BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan
di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas dan tentang komunitas, memungkinkan radio komunitas berkembang dengan pesat sebagai media alternatif warga. Radio komunitas memberi kesempatan pada warga untuk mengekspresikan diri dan pikirannya, menyampaikan informasi tentang komunitasnya, dan memberi peluang bagi kelompok-kelompok
minoritas—seperti pemuda,
petani,
perempuan,
dan
penyandang disabilitas—untuk berkontribusi dan memberikan suaranya. Kehadiran radio komunitas yang bersifat fenomenal tampak nyata dan mempunyai peran penting dalam memproduksi wacana kelokalan di tengah derasnya arus media baru (new media). Sebagai institusi publik, radio komunitas masih signifikan untuk menyebarkan wacana, minimal di komunitasnya, seperti masalah pencemaran air, tawuran antar warga, kesehatan ibu dan anak, kebijakan pemerintah desa, politik, serta seni dan budaya lokal (Fraser dan Estrada, 2001; Jankowski dan Prehn, 2002; Nasir dkk., 2007; Seneviratne, 2007). Radio komunitas mempunyai peran penting dalam kehidupan komunitas yang tidak bisa diremehkan. Legalitas radio komunitas–yang keberadaannya secara legal diakui oleh pemerintah tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
2
Penyiaran (UU Penyiaran)–merupakan perjuangan para aktivis radio komunitas untuk mendapatkan hak berkomunikasi dan akses informasi. Perkembangan demokrasi, desentralisasi dan deregulasi di Indonesia pun turut mendukung lahir dan berkembangnya radio komunitas. Data dari berbagai sumber menyebutkan bahwa saat ini jumlah radio komunitas diperkirakan sebanyak 600 stasiun di berbagai wilayah Indonesia. Kebanyakan radio komunitas di Indonesia didirikan oleh anggota komunitasnya, yakni warga desa/kota, pelajar/mahasiswa/santri, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok perempuan, ataupun kelompok hobi. Keunikan radio komunitas tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga berbasis hobi, sosial-budaya, agama, maupun pendidikan. Radio komunitas yang didirikan oleh komunitasnya biasanya dapat bertahan lama karena dikelola langsung oleh komunitasnya dan sesuai kebutuhan komunitasnya. Sedangkan radio komunitas yang didirikan oleh suatu lembaga, seperti LSM, perusahaan atau lembaga pemerintah, dengan kepentingan tertentu, biasanya tidak bertahan lama, terutama saat alokasi anggaran untuk radio komunitas sudah habis atau proyek radio komunitas sudah selesai. Di awal pertumbuhannya, radio komunitas, baik di perkotaan maupun di pedesaan, banyak didirikan dan dikelola oleh laki-laki. Perkembangan berikutnya, perempuan mulai terlibat dalam siaran radio. Keterlibatan perempuan di radio komunitas kemudian mengubah posisi laki-laki dan perempuan dalam hal tanggung jawab, pembagian peran dan pembagian tugas. Perempuan dan laki-laki mempunyai peran masing-masing dalam pengelolaan dan siaran radio.
