1
Bab I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU Nomor 25 Tahun 2007) telah ditentukan pengertian penanaman modal asing.1
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.” Yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah suatu penanaman modal yang di dalamnya ada modal asing. Sedangkan, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), modalnya harus 100% modal dalam negeri. Dengan demikian, misalnya ada modal dalam negeri yang berjumlah 99% maka secara otomatis yang 1% merupakan modal asing dan hal itu sudah dapat dikatakan sebagai PMA. Prof M. Sornarajah memberikan definisi tentang penanaman modal asing, yaitu:2 “transfer of tangible or intangible assets from one country to another for the purpose of use in the country to generate wealth under the total or partial control of the owner of the assets” Penanaman modal asing menurut Prof M. Sornarajah merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara A ke negara B, tujuannya untuk digunakan di negara B agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian.
1
Indonesia, Undang-Undang tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, LN Tahun 2007 Nomor 67 TLN RI Nomor 4724. 2
M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, (United Kingdom: Cambridge University Press, Second Edition, 2004), hlm. 7.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
2
Jika dicermati secara saksama apa yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik
ini
sungguh
menakjubkan
yakni
bagaimana
mensejahterakan
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.3 Dalam alinea keempat UUD 1945 dikatakan bahwa:4
“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…” Patut disadari bahwa untuk mencapai tujuan para pendiri tersebut tidak semudah membalik telapak tangan karena demi mewujudkannya diperlukan kerja keras semua pihak. Sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan tersebut yakni melalui pranata pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut tidak dapat dipungkiri membutuhkan modal yang tidak sedikit. Bila hanya mengandalkan modal dari sumber dana Pemerintah, hampir dapat dipastikan agak sulit mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik ini. Untuk itu, perlu dicari sumber dana lain. Salah satu sumber modal yang dapat dimanfaatkan adalah melalui pranata hukum penanaman modal. Lewat pranata hukum penanaman modal diharapkan ada payung hukum yang jelas bagi investor jika ingin menanamkan modalnya.5 Pranata hukum penanaman modal diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap penanam modal asing dengan tetap memperhatikan pula kepentingan dan kemajuan modal dalam negeri yang merupakan tujuan utama dalam pembangunan khususnya pembangunan ekonomi. Sehingga pranata hukum yang dibentuk benar-benar mencerminkan kepentingan semua pihak, baik Pemerintah, penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri.
3
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta: Nuansa Mulia, 2007), hlm. 58. 4
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen Ke-4, 2002. Pembukaan (Preambule). 5
Sentosa Sembiring, op. cit., hlm. 58-59.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
3
Alasan utama suatu negara mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan memperluas lapangan kerja. Setelah modal asing masuk, maka keinginan mengembangkan industri substitusi impor untuk menghemat devisa6, mendorong ekspor non-migas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun sarana dan prasarana, dan mengembangkan daerah tertinggal dapat terwujud.7 Penanaman modal baik PMA maupun PMDN telah memainkan peranan yang sangat penting dalam menunjang sukses dan berlangsungnya pembangunan di Indonesia, khususnya dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat. Peranan yang dimainkan oleh penanaman modal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih akan terus berlangsung dimasamasa mendatang. Untuk itu, diperlukan upaya yang lebih serius dalam mengatur dan mengarahkan kegiatan-kegiatan usaha penanaman modal agar tercapai tujuan yang diharapkan dan sekaligus pencegahan efek negatif yang mungkin timbul.8 Untuk menarik arus modal asing dalam suatu negara, faktor iklim investasi yang kondusif dan prospek pengembangan sebagai negara penerima modal sangat berpengaruh. Iklim investasi yang dimaksud adalah semua kebijakan kelembagaan dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi dimasa mendatang, yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi.9
6
Yang dimaksud dengan devisa adalah alat pembayaran luar negeri. (Lihat Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). Pengertian lain devisa yaitu, alat-alat pembayaran luar negeri (segala yang di luar negeri dapat diuangkan dengan uang luar negeri seperti wesel, cek, dsb). (Lihat WJS Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976). 7
Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hlm. 19. 8
“Aspek Hukum dalam Peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA) melalui Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas,”
, diakses tanggal 30 Oktober 2008. 9
Camelia Malik, “Jaminan Kepastian Hukum dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia,” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 26, No. 4, Tahun 2007, hlm. 18.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
4
Dalam upaya menarik modal asing, Indonesia menghadapi persaingan yang lebih ketat. Hal ini disebabkan semakin banyak negara yang makin membuka diri terhadap penanaman modal asing. Bahkan, para pesaing kita tersebut memberikan fasilitas pajak berupa tax holiday10 selama jangka waktu tertentu. Hal ini bukan hanya terjadi di Asia, termasuk ASEAN, tetapi juga di negara kawasan Eropa Timur dan negara-negara baru ex-Uni Soviet.11 Kemudahan dan iklim penanaman modal yang lebih menarik telah terus diupayakan untuk dikembangkan antara lain dengan penyediaan sarana dan prasarana ekonomi yang memadai, peraturan perundang-undangan yang mendukung dan penyederhanaan prosedur pelayanan penanaman modal serta kebijakan ekonomi makro12 yang tepat.13
“Singkat kata, iklim investasi yang positif dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh Pemerintah dan para pelaku ekonomi dalam hal-hal berikut ini: 1. Memberikan kepastian hukum atas peraturan-peraturan pada tingkat pusat dan daerah serta menghasilkan produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal sehingga tidak memberatkan beban tambahan pada biaya produksi usaha. 2. Memelihara keamanan dari potensi gangguan kriminalitas oleh oknum masyarakat terhadap aset-aset berharga perusahaan, terhadap jalur distribusi barang dan gudang serta pada tempattempat penyimpanan barang jadi maupun setengah jadi.
10
Yang dimaksud dengan tax holiday yaitu pembebasan pajak untuk masa tertentu bagi para investor. Dengan memberikan tax holiday maka diharapkan banyak investor asing yang akan menanamkan modalnya. (Lihat H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 136. Disamping itu, Bambang Soedibyo berpendapat tax holiday ini tidak diperlukan karena yang dibutuhkan adalah kemampuan pemerintah menciptakan keamanan yang kondusif, penegakan hukum yang konsisten dan merumuskan suku bunga perbankan. Insentif lain yaitu, insentif fiskal dan kelonggaran moneter, serta tax allowance bagi perusahaan-perusahaan asing yang telah lama beroperasi. (Lihat Rajagukguk, op. cit., hlm. 15-17). 11
“Strategi Menarik Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan Ekonomi,” , diakses tanggal 30 Oktober 2008. 12
Yang dimaksud dengan ekonomi makro adalah berkenaan dengan kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai keseluruhan, yaitu keseluruhan dimensi dari kehidupan ekonomi. (Lihat Gardner Ackley, Teori Ekonomi Makro, Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1973). 13
“Aspek Hukum dalam Peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA) melalui Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas,” , diakses tanggal 30 Oktober 2008.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
5
3. Memberikan kemudahan yang paling mendasar atas pelayanan yang ditujukan pada para investor, meliputi: perijinan investasi; imigrasi; kepabeanan; perpajakan; dan pertahanan wilayah. 4. Memberikan secara selektif rangkaian paket insentif investasi yang bersaing. 5. Menjaga kondisi iklim ketenagakerjaan yang menunjang kegiatan usaha secara berkelanjutan.”14 Dalam pembaruan hukum investasi yang merupakan tata-letak dasar bagi peraturan teknis, cakupan undang-undang setidaknya memberikan guidance15, berupa hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanaman modal yang diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum.16 Pentingnya kepastian hukum karena penanam modal, khususnya penanam modal asing, dalam melakukan investasi selain harus tunduk pada ketentuan hukum investasi, juga tunduk pada ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Misalnya, ketentuan yang terkait dengan perpajakan, ketenagakerjaan, dan masalah pertanahan. Semua ketentuan ini menjadi pertimbangan bagi investor, dalam melakukan investasi.17 Dengan adanya jaminan kepastian hukum tersebut, pihak penanam modal harus pula memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh negara penerima modal, seperti bentuk usaha, bidang usaha yang terbuka serta bidang usaha yang tertutup untuk PMA. Hal ini dikarenakan, pada umumnya, tidak semua bentuk dan bidang usaha diperbolehkan bagi PMA. Untuk itu, kepastian hukum mengenai penanaman modal asing dapat menjadi acuan bagi penanam modal dalam mempelajari ketentuan-ketentuan yang ada sebelum melakukan investasi.
