BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa yang dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta (Semi, 1993: 1). Banyak definisi mengenai karya sastra telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Selden (1985: 52), karya sastra adalah kehidupan kreatif seorang penulis dan pengungkapan pribadi pengarang. Akan tetapi menurut Sudjiman (1998: 68), sastra adalah karya lisan atau tulisan yang memiliki ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Melalui karya sastra, seseorang menyampaikan pandangannya tentang kehidupan yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu, mengapresiasi karya sastra artinya berusaha menemukan nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam karya sastra. Banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa ditemukan dalam karya sastra tersebut. Sastra sebagai hasil pengolahan jiwa pengarangnya, dihasilkan melalui suatu proses perenungan yang panjang mengenai hakikat hidup dan kehidupan. Namun demikian, sastra itu harus menarik dan dapat merangsang rasa ingin tahu para pembacanya. Begitu pula bagi orang yang ingin mengetahui negara Tiongkok lebih mendalam salah satunya bisa mempelajari sastra yang ada di Tiongkok. Sastra sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan sejarah bangsa
Tiongkok. Hingga kini peristiwa yang dialami negara Tiongkok sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi para ilmuwan untuk mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan negara Tiongkok, terutama melalui bidang sastra. Banyak hasil karya sastra Tiongkok yang telah populer di Indonesia, diantaranya adalah puisi, prosa, dan drama. Salah satu bentuk sastra yang cukup banyak bermunculan adalah drama. Konsep drama mengacu kepada dua pengertian, yaitu drama sebagai naskah dan drama sebagai pentas. Pembicaraan drama tentang naskah akan lebih mengarah kepada dasar dari telaah drama. Naskah drama dapat dijadikan sebagai bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset. Pagelaran drama sebagai pentas dapat ditampilkan di depan publik maupun di dalam televisi. Untuk pagelaran drama di televisi, penulisan naskah drama sudah lebih canggih mirip dengan skenario film. Film termasuk salah satu bentuk karya seni yang mampu menyampaikan informasi dan pesan dengan cara yang kreatif sekaligus unik. Film merupakan media audio visual sehingga hal yang paling penting dalam sebuah film adalah gerak gambar-gambar di sebuah layar putih yang membentuk suatu keutuhan cerita. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia sebagai objeknya dan segala macam kehidupannya, maka tidak hanya merupakan media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir manusia, melainkan juga harus mampu melahirkan kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia.
Film merupakan salah satu jenis karya sastra yang paling diminati oleh masyarakat karena karena disajikan dalam bentuk gambar bergerak sehingga film menjadi lebih menarik dari karya sastra lainnya. Fenomena menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini dapat dikatakan tidak dapat melepaskan diri dari menonton berbagai acara yang ditayangkan oleh televisi. Dalam penelitian ini penulis memilih film The Sorcerer and The White Snake sebagai objek yang akan diteliti. Film The Sorcerer and The White Snake yang diproduksi pada tahun 2011 ini adalah sebuah film layar lebar yang diadaptasi dari mitologi rakyat Tiongkok mengenai siluman ular putih yang sempat meraih popularitas yang sangat tinggi di Indonesia setelah sebuah serial televisi Taiwan yang kisahnya juga mengadaptasi legenda tersebut, The White Snake Legend (1992). Mitos menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Cerita mitos yang berkembang dan menyebar di Tiongkok ini, diceritakan kembali dalam sebuah novel yang berjudul The Legend of The White Snake oleh Wilt L. Idema pada tahun 1624. Kemudian cerita legenda ular putih ini kembali diangkat pada tahun 2011 ke dalam sebuah film dengan durasi satu jam empat puluh dua menit enam belas detik, yang berjudul The Sorcerer and The White Snake. Film yang disutradarai Tony Ching, asal Hongkong ini, dikemas dengan genre action fantasy. Film ini bercerita tentang siluman ular putih berumur ribuan tahun yang jatuh cinta kepada seorang manusia biasa yang selama hidupnya