3
Kondisi ini memungkinkan kelompok perempuan untuk membentuk nilainilai yang ada di masyarakat, serta menyuarakan dan mendiskusikan persoalanpersoalan perempuan di komunitasnya dari sudut pandang perempuan. Seperti persoalan kekerasan dalam rumah tangga, perawatan diri, kesehatan perempuan, dan kesetaraan gender. Di banyak negara, radio komunitas digunakan oleh kelompok-kelompok perempuan untuk membahas masalah seksualitas, advokasi terhadap perempuan, anak-anak korban konflik, dan pemerintahan yang bersih. Radio
komunitas
memfasilitasi
perempuan
dalam
strategi pengurangan
kemiskinan pada komunitasnya. Radio komunitas juga membantu perempuan dalam mengakses dan memiliki radio komunitas (Solervicens, 2008: 5-6). Di Indonesia, kehadiran radio komunitas belum memberikan ruang sepenuhnya bagi perempuan untuk menyuarakan isu-isu perempuan dan kesetaraan gender. Isu gender mulai muncul di radio komunitas sekitar tahun 2008, enam tahun setelah disahkannya UU Penyiaran. Para pegiat radio komunitas mulai melibatkan perempuan dalam kepengurusan organisasi radio komunitas di tingkat lokal maupun nasional. Kemudahaan akses informasi melalui internet dan kerjasama dengan organisasi radio komunitas internasional turut meningkatkan pemahaman para pegiat tentang kesetaraan gender. Dinamika keterlibatan perempuan di radio komunitas cenderung beragam. Beberapa stasiun radio komunitas melibatkan perempuan karena adanya pemahaman akan kesetaraan gender, di beberapa radio komunitas lainnya ditemukan inisiatif perempuan dalam pengelolaan radio, sementara di sebagian besar radio komunitas masih terjadi ketidakadilan gender. Ketidakdilan gender,
4
seperti marginalisasi, subordinasi dan stereotip, bisa disebabkan oleh peran dan pemberian wewenang yang terbatas bagi perempuan di radio, belum adanya apresiasi bagi perempuan yang beraktivitas di radio, atau informasi yang dimiliki perempuan tentang radio komunitas sangat terbatas. Selain itu, kesibukan perempuan sebagai ibu rumah tangga, dan dibutuhkan ijin suami (biasanya dilakukan secara informal) saat perempuan akan beraktivitas di radio, semakin membatasi geraknya beraktivitas di radio. Hasil penelitian Combine Resource Institution (CRI) menunjukkan bahwa perempuan mempunyai begitu banyak hambatan untuk aktif di radio komunitas. Salah satu hambatan terbesar adalah tiadanya waktu luang karena ‗besar‘nya tanggung jawab perempuan di ranah domestik (Tanesia, 2011). Selain mengurus rumah tangga dan keluarga, sebagian perempuan juga turut membantu ekonomi keluarga dengan bekerja di luar rumah, seperti berdagang, bekerja di ladang atau menjadi buruh. Seperti yang dinyatakan oleh Iman Abda, pengurus Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), ―Perempuan di desa mempunyai tugas sebagai ibu rumah tangga dan bekerja di ladang atau sawah.‖ (Wawancara 2 Mei 2013). Hal ini menjelaskan bahwa perempuan—khususnya ibu rumah tangga— mempunyai kendala struktural dalam beraktivitas di radio komunitas, yaitu mengurus rumah tangga dan menjaga anak-anaknya, sehingga ia harus pandai membagi waktu untuk aktif di radio. Sementara kendala kultural yang dialami perempuan adalah persepsi negatif oleh komunitasnya saat aktif di radio dan/atau konflik dengan suaminya karena aktivitasnya di radio. Akibatnya, perempuan
5
lebih banyak menempatkan posisi mereka sebagai sukarelawan dan penyiar radio yang kesediaan waktunya lebih fleksibel. Kondisi ini menyebabkan perempuan menjadi kelompok terpinggirkan (marjinal) dimana (1) kehadiran perempuan tidak dianggap penting dalam pengelolaan radio komunitas dan (2) perempuan belum dianggap mampu menduduki posisi strategis atau puncak pada pengelolaan radio. Beberapa kajian terdahulu menunjukkan bahwa posisi perempuan di radio komunitas baru sebatas kehadiran fisik, belum memberikan makna pada pengelolaan radio komunitas itu sendiri. Interaksi laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan radio komunitas masih didominasi oleh kesepakatan pengurus yang mayoritas adalah laki-laki. Kondisi ini menyebabkan perempuan tidak punya kendali terhadap pengelolaan radio komunitas untuk membangun isu-isu strategis perempuan dalam komunitas. Posisi perempuan sebagai kelompok marjinal menyebabkan tidak adanya keterwakilan suara perempuan di udara. Persoalan-persoalan perempuan dan komunitasnya akan dilihat dari perspektif laki-laki. Produksi siaran akan bias gender karena perempuan nyaris tidak terlibat dalam merancang dan memproduksi siaran radio. Sementara beragam fungsi radio komunitas bagi perempuan hanya bisa terjadi jika perempuan aktif dalam pengelolaan radio komunitas untuk mempraktikkan hak partisipasi mereka dalam memproduksi dan membagi informasi. Kebijakan ―Gender untuk Radio Komunitas‖ yang telah disusun oleh Women International World Association Community Radio (AMARC WIN)