14
“Regulasi Telekomunikasi,”, diakses tanggal 13 Oktober 2008. 15
Guidance: help or advice yang dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan sebagai panduan bila dikaitkan dengan kalimat di atas, artinya penunjuk. (Lihat Oxford Learner’s Pocket Dictionary, New Edition, Oxford University Press, 1995). Lihat juga Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 643. 16
Sujud Margono, Hukum Investasi Asing di Indonesia, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 15-16. 17
Sembiring, op. cit., hlm. 32-33.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
6
Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung (direct investment) dan atau tidak langsung (indirect investment) baik oleh investor lokal ataupun investor asing. Untuk penanaman modal tidak langsung biasa dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portfolio yakni pembelian efek18 lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).19 Perbedaan keduanya terletak pada pengaruh terhadap pengelolaan perusahaan. Pada direct investment penanam modal memiliki kewenangan terhadap pengelolaan dan atau pengendalian perusahaan, sedangkan pada portfolio investment tidak.20 PMA secara langsung di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kerja sama antara penanam modal asing dengan penanam modal dalam negeri. Bentuk kerja sama yang dimungkinkan antara lain: joint venture; joint enterprise; kontrak karya; kontrak production sharing.21 Arus sumber-sumber keuangan internasional suatu negara umumnya diwujudkan dalam dua bentuk, yakni penanaman modal asing yang dilakukan pihak swasta dan investasi portofolio (portfolio investment).
18
Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. (Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal). 19
Sembiring, op. cit., hlm. 55.
20
Margono, op. cit., hlm. 17.
21
Joint venture adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional berdasarkan suatu perjanjian/kontrak. Joint enterprise adalah adalah suatu kerjasama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru. Kontrak karya adalah suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerjasama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. Kontrak production sharing adalah perjanjian kerjasama kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit. (Lihat Rajagukguk, op. cit., hlm. 76-77. Lihat juga “Penanaman Modal Asing ” , diakses tanggal 30 Oktober 2008.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
7
Penanaman modal secara langsung biasanya menggunakan dana-dana investasi langsung untuk menjalankan kegiatan bisnis atau mengadakan alat-alat atau fasilitas produksi, seperti membeli lahan, membuka pabrik-pabrik, mendatangkan mesin-mesin, membeli bahan baku, dan sebagainya (istilah itu sengaja dimunculkan untuk membedakannya dari investasi portofolio, ketika dana-dana investasinya tidak secara langsung digunakan untuk kegiatan bisnis, namun dipakai untuk membeli saham, obligasi, dan surat berharga lainnya).22 Berbicara mengenai penanaman modal asing tidak terlepas dari Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI) yang dahulu disebut Daftar Skala
Prioritas
(DSP).
Pemerintah
telah
melakukan
perubahan
dan
menyederhanakan DNI dari tahun ke tahun dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan dan evaluasi guna menyesuaikannya dengan perkembangan.23 Sebagai Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Perpres Nomor 77 Tahun 2007). Masih ditahun yang sama, Perpres Nomor 77 Tahun 2007 kemudian diubah24 dengan Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang
22
Rasyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 18. 23
“Penanaman Modal Asing Ditinjau dari Segi Hukum,”, diakses tanggal 06 November 2008. 24
‘diubah’ berarti tidak lebih dari 50% isi peraturan atau undang-undang berubah dari peraturan yang lama, hal ini berbeda dengan ‘diganti’ yang berarti 100% berubah dari peraturan yang lama. (wawancara dilakukan Penulis dengan Prof Maria Farida pada hari Rabu tanggal 24 Desember di Gedung Mahkamah Konstitusi Lantai 13, lembar pernyataan wawancara terlampir). Lihat juga Lampiran Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Sistematika Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dalam Bab II Hal-hal Khusus huruf D mengeni Perubahan Peraturan Perundang-undangan. 192. Perubahan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan: a. menyisipkan atau menambah materi ke dalam Peraturan Perundang-undangan; atau b. menghapus atau mengganti sebagian materi Peraturan Perundang-undangan. 193. Perubahan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan terhadap: a. seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat dst. b. kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
8
