kuantum menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah dan diharapkan hasil belajar yang diperoleh juga baik. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa. Pendidik matematika dituntut agar mampu mengubah paradigma masyarakat mengenai bidang studi matematika yang susah dan menakutkan menjadi sesuatu yang mudah dipahami, menyenangkan, dan mampu memberikan kontribusi yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mudah
untuk
mengatasi permasalahan yang sudah menjalar di dalam paradigma masyarakat tersebut, akan tetapi bukanlah hal yang mustahil apabila permasalahan tersebut dapat teratasi sehingga mampu mengubah persepsi masyarakat mengenai matematika secara perlahan-lahan. Berbagai konsep dan metode pembelajaran yang efisien, efektif, dan tepat guna telah diterapkan kepada para peserta didik agar mampu dengan mudah memahami dan menguasai ilmu matematika yang
7
merupakan dasar-dasar dari ilmu-ilmu yang lain. Para pendidik dan ahli matematika saling menawarkan konsep dan metode pembelajaran yang memudahkan peserta didik dalam menelaah dan menerjemahkan matematika di dalam kehidupannya sehingga mampu menguasai ilmu matematika tanpa kesulitan. Menilik dari berbagai kasus mengenai kesulitan-kesulitan peserta didik dalam pembelajaran matematika, sudah sewajarnya jika matematikawan memberikan gagasan dan inovasinya dalam menciptakan paradigma atau persepsi baru mengenai matematika yang mudah, menarik, dan menyenangkan. Menurut Turney dalam Mulyasa (2007) untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan diantaranya adalah keterampilan membelajarkan atau keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ada delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil atau perorangan. Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus untuh dan terintegrasi. Pada bagian lain seorang guru harus mempunyai pendekatan dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dan memilih metode-metode pembelajaran yang efektif serta berusaha memberikan variasi dalam metode pembelajaran agar
8
tidak menyebabkan siswa atau peserta didik jenuh. Jika hal ini diterapkan, maka dituntut inisiatif untuk melakukan variasi dan kreativitas guru. Guru merupakan seorang figur yang menjadi tauladan dan pedoman bagi siswa dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Guru merupakan nara sumber yang akan memberikan dan menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa, terutama sekali dalam hal pemahaman dan penyelesaian mata pelajaran matematika. Tetapi hal tersebut kemungkinan besar tidak sampai pada tahap yang diharapkan. Pada teori ataupun pendekatan konstruktivis siswa lebih dominan dalam menentukan atau menemukan sendiri pemahaman tentang konsep pembelajaran itu sendiri. Hal ini juga berlaku pada mata pelajaran matematika. Mereka bisa mengerjakan dan menyelesaikan serta memecahkan sendiri persoalan matematika, baik yang berupa perhitungan ataupun persoalan yang terjadi sehari-hari. Kegiatan ini tidak akan ada artinya tanpa peranan dan kemampuan guru untuk mengarahkan dan melakukan pendekatan-pendekatan konstruktivis dalam membelajarkan siswa. Tidak hanya konsep dan metode pembelajaran saja yang penting dalam memudahkan belajar matematika. Baik atau tidaknya pemahaman dan penguasaan materi seorang siswa sangat bergantung juga dari profil, karakter, kepribadian, dan cara menyampaikan materi oleh guru matematika. Menurut Aljupri (2007), beberapa karakter yang harus dimiliki guru matematika adalah: 1) Bijaksana yang berarti mampu mengambil tindakan yang tegas dalam mengambil suatu keputusan yang tidak memberatkan namun juga
9
tidak memanjakan siswa sehingga siswa merasa nyaman dan terayomi dalam belajar.; 2) Berwibawa yang memiliki ketegasan dan karakter yang kuat dalam menguasai situasi pembelajaran baik di dalam ataupun di luar kelas dalam konteks pembelajaran matematika sehingga siswa menghormati guru dan tidak menyepelekan guru dan 3) Komunikatf yang bearti mampu berinteraksi dengan siswa melalui bahasa yang saling komunikatif tapi tetap menaruh rasa hormat kepada guru, namun sebagai guru juga jangan terlalu terpaku kaku dalam berinteraksi dengan siswa, sehingga kita sebagai guru dengan para siswa merasa nyaman dalam berbicara dan saling bertukar pikiran. 4) Humoris mempunyai makanya hampir sama dengan komunikatif, namun dalam pembawaan dan penyampaian materi menyajikan humor-humor yang segar namun berbobot ilmiah sehingga apa yang disampaikan lewat humor tadi mengandung ilmu yang tidak sia-sia dan siswa pun dapat menyerap materi melalui humor-humor itu serta. Kreatif dan Inovatif. Dalam setiap pertemuan atau pembelajaran matematika, diusahakan selalu memberikan atau menyampaikan materi dengan sajian yang berbeda-beda, sehingga siswa tidak bosan dengan konsep pembelajaran yang ituitu saja. Selain itu, guru juga mengajak siswa untuk menciptakan penemuanpenemuan yang baru di bidang ilmu matematika, sehingga ilmu matematika akan terasa manfaatnya. Menurut J. Piaget (dalam Slameto, 2003) anak pada usia lebih dari 11 tahun berada pada tahap operasi formal. Kecakapan anak pada tahap ini tidak lagi terbatas pada objek-objek yang konkret serta dapat berpikir yang logis, mengerti hubungan sebab akibat, memecahkan masalah/berpikir secara alamiah.
