1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang penuh persaingan dan terjadi peningkatan yang
sangat pesat di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, segala aspek kehidupan dituntut untuk mengikuti arah perkembangan jaman agar tidak tergerus dan tersisihkan oleh perkembangan jaman. Indonesia sebagai negara berkembang terus melakukan perbaikan dan pembangunan nasional baik disektor pendidikan, ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Dalam setiap aspek tersebut tentunya sangat memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas yang siap menghadapi setiap keadaan, baik dalam menghadapi kendala-kendala ataupun permasalahan yang ada. Perusahaan sebagai salah satu penopang terciptanya pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai aset bagi perusahaan. Untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan individuindividu yang bededikasi tinggi dan profesional serta mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan. Demi menjaga kelangsungan hidup perusahaan tentunya harus memperhatikan kinerja karyawannya karena sangat banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat kinerja karyawan baik itu faktor teknis dan non teknis. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permintaan pelanggan, serta semakin ketatnya persaingan, merupakan pemicu perubahan
2
berskala besar dan bisa berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Terlepas dari perubahan dan perkembangan tersebut perusahaan harus tetap menjaga stabilitas perusahaan demi tercapainya tujuan perusahaan. Budaya organisasi sebagai landasan nilai yang dianut perusahaan bisa dijadikan sebagai acuan untuk penetapan aturan-aturan dalam perusahaan, sehingga anggota organisasi secara tidak langsung akan saling terikat dan bersama-sama membentuk sikap serta perilaku yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Budaya dilaksanakan karena adanya keyakinan yang bebas untuk melaksanakan suatu kesepakatan, tanpa ada paksaan. Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar dapat diterima oleh lingkungannya. Lingkungan kerja terbentuk secara alami dengan adanya budaya organisasi. Lingkungan tersebut dapat dipahami sebagai iklim organisasi yang menyediakan ruang bagi anggota organisasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Iklim organisasi yang baik tentunya bisa membentuk suatu lingkungan kerja yang baik dan kondusif, sehingga hubungan dan kerjasama yang harmonis bisa tercipta diantara anggota organisasi. Menurut Chester I. Barnard organisasi merupakan sebuah sistem dari aktivitas yang dikoordinasi secara sadar oleh dua orang atau lebih (Kreitner dan Kinicki, 2001: 621). Suatu organisasi mengandung empat karakteristik, yaitu (1) adanya koordinasi usaha; (2) mempunyai tujuan bersama; (3) terdapat pembagian kerja; dan (4) adanya hierarki kekuasaan. Namun berkenaan dengan sifat yang
3
menjadikan karakteristik suatu organisasi dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan atau iklim organisasi tersebut. Wirawan (2008) mendefinisikan budaya organisasi sebagai norma nilainilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Wirawan juga menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi yang menjadi ciri khas dan menjadi identitas organisasi. R. Tagiuri dan G. Litwin (1968) mengemukakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi; memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Sedangkan Wirawan (2008) mendefinisikan iklim organisasi secara lebih luas, iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
4
Dea Irnita Maharani, SE. dan Dr. Ahyar Yuniawan, SE., MSi. dalam jurnalnya (2011) mengenai pengaruh budaya organisasi dan iklim organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk di Semarang mengungkapkan bahwa iklim organisasi yang diakui sebagai lingkungan dibentuk oleh penerapan budaya organisasi. Budaya organisasi berisi norma-norma dan nilai-nilai keyakinan bahwa mengarahkan perilaku semua elemen organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus menyediakan tempat untuk melakukan proses internalisasi budaya, sehingga karyawan mampu menerapkan budaya pada pekerjaan mereka secara efektif. Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, melalui iklim organisasi. Kemudian, budaya organisasi dan iklim organisasi secara parsial berpengaruh langsung positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berikut ini beberapa penelitian lainnya mengenai pengaruh budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja : Tabel 1.1 Penelitian Tentang Budaya dan Iklim Organisasi No. 1.
Peneliti (Tahun) H. Teman Koesmono (2005)
2.
Risetiawan (2009)
Hasil Penelitian Dalam jurnalnya mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada sub sektor industri pengolahan kayu skala menengah di jawa timur menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0,506 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi sebesar 0,680 dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 1,183. Hasil penelitian dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Iklim Organisasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Blora adalah terdapat pengaruh positif antara iklim organisasi dan motivasi
5
3.
Vivi dan (2007)
Rorlen
4.
Henaldy (2009)
terhadap kinerja pegawai Perusahaan daerah Air Minum Kabupaten Blora. Berdasarkan hasil penelitian untuk koefisien determinasi (R2) dimana hasil perhitungan diperoleh bahwa variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen secara simultan sebesar 66,7%, sisanya sebesar 23,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian. Hasil penelitian dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Iklim Organisasi Dan Kedewasaan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Graha Tungki Aritektika Jakarta adalah bahwa iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, begitu pula variabel kedewasaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Secara simultan iklim organisasi dan kedewasaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Mengemukakan dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Astra Internasional Tbk-Daihatsu sales operation (AI-DSO) Cabang asia-afrika bandung bahwa adanya pengaruh yang positif antara iklim organisasi terhadap kinerja karyawan sebesar 68,1% dan sisanya sebesar 31,9% dipengaruhi faktor lainnya.
PT. Pos Indonesia sebagai salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang layanan pos memiliki filosofi dan historis yang membentuk ciri khas unik dan berbeda dari perusahaan lainnya. Berdiri sejak tahun 1602 menunjukan eksistensi perusahaan tersebut dan membentuk karakteristik tersendiri yang membedakan dengan perusahaan lainnya, sesuai dengan visi perusahaan tersebut yaitu “Menjadi pemimpin pasar di Indonesia dengan menyediakan layanan surat pos, paket, dan logistik yang handal serta jasa keuangan yang terpercaya”. Seiring dengan usia dan nilai historisnya PT. Pos Indonesia tentunya memiliki suatu budaya organisasi yang kuat sehingga salah satu BUMN tersebut masih bisa bertahan hingga saat ini. Salah satu misinya yang menyebutkan bahwa perusahaan tersebut berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi,
6
mencerminkan PT. Pos Indonesia sangat memperhatikan kinerja karyawannya dengan berupaya menciptakan iklim organisasi baik. Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis memilih judul skripsi sebagai berikut : “PENGARUH BUDAYA DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN MPC PT. POS INDONESIA BANDUNG”
1.2
Identifikasi Masalah Perilaku individu yang berada dalam organisasi atau perusahaan tentunya
sangat memengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai akibat adanya kemampuan individu yang berbeda-beda dalam menghadapi tugas atau aktivitasnya. Perilaku akan timbul atau muncul akibat adanya pengaruh atau rangsangan dari lingkungan yang ada (baik internal maupun eksternal), begitu pula individu berperilaku karena adanya dorongan oleh serangkaian kebutuhan dan keinginan. Setiap organisasi atau perusahaan akan memiliki budaya kerja yang berbeda-beda, begitu juga dengan iklim organisasinya yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda pula. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Meskipun budaya dan iklim organisasi saling berkaitan, tetapi keduanya memiliki konsep yang berbeda. Struktur budaya organisasi berakar dari nilai-nilai, norma, kepercayaan, dan asumsi organisasi. Sedangkan iklim organisasi melukiskan lingkungan
internal
organisasi
dan
berakar
pada
budaya
organisasi
7
(Wirawan:2007). Budaya dan iklim organisasi dapat memengaruhi perilaku anggota organisasi yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja mereka dan akhirnya memengaruhi kinerja organisasi. Dalam konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan tingkat kinerja yang tinggi diperlukan suatu acuan baku yang diberlakukan oleh perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya
organisasi
yang
secara
sistematis
menuntun
karyawan
untuk
meningkatkan komitmennya terhadap perusahaan. Budaya yang kuat memiliki dampak yang lebih besar terhadap sikap karyawan. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti serta semakin besar komitmen akan nilai-nilai tersebut, maka akan semakin kuat budaya organisasi tersebut. Budaya yang kuat akan memperlihatkan komitmen yang tinggi mengenai pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kebulatan suara dan tekad terhadap tujuan akan membentuk keterikatan, kesetiaan dan komitmen bagi organisasi yang akan memacu kinerja karyawan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Bersinggungan dengan iklim organisasi, kita sebagai makhluk hidup tentunya bisa merasakan iklim alam yang memiliki musim yang berubah-ubah dalam periode tertentu. Pada saat musim atau cuaca yang kurang baik dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi fisik dan kesehatan kita. Begitu juga dengan iklim organisasi, jika iklim yang tercipta dirasa kurang nyaman ataupun tidak kondusif maka karyawan tidak akan merasa nyaman dan tidak efektif dalam melaksanakan tugasnya. Kualitas iklim organisasi yang baik dan harmonis akan
8
menciptakan keharmonisan pula di antara karyawan sehingga akan tercipta pula kerja sama antar individu yang selaras dan harmonis.
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan masalah di atas maka dapat dirumuskan berbagai
permasalahan berikut : 1. Seberapa besar tingkat pengaruh budaya terhadap kinerja karyawan ? 2. Seberapa besar tingkat pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan ? 3. Seberapa besar tingkat pengaruh budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja karyawan ?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah diantaranya sebagai
berikut : 1. Untuk menganalisis sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan MPC PT. POS Indonesia Bandung. 2. Untuk menganalisis sejauh mana pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan MPC PT. POS Indonesia Bandung. 3. Untuk menganalisis pengaruh budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja karyawan MPC PT. POS Indonesia Bandung.
9
1.5
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak,
diantaranya: 1. Perusahaan Hasil penelitian yang dibahas oleh penulis dituangkan dalam kesimpulan rekomendasi diharapkan dapat menjadi sumbang saran yang positif bagi perusahaan khususnya dalam hal menciptakan budaya organisasi yang bersih dan iklim organisasi yang kondusif. 2. Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan dan wawasan kepada penulis berkaitan dengan masalah yang diteliti dan membandingkan antara teori dengan realita yang ada.
3. Pembaca Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah karya ilmiah yang mampu memperkaya khasanah ilmiah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya. 4. Karyawan Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi suntikan motivasi bagi karyawan untuk turut aktif menciptakan budaya dan iklim organisasi yang baik dan kondusif serta terus memberikan kontribusi yang tinggi bagi perusahaan.
10
1.6
Kerangka Pemikiran Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan kekayaan dan aset yang
paling utama bagi perusahaan untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Kekuatan sumber daya manusia dibentuk dari sifat atau karakter yang berbedabeda dari masing-masing individu yang dibentuk dalam bentuk penyatuan pandangan guna mencapai tujuan organisasi. Untuk memberi pandangan yang sama bagi sumber daya manusia, perlu dibentuk suatu aturan main dalam bentuk budaya organisasi sebagai alat pengikat dan pedoman dalam bertindak dan berperilaku yang mencerminkan ciri khas organisasi. Banyak faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi, diantaranya budaya organisasi tersebut dan iklim organisasinya. Menjadi anggota suatu organisasi berarti menjadi bagian dari budaya dan iklim organisasi tersebut, untuk itu organisasi dituntut untuk menciptakan budaya dan iklim organisasi yang bersih, sehat, dan kondusif guna meningkatkan kinerja anggotanya. Budaya organisasi merupakan sekumpulan nilai yang menjadi pedoman dan tolak ukur bagi individu dalam bersikap dan berperilaku. Semakin banyak aspek atau nilai-nilai dalam organisasi yang sesuai dengan keinginan dan pemikiran individu, maka akan menciptakan suatu keselarasan dan kenyamanan di lingkungan kerja yang akhirnya akan berdampak positif terhadap kinerjanya. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen individu terhadap nilai-nilai tersebut, maka semakin kuat budaya organisasi tersebut. Budaya yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap individu. Budaya yang kuat akan memperlihatkan komitmen yang tinggi dari
11
anggotanya mengenai pencapaian tujuan organisasi, dan dengan begitu akan berpengaruh besar terhadap kinerjanya. Suatu
budaya
dapat
terus
berkembang
dan
berubah
mengikuti
perkembangan jaman, namun sifat dari budaya ini relatif tetap jika dibandingkan dengan iklim organisasi. Robert Stringer (2002) menyatakan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan dua hal yang berbeda. Budaya organisasi menekankan diri pada asumsi-asumsi tidak diucapkan yang mendasari organisasi, sedangkan iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Wirawan (2008) menyatakan “baik budaya organisasi maupun iklim organisasi memengaruhi perilaku organisasi dan anggota organisasi yang kemudian memengaruhi kinerja mereka”. Hal tersebut dapat digambarkan dari tampilan berikut : BUDAYA ORGANISASI Nilai-nilai Norma Asumsi Filsafat Organisasi dan sebagainya
IKLIM ORGANISASI : Persepsi anggota organisasi mengenai lingkungan internal organisasinya
Dimensi
Indikator
Lingkungan fisik
Lingkungan sosial
Sistem manajemen
Ruang kerja Alat produksi Proses produksi Produk Hubungan atasan bawahan Hubungan teman sekerja Hubungan dengan pelanggan Struktur dan birokrasi organisasi Alokasi sumber Standar dan prosedur kerja Kepemimpinan
Perilaku Organisasi: Motivasi kerja Keterlibatan kerja Disiplin kerja Kepuasan kerja Stres kerja Sikap kerja Moril karyawan Perilaku konflik
Kinerja individu dan kelompok anggota organisasi
Kinerja Organisasi
12
Sumber : Wirawan (2007 : 125) Gambar 1.1 Hubungan Budaya, Iklim, Kinerja Anggota, dan Kinerja Organisasi
Stringer (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri atas lima komponen : 1.
Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik atau buruk, produktif, atau pemborosan. Misalnya, layanan berkualitas tinggi terhadap pelanggan merupakan nilai-nilai inti dari Dell Computer. Nilai-nilai ini dapat direfleksikan dalam aspek-aspek seperti moto perusahaan; sistem pengukuran yang memfokuskan pada waktu respon dan dapat dipercaya; proporsi dan senoiritas dari staf yang tersedia untuk merespons pertanyaan dan keluhan pelanggan; serta frekuensi dengan apa para eksekutif senior memberikan komentar atas kualitas layanan.
2.
Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan. Misalnya, di suatu organisasi anggota menghargai ide produk baru berdasarkan kepercayaan bahwa inovasi merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi
lainnya,
anggota
menganggap
bahwa
analisis
kuantitatif
berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol risiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi lainnya, anggota menganggap bahwa analisis kuantitatif berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol resiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan.
13
Kepercayaan-kepercayaan ini jarang berdasarkan suatu pernyataan nilai-nilai; lebih sering kepercayaan tersebut berdasarkan pengakuan terhadap pola jalur karier yang diambil oleh para eksekutif yang sukses atau yang gagal dalam waktu yang lama. 3.
Mite. Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya bagi anggota yang ada.
4.
Tradisi. Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara sambut pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan. Tradisi mengabadikan nilai-nilai budaya organisasi, kemajuan, atau prestasi khusus dalam kepercayaan diri tinggi organisasi.
5.
Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi mengenai pakaian, kebiasan kerja, dan norma perilaku interpersonal. Misalnya, di Cisco System, eksekutif senior menjawab sendiri telepon mereka. Sedangkan di IBM, semua telepon diseleksi oleh sekretaris. Di Cisco, komunikasi interpersonal terbuka bagi semua level manajemen.
Menurut Stringer, budaya organisasi mempunyai sangat banyak variabel, sehingga terlalu besar untuk dikelola secara normal. Konsekuensinya adalah perilaku dari budaya organisasi lebih nyata dari budaya organisasi sendiri. Mengubah budaya organisasi lebih sulit dari pada mengubah perilaku di tempat
14
kerja. Oleh karena itu, untuk mengubah budaya organisasi dapat dimulai dengan mengubah iklim organisasi. Ia mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi yang diperlukan. 1.
Struktur. Struktur (structure) organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan.
2.
Standar-standar. Standar-standar (standards) dalam suatu organisasi mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan
yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan
pekerjaan dengan baik. Standar-standar tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja. 3.
Tanggung jawab. Tanggug jawab (responsibility) merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi menunjukan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukan bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.
15
4.
Penghargaan. Penghargaan (recognition) mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.
5.
Dukungan. Dukungan (support) merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri. Dimensi iklim organisasi ini menjadi sangat penting untuk model bisnis yang ada saat ini, di mana sumber-sumber sangat terbatas.
6.
Komitmen. Komitmen (commitment) merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadan organisasi dan tujuannya.
Kinerja didefinisikan oleh Malayu S.P Hasibuan (2001) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
16
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan definisi kinerja menurut Rivai (2009) adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Pada dasarnya yang menjadi indikator kinerja menurut Rivai (2009) diantaranya sebagai berikut : 1.
Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2.
Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3.
Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita cermati secara teoritis bahwa budaya dan iklim organisasi itu berpengaruh terhadap kinerja. Gambarannya secara singkat dapat dilihat di bawah ini :
17
( Variabel X1 ) BUDAYA : Nilai-nilai Kepercayaan Mite Tradisi Norma
Robert Stringer (2002)
( Variabel X2 ) IKLIM ORGANISASI : Struktur Standar-standar Tanggung jawab Penghargaan Dukungan Komitmen
( Variabel Y ) KINERJA : Kemampuan teknis Kemampuan konseptual Kemampuan hubungan interpersonal Veithzal Rivai (2009)
Robert Stringer (2002)
Robert Stringer (2002) Gambar 1.2 Paradigma Penelitian
1.7
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono:2003).
18
Berdasarkan pemaparan kerangka pemikiran diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis I : Ho1 : Budaya tidak berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Ha1 : Budaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hipotesis II : Ho2 : Iklim organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Ha2 : Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hipotesis III : Ho3 : Budaya dan iklim organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Ha3 : Budaya dan iklim organisasi berpengaruh positif secara simultan terhadap kinerja karyawan.
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Budaya dan iklim organisasi merupakan kajian yang bersinggungan erat dengan perilaku organisasi. Robbins (2006) memberikan pandangannya mengenai perilaku organisasi (sering disebut OB) adalah suatu bidang studi yang mempelajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi perbaikan efektivitas organisasi. Menurut John dalam Sopiah (2008:4), perilaku organisasi adalah suatu istilah yang agak umum yang menunjuk pada sikap dan perilaku individu dan kelompok dalam organisasi, yang berkenaan dengan studi yang sistematis tentang sikap dan perilaku, baik yang menyangkut pribadi maupun antar pribadi dalam konteks organisasi. Gitusudarmo mendefinisikan perilaku organisasi sebagai suatu bidang ilmu yang mempelajari interaksi manusia dalam organisasi yang meliputi studi yang sistematis tentang perilaku, struktur, dan proses dalam organisasi. Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpukan bahwa perilaku organisasi merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam organisasi yang berkenaan dengan interaksinya dengan individu lain, kelompok, dan struktur guna tercapainya efektifitas organisasi. Jadi pada dasarnya ada tiga aspek yang dipelajari dalam perilaku organisasi, yaitu perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku struktur organisasi.
20
Wirawan (2007) menyatakan “baik budaya organisasi maupun iklim organisasi mempengaruhi perilaku organisasi dan anggota organisasi yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka” . Beliau juga mengungkapkan bahwa budaya organisasi akan membentuk karakteristik organisasi, bukan karakteristik individu anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia, maka budaya organisasi merupakan personal atau kepribadian organisasi. Menurut Tagiuri dan Litwin (1968) dalam Wirawan (2007) iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung dialami oleh anggota organisasi; mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan salah satu faktor pembentuk karakteristik organisasi yang menjadi ciri dan membedakan dari organisasi lainnya.
2.1
Budaya Organisasi
2.1.1 Definisi dan Model Budaya Organisasi Dalam kehidupan bermasyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari sangat erat kaitannya dengan budaya yang menaungi kehidupan tersebut. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, berorganisasi, berbisnis ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya membedakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya dalam cara bertindak dan berinteraksi. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang meciptakan keseragaman perilaku. Seiring dengan
21
perkembangan jaman, budaya juga terbentuk dalam kehidupan berorganisasi dan dapat dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektifitas organisasi secara keseluruhan. Budaya organisasi adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana setiap individu dalam organisasi tersebut bertindak dan berperilaku dalam melakukan setiap tugas dan pekerjaan. Nilai dalam budaya organisasi adalah apa yang diyakini orang-orang untuk berperilaku dalam organisasi tersebut. Sedangkan norma adalah aturan yang tidak tertulis yang menjadi acuan idividu untuk berperilaku. Adapun definisi dari budaya organisasi menurut beberapa pakar dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Definisi Budaya Organisasi Sumber : Wirawan ( 2008 : 8 ) Pakar Robbins (2003)
Konsep Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem makna bersama yang
dianut
oleh
anggota-anggota
yang
membedakan
organisasi tersebut dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai organisasi. Hofstede (1994)
Budaya organiasi merupakan hasil susunan pemikiran bersama yang membedakan anggota-anggota sebuah organisasi dengan yang lain.
Tunstall (1983)
Budaya organisasi adalah suatu konstelasi umum mengenai kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadikan karakteristik dalam organisasi.
Andrew Brown (1998)
Budaya organisasi merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai, dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan
sepanjang
sejarah
organisasi
yang
22
memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku anggota organisasi. Gareth R. Jones (1995)
Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai bersama yang mengontrol interaksi setiap anggota organisasi, juga dengan para pemasok, pelanggan, dan pihak-pihak lain di luar organisasi.
Robert G. Owen (1991)
Budaya organisasi adalah norma yang menginformasikan anggota organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima, niali-nilai dominan yang dihargai organisasi di atas yang lainnya, asumsi dasar dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota organisasi, peraturan main yang harus dipelajari jika orang ingin dapat sejalan dan diterima sebagai anggota organisasi, dan filsafat yang mengarahkan
organisasi
dalam
berhubungan
dengan
karyawan dan kliennya.
2.1.2 Karakteristik dan Fungsi Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan sifat atau karekteristik dari organisasi dan bukan karakteristik dari individu dalam organisasi tersebut, akan tetapi budaya organisasi dapat membentuk perilaku organisasi anggotanya. Victor Tan (2002) dikutip dari buku Manajemen Perubahan (Wibowo:2006) mengemukakan karakteristik dsuatu budaya organisasi sebagai berikut : a.
Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki individu.
b.
Risk tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja didorong mengambil risiko, menjadi agresif dan inovatif.
c.
Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan harapan kinerja.
23
d.
Integration, yaitu tingkatan dimana unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
e.
Management support, yaitu tingkatan dimana manajer mengusahakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.
f.
Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
g.
Identity, yaitu tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama organisasi secara keseluruhan daripada dengan kelompok kerja atau bidang keahlian profesional tertentu.
h.
Reward system, yaitu suatu tingkatan dimana alokasi reward, kenaikan gaji atau promosi, didasarkan pada kriteria kinerja pekerja, dan bukan pada senioritas atau favoritisme.
i.
Conflict tolerance, yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.
j.
Communication patterns, yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki formal.
Budaya organisasi diteliti secara intensif oleh para pakar untuk mengetahui perannya dalam organisasi. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa budaya organisasi mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi sejumlah penelitian juga menunjukan bahwa budaya organisasi dapat menghambat perkembangan organisasi. Di bawah ini dikemukakan peran budaya
24
organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi (Wirawan:2008). 1.
Identitas organisasi. Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi menunjukan identitas organisasi kepada orang di luar organisasi.
2.
Menyatukan organisasi. Budaya organisasi merupakan lem normatif yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu. Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan mengoordinasi anggota organisasi. Ketika akan masuk menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Agar dapat diterima sebagai anggota organisasi, mereka wajib enerima dan menerapkan budaya organisasi. Budya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktivitas organisai dan perilaku anggota organisasi. Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi menyatukan pola pikir dan perilaku anggota organisasi. Isi budaya organisasi mengontrol apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota organisasi.
3.
Reduksi konflik. Budaya organisasi sering dilukiskan sebagai semen atau lem yang menyatukan organisasi. Isi budaya mengembangkan kohesi sosial anggota organisasi yang mempunyai latar belakang berbeda. Pola pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan atau konflik, budaya organisasi mempunyai cara untuk menyelesaikannya. Misalnya pada budaya organisasi birokratis dan autokrasi, pemimpin
25
merupakan penentu bagi penyelesaian konflik. Dalam budaya organisasi yang demokratis, musyawarah untuk mufakat atau voting merupakan cara untuk menyelesaikan perbedaan atau konflik. 4.
Komitmen kepada organisasi dan kelompok. Budaya organisasi buakn saja menyatukan, tetapijuga memfasilitasi komitmen anggota organisai kepada organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok kerjanya.
5.
Reduksi ketidakpastian. Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian. Dalam mencapai tujuannya, organisasi menghadapi ketidakpastian dan kompeksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota organisasi dalam mencapai tujuan tersebut. Budaya organisasi menentukan ke mana arah, apa yang akan dicapai, dan bagaimana mencapainya. Budaya organisasi juga mengembangkan pembelajaran bagi anggota baru. Mereka mempelajari apa yang penting dan tidak penting, apa boleh dan tidak boleh dilakukan. Mereka mempunyai pedoman yang memberikan kepastian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
6.
Menciptakan konsistensi. Budaya organisasi menciptakan konsisitensi berfikir, berperilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya organisasi
memberikan
peraturan,
panduan,
prosedur,
serta
pola
memproduksi dan melayani konsumen, pelanggan, nasabah, atau klien organisasi. Semua hal tersebut menimbulkan konsistensi pola pikir, cara bertindak, dan berperilaku anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan
26
perananya. Dengan kata lain, anggota organisasi melaksanakan tugasnya by book, tidak menyimpang dari panduan yang ada di buku budaya organisasi. 7.
Motivasi. Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlihat atau invisible force di belakang faktor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat diobservasi. Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka meras berkewajiban dan bertanggung jawab untuk merealisasi tujuan organisasi.
8.
Kinerja organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan, meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
9.
Keselamatan kerja. Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja. Richard L. Gardner (1999) dalam penelitiannya menunjukan bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan industri adalah budaya organisasi perusahaan. Ada hubungan kausal positif antara budaya organisasi dan kecelakaan industri. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dikembangkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong
27
motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisiensi, serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan. Perusahaan-perusahaan yang mapan mempunyai semboyan high ethics high profit dan no pain no gain. Mereka merupakan perusahaan yang relatif terus untung, berumur panjang, serta mampu menghadapi persaingan dan perubahan lingkungan.
Schein (2008) membagi fungsi budaya organisasi berdasarkan tahap pengembangannya, yaitu : 1.
Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi. Pada tahap ini fungsi organisasi terletak pada pembeda, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kelompok atau organisasi lain.
2.
Fase pertengahan hidup organisasi Pada fase ini, budaya organisasi berfungsi sebagai integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan organisasi.
3.
Fase dewasa Pada fase ini dapat berfungsi sebagai penghambat dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.
28
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi Wirawan dalam bukunya Budaya dan Iklim Organisasi (2008:72) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi adalah anggota organisasi, budaya masyarakat,asosiasi profesi dan sifat bisnis organisasi. Anggota organisasi merupakan sumber utama budaya organisasi. Anggota organisasi terdiri atas pendiri, pemimpin, anggota, konsultan, dan pemegang saham organisasi.Budaya masyarakat yang berkembang juga baik itu budaya internasional, nasional ataupun lokal dan juga ideologi serta pemerintahan turut berpengaruh terutama dalam penciptaan nilai budaya organisasi. Dalam asosiasi profesi terdapat kode etik dan standar profesi, jenis profesi yang disajikan organisasi atau tenaga profesional yang menjadi anggota atau karyawan organisasi mempengaruhi budaya organisasinya. Dalam melaksanakan profesinya, para profesional suatu organisasi mengacu pada kode etik dan standar profesi yang disusun oleh asosiasi mereka. Dengan demikian dalam melaksanakan profesinya, mereka berperilaku sesuai dengan kode etik dan standar profesi. Sedangkan faktor yang terakhir adalah sifat bisnis organisasi yang meliputi produk, konsumer, teknologi, pesaing dan strategi.
29
Anggota Organisasi : Pendiri organisasi Pemimpin organisasi Anggota organisasi Konsultan Pemegang saham
Sifat Bisnis Organisasi : Produk Konsumer Teknologi Pesaing Strategi
Budaya Organisasi
Budaya Masyarakat : Internasional, Nasional, dan Lokal Ideologi Pemerintah
Asosisasi Profesi : Kode etik Standar Profesi Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
2.1.4 Subbudaya dan Dimensi Budaya Organisasi Secara hierarkis, budaya dapat dikelompokan menjadi empat level : budaya internasional, nasional, suku bangsa, dan organisasi. Sebagai sistem terbuka, setiap level budaya tersebut dapat saling memengaruhi. Budaya yang maju atau kuat umumnya memengaruhi budaya yang lemah atau terbelakang. Dengan kata lain, budaya yang lemah atau terbelakang akan meniru budaya yang kuat atau maju. Level pertama adalah budaya internasional, yaitu budaya yang mengatur perilaku bangsa-bangsa dan manusia secara universal. Budaya internasional merupakan norma, nilai-nilai, kebiasaan, dan sebagainya yang memengaruhi perilaku anggota masyarakat inernasional. Unsur budaya ini dikembangkan oleh
30
Perserikatan Bangsa-bangsa yang berupaya mengembangkan norma, nilai-nilai, dan kebiasaan yang disepakati oleh bangsa-bangsa yang menjadi anggotanya. Level kedua adalah budaya nasional yang berisi norma, nilai-nilai, dan kepercayaan yang dianut dan ditetapkan oleh anggota suatu bangsa. Misalnya, Thailand mempunyai budaya nasional yang berbeda dengan budaya nasional Indonesia. Demikian juga, budaya nasional bangsa Inggris dan Amerika Serikat berbeda walaupun bahasa nasional mereka sama, yaitu bahasa Inggris. Level ketiga, dalam budaya nasional berkembang sejumlah budaya suku bangsa yang masing-masing mempunyai keunikan yang berbeda. Termasuk dalam budaya suku bangsa adalah budaya etnik, suku bangsa, dan kelompok budaya lain, misalnya kelompok berdasarkan agama. Contoh, budaya suku Jawa mempunyai ciri yang unik, berbeda dengan budaya suku Sunda, Batak, atau Melayu, walaupun tercakup dalam kesatuan budaya nasional Indonesia yang oleh Prof. Muhammad Yamin dilukiskan dengan frasa Bhineka Tunggal Ika. Level keempat adalah budaya organisasi, yaitu norma, nilai-nilai, kepercayaan dan sebagainya yang dianut oleh anggota suatu organisasi. Setiap organisasi mempunyai norma, nilai-nilai, da kepercayaan unik yang berbeda dengan budaya organisasi lainnya. Dalam organisasi, di samping tumbuh budaya organisasi, tumbuh pula subbudaya organisasi. Subbudaya organisasi adalah budaya yang tumbuh dalam unit-unit organisasi yang berbeda dalam lingkungan budaya organisasi yang sama. Subbudaya tersebut berinteraksi satu sama lain dan berinteraksi dengan budaya organisasi.
31
Terdapat sejumlah faktor yang memberikan kontribusi pada pembentukan subbudaya organisasi. 1.
Diferensi fungsi dan produk. Setiap unit organisasi mempunyai fungsi, aktivitas, dan produk yang berbeda dengan unit lainnya. Cara dan teknologi yang dipergunakan dan lingkungan kerjanya juga sering berbeda. Misalnya, unit produksi fungsi, aktivitas, teknologi, serta produknya berbeda dengan unit pemasaran. Cara berkomunikasi, berinteraksi, bekerja sama, dan jargon yang digunakan juga berbeda dengan unit organisasi lainnya. Misalnya, karyawan bagian produksi bicaranya keras dan kasar karena bekerja disekitar mesin yang berisik suaranya, sedangkan seorang sekretaris berbicara lembut.
2.
Karakteristik anggota sama. Untuk melaksanakan fungsi aktivitas suatu produksi produk sering diperlukan tenaga khusus dengan karakteristik tertentu. Unit sekuriti memerlukan karakteristik tenaga tertentu, demikian juga unit produksi dan pemasaran. Unit sekuriti tidak memerlukan orang yang berpendidikan tinggi, tetapi memerlukan orang yang sehat jasmani dan rohani, berani, tegas, dan berdisiplin tinggi. Unit pemasaran memerlukan tenaga yang mampu berkomunikasi dengan semua lapisan masyarakat dan menguasai teknik pemasaran barang atau jasa organisasi.
3.
Berbagi pengalaman yang sama. Anggota unit organisasi mempunyai problem dan menggunakan solusi yang sama dalam melaksanakan tugasnya. Mereka mempunyai pengalaman, berprilaku, dan bekerja sama dalam melaksanakan fungsi unitnya dengan cara yang sama.
32
4.
Pemimpin unit yang sama. Aggota unit juga dipimpin oleh orang yang sama dalam melaksanakan fungsi unitnya. Pola pikir, gaya kepemimpinan, dan latar
belakang
dipimpinnya.
pemimpin
Melaui
sangat
proses
yang
memengaruhi lama,
anggota
keempat
unit
faktor
yang
tersebut
menghasilkan suatu subbudaya unit.
J. Martin dan C. Siehl (Andre Brown, 1998) membedakan tiga jenis subbudaya organisasi , yaitu: 1.
Subbudaya maju (enhancing culture). Dalam subbudaya ini suatu kelompok individu mengikuti kepercayaan dan niali-nilai dari budaya dominan lebih intensif daripada kelompok lainnya. Misalnya, dalam organisasi dengan sejarah yang panjang dan pola kerja yang stabil sering berkembang suatu kelompok karyawan yang mempunyai kepuasan kerja yang sama dan yang telah bekerja lama mempunyai komitmen tinggi terhadap budaya organisasi. Sebaliknya, karyawan baru memiliki kepuasan kerja dan komitmen terhadap budaya organisasi yang relatif lebih rendah.
2.
Subbudaya ontogonal (ontogonal culture). Dalam jenis subbudaya ini sekelompok individu mengikuti nilai-nilai, kepercayaan, dan asumsi budaya dominan dari organisasi. Dalam waktu bersamaan mereka juga mengikuti nilai-nilai, kepercayan, dan asumsi tertentu yang tidak bertentangan dengan budaya organisasi. Misalnya, para peneliti di unit Penelitian dan Pengembangan mengikuti budaya organisasinya dan dalam waktu yang
33
bersamaan tetep mempertahankan identitas budaya unit kerja mereka yang percaya akan kreativitas, inovasi, dan eksperimen. 3.
Subbudaya kontra (counter culture). Subbudaya ini menentang secara langsung dominasi budaya organisasi dan hubungan simbiotis yang sulit. Situasi seperti ini misalnya terjadi setelah akuisisi, take over, atau merger perusahaan. Budaya dominan-budaya perusahaan yang mengakuisisi atau take over-berupaya memperluas pengaruhnya terhadap budaya organisasi yang diakuisisi dan karyawannya. Sebaliknya, budaya organisasi yang di-take over berupaya mempertahankan identitasnya.
Hofstede
mengemukakan
enam
dimensi
budaya
pada
organisasi,
diantaranya : 1.
Process oriented−Result oriented (orientasi pada proses−orientasi pada hasil) Orang-orang dalam budaya process oriented merasa dirinya harus selalu menghindari risiko, karena hal yang penting bagi mereka adalah mengikuti prosedur kerja yang ditetapkan. Akibat yang sering terjadi adalah melakukan sedikit usaha pada pekerjaan mereka yang cenderung mengarah pada kurangnya inovasi. Setiap hari dianggap sama baiknya dengan hari-hari yang lain karena prosedur kerja relatif sama dari hari ke hari. Sedangkan pada orang-orang dengan budaya result oriented, mereka merasa nyaman dengan situasi yang tidak familiar (situasi-situasi yang baru) karena tidak terbentur untuk mengikuti prosedur kerja yang ada.
34
2.
Employee oriented−Job oriented (orientasi pada karyawan−orientasi pada pekerjaan) Orang dalam budaya employee oriented merasakan bahwa masalah pribadi mereka ikut diperhitungkan oleh organisasi, hal itu biasanya terwujud dalam tipe komunikasi yang terjalin antara manajemen dan karyawan yang cenderung memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi. Pada job oriented, orang-orangnya merasa mengalami tekanan kuat dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka merasa bahwa organisasi hanya tertarik pada pekerjaan yang telah dilakukan karyawan, tidak pada kesejahteraan pribadi dan keluarga, dan keputusan penting cenderung dibuat oleh individu.
3.
Parochial−Proffesional
(sesuatu
yang
berhubungan
dengan
organisasi−sesuatu yang berhubungan dengan pribadi yang profesional) Dalam budaya parochial, karyawan mendapatkan identitas mereka sebagian besar dari organisasinya, dimana norma-norma organisasi mempengaruhi perilaku mereka di rumah, sama seperti ketika mereka bekerja. Sedangkan perusahaan yang budayanya berorientasi pada profesionalisme, orang-orang mengidentifikasi dirinya dengan tipe pekerjaan mereka. 4.
Open system−Closed system (sistem tertutup−sistem terbuka) Dalam unit dengan open system, para anggotanya menyadari bahwa organisasi dan orang-orangnya sama-sama terbuka pada pendatang baru dan orang luar. Sedangkan dalam unit dengan closed system, organisasi dan orang-orangnya menjadi tertutup dan suka main rahasia meskipun diantara orang dalam, hanya orang tertentu yang cocok dengan organisasi, dan
35
karyawan baru butuh lebih dari satu tahun untuk merasa bahwa dirinya sudah berada di rumahnya sendiri. 5.
Loose control−Tight control (kontrol yang longgar−kontrol yang ketat) Orang-orang di dalam unit dengan kontrol longgar merasa bahwa tidak ada seorang pun
yang berpikir tentang biaya-biaya perusahaan, usaha
penghematan cenderung kurang maksimal. Sedangkan orang-orang dalam unit dengan kontrol yang ketat menggambarkan bahwa lingkungan kerja mereka
sadar
akan
biaya
perusahaan-perusahaan,
sehingga
usaha
penghematan pun dilakukan secara maksimal. 6.
Pragmatic−Normative (pragmatif−normatif) Dimensi ini berhubungan dengan isu customer orientation. Unit kerja dengan budaya pragmatis (praktis) cenderung menggerakkan pasar, sedangkan pada budaya normatif orang-orang di dalamnya merasa bahwa tugas mereka pada dunia luar merupakan implementasi aturan yang tidak dapat diganggu gugat dimana penekanan utamanya adalah pada mengikuti prosedur organisasi yang benar dan prosedur dianggap lebih penting dari pada hasil.
Stringer (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri atas lima komponen : 1.
Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik atau buruk, produktif, atau pemborosan. Misalnya, layanan berkualitas tinggi terhadap pelanggan merupakan nilai-nilai inti dari Dell Computer. Nilai-nilai
36
ini dapat direfleksikan dalam aspek-aspek seperti moto perusahaan; sistem pengukuran yang memfokuskan pada waktu respon dan dapat dipercaya; proporsi dan senoiritas dari staf yang tersedia untuk merespons pertanyaan dan keluhan pelanggan; serta frekuensi dengan apa para eksekutif senior memberikan komentar atas kualitas layanan. 2.
Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan. Misalnya, di suatu organisasi anggota menghargai ide produk baru berdasarkan kepercayaan bahwa inovasi merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi
lainnya,
anggota
menganggap
bahwa
analisis
kuantitatif
berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol risiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi lainnya, anggota menganggap bahwa analisis kuantitatif berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol resiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Kepercayaan-kepercayaan ini jarang berdasarkan suatu pernyataan nilai-nilai; lebih sering kepercayaan tersebut berdasarkan pengakuan terhadap pola jalur karier yang diambil oleh para eksekutif yang sukses atau yang gagal dalam waktu yang lama. 3.
Mite. Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya bagi anggota yang ada.
37
4.
Tradisi. Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara sambut pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan. Tradisi mengabadikan nilai-nilai budaya organisasi, kemajuan, atau prestasi khusus dalam kepercayaan diri tinggi organisasi.
5.
Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi mengenai pakaian, kebiasan kerja, dan norma perilaku interpersonal. Misalnya, di Cisco System, eksekutif senior menjawab sendiri telepon mereka. Sedangkan di IBM, semua telepon diseleksi oleh sekretaris. Di Cisco, komunikasi interpersonal terbuka bagi semua level manajemen.
2.2
Iklim Organisasi
2.2.1 Definisi Iklim Organisasi Jika memperhatikan berbagai macam keadaan lingkungan dimanapun kita berada, maka di sana akan dapat ditemukan dan dirasakan perbedaan-perbedaan yang berarti, kemudian apabila kita memasuki wilayah kantor di lingkungan dinas dengan di lingkungan perusahaan swasta maka dapat kita bandingkan perbedaan yang cukup signifikan, dari siniliah kita dapat mengenal tentang iklim organisasi. Berikut definisi iklim organisasi menurut beberapa ahli :
38
Tabel 2.2 Definisi Iklim Organisasi No.
Ahli (Tahun)
Definisi
1.
R. Tagiuri dan G.
Iklim
Litwin (1968)
internal
organisasi
merupakan
organisasi
berlangsung,
dialami
yang oleh
kualitas secara angota
lingkungan
relatif
terus
organisasi;
memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. 2.
Litwin
dan
R.A.
Stringer (1968)
Iklim
organisasi
merupakan
suatu
konsep
yang
melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui kuesioner yang tepat.
3.
Robert
G.
Owen
(1991) 4. 5.
Robert
Iklim organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya.
Stringer
Iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan
(2002)
yang menentukan munculnya motivasi.
Wirawan (2007)
Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok,konsumen,
konsultan,dan
kontraktor)
mengenai apa yang ada dan terjadi di lingkungan internal secara rutin yang memengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. 6.
Davis dan Nestrom
Iklim
organisasi
merupakan
kepribadian
sebuah
(2001)
organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung dialami anggota organisasi sehingga membentuk kepribadian sebuah
39
organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi yang dapat memengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemeudian menentukan kinerja organisasi. Ada sejumlah kata kunci dalam definisi tersebut yang perlu mendapat penjelasan. 1.
Persepsi. Iklim organisasi merupakan persepsi anggota organisasi (sebagai individual dan kelompok) dan mereka yang berhubungan dengan organisasi (konsultan, pemasok, konsumen, dan kontraktor. Persepsi adalah proses orang menerima, mengorganisasi, dan menginterpretasikan informasi yang ada di lingkungannya
dan
menggunakannya
untuk
mengambil
keputusan,
melakukan aktivitas, dan sebagainya. Persepsi orang mengenai apa yang ada dalam lingkungannya dapat berbeda antara seorang individu dengan individu lainnya atau antara satu kelompok orang dengan kelompok orang lainnya. 2.
Hal yang ada atau terjadi dalam lingkungan internal organisasi. Persepsi orang tersebut mengenai apa yang ada atau apa yang terjadi dalam lingkungan organisasi. Lingkungan organisasi adalah lingkungan internal organisasi. Lingkungan organisasi di sini dalam pengertian lingkungan keseluruhan organisasi atau lingkungan unit-unit organisasi.
3.
Praktik rutin. Persepsi anggota organisasi dalam pengertian persepsi rutin anggota organisasi mengenai apa yang terjadi secara rutin dalam organisasi. Istilah iklim dalam ilmu cuaca adalah keadaan yang relatif tetap atau yang terjadi secara rutin. Akan tetapi, dalam setiap iklim sering terjadi perubahan
40
musim yang analoginya dalam iklim organisasi adalah perubahan suasana lingkunga. Misalnya dalam organisasi pada akhir tahun anggaran, suasananya mengevaluasi pelaksanaan kegiatan tahun yang sedang berjalan dan merencanakan tahun mendatang. Sedangkan pada awal tahun, suasananya mulai melaksanakan kegiatan yang direncanakan. 4.
Sikap dan perilaku organisasi. Persepsi orang mengenai lingkungan organisasi memengaruhi sikap orang. Orang dapat bersikap dari sangat positif sampai sangat negatif mengenai iklim organisasinya. Sikap dapat pula berbentuk harapan atau stereotipe positif dan negatif. Persepsi orang juga memengaruhi perilakunya. Misalnya, orang dapat berperilaku dari sangat tidak disiplinsampai sangat disiplin. Perilaku dapat juga dalam bentuk perilaku sangat terbuka sampai perilaku sangat tertutup.
5.
Memengaruhi kinerja organisasi. Sikap dan perilaku anggota organisasi memengaruhi kinerja mereka secara individual dan kelompok yang kemudian memengaruhi kinerja organisasi. Iklim organisasi memegaruhi produktifitas anggota dan selanjutnya memengaruhi efektivitas dan efisiensi organisasi. Misalya, persepsi negatif karyawan terhadap kepemimpinan , sistem manajemen, pelaksanaan norma, serta peraturan organisasi dan pekerjaannya, memengaruhi perilaku mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. Perilaku ini berpengaruh terhadap produktivitas mereka yang kemudian memengaruhi kinerja organisasi.
41
2.2.2 Faktor-faktor yang Membentuk Iklim Organisasi Iklim organisasi tidak akan terbentuk begitu saja secara tiba-tiba tanpa adanya faktor-faktor yang membentuk suatu iklim organisasi tersebut. Wirawan (2007) menyatakan bahwa iklim organisasi ditentukan oleh lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan internal organisasi adalah semua dimensi iklim organisasi, sedangkan yang termasuk lingkungan eksternal antara lain perkembangan jenis industri, pengaturan industri oleh pemerintah, kehidupan ekonomi makro, dan kompetisi dengan pesaing. Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, prektik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.
Praktik Kepemimpinan
Strategi Organisasi
Pengaturan Organisasi
Iklim Organisasi
Sejarah Organisasi
Lingkungan Eksternal
Gambar 2.2 Faktor-faktor Penyebab Iklim Organisasi Sumber Wirawan (2007:135)
42
Adapun penjelasan dari faktor-faktor di atas sebagai berikut : 1.
Lingkungan eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama. Demikian juga iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan angkutan di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaryh lingkungan eksternal organisasi.
2.
Strategi organisasi. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi (motivasi), dan faktorfaktor lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi memengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung. a. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi yang dilaksanakan. b. Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat strategistrategi yang berbeda. c. Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi.
3.
Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organiasi. Tabel 5.6 melukiskan pengaruh pengaturan organisasi terhadap dimensi iklim organisasi. Menurut Stringer, banyak sekolah menengah di Amerika Serikat yang menjadi contok baik bagaimana
43
pengaturan organisasi menentukan iklim organisasi. Asosiasi guru yang kuat sering mengontrol sistem imbalan di mana kenaikan upah merupakan hasil dari pendidikan level pascasarjana dan tahun pengalaman kerja, bukan dari kinerja dalam melaksanakan pekerjaan. 4.
Kekuatan sejarah. Semakin tua umur organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap ilim organisasinya.
5.
Kepemimpinan. Perilaku pemimpin memengaruhi iklim organisasi yang kemudian mondorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja.
2.2.3 Dimensi Iklim Organisasi Iklim organisasi yang dirasakan individu secara positif akan memberikan tampilan kerja yang baik dan efektif yang akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi, dan memengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat diukur secara tidak langsung melalui persepsi anggota organisasi. Dimensi iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau karakteristik variabel iklim organisasi. Dimensi iklim organisasi terdiri atas beragam jenis dan berbeda pada setiap organisasi. Robert Stringer (2002) dalam Wirawan (2007:131) berpendapat bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi, diantaranya :
44
1.
Struktur. Merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi.
2.
Standar-standar. Standar-standar (standards) dalam suatu organisasi mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan
yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan
pekerjaan dengan baik. 3.
Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya.
4.
Penghargaan. Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.
5.
Dukungan. Merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja
6.
Komitmen. Merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Koys dan DeCotiis (1991) menggunakan istilah psychological climate (iklim
psikologis),
bukan
organization
climate
(iklim
organisasi).
Ia
mendefinisikan iklim psikologis sebagai fenomena persepsi multidimensional bersama anggota unit organisasi yang didasarkan atas eksperimen. Menurut mereka, iklim psikologis merupakan deskripsi, bukan evaluasi pengalaman seperti kepuasan kerja. Kedua penulis ini mengidentifikasikan lebih dari 80 dimensi iklim
45
psikologis. Mereka kemudian menyeleksi dan menetapkan delapan dimensi iklim psikologis yang bersifat universal, diantaranya sebagai berikut : 1.
Otonomi (autonomy). Persepsi mengenai penentuan sendiri prosedur kerja, tujuan, dan prioritas.
2.
Kebersamaan (cohesion). Perasaan kebersamaan di antara altar organisasi, termasuk kemauan anggota organisasi untuk menyediakan bahan-bahan bantuan.
3.
Kepercayaan (trust). Persepsi kebebasan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anggota organisasi level atas mengenai isu sensitif dan personal dengan harapan bahwa integritas komunikasi seperti itu tidak dilanggar.
4.
Tekanan (pressure). Persepsi mengenai tuntutan waktu untuk menyelesaikan tugas dan standar kerja.
5.
Dukungan (support). Persepsi toleransi perilaku anggota organisasi oleh atasannya, termasuk membiarkan anggota belajar dari kesalahannya tanpa ketakutan dan hukuman.
6.
Pengakuan (recognition). Persepsi bahwa kontribusi anggota organisasi kepada organisasi diakui dan dihargai.
7.
Kewajaran (fairness). Persepsi bahwa praktik organisasi adil, wajar, dan tidak sewenang-wenang atau berubah-ubah.
8.
Inovasi (innovation). Persepsi bahwa perubahan dan kreativitas didukung, termasuk pengambilan risiko mengenai bidang-bidang baru di mana anggota organisasi tidak atau sedikit mempunyai pengalaman sebelumnya.
46
Ekvall (1986), mengemukakan sepuluh dimensi iklim organisasi sebagai berikut : 1.
Tantangan (challenge). Keterlibatan dan komitmen karyawan terhadap organisasi.
2.
Kemerdekan (freedom). Sampai seberapa tinggi karyawan diberi kebebasan untuk bertindak.
3.
Dukungan untuk ide-ide (support for ideas). Sikap manajemen dan karyawan terhadap ide baru.
4.
Kepercayaan (trust). Keamanan emosional dan kepercayaan hubungan antaranggota dalam organisasi.
5.
Semangat (liveliness). Dinamika dalam organisasi.
6.
Keintiman/ homor (playfulness/humor). Kemudahan yang ada dalam organisasi.
7.
Debat (debate). Sampai seberapa tinggi perbedaan pendapat serta ide-ide dan pengalaman ada dalam organisasi.
8.
Konflik (conflicts). Adanya tensi personal dan emosional.
9.
Pengambilan risiko (risk taking). Kemauan untuk menoleransi insekuriti dalam organisasi.
10. Ide dan waktu (idea and time). Waktu yang digunakan untuk mengembangkan ide-ide baru.
47
Wirawan (2007:128) menjelaskan bahwa dimensi iklim organisasi terdiri dari : 1.
Keadaan lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berhubungan dengan tempat, peralatan, dan proses kerja. Persepsi karyawan mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim organisasi.
2.
Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antar anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal, informal, kekeluargaan, atau profesional. Semua bentuk hubungan tersebut menentukan iklim organisasi.
3.
Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator
faktor manajemen yang
memengaruhi iklim kerja jumlahnya sangat banyak, misalnya, karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan sebagainya) yang berbeda menimbulkan iklim organisasi yang berbeda. 4.
Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi. Misalnya, iklim organisasi dinas kebersihan yang produknya berupa layanan pembersih sampah. Berbeda dengan ilim organisasi perusahaan perbankan yang produknya adalah layanan keuangan.
5.
Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa produk ditujukan, memengaruhi iklim organisasi. Misalnya, iklim organisasi klinik
48
bagian anak-anak di suatu rumah sakit berbeda dengan klinik bagian rematik yang umumnya melayani orang dewasa di rumah sakit yang sama. 6.
Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangan memengaruhi iklim organisasi. Termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan, kebugaran, keenergikan, dan ketangkasan.
Kondisi
kejiwaan
misalnya
adalah
komitmen,
moral,
kebersamaan, dan keseriusan anggota organisasi. 7.
Budaya organisasi. Budaya suatu organisasi sangat memengaruhi perilaku organisasinya. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi memengaruhi perilaku organisasi anggota organisasi yang kemudian memegaruhi kinerja mereka.
2.3
Kinerja
2.3.1 Definisi Kinerja Pengertian kinerja dalam organisasi atau perusahaan merupakan jawaban dari keberhasilan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perusahaan atau lembaga merupakan salah satu bentuk sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang berkaitan satu sama lainnya. Dalam mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan, menuntut adanya kinerja yang baik dari setiap individu sebagai bagian dari sistem, dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institusional performance). Apabila kinerja perorangan/karyawan baik, maka kemungkinan
49
besar kinerja perusahaan/lembaga juga baik. Berikut ini definisi kinerja menurut beberapa ahli : Tabel 2.3 Definisi Kinerja Ahli (Tahun) Bernaddin dan Russel Dalam Tika (2008)
Definisi Kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu selama kurun waktu tertentu. Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang
Malayu S.P Hasibuan
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
(2001)
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi
Gomes (2003)
pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
Mangkunegara (2005)
performance
(prestasi
kerja
atau
prestasi
sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang
Prawiro Suntoro dalam
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam
Tika (2008)
rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.
Stoner dalam Tika (2008)
Kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap
Veithzal Rivai (2009)
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Robert L. Mathias dan John H. Jackson (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu :
50
1.
Kemampuan mereka
2.
Motivasi
3.
Dukungan yang diberikan
4.
Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
5.
Hubungan mereka dengan organisasi Sedangkan menurut Ruky (2001) faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja diantaranya : 1.
Teknologi, meliputi tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa yang dihasilkan organisasi.
2.
Kualitasinput atau material yang dihasilkan oleh organisasi.
3.
Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruang, dan kebersihan.
4.
Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.
5.
Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bisa bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.
6.
Pengelolaan sumber daya manusia yang terdiri dari aspek kompensasi, imbalan dan promosi lainnya. Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja antara lain : 1.
Faktor kemampuan. Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan).
51
2.
Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja.
2.3.3 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Penilaian prestasi kerja menurut Malayu Hasibuan (2007) adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. Sedangkan Hani Handoko (2008) mendefinisikan sebagai proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja atau prestasi kerja harus dilakukan untuk mengetahui prestasi yang telah dicapai oleh setiap pegawai dan sangat penting bagi perusahaan sebagai bahan kebijakan selanjutnya. Bagi pegawai sendiri penilaian kinerja sangat berguna sebagai motivasi bagi mereka agar mereka merasa diperhatikan oleh atasannya sebagai bentuk kepedulian. Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2007) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh
52
karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Dale Yoder dalam Hasibuan (2009) juga menyebutkan penilaian prestasi kerja merupakan prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan
serta
kepentingan
bagi
pegawai.
Veithzal
Rivai
(2004)
mengemukakan bahwa penilaian kinerja merupakan sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan. Proses penilaian prestasi kerja menghasilkan suatu evaluasi atas prestasi kerja karyawan di waktu yang lalu dan atau prediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang. Ketepatan penilaian itu tergantung pada berbagai standar, ukuran dan teknik evaluasi yang dipilih. Bila proses penilaian itu kurang atau bahkan tidak memberikan nilai bagi karyawan, maka tidak akan ada umpan balik mengenai prestasi kerja mereka. Tanpa umpan balik, maka perilaku karyawan akan sulit untuk diperbaiki.
2.3.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Malayu Hasibuan (2007) mengungkapkan beberapa tujuan dan kegunaan dari penilaian prestasi karyawan sebagai berikut : 1.
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa.
2.
Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.
3.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan.
53
4.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja.
5.
Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan laihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi.
6.
Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.
7.
Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor, managers,
administrator)
untuk
mengobservasi
perilaku
bawahan
(subordinate) supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya. 8.
Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
9.
Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan. 11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. 12. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job description).
54
2.3.5 Aspek Kinerja Veithzal Rivai (2009) mengelompokan aspek-aspek kinerja sebagai berikut : 1.
Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, tehnik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2.
Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, tang pada intinya induvidual tersebut memahami tugas, fungsi, serta tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan.
3.
Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.
Anwar Prabu Mangkunegara (2000) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam kinerja mencakup sebagai berikut : 1.
Kesetiaan
2.
Hasil kerja
3.
Kejujuaran
4.
Kedisiplinan
5.
Kreatifitas
6.
Kerjasama
7.
Kepemimpinan
55
8.
Kepribadian
9.
Prakarsa
10. Kecakapan 11. Tanggung jawab
Bernardin dan Russel (1993) menyebutkan 6 kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan, yaitu: 1.
Quality Adalah sebagai "the degree to which the process or either conforming to some ideal way performing the activity or fulfilling the activity’s intended purpose".Ini mengartikan quality sebagai suatu tingkatan yang rnenunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang telah dicapai dari suatu pekerjaan yang mendekati kesempurnaan.
2.
Quantity Yaitu "the amount produced, expressed in such term as dollar value, number of unit or number of compIeted activity cycler". Artinya quantity merupakan jumlah yang diproduksi yang dinyatakan dalam nilai mata uang, jumlah unit produksi ataupun dalam jumlah siklus aktivitas yang telah terselesaikan.
3.
Timeliness Adalah "the degree to which an activiy completed, or a result produced, at the earliest time desirable from the stand points of both coordinating with the outputs of other and maximizing the time available for ather activities". Ini
56
berarti timeliness merupakan suatu tingkatan yang rnenunjukkan bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. 4.
Cost Effectiveness Adalah "the degree to which the use of organization resources (eg: human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the highest gain or reduction in loss form each unit instead of use of resource". Ini berarti cost effectiveness merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal dari penggunaan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi) yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal atau mengurangi kerugian dari masing - masing unit atau sebagai pengganti dari penggunaan sumber daya.
5.
Need For Supervision Yaitu "the degree to which a performer can carry out a job function without either having to request supervisory intervention to prevent an adverse outcome". Ini berarti need for supervision merupakan suatu tingkatan di manaseseorang karyawan dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa harusmeminta bimbingan atau campur tangan dari penyelia.
6.
Interpersonal Impact Yaitu "the degree to which a perfomer promotes feelings selfesteem, goodwill, and cooperation among cowokerr and subordinates". Ini berarti interpersonal impact merupakan suatu tingkatan keadaan di mana karyawan dapatmenciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, berbuat baik dankerjasama antar rekan sekerja.
57
BAB III METODELOGI PENELITIAAN
3.1
Metode Penelitian Metodelogi penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode
penelitian kuantitatif. “Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisa data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”, Sugiono (2008:13). Penelitian yang dilakukan penulis dilaksanakan di MPC (Mail Processing Center) PT. Pos Indonesia Bandung .
3.2
Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-banda alam yang lain. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2008:115)
58
Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh karyawan MPC PT. Pos Indonesia Bandung pada saat penelitian berlangsung yang berjumlah 520 orang.
3.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel. Kesimpulan dari sampel yang sudah dipelajari dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel harus betul-betul representatif (Sugiyono, 2008:116). Menurut Roscoe (2005) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian sebagai berikut: 1.
Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
2.
Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria dan wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.
3.
Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi dan regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independen+dependen), maka jumlah anggota sampel = 10x5 = 50.
59
4.
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masingmasing kelompok antara 10 s/d 20. Berdasarkan penjelasan Roscoe di atas bahwa ukuran sampel antara 30-500
sudah cukup untuk sebuah penelitian, maka pada penelitian ini ukuran sampling yang diambil peneliti yaitu sebanyak 44 responden. Sampel yang diambil merupakan karyawan MPC PT. Pos Indonesia Bandung, teknik sampling yang dilakukan adalah dengan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2008:91).
3.3
Jenis Data Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa data primer,
yaitu data yang berasal dari penelitian secara langsung yang bersumber dari hasil kuesioner
yang diberikan kepada responden penelitian. Jenis data dalam
penelitian ini adalah data tentang : 1.
Budaya organisasi
2.
Iklim organisasi
3.
Kinerja
60
3.4
Variabel Penelitiaan
3.4.1 Variabel Independen Variabel independen atau sering juga disebut variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya dari variabel dependen (variabel terikat), Sugiyono (2008:59). Dimana dalam penelitian ini variabel independennya ada dua yaitu: Budaya Organisasi dan Iklim Organisasi.
3.4.1.1 Definisi Variabel Independen (X1) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (X1) adalah Budaya Organisasi. Wirawan (2007:10) mendefinisikan budaya organisasi sebagai norma, nilai-nilai , asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi menekankan diri pada asumsi-asumsi tidak diucapkan yang mendasari organisasi (Robert Stringer : 2000) . Stringer mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri dari lima dimensi, yaitu : 1.
Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik atau buruk, produktif, atau pemborosan.
61
2.
Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan.
3.
Mite. Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya bagi anggota yang ada.
4.
Tradisi. Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara sambut pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan.
5.
Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi mengenai pakaian, kebiasan kerja, dan norma perilaku interpersonal.
3.4.1.2 Definisi Variabel Independen (X2) Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (X2) adalah Iklim Organisasi. Stinger (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Robert Stringer (2002) dalam Wirawan (2007:131) mengungkapkan bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi, diantaranya :
62
1.
Struktur. Merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi.
2.
Standar-standar.
Standar-standar
(standards)
dalam
suatu
organisasi
mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan
yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan
pekerjaan dengan baik. 3.
Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya.
4.
Penghargaan. Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.
5.
Dukungan. Merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja
6.
Komitmen. Merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
3.4.2 Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, Sugiyono (2008:59). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Kinerja. Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Malayu Hasibuan:2001).
63
Menurut Rivai (2009) kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Veithzal Rivai (2009) mengelompokan aspek-aspek kinerja sebagai berikut : 1.
Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2.
Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya induvidual tersebut memahami tugas, fungsi, serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3.
Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.
64
Tabel 3.1 Operasional Variabel
Budaya Organisasi (X1)
Variabel Pokok
Konsep Variabel Budaya organisasi menekankan diri pada asumsi-asumsi tidak diucapkan yang mendasari organisasi (Robert Stringer:2002)
Dimensi Nilai-nilai
Kepercayaan
Mite Tradisi
Iklim Organisasi (X2)
Norma
Iklim organisasi merupakan koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi (Robert Stringer:2002)
Struktur Standar-standar Tanggung jawab Penghargaan
Dukungan
Kinerja (Y)
Komitmen Kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan
(Veithzal Rivai:2009)
Kemampuan teknis Kemampuan konseptual Hubungan interpersonal
Indikator
Skala
Sudut pandang Sikap Etika Believe system (kepercayaan yang tertanam) Representasi pemahaman mental Cerita atau history perusahaan Ritual Seremoni Upacara Peraturan/tatanan Gaya Pola perilaku Struktur organisasi Kebijakan dan prosedur baru Sistem pengukuran kinerja Sistem evaluasi Sistem manajemen karir Tugas tambahan Pujian Bonus Promosi Pelatihan karyawan Pengembangan karyawan Penentuan tujuan Perencanaan Metode Teknik Penggunaan alat Pemahaman terhadap tugas Pemahaman terhadap fungsi Afiliasi Kerja sama
Interval
Interval
Interval
65
3.5
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dalam berbagai teknik,
diantaranya : 1.
Studi pendahuluan, yaitu dengan melakukan penjajakan terlebih dahulu ke kantor MPC PT. Pos Indonesia Bandung untuk mencari informasi tentang data-data yang diperlukan.
2.
Teknik kuesioner (angket), yaitu dengan memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden yang bersifat tertutup. Artinya jawaban alternatif telah disediakan yang mencerminkan skala pendapat tertentu seperti : sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Dari kuesioner yang telah disebar untuk 100 orang responden di MPC PT. Pos Indonesia Bandung, jumlah kuesioner yang kembali hanya 44 dan sisanya sebanyak 66 buah tidak kembali. Meskipun jumlah kuesioner yang kembali hanya 44 buah, mengacu pada teori Roscue bahwa sampel yang hanya 44 ini sudah cukup untuk diteliti karena ukuran sampel untuk penelitian menurut Roscue adalah antara 30-500.
3.
Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan data kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian.
66
3.6
Teknik Pengolahan Data
3.6.1 Uji Validitas Menurut Sugiyono (2004:138), uji validitas adalah untuk mengetahui tingkat kevalidan dari instrumen kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah item-item yang tersaji dalam kuesioner benar-benar mampu mengungkapkan dengan pasti apa yang akan diteliti. Untuk mengukur validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan uji korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masingmasing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut. Sebuah data dapat dikatakan valid apabila nilai koefisien lebih besar atau sama dengan (
0,30 (t kritis).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rumus korelasi Pearson dengan rumus :
∑ √ ∑
∑ ∑
∑ ∑
∑
(Riduwan& Akdon, 2009:124) Dimana : rxy = Menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel r = Koefisien validitas item yang dicari X = Skor yang diperoleh subjek dari seluruh item
67
Y = Skor total ∑X2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X ∑Y2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y n = Banyaknya responden Untuk menguji signifikansi hubungan, yaitu apakah hubungan yang ditemukan itu berlaku untuk seluruh populasi, maka perlu diuji signifikansinya. Rumus uji signifikansi korelasi product moment dengan tingkat kesalahan 5% adalah sebagai berikut:
th itu n g
r n2 1 r
2
(Riduwan&Akdon,2009:125) Dimana : thitung = Nilai t r = Nilai Koefisien Korelasi n = Jumlah sampel Keputusan pengujian validitas instrumen:
Jika t hitung > t tabel dinyatakan Valid
Jika thitung < t table dinyatakan Tidak Valid
68
3.6.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas menurut Arikunto (1998:145), dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkalikali pada waktu yang berbeda. Berdasarkan skala pengukuran dari butir pertanyaan maka teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan adalah koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2006:196) :
2 k σb r11 1 στ 2 k 1
Dimana : r11 = Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan
2 b
= Jumlah varians butir
12 = Varians total Ukuran dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil yang konsisten. Dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha lebih besar (>) dari 0,7. Untuk mencari nilai varians per item menggunakan rumus varians sebagai berikut:
X
2
2
X
2
n
n
(Arikunto, 2006)
69
Keterangan : 2 = varians
∑X = jumlah skor n = jumlahresponden Keputusan pengujian : 1.
Item pertanyaan atau pertanyaan responden dikatakan reliabel jika rhitung > r tabel.
2.
Item pertanyaan atau pertanyaan responden penelitian dikatakan tidak reliabel jika r hitumg < r tabel.
3.7 Teknik Analisis Data Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, dimana ada dua variabel bebas yaitu Budaya Organisasi (X1), Iklim Organisasi (X2) dan satu variabel terikat yaitu Kinerja (Y). Menurut Arikunto (1998:151) untuk menguji pengaruh beberapa variabel bebas dengan variabel terikat adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e Dimana : Y = Variabel terikat (Kinerja) a = Konstanta b1,b2 = Koefisien regresi X1, X2 X1 = Variabel bebas (Budaya organisasi)
70
X2 = Variabel bebas (Iklim Organisasi) e = Standar erorr
3.7.1 Uji Parsial (Uji t) Uji parsial yaitu uji statistik secara individual untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji t. Analisa secara parsial ini digunakan untuk menentukan variabel bebas yang memiliki hubungan paling dominan terhadap variabel terikat sehingga dinamakan uji t. Menurut Riduwan dan Akdon (2009:125) uji t untuk menguji signifikasi konstanta dan variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independennya adalah budaya organisasi dan iklim organisasi.
Hipotesis pertama yang diajukan dalam bentuk kalimat : Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Hipotesis dalam bentuk statistik: Ha : r X1Y ≠ 0 Ho : r X1Y = 0
Hipotesis kedua yang diajukan dalam bentuk kalimat: Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja.
71
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja. Hipotesis dalam bentuk statistiknya: Ha : r X2 Y ≠ 0 Ho : r X2 Y = 0
Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus:
thitung
r n2 1 r
2
Dimana: t hitung = Nilai t r = Nilai Koefisien Korelasi n = Jumlah sampel Dasar pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel sebagai berikut: 1.
Jika thitung ≥ ttabel, maka tolak Ho artinya signifikan.
2.
Jika thitung ≤ ttabel, terima Ho artinya tidak signifikan.
3.7.2 Uji Simultan (Uji F) Uji F digunakan pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Untuk mengetahui signifikan tidaknya suatu korelasi berganda ini maka dilakukan dengan uji F ini.
72
Uji F menggunakan rumus (Riduwan & Akdon, 2009) :
Fhitung
R2 k (1 R 2 ) n k 1
Keterangan: F hitung = Nilai F yang dihitung R = Nilai Koefisien Korelasi Ganda k = Jumlah Variabel bebas (independen) n = Jumlah sampel Kaidah pengujian signifikansi :
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak Ho artinya signifikan
F hitung ≤ F tabel, terima Ho artinya tidak signifikan
Mencari nilai Ftable menggunakan Tabel F dengan rumus : Taraf signifikan = 0,05 F tabel = F [(1-
) (dk =k, (dk= n-k-1)
Cara mencari interpolasi pada Tabel F. Rumus mencari interpolasi sebagai berikut (Riduwan& Akdon, 2009:132) :
C C0
(C1 C0 ) .(B B0 ) ( B1 B0 )
73
Dimana: B = nilai dk yang dicari B0 = nilai dk pada awal nilai yang sudah ada B1 = nilai dk pada akhir nilai yang sudah ada C = nilai F tabel yang di cari C0 = nilai F table pada awal nilai yang sudah ada C1 = nilai F table pada akhir nilai yang sudah ada
3.7.3 Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Pengujian kontribusi dari pengaruh variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel tidak bebas (Y) dapat dilihat dari koefisien determinasi berganda (R2) dimana 0
74
3.8
Jadwal Penelitiaan Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
No
1.
Kegiatan Studi Pendahuluan Penyusunan dan
2.
Bimbingan Proposal Pendaftaran
3.
Seminar Proposal
4.
5.
6.
7. 9. 10.
Seminar Proposal Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisa Data Penyusunan Skripsi Sidang Skripsi Penyempurnaan Skripsi
Minggu Ke: 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
75
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 4.1.1
Kondisi Penelitian Sejarah Berdirinya PT. Pos Indonesia PT. Pos Indonesia sebagai salah satu badan usaha milik negara (BUMN)
yang bergerak di bidang layanan pos memiliki filosofi dan historis yang membentuk ciri khas unik dan berbeda dari perusahaan lainnya. Dunia perposan moderen muncul di Indonesia sejak tahun 1602 pada saat VOC menguasai bumi nusantara ini. Arus perkembangan teknologi telepon dan telegraf yang masuk ke Indonesia pun mengubah sistem pelayanan pos di Indonesia. Pada tahun 1906, pos di Indonesia pun akhirnya berubah menjadi Posts Telegraafend Telefoon Dienst atau Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT). Cukup banyak perubahan dalam sistem Pos Indonesia sendiri. Perubahan tersebut terlihat dari bentuk badan usaha yang dimiliki oleh Pos Indonesia secara terus-menerus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1961, Pos Indonesia resmi mejadi perusahaan negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 240 Tahun 1961. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Jawatan PTT itu kemudian berubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Setelah menjadi perusahaan negara, Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel) mengalami pemecahan menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Hal ini bertujuan untuk mencapai perkembangan yang lebih luas lagi dari masing-masing badan usaha milik negara
76
(BUMN) ini. Hingga pada tahun 1995 dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995, Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT. Pos Indonesia (Persero). Hal ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan kedinamisan untuk PT. Pos Indonesia (Persero) sehingga bisa lebih baik dalam melayani masyarakat dan menghadapi perkembangan dunia bisnis yang semakin ketat persaingannya. Landasan formal didirikannya Sentral Pengolahan Pos Bandung 40400 adalah berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Pos dan Giro tanggal 21 Januari 1998 Nomor : 11/Pran/Dirut/1998 dan mulai beroperasi pada tanggal 15 Nopember
1988,
yang
diresmikan
oleh
Menteri
Pariwisata
Pos
dan
Telekomunikasi tanggal 30 Nopember 1988. Adapun bangunan Sentral Pengolahan Pos Bandung 40400 menempati luas gedung 4.146 m2 dan luas tanah 10.715 m2. Namun dalam menyikapi pesatnya perkembangan dan perubahan lingkungan bisnis dan tingginya tingkat persaingan dalam bisnis perposan, sehingga menurut profesionalisme pelayanan yang tinggi dan berorientasi pada pelanggan serta dukungan operasi yang efektif dan efisien yang mampu menjaga pertumbuhan perusahaan pada masa sekarang dan masa yang akan datang, maka status Sentral Pengolahan Pos Bandung 40400 berubah menjadi Mail Processing Center Bandung 40400, berdasarkan Surat Keputusan Direksi tanggal 14 Januari 2005 No : KD 06/Dirut/0105, tentang Tata Kerja dan Organisasi Mail Processing Center 40400, dan secara efektif beroperasi mulai tanggal 1 April 2005.
77
4.1.2
Visi, Misi, dan Motto PT. Pos Indonesia
Visi : Menjadi pemimpin pasar di Indonesia dengan menyediakan layanan surat pos, paket, dan logistik yang handal serta jasa keuangan yang terpercaya.
Misi :
Berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalau tepat waktu dan nilai terbaik
Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi
Berkomitmen kepada pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang menguntungakan dan terus bertumbuh
Berkomitmen untuk berkontribusi positif pada masyarakat
Berkomitmen untuk berprilaku trasparan dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan
Motto : Tepat Waktu Setip Waktu (On Time Everytime)
4.1.3
Tugas Pokok, Fungsi, dan Struktur Organisasi Tugas dan fungsi Mail Processing Center Bandung 40400, adalah :
1.
Menerima dan mengirim kiriman pos dari dan ke Mail Processing Center (MPC) lainnya.
78
2.
Melakukan collecting dari bis surat di wilayah kota Bandung dan bis surat pembantu kantor pos.
3.
Melaksanakan proses pengolahan pos dengan aktifitas: facing, canceling, sorting, recording, dan bagging.
4.
Melakukan tutupan kantung pos ke MPC lain, kantor inbound MPC Bandung dan DC ( Pool Antar ) MPC Bandung. Struktur organisasi Mail Processing Center Bandung 40400 :
KA. MPC BANDUNG 40400
MANAJER PROSES OUTGOING SURAT
MANAJER PROSES INCOMING SURAT
MANAJER PROSES DAN ANTARAN PAKET
MANAJER POS INTERNASIONAL
MANAJER DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI
MANAJER ANTARAN
MANAJER AUDIT DAN MUTU OPERASI
MANAJER UMUM DAN SARANA
MANAJER CABANG OPERASI CIMAHI
MANAJER CABANG OPERASI SOREANG
MANAJER CABANG OPERASI SUMEDANG
MANAJER CABANG OPERASI GARUT
Gambar 4.1 Struktur Organisasi MPC PT. Pos Indonesia Bandung
79
4.1.4
Data Karyawan Tabel 4.1 Komposisi Pegawai MPC PT. Pos Indonesia Bandung
No.
Posisi/Jabatan
Karyawan
Kontrak (OS)
Jumlah
1.
Kepala kantor
1
1
2.
Manajer proses incoming surat
1
1
3.
Manajer proses outgoing surat
1
1
4.
Manajer proses dan antaran paket
1
1
5.
Manajer pos internasional
1
1
6.
Manajer distribusi dan transportasi
1
1
7.
Manajer antaran
1
1
8.
Manajer audit dan mutu operasi
1
1
9.
Manajer umum dan sarana
1
1
10.
Manajer cabang operasi Cimahi
1
1
11.
Manajer cabang operasi Soreang
1
1
12.
Manajer cabang operasi Sumedang
1
1
13.
Manajer cabang operasi Garut
1
1
14.
Supervisor delivery center
13
13
15.
Asisten manajer
24
24
16.
Staf proses
131
131
17.
Sopir
21
18.
Pengantar
272
19.
Fungsional informasi dan teknologi Jumlah
1 475
5 40 45
26 312 1 520
80
4.2
Pengujian Instrumen Penelitian Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian adalah dengan skala
Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2008:107). Jawaban setiap item instrumen memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif : 1. Sangat setuju/sangat positif diberi skor
5
2. Setuju/positif diberi skor
4
3. Ragu-ragu/netral diberi skor
3
4. Tidak setuju/negatif diberi skor
2
5. Sangat tidak setuju/sangat negatif diberi skor
1
Berikut karakteristik dari 44 orang responden berdasarkan jenis kelamin, usia, dan masa kerjanya :
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Persentase
1.
Pria
36
81,81 %
2.
Wanita
8
18,18 %
44
100%
Total
81
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No.
Jumlah
Usia
Responden
Persentase
1.
18 ≥ 25tahun
-
0%
2.
26 ≥ 35 tahun
4
9,09%
3.
36 ≥ 45 tahun
25
56,81%
4.
46 ≥ 55 tahun
15
34,04%
5.
55 tahun ke atas
-
0%
44
100%
Total
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja No.
Masa kerja
Jumlah
Persentase
Responden
1.
0-5 tahun
1
2,27%
2.
6-10 tahun
2
4,54%
3.
11-20 tahun
16
36,36%
4.
21-30 tahun
23
52,27%
5.
31 tahun ke atas
2
4,54%
44
100%
Total
Dari tabel di atas dapat dilihat karakteristik responden dari 44 kuesioner yang dapat digunakan dalam pengolahan data, karyawan pria di MPC PT. Pos Indonesia Bandung lebih dominan dari pada karyawan wanita dengan persentase sebesar 81,81%. Sedangkan dari segi usia yang lebih dominan adalah karyawan dengan kisaran usia antara 36-45 tahun sebanyak 25 orang dengan persentase 56,81%. Untuk masa kerja karyawan antara 21-30 tahun sebanyak 23 orang menunjukan bahwa karyawan di MPC PT.Pos Indonesia tersebut bisa dikatakan cukup loyal dengan persentase mencapai 52,27%.
82
Di dalam kuesioner yang diajukan pada responden jumlah keseluruhan pernyataannya terdiri dari 46 item pernyataan dalam kalimat positif. Variabel independen yaitu Budaya Organisasi (X1) terdiri dari 15 item pernyataan dan Iklim Organisasi (X2) terdiri dari 20 item pernyataan, sedangkan variabel dependen yaitu Kinerja (Y) terdiri dari 11 item pernyataan.
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Budaya Organisasi
Skala
Frekuensi
Persentase
Sangat tidak setuju
2
0,30%
Tidak setuju
21
3,1%
Ragu-ragu
67
10,15%
Setuju
390
59,09%
Sangat setuju
180
27,27%
660
100%
Total
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Variabel Iklim Organisasi
Skala
Frekuensi
Persentase
Sangat tidak setuju
2
0,23%
Tidak setuju
24
2,73%
Ragu-ragu
107
12,16%
Setuju
487
55,34%
Sangat setuju
260
29,55%
880
100%
Total
83
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Karyawan
Skala
Frekuensi
Persentase
Sangat tidak setuju
0
0%
Tidak setuju
2
0,41%
Ragu-ragu
25
5,17%
Setuju
273
56,4%
Sangat setuju
184
38,07%
484
100%
Total
Hasil statistik deskriptif jawaban responden atas variabel budaya organisasi pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju atas pernyataan yang diajukan. Pilihan jawaban setuju memiliki frekuensi paling besar untuk setiap dimensi dari variabel Budaya Organisasi dengan persentase sebesar 59,09%. Hal ini menunjukkan bahwa responden setuju atas budaya organisasi yang terbentuk kuat di MPC PT. Pos Indonesia. Sedangkan untuk variabel Iklim Organisasi mayoritas responden juga memberikan suara setuju dengan persentase sebesar 55,34% dan menunjukkan bahwa karyawan setuju dengan iklim organisasi yang melukiskan lingkungan internal di dalam perusahaan mereka sudah terbentuk dengan cukup baik dan bisa memberikan kenyamanan dan situasi kondusif saat bekerja. Pada variabel dependen yaitu Kinerja mayoritas responden juga memberikan suara setuju dengan persentase 56,4%. Hal ini menunjukkan bahwa responden setuju dengan pernyataan yang diajukan oleh peneliti, dalam hal ini karyawan setuju atas budaya yang kuat dan iklim organisasi yang terbentuk dengan baik akan memeberikan kenyamanan bagi karyawan saat melaksanakan
84
tugas yang akan berpengaruh terhadap kinerja mereka dan kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4.2.1 Uji Validitas Data Priyatno (2010) mengemukakan