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Perpres Nomor 111 Tahun 2007) yang disebut Daftar Negatif Investasi (DNI).25 Pasal 12 UU Nomor 25 Tahun 2007 mengatur bahwa semua bidang usaha pada prinsipnya terbuka bagi penanaman modal, kecuali bidang-bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan pengusaha lokal warga negara Indonesia yang sudah mampu menjalankan perusahaan di bidang-bidang usaha tertentu.26 Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 12 UU Nomor 25 Tahun 2007, dikeluarkan Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang DNI.27 Pengembangan DNI baru-baru ini mempengaruhi sedikitnya 338 sektor usaha. Jumlah tersebut meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya mempengaruhi 83 sektor usaha. Perpres ini akan berlaku selama 3 tahun bila tidak dibutuhkan revisi lebih lanjut oleh Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI)28 yang berkewajiban untuk mengevaluasi daftar tersebut secara berkala.29 Berkaitan dengan DNI, muncul permasalahan Qatar Telecom (selanjutnya disebut Qtel) yang melakukan investasi di Indonesia. Qtel merupakan penanam modal yang berasal dari Timur Tengah dan telah membeli saham Indosat dari Singapore Technologies Telemedia Ltd. (selanjutnya disebut STT) sebesar 40,81%. Beberapa waktu kemudian, Qtel berniat membeli saham Indosat melalui portfolio investment atau melalui pasar modal.30
25
“Daftar Negatif Investasi Terus Disempurnakan,” , diakses tanggal 14 November 2008. 26
“Daftar Negatif Investasi” , diakses tanggal 28 Oktober 2008. 27
Ibid.
28
Berdasarkan Kepres RI Nomor 87 Tahun 2003 tentang Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. Lihat juga Keppres Nomor 3 Tahun 2006. 29
“Position Paper tentang Daftar Negatif Investasi Indonesia 2007: Dikeluarkan Januari 2008,” , diakses tanggal 30 Oktober 2007. 30
“JK: Penjualan Saham ISAT dari STT ke Qtel Sah,” , diakses tanggal 28 Oktober 2008.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
9
Pengaturan dalam DNI mengenai batasan maksimal kepemilikan asing di sektor telekomunikasi dibatasi hanya sebanyak 49%31. Sedangkan, Qtel bermaksud membeli saham Indosat lagi melalui Pasar Modal melebihi batasan tersebut.32 Muncul pertanyaan, bagaimana ketentuan mengenai pembelian saham Qtel apabila dikaitkan dengan peraturan yang berlaku?
B.
Perumusan Masalah Penelitian ini membahas mengenai investasi Qtel terhadap pembelian
langsung saham Indosat yang sudah dimiliki dari STT sebesar 40,81% serta keinginannya lagi untuk membeli saham Indosat di Pasar Modal atau melalui investasi portofolio (portfolio investment). Maka, permasalahan yang timbul antara lain: 1. Bagaimana keberlakuan Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal terhadap portfolio investment di Pasar Modal? 2. Apakah
Qtel
boleh
membeli
saham
Indosat
sehingga
dapat
mengendalikan perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas?
C.
Kerangka Teori dan Konsep Kerangka teori dan konsep merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Konsep tersebut bukanlah gejala yang akan diteliti, tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut.
31
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi: penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis kabel, dengan teknologi circuit switched atau packet switched; berbasis radio, dengan teknologi circuit switched atau packet switched maksimal 49%. (Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang DNI Lampiran II poin c kepemilikan modal No. 44). 32
“Pengamat: Qtel Tidak Lakukan Investasi Langsung” , diakses tanggal 28 Oktober 2008.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
10
Pada
dasarnya,
negara-negara
yang
sedang
berkembang
sangat
membutuhkan investasi atau penanaman modal, khususnya penanaman modal asing. Tujuan investasi ini adalah mempercepat laju pembangunan di negara tersebut. Pada umumnya, yang memiliki modal atau investasi adalah negaranegara yang sudah maju. Pertanyaannya adalah mengapa negara-negara maju menanamkan modalnya di negara-negara yang sedang berkembang. Ada dua teori yang menganalisis faktor penyebab negara maju menanamkan investasinya di negara berkembang. Kedua teori itu meliputi:33 1. The Product Cycle Theory (Teori Siklus Produk) The Product Cycle Theory atau teori siklus produk ini dikembangkan Raymond Vernon (1966). Teori ini paling cocok diterapkan pada investasi asing secara langsung (foreign direct investment) dalam bidang manufacturing34, yang merupakan usaha ekspansi awal perusahaan-perusahaan Amerika atau disebut juga investasi horizontally integrated, yakni pendirian pabrik-pabrik untuk membuat barang-barang yang sama atau serupa di mana-mana.35 The Product Cycle Theory atau teori siklus produk dinyatakan bahwa setiap teknologi atau produk berevolusi melalui tiga fase36, yaitu: Fase pertama, fase permulaan atau inovasi; Fase kedua, fase perkembangan proses; Fase ketiga, fase pematangan atau fase standardisasi37.