10
Anak pada tahap ini juga dapat mengorganisasikan situasi/masalah, ia dapat memandang kemungkinan-kemungkinan yang ada melalui pemikirannya. Berdasarkan hal tersebut, penulis memilih kelas VII SMP, sebab kelas ini merupakan tingkat awal di SMP, sehingga sangat tepat jika dimulai pada tingkat awal ini agar siswa dibiasakan dengan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan siswa tidak takut serta tidak kaku dalam mengikuti pelajaran matematika ke tingkat selanjutnya. Pemilihan materi segitiga didasari survei pendahuluan, melalui pembicaraan dengan guru di lapangan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dan mengeluh dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal segitiga. Beberapa penelitian tentang pembelajaran Kuantum di antaranya, penelitian oleh Andrian sebagaimana yang dikutip oleh Mariany (2007) dengan judul meningkatkan prestasi belajar melalui Pembelajaran Kuantum bulan maret 2005 yang dilakukan di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Atangan, Kabupaten Pati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode Kuantum Teaching pada siklus I hasil belajar siswa meningkat. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh t hitung = 6,935 > t tabel =1,77. Dengan demikian disimpulkan bahwa metode pembelajaran Kuantum dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan Model Pembelajaran Kuantum pada kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman
11
matematika dan motivasi belajar siswa.
B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan , maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apakah terdapat perbedaan peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematika siswa yang mengikuti Kemampuan
Pemahaman
pembelajaran kuantum dengan
Matematika
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran konvensional ?. 2.
Apakah terdapat peningkatan
motivasi belajar siswa setelah mengikuti
pembelajaran Kuantum?.
C. Tujuan Penulisan Mengacu pada pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penulisan ini adalah: 1.
Mengetahui dan mendeskripsikan apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Kuantum lebih baik daripada kemampuan pemahaman matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2.
Mengetahui dan mendeskripsikan motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran Kuantum.
12
D. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini penulis menetapkan beberapa definisi operasional yaitu :
1.
Kemampuan pemahaman matematika Kemampuan pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pemahaman atas konsep matematika yang terdiri dari : a.
Pemahaman instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana.
b.
Pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya.
2. Pembelajaran Kuantum Model pembelajaran Kuantum adalah model pembelajaran yang digunakan guru sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran di kelas yang memiliki strategi: tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, rayakan (TANDUR). Model pembelajaran Kuantum berlandaskan pada prinsip : segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, jika layak dipelajari
13
maka layak dirayakan. Pembelajaran Kuantum berpegang pada azas utama bawalah dunia mereka ke dunia kita, ta, antarkan dunia kita ke dunia mereka (DePorter, 2010).
3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pembelajaran yang bersifat informative. Guru memberikan dan menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar sendiri-sendiri, sendiri sendiri, kemudian siswa mengerjakan latihan dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti, maka dapat dikatakan bahwa siswa siswa adalah individu yang pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung.
4. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Peningkatan kemampuan pemahaman dalam penelitian ini adalah adalah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalkan dari perolehan skor pretes dan postes siswa. Rumus gain ternormalisasi yang digunakan adalah:
Gain ternormalisasi (g)
14
5. Motivasi Indikator
motivasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah
motivasi intrinsik. Menurut Dimyati dalam Hamida (2002) motivasi intrinsik berarti bahwa belajar karena keinginannya sendiri, yang meliputi : a. Tekun menghadapi tugas (berusaha mengerjakan tugas dalam waktu lama dan tidak pernah berhenti sebelum selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa dan tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh). c. Menunjukan minat terhadap masalah-masalah yang diberikan. d. Lebih senang bekerja mandiri.
E. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penulisan ini, diharapkan dapat bermanfaat: 1.
Sebagai acuan bagi guru-guru matematika SMP yang ingin mengembangkan perangkat pembelajaran Kuantum.
2.
Sebagai masukan kepada guru-guru tentang alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih strategi belajar siswa.
3.
Sebagai masukan bagi pembaca dan pemerhati yang peduli pada peningkatan mutu pendidikan khususnya mutu pendidikan matematika.
4.
Bagi Lembaga Perguruan Tinggi Keguruan, dapat dijadikan salah satu kajian untuk membekali calon guru.
15
16