menghabiskan waktu untuk mencari ramuan. Mereka saling jatuh cinta sejak pertemuan pertama mereka dan akhirnya memutuskan untuk hidup bersama sebagai sepasang suami-istri. Akan tetapi Xu Xian tidak mengetahui identitas asli istrinya sebagai siluman. Biksu dari kuil Jinshan yang bernama Fa Hai mengetahui hal ini, dan berusaha menangkap siluman ular putih yang dianggapnya telah menipu dan menyakiti manusia. Xu Xu berhasil melarikan diri setelah tertusuk pisau pencabut roh. Xu Xian akhirnya mengetahui identitas Xu Xu sebagai siluman ular putih setelah kejadian itu dan memutuskan untuk pergi ke Pagoda Lei Feng mencari ramuan penawar untuk istrinya. Setelah berhasil mencuri ramuan tersebut, Xu Xian ditangkap oleh biksu Fa Hai dan didoakan di dalam kuil Jin Shan karena Xu Xian telah dirasuki roh-roh yang terkurung oleh ramuan tersebut. Hal tersebut membuat Xu Xu marah dan menciptakan banjir di Kuil Jin Shan. Singkat cerita, karena perbuatannya yang menimbulkan kekacauan tersebut, Xu Xu dikurung oleh Buddha di dalam Pagoda Lei Feng. Karakter Xu Xu yang diperankan oleh Eva Huang dan Xu Xian yang diperankan oleh Raymond Lam dalam film The Sorcerer and The White Snake ini sangat digemari oleh para penonton karena cinta mereka yang begitu kuat hingga rela melakukan apapun demi cinta sejati mereka. Beberapa aktor/aktris terkenal di Tiongkok selain Eva Huang dan Raymond Lam juga bermain dalam film The Sorcerer and The White Snake sehingga menjadikan film ini semakin banyak diminati oleh masyarakat. Pemain dalam film ini disebut sebagai tokoh yang berperan.
Tokoh-tokoh dalam sebuah film terdiri atas : 1.
Protagonis, tokoh yang berperan utama sebagai tokoh idaman/tokoh sentral;
2.
Antagonis, tokoh yang berperan sebagai penentang tokoh utama, penentang ide, ataupun penentang sikap-sikap tokoh utama; dan
3.
Figuran/pemeran pembantu, yakni tokoh yang kehadirannya mendampingi tokoh utama atau sebagai tokoh pelengkap. Tokoh adalah sosok pelaku yang memperoleh sorotan dari pengarang dalam
cerita. Penokohan adalah penciptaan citra tokoh dalam karya sastra. Pengarang dapat menciptakan tokoh dengan citra baik, jahat, kejam, berhati mulia, dan lain sebagainya. Dalam kaitannya dengan keseluruhn cerita, peranan tiap tokoh tidak akan sama jika dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama selalu menjadi pusat sorotan dalam kisahan (Sudjiman, 1998: 17-18 ). Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap adegan sebuah film. Tokoh utama dalam sebuah film mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara melihat tokoh mana yang paling terlibat dengan makna atau tema. Tokoh utama dapat ditentukan dengan mudah hanya dengan mengamati keseringan pemunculannya dalam sebuah cerita, atau
dengan mengamati tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain dan tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umunya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Selain itu, lewat judul ceritanya juga dapat diketahui tokoh utamanya. Penelitian ini akan difokuskan terhadap tokoh utama The Sorcerer and The White Snake, yaitu Xu xu, Xu xian, dan Fa Hai karena merupakan tokoh yang paling sering muncul dalam setiap adegan dan memiliki peran dan pengaruh penting terhadap tema film tersebut. Pada hakikatnya, penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita atau skenario. Dalam sebuah skenario film terdapat beberapa tokoh dengan sifat dan keinginan yang berbeda-beda. Ketidaksamaan sifat dan keinginan tersebut memicu terjadinya konflik. Film yang baik selalu mengandung konflik. Film selalu menggambarkan pembenturan-pembenturan antara dua kehendak atau dua nilai yang berbeda. Pembenturan ini merupakan bahan dan tulang punggung dari sebuah film. Kekuatan yang saling bertentangan membentuk serentetan peristiwa
yang
membentuk lakon atau cerita film yang sering disebut dengan konflik. Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam film yang dihidupkan oleh tokoh-tokoh atau aktor-aktor sebagai pemegang peran atau pelaku alur. Melalui perilaku aktor-aktornya yang ditampilkan inilah seorang sutradara atau pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan problem-problem atau konflik-konflik
yang dihadapinya, baik konflik dengan orang lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri. Jalinan konflik dalam plot biasanya meliputi hal-hal berikut (Freytag dalam Waluyo, 2001: 8-11). a.