33
Erman Rajagukguk, dkk., Hukum Investasi (Bahan Kuliah), (Jakarta: UI Press, 1995),
hlm. 2-6. 34
Manufacturing, manufaktur, pabrikan adalah proses pengolahan bahan mentah menjadi suatu produk dengan menggunakan tenaga manusia dan atau mesin dalam skala besar. (Lihat Kamus Hukum Ekonomi Elips, Edisi Pertama, Jakarta: Proyek Elips, 1997), hlm. 108. 35
Rajagukguk, loc. cit.
36
Ibid.
37
Standardisasi merupakan pembakuan, penyamaan, penyeragaman. (Lihat Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Standardisasi merupakan penstandaran, pembakuan, penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas dan sebagainya) dengan pedoman (standar) yang telah ditetapkan. (Lihat WJS Poerwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976).
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
11
Dalam setiap fase tersebut, berbagai tipe perekonomian negara mempunyai keunggulan komparatif (a comparative advantage).38 a. Fase Pertama Fase pertama cenderung bertempat di negara industri atau negara-negara maju, seperti:39 1. Britania Raya pada abad ke-19; 2. Amerika Serikat pada awalnya pasca perang dunia; dan 3. Jepang pada akhir abad ke-20. Perusahaan-perusahaan oligopoli40 di negara-negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam pengembangan produk-produk baru dan prosesproses industri karena adanya permintaan pasar dalam negeri yang besar dan banyaknya persediaan sumber produksi untuk aktivitas-aktivitas inovatif. Selama fase awal ini, perusahaan-perusahaan negara maju menikmati suatu posisi monopoli41, terutama karena teknologinya. Karena permintaan dari luar negeri akan produk-produk mereka meningkat, perusahaan-perusahaan pertama kali mengekspor produknya ke pasar luar negeri.42
38
Ibid.
39
Ibid.
40
Oligopoli adalah suatu keadaan pasar yang penawarannya dikuasai oleh hanya segelintir pengusaha atau produsen yang bersaing. (Lihat Kamus Hukum Ekonomi Elips, Edisi Pertama, Jakarta: Proyek Elips, 1997. hlm. 120). 41
Monopoli adalah situasi pasar dimana hanya ada satu orang produsen atau penjual suatu produk tertentu dengan banyak pembeli, akibatnya produsen atau penjual tersebut dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga produknya untuk meraih keuntungan setinggitingginya. (Kamus Hukum Ekonomi Elips, Edisi Pertama, Jakarta: Proyek Elips, 1997), hlm. 113. Lihat juga Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat LN Tahun 1999 No. 33, TLN No. 3817. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. 42
Rajagukguk, loc. cit.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
12
b. Fase Kedua Tidak lama kemudian terjadinya penyebaran teknologi kepada para pesaing luar negeri yang potensial mengakibatkan adanya rintangan-rintangan dagang yang “memaksa” diadakannya usaha produksi barang-barang yang sama di luar negeri. Fase kedua, proses manufacturing terus berkembang dan tempat produksi cenderung berkembang di negara-negara maju lainnya.43 c. Fase Ketiga Akhirnya, dalam fase ketiga, adanya standardisasi proses manufacturing memungkinkan peralihan lokasi-lokasi produksi ke negara-negara yang sedang berkembang, terutama negara-negara industri baru yang mempunyai keunggulan komparatif berupa tingkat upah yang rendah. Produk-produk dari negara berkembang ini pun diekspor ke pasar global. Selanjutnya, adanya kombinasi antara produk-produk yang distandardisasi, teknik-teknik produksi dengan kehadiran tenaga kerja yang murah membuat negara-negara industri baru tersebut menjadi negara-negara sumber produk dan komponen industri yang sangat penting.44 Singkatnya, The Product Cycle Theory menjelaskan sebab-sebab adanya ciri-ciri penting ekonomi dunia kontemporer, yakni bahwa perusahaan multinasional dan persaingan oligopoli; perkembangan dan penyebaran teknologi industri merupakan unsur penentu utama terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi-lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi dan timbulnya strategi perusahaan yang mengintegrasikan perdagangan dan produksi di luar negeri.45
43
Ibid.
