1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan
berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia
internasional. Dampak yang paling dirasakan adalah semakin ketatnya persaingan di sektor industri. Meningkatnya saling ketergantungan antar negara industri, kebutuhan dari negara negara berkembang, disintegrasi pembatas aliran uang, informasi dan teknologi antarbatas negara memungkinkan globalisasi dan integrasi pasar internasional. Kondisi-kondisi ini mendorong
perusahan-
perusahan global untuk memikirkan secara serius mengenai strategi yang harus diterapkan untuk mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Peningkatan daya saing industri secara berkesinambungan membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa stabilitas ekonomi makro, iklim usaha dan investasi yang sehat. Untuk
membangun
daya
saing
yang
berkesinambungan,
upaya
pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki bangsa dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada di luar maupun di dalam negeri harus dilakukan secara optimal. Oleh karena esensi daya saing yang berkelanjutan tersebut terletak pada cara menggerakkan dan mengorganisasikan seluruh potensi sumber daya produktif, dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan permintaan pasar.
2
Tantangan globalisasi di sektor industri, membangun daya saing sektor industri di pasar domestik dan pasar internasional adalah salah satu langkah penting yang harus dilakukan. UNIDO (United Nation Industrial Development Organization) sebuah organisasi yang mendata perkembangan industri diseluruh dunia, menyimpulkan bahwa keunggulan daya saing dibidang manufaktur merupakan mesin pertumbuhan utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industri manufaktur Indonesia memainkan peranan penting. Tabel berikut menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur yang semakin berorientasi ekspor telah menopang ekonomi Indonesia. Ekspor industri manufaktur menyumbang sekitar 85% ekspor nonmigas dan sekitar 67% total ekspor Indonesia selama 1994-2001. Bahkan kontribusi ekspor industri ini telah melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an. Tabel 1.1 Peranan Industri Manufaktur, 1994-2001 Komoditi 1994 ekspor Migas 9.694 Non-migas 30.360 Total 40.053 % Industri Manufaktur 84,65 terhadap non-migas % industri Manufaktur 64,18 terhadap total ekspor Sumber: Diolah dari BPS
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
10.464 34.952 45.418
11.722 38.093 49.815
11.623 41.821 53.444
7.872 40.975 48.848
9.792 38.873 48.665
14.367 47.757 62.124
12.636 43.684 56.321
83,91
84,31
83,31
84,41
85,75
87,95
86,24
64,58
64,47
65,20
70,81
68,49
67,61
66,87
(2001)
Sayangnya, ketika krisis melanda Indonesia pada tahun 1997-1999, peranan industri manufaktur terhadap total ekspor mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dalam periode 1996 sampai 2002, jumlah perusahaan industri
3
berskala sedang dan besar menurun hampir 1.800 unit usaha atau sekitar 8 persen dari 22.997 unit usaha yang ada tahun 1996. Sementara itu, indeks produksi industri pengolahan berskala besar dan sedang juga mengalami penurunan cukup signifikan, sekitar 15 persen, dari 126,54 persen pada tahun 1997 menjadi 100,29 persen pada tahun 2002.
Grafik 1.1 Neraca Perdagangan Produk Manufaktur Tahun 1991-2002 (juta US$) UNIDO – “Indonesia: Strategy for Manufacturing Competitiveness” (November 2000)
Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa Indikasi melambatnya perekonomian Indonesia di sektor industri manufaktur telah terjadi sebelum masa krisis ekonomi 97/98, Studi yang dilakukan UNIDO tentang identifikasi kondisi yang mengakibatkan daya saing industri manufaktur di Indonesia melemah, pangsa industri berteknologi rendah di Indonesia terhadap total manufaktur justru meningkat dari, terutama karena pertumbuhan pesat industri padat karya, seperti tekstil, garmen dan alas kaki, serta ekspansi industri berbasis SDA, seperti makanan, kertas, dan kayu. Di sisi lain, kontribusi industri teknologi menengah
4
(seperti karet dan plastik, semen, metal dasar dan fabrikasi metal sederhana) turun. Terhadap ekspor, kontribusi produk industri teknologi rendah juga meningkat, sementara produk padat modal, seperti bahan plastik, produk karet, pupuk, bubur kertas dan kertas, serta besi dan baja, turun. Untuk industri teknologi tinggi, Indonesia adalah yang terendah di antara negara-negara berkembang lain, yakni sekitar separuh dari Filipina dan India. Tidak seperti di negara-negara lain, pangsa industri teknologi tinggi terus merosot sejak krisis. Menurut UNIDO ada beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya daya saing industri manufaktur Indonesia, yaitu : •
Tingginya tingkat ketergantungan pada impor input produksi;
•
Jenis produk ekspor sangat terbatas (kayu lapis, tekstil garmen elektronik) sasaran pasar ekspor pun sangat sempit (Amerika, Jepang, Singapura).