6
menyatakan terdapat enam aspek penting dalam pengelolaan radio komunitas, yaitu: (1) akses perempuan ke frekuensi, (2) keterwakilan perempuan di udara, (3) kebutuhan khusus untuk perempuan minoritas, (4) representasi perempuan di seluruh level manajemen radio, (5) penerapan teknologi tepat guna, dan (6) pendanaan dan peningkatan kapasitas untuk radio perempuan. Peran radio komunitas sebagai media alternatif bagi pemberdayaan dan kemajuan perempuan dapat terwujud melalui program radio yang berorientasi pada isu-isu perempuan. Salah satunya adalah melalui peningkatan keterampilan dan manajemen teknis yang dibutuhkan oleh para pegiat perempuan untuk meningkatkan kapasitas mereka. Di Nepal, Radio Sagarmatha mempunyai kebijakan informal untuk meningkatkan kapasitas dan kepercayaan diri kaum perempuan. Di Afrika Selatan, Radio Bush 89.5 FM pun memiliki kebijakan bahwa tidak ada program pelatihan yang dapat berjalan kecuali separuh dari jumlah para peserta pelatihan tersebut adalah kaum perempuan (Fraser dan Estrada, 2001: 82-92). Dukungan keluarga dan komunitas merupakan sebuah keniscayaan bagi radio komunitas untuk menyediakan ruang bagi keterwakilan perempuan melalui (1) keterlibatan dalam pengelolaan radio komunitas dan (2) produksi program yang berorientasi pada isu-isu perempuan. Guna mencapai maksud atau tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam praktik radio komunitas; dan melacak posisi dan potensi keterlibatan perempuan dalam pengelolaan dan produksi siaran. Hubungan laki-laki dan perempuan yang mengacu pada sistem sosial dan budaya turut mempengaruhi interaksi laki-laki
7
dan perempuan dalam pengelolaan radio komunitas. Perspektif keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam suatu entitas radio komunitas merupakan tolok ukur tingkat kesetaraan. Apabila terdapat kesetaraan dalam interaksi laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan ide, gagasan atau nilai-nilai, maka dapat berpengaruh pada keberlanjutan radio komunitas.
1.1.1. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam mengkaji relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Rumusan masalah diformulasikan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.
Seberapa jauh bentuk partisipasi masyarakat pada proses pendirian radio komunitas? Apakah pendirian radio komunitas melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk perempuan? Apakah penetapan tujuan berdirinya radio komunitas melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk perempuan? Pendirian radio komunitas akan dianalisis melalui proses pendirian radio; penetapan tujuan dan perumusan visi dan misi radio yang melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk perempuan; penyusunan struktur organisasi dan program siaran; pendanaan untuk operasionalisasi radio; dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan radio komunitas.
2.
Mengapa kelompok perempuan terlibat dalam pengelolaan radio komunitas?
8
Keterlibatan perempuan pada pengelolaan/kepengurusan radio komunitas akan dikaji sejak perempuan mulai terlibat di radio; posisi perempuan pada struktur organisasi; peningkatan kapasitas perempuan; dan relasi perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan radio. 3.
Bagaimana keterlibatan perempuan pada produksi program siaran radio? Apakah perempuan mempunyai peran dalam produksi siaran radio? Dalam konteks apa perempuan berperan pada produksi siaran radio? Apakah siaran
radio
komunitas
mempromosikan
isu-isu
perempuan
di
komunitasnya? Keterlibatan perempuan pada produksi program siaran radio komunitas akan dianalisis melalui kontribusi pegiat perempuan pada program siaran, khususnya program siaran yang berkaitan dengan isu perempuan; dan acara/siaran radio yang diasuh oleh pegiat perempuan. 4.
Mengapa terjadi ketidakadilan gender terhadap perempuan di radio komunitas? Apa implikasi bagi pengelolaan dan produksi siaran dengan adanya ketidakadilan gender pada radio komunitas? Ketidakadilan gender dapat terjadi karena adanya kendala struktural yang melihat kendala perempuan sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai tugas utama mengurus rumah tangga dan keluarga; dan kendala kultural yang melihat persepsi komunitas terhadap aktivitas perempuan sebagai pengurus radio serta dukungan keluarga terhadap aktivitas perempuan di radio. Isu ini juga akan melihat tanggapan perempuan atas keterlibatan yang tidak adil gender karena adanya marjinalisasi dan stereotip, dan
9
implikasi terhadap siaran radio akibat ketidakadilan gender di radio komunitas. Empat rumusan masalah tersebut akan dibuat menjadi suatu model dalam kerangka pemikiran, sehingga tampak secara utuh gambaran relasi laki-laki dan perempuan yang terkait dengan keterlibatan perempuan di radio komunitas.