44
Rajagukguk, loc. cit.
45
Ibid.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
13
2. The Industrial Organization Theory of Vertical Integration (Teori Organisasi Industri Integrasi Vertikal) Teori
ini
paling
cocok
diterapkan
pada
new
multinationalism
(multinasionalisme baru) dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, yakni produksi barang-barang di beberapa pabrik yang menjadi pemasukan bagi pabrik-pabrik lain dari suatu perusahaan. Menurut teori organisasi industri integrasi vertikal, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal, yakni dengan menempatkan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Alasan utamanya adalah:46 1. Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah; 2. Kebijakan pajak lokal; 3. Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain. Artinya dengan investasi luar negeri, ini berarti perusahaan-perusahaan multinasional tersebut telah merintangi kedatangan pesaing-pesaing dari negaranegara lain sehingga monopoli dapat dipertahankan.47 Selain teori-teori tersebut, dalam penelitian ini juga terdapat konsep-konsep yang juga menghubungkan dengan permasalahan yang dibahas agar dapat dilihat definisi dalam tiap pengertian yang ada dalam pembahasan agar tidak ada interpretasi ambigu dari setiap pengertian yang ada dalam tulisan ini. Konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut yang dikaitkan dengan referens dan sifatnya empiris.48 Konsep dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penanaman Modal (Investasi) Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.49
46
Ibid.
47
Ibid.
48
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2005), hlm. 132.
49
Indonesia, Undang-Undang tentang Penanaman Modal, op. cit., Pasal 1 angka 1.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
14
2. Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Langsung (Foreign Direct Investment) Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.50 3. Penanaman Modal Tidak Langsung atau investasi portofolio (Portfolio Investment). Investasi yang dilakukan melalui Pasar Modal, yaitu dengan melakukan pembelian saham. Setiap waktu investor bisa melepaskan saham tersebut dan dengan demikian menarik investasinya. Kepemilikan saham melalui Pasar Modal juga tidak dengan sendirinya menjalankan perusahaan tersebut.51 4. Daftar Negatif Investasi (DNI) Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan suatu daftar yang mengatur mengenai bidang-bidang usaha apa saja yang terbuka untuk penanaman modal dan bidang-bidang usaha apa saja yang tertutup bagi penanaman modal.52
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berangkat dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian pada dasarnya adalah menganalisa permasalahan tersebut. Dengan demikian tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai tujuan umum, yaitu mengurangi atau menghilangkan masalah. Kemudian ada pula tujuan khusus penelitian, yaitu terjawabnya pertanyaan-pertanyaan penelitian.53
50
Ibid., Pasal 1 angka 3.
51
Margono, op. cit., hlm. 17.
52
Margono, op. cit., hlm. 25.
53
Tim Pengajar Metode Penelitian Hukum, Metode Penelitian Hukum: Buku B, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000), hlm. 22.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
15
1.1 Tujuan Umum Investasi yang dilakukan oleh Qtel di Indonesia dengan membeli saham Indosat dari STT sebesar 40,81% sudah dilakukan. Akan tetapi, permasalahan muncul karena Qtel bermaksud membeli saham Indosat lagi melalui Pasar Modal (portfolio investment). Sementara, dalam DNI diatur batasan maksimal kepemilikan asing di sektor telekomunikasi54 tidak boleh lebih dari 49%. Dengan demikian, tujuan penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana sebenarnya pengaturan hal tersebut diatas, dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang DNI dan keberlakuannya terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Nomor 8 Tahun 1995). 1.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui keberlakuan DNI dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang DNI terhadap investasi di Pasar Modal. b. Mengetahui apakah Qtel diperbolehkan membeli saham Indosat di Pasar Modal melebihi batas kepemilikan yang ditetapkan DNI sehingga dapat mengendalikan perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana ketentuanketentuan yang ada dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang DNI sebagai peraturan pelaksana dari UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
54
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi: penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis kabel, dengan teknologi circuit switched atau packet switched; berbasis radio, dengan teknologi circuit switched atau packet switched maksimal 49%. (Lihat Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang DNI Lampiran II poin c kepemilikan modal No. 44).