•
Tidak terjadinya pendalaman teknologi. Pada umumnya industri merupakan kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai sekitar 90% dan mengandalkan biaya buruh yang murah. Tabel 1.2 Posisi Daya Saing Indonesia Dari 60 Negara yang Diteliti No 1 2 3 4
Tahun 2000 2001 2002 2003
Peringkat 43 46 47 57
Sumber : WEF (2000,2001,2002,2003)
5
Dengan adanya permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai
“ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI DAYA SAING SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA” 1.2 Identifikasi Masalah Banyak faktor penentu yang menjadi penentu daya saing industri manufaktur, adapun peneliti hanya menghususkan pada faktor Teknologi dan Efisiensi industri yang di prediksi berpengaruh terhadap daya saing industri manufaktur di Indonesia. Adapun yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh Teknologi terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh Efisiensi industri terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Teknologi terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Efisiensi industri terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia.
6
1.3.2. Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan ekonomi sebagai kajian dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
2.
Secara Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tambahan bagi penulis dan bagi para pembuat kebijakan sebagai bahan referensi bagi perbaikan kondisi ekonomi Indonesia.
1.4
Kerangka Pemikiran Daya saing suatu wilayah ditentukan terutama oleh daya saing dari sektor-
sektor atau unit-unit kegiatan usaha, Menurut Michael Porter (1990), dan beberapa pakar lainnya, hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh setiap perusahaan atau sektor, misalnya industri, untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, kewirausahaan, dan efisiensi atau produktivitas yang tinggi, kualitas produk yang baik, promosi yang luas dan agresif, pelayanan purna jual (service after sale) yang baik, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/pendidikan, etos kerja, disiplin, komitmen, kreativitas dan motivasi yang tinggi, proses produksi dengan skala ekonomis, diferensiasi produk, modal dan prasarana serta sarana lainnya yang cukup, jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang luas serta diorganisasikan dan dikelola secara profesional. Semua faktor keunggulan kompetitif yang disebut ini dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dunia saat ini menjadi sangat penting. Pada tingkat nasional, menurut Porter dalam Tambunan (2006), daya saing sebuah negara
sangat tergantung pada kapasitas masyarakatnya (terutama
7
pengusaha) untuk berinovasi dan melakukan pembaharuan terus menerus, dan untuk ini diperlukan teknologi dan SDM. Oleh karena itu, berbeda dengan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif sifatnya sangat dinamis, teknologi berubah terus, demikian juga kualitas SDM berkembang terus. Selanjutnya, berdasarkan dasar pemikiran dari Doz dan Prohalad (1987) yang dikutip dari Tambunan (2006) bahwa keunggulan kompetitif yang ada atau yang potensial dari suatu daerah, yang menentukan kemampuan industri di daerah tersebut, tergantung pada: (1) daya saing faktor-faktornya, yakni kekuatan relatif faktor-faktor produksinya, yang mencakup sumber daya fisik, SDM dan teknologinya. dan (2) daya saing atau kekuatan relatif perusahaan-perusahaan di daerah tersebut. Sedangkan menurut Sharples dan Milham (1990), mengemukakan bahwa ukuran dari daya saing suatu industri dapat dilihat dari value added dan market share, dimana net export share sebagai variabel yang diambil menunjukan kemampuan industri memasuki pasar internasional dan mendapatkan market share dan variabel value added menunjukan kemampuan bersaing industri dalam memperoleh keuntungan. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing adalah teknologi. Setiap jenis teknologi yang dipakai oleh perusahaan merupakan faktor terpenting dalam persaingan. Menurut Porter (1996) bahwa : Teknologi penting bagi persaingan jika berpengaruh secara signifikan terhadap keunggulan bersaing perusahaan atau tehadap struktur industri. Karena teknologi terwujud dalam setiap aktivitas nilai dan berperan dalam mewujudkan
8
keterkaitan diantara berbagai aktivitas, maka teknologi dapat berpengaruh besar terhadap biaya dan differensiasi. Selain mempengaruhi biaya atau differensiasi, teknologi dapat mempengaruhi keunggulan bersaing dengan cara mengubah atau mempengaruhi semua factor penentu biaya atau keunikan lainnya. Perkembangan teknologi dapat meningkatkan atau menurunkan skala ekonomi, membuka kemungkinan bagi berbagai antar hubungan yang sebelumnya tidak mungkin terjadi, menciptakan peluang untuk mencapai keunggulan dalam penentuan waktu, dan mempengaruhi hampir semua faktor penentu biaya atau keunikan lainnya” Terdapat 8 faktor kunci yang menentukan tingkat daya saing Indonesia yang rendah Hidayat (2004) antara lain •
Kebijakan ekonomi protektif yang menyebabkan kurang inovatif dan harga mahal
•
Peran dan prestasi lembaga-lembaga ekonomi nasional yang di bawah standar
•
Perkembangan dan difusi teknologi yang berjalan lamban
•
Lemahnya penegakan hukum sehingga mudah terjadi KKN
•
Sifat dan struktur pasar kerja yang tidak fleksibel dan tidak dinamis
•
Kompetensi SDM rendah terutama dalam teknologi informasi dan komunikasi
•
Rasio modal per tenaga kerja relatif rendah
•
Tingkat dan pertumbuhan produktivitas rendah (makro, mikro, partial dan total)
9
Pendatang Baru Ancaman Pendatang Baru
Kekuatan Pertawaran Pemasok
Pesaing Industri
Pemasok
Pembeli Persaingan di antara perusahaan yang ada
Kekuatan Pertawaran Pembeli
Ancaman atau Produk Pengganti Produk pengganti
Gambar 1.1 Lima kekuaatan Bersaing yang menentukan Kemampulabaan Industri Sumber : Porter
Lima kekuatan bersaing dalam industri yaitu sebagai berikut : -
masuknya pesaing baru
-
ancaman dari produk pengganti (subtitusi)
-
kekuatan pertawaran (tawar-menawar) pembeli
-
kekuatan peratawaran pemasok
-
persaingan di antara pesaing-pesaing yang ada Kelima kekuatan tersebut menentukan kemampulabaan industri karena
mempengaruhi harga, biaya, dan memerlukan investasi perusahaan di dalam suatu industri elemen-elemen laba investasi (return on investment).
10
Tulus Tambunan (2001) mengatakan bahwa keunggulan suatu negara atau industri dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya yang diperkuat proteksi atau bantuan dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Adapun faktor-faktor keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan untuk dapat bersaing di pasar dunia adalah : •
Penguasaan teknologi
•
Sumber daya manusia dengan kualitas tinggi, dan memiliki etos kerja kreativitas dan motivasi yang tinggi
•
Tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam proses produksi
•
Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan
•
Promosi yang luas dan agresif
•
System manajemen dan struktur organisasi yang baik
•
Pelayanan teknis maupun non teknis yang baik
•
Adanya skala ekonomis dalam proses produksi
•
Modal serta prasarana lainnya yang cukup
•
Tingkat entrepreneurship yang tinggi Disamping itu, Tulus Tambunan (2001) menambahkan “Tingkat
persaingan atau daya saing ekspor dipengaruhi oleh perbedaan harga, kualitas, penampilan produk, warna, bentuk, pelayanan dan sebagainya”.
11
Dari uraian di atas penulis dapat dilihat kerangka pikir di bawah ini : Teknologi Daya Saing Efisiensi industri Gambar 1.2
1.5 Hipotesis Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Teknologi berpengaruh positif terhadap daya saing industri manufaktur Indonesia. 2. Efisiensi industri berpengaruh positif terhadap daya saing industri manufaktur Indonesia.