Exposition atau pelukisan awal cerita. Dalam tahap ini tokoh-tokoh yang berperan diperkenalkan dengan wataknya masing-masing.
b.
Komplikasi atau pertikian awal. Pada bagian ini sudah disuguhi pertikaianpertikaian kecil yang terjadi antartokoh.
c.
Klimaks atau titik puncak cerita. Konflik yang terjadi terus meningkat sampai klimaks.
d.
Resolusi atau penyelesaian. Dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati atau menemukan jalan pemecahnya.
e.
Catastrophe atau keputusan. Tahap ini merupakan akhir dari konflik yang menentukan akhir cerita. Dalam film-film modern akan berhenti pada klimaks atau resolusi, sedangkan film tradisional seperti film yang dibahas dalam penelitian ini membutuhkan penyelesaian akhir. Pada dasarnya, setiap manusia memang memiliki karakter yang berbeda-
beda dan sifat manusia sebagai makhluk sosial, maka terjadilah interaksi antara karakter-karakter tersebut yang menimbulkan konflik. Konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitugan dan proses-proses lain yang tidak disadari. Dalam karya sastra, konflik sebagai ketegangan atau pertentangan terjadi antara dua kekuatan, pertentangan yang
terdapat dalam diri satu tokoh maupun antara dua tokoh, bahkan antar kelompok. Hampir semua manusia mengalami konflik. Demikian pula dengan tokoh-tokoh dalam objek penelitian ini. Peneliti memilih untuk membahas konflik yang dialami tokoh utama karena konflik dalam film ini sedikit berbeda dengan konflik dalam film pada umumnya. Konflik dalam film The Sorcerer and The White Snake tidak hanya digambarkan antara manusia dengan manusia, namun ada pula konflik antara manusia dengan siluman, dan konflik antara manusia dengan kekuatan gaib atau antara siluman dengan kekuatan gaib. Hal ini menjadikan konflik dalam film ini lebih menarik dan menjadikan peneliti tertarik untuk membahasnya. Dalam menganalisis konflik yang terjadi pada tokoh utama, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan cara menyeleksi teks berupa dialog tokoh dan mengamati situasi yang terjadi saat tokoh sedang atau tidak sedang berdialog, dengan menerapkan pendekatan psikologi sastra sebagai pisau analisis sehingga membantu penulis untuk menganalisis konflik yang terjadi pada tokoh utama dalam film yang diangkat dari cerita rakyat Tiongkok ini, berdasarkan teori konflik Tennyson yang dibagi menjadi tiga yaitu konflik internal, konflik eksternal, dan konflik supranatural.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian ini, masalah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: a.
Bagaimana konflik tokoh utama digambarkan dalam film The Sorcerer and The White Snake ?
1.3. Batasan Masalah Pembatasan masalah penting dilakukan agar penelitian tidak menyimpang dari masalah yang diteliti dan menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas. Pembatasan dalam kajian ini dibatasi pada konflik yang terjadi pada tokoh utama dalam film The Sorcerer and The White Snake, yaitu Xu xu, Xu xian, dan Fa Hai. Objek penelitian akan difokuskan kepada konflik tokoh utama dengan dirinya sendiri, konflik tokoh utama dengan tokoh lain, dan konflik tokoh utama dengan kekuatan luar.
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: a.
Mendeskripsikan penyebab dan akibat konflik yang terjadi pada tokoh utama dalam film The Sorcerer and The White Snake.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat baik dari segi teoritis maupun segi praktis, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun manfaat-manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah : 1.5.1. Manfaat Teoretis a.
Memberikan kontribusi baru yang lebih variatif serta inovatif dengan menerapkan teori konflik dalam sastra.
b.
Membantu para pembaca dalam mengungkapkan konflik yang mendominasi alur cerita pada film The Sorcerer and The White Snake.
c.
Memberikan gambaran tentang penokohan tokoh utama dalam sebuah karya sastra yang diangkat dari cerita rakyat Tiongkok ini, berdasarkan konflikkonflik yang dialami tokoh utama.
1.5.2. Manfaat Praktis a.
Mengembangkan wawasan dan pengalaman dalam menganalisis karya sastra,
b.
Menjadi bahan referensi atau acuan, khususnya bagi mahasiswa sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.