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
16
E.
Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu unsur yang mutlak diperlukan dalam suatu
penelitian ilmiah, karena dengan metode penelitian dapat mendekatkan antara masalah yang terdapat dalam penelitian dengan teori yang terkait. Secara umum, penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan dari bahan pustaka.55 Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif atau kepustakaan56. Dalam metode penelitian kepustakaan, penulis menggunakan dan meneliti data sekunder57 yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka.58 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang mencakup: i. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat di masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan bahan yang berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, namun hanya beberapa yang tercantum dibawah ini karena selebihnya ada dalam pembahasan:59 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
55
Soekanto, op. cit., hlm. 51.
56
Penelitian hukum nornatif atau penelitian kepustakaaan adalah suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka. (Lihat Sri Mamudji, dkk., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet-1, Depok: Badan Penerbit FHUI, 2005, hlm. 5). 57
Data sekunder merupakan data yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif ataupun penelitian kepustakaan yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dsb. (Lihat Soekanto, op. cit., hlm. 12. (Lihat juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. hlm. 23-24). 58
Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. ke-1, (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2005), hlm. 28. 59
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 13.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
17
d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; e. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; f. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman Modal Asing; g. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing; h. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; i. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang kemudian diubah dengan diterbitkannya Perpres Nomor 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau disebut juga Daftar Negatif Investasi (DNI); j. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Nasional dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing untuk Diberi Perlakuan yang Sama seperti Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri; k. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1987 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Nasional Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing Untuk Diberi Perlakuan Sama Seperti Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri; l. Surat Keputusan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 15 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing; m. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 30 Tahun 2004;
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
18
ii. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dimana bahan hukum tersebut memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya, seperti misalnya artikel ilmiah, bahan yang diperoleh internet, teori atau pendapat para sarjana, buku, makalah, majalah, surat kabar, laporan penelitian.60 Dalam penulisan skripsi ini Penulis melakukan wawancara ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), dan Prof Maria Farida Indrati selaku Hakim Konstitusi (lembar pernyataan tiap wawancara terlampir). iii. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia, dan bibliografi yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.61
Dengan demikian penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian hukum normatif62 (doktrinal)63 yang bersifat analitis eksplanatoris64, melalui bahan-bahan kepustakaan.
F.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab dan beberapa sub bab.
Bab I berisikan pendahuluan, yang menguraikan secara singkat tentang latar belakang, perumusan masalah yang akan dikaji, kerangka teori dan konsep, tujuan, yang terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
60
Ibid.
61
Ibid.
62
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op. cit., hlm. 14. Lihat juga Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 96-102. 63
Soetandyo Wignjosoebroto, seperti yang dikutip oleh Bambang Sunggono dalam bukunya Bambang Sunggono, op. cit., hlm. 43. 64
Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 50 dan hlm 9-10.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009
19
Bab II membahas mengenai keberlakuan Daftar Negatif Investasi (DNI) terhadap portfolio investment. Dalam sub bab pertama diuraikan mengenai jenisjenis investasi yang terbagi menjadi dua bagian yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung; sub bab kedua diuraikan mengenai peranan Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; dan sub bab ketiga diuraikan mengenai hubungan Daftar Negatif Investasi (DNI) dengan portfolio investment. Bab III membahas tentang investasi Qtel di Indonesia. Dalam sub bab pertama dikaji secara lebih mendalam tentang peralihan saham Indosat dari Singapore Technologies Telemedia Ltd. (STT) ke Qtel; dan dalam sub bab kedua dibahas mengenai rencana Qtel membeli saham di Pasar Modal. Bab IV merupakan penutup dari semua bab yang ada dalam penulisan ini dan terdiri dari dua sub bab. Pada sub bab pertama diuraikan mengenai simpulan dari penulisan yang ada dalam skripsi ini dan pada sub bab kedua mengenai saran yang berkaitan dengan pembahasan penelitian yang dapat penulis berikan dalam mengakhiri penulisan ini.
Universitas Indonesia Penanaman modal..., Lidia Hayati, FHUI, 2009