1.1.2. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai radio komunitas telah dilakukan (antara lain, AMARC WIN, 2006; Rachmiatie, 2007; Maryani, 2007; Listiorini dkk., 2007; Chairiawaty, 2012), tetapi belum ada yang secara khusus terkait relasi antara perempuan dan laki-laki dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Sebagai contoh, Atie Rachmiatie dan Eni Maryani meneliti tentang demokratisasi komunikasi melalui radio komunitas yang masing-masing dilakukan di Kabupaten Garut dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY); Dina Listiorini mengkaji radio komunitas dan gender di Provinsi DIY; dan Chairiawaty mengkaji pesanpesan radio komunitas bagi perempuan kepala keluarga di Kabupaten Lombok Barat. Meskipun penelitian-penelitian sebelumnya mengkaitkan aspek gender di radio komunitas, namun tidak secara khusus menghubungkan peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan radio komunitas, dan tidak secara mendalam mengkritisi keterlibatan perempuan di radio komunitas. Penelitian ini mempunyai isu yang berbeda yang memperkarakan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan dan produksi siaran radio; kendala struktural dan kultural perempuan
10
dalam keterlibatannya di radio komunitas; dan implikasi ketidakadilan gender di radio komunitas. Penelitian yang dilakukan di dua radio komunitas di Jawa Barat ini memiliki keaslian karena memfokuskan pada relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Sementara penelitian lain banyak mengkaji radio komunitas sebagai demokratisasi komunikasi; unsur-unsur komunikasi dan budaya lokal yang mempengaruhi berdirinya radio komunitas; jumlah dan posisi perempuan di radio komunitas; penyampaian pesan-pesan melalui radio komunitas bagi pendengar perempuan; dan pemanfaatan radio komunitas sebagai salah satu media komunikasi kelompok perempuan di pedesaan. Meskipun demikian, penelitian-penelitian terdahulu memberikan pengaruh terhadap penelitian ini. Terdapat inspirasi, pengetahuan dan pemahaman dari penelitian-penelitian sebelumnya pada penelitian ini, seperti: hak berkomunikasi dan bersuara bagi kelompok perempuan di media; kemudahan mendapatkan akses informasi dan berbagi informasi bagi kelompok perempuan; keterwakilan perempuan berdasarkan komposisi mereka di radio komunitas; dan isu-isu perempuan di radio komunitas.
1.1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara akademis (teoritis dan metodologis), praktis dan sosial. Signifikansi kontribusi penelitian media komunitas ini dapat dilihat pada tingkat pemahaman kajian media dan budaya, perkembangannya maupun pembentukan konsep atau teori baru. Secara akademis,
11
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi pengembangan studi radio komunitas, khususnya yang berkaitan dengan relasi gender dan posisi perempuan di radio komunitas dengan latar belakang budaya tertentu serta posisi geografis di Jawa Barat. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi referensi untuk kajian mengenai isu-isu perempuan di radio komunitas. Dalam konteks praktis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pola relasi gender dalam pengelolaan radio komunitas untuk tujuan spesifik. Misalnya, sebagai salah satu acuan bagi kajian kebijakan yang menyangkut radio komunitas dan keterlibatan perempuan. Sementara manfaat sosial bagi komunitas dan/atau masyarakat umum diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengembangan dan peningkatan partisipasi kritis kelompok perempuan dan kelompok masyarakat lainnya pada kesetaraan gender dan isu-isu perempuan di radio komunitas.
1.2.
Tujuan Penelitian Sejalan dengan manfaat yang diharapkan, maka tujuan penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut: 1.
Menemukan bentuk partisipasi masyarakat pada proses pendirian radio komunitas.
2.
Menganalisis keterlibatan perempuan dalam pengelolaan dan produksi program siaran radio.
3.
Menganalisis relasi gender dalam pengelolaan dan produksi siaran radio komunitas yang melibatkan perempuan.
4.
Mengidentifikasi ketidakadilan gender dalam praktik radio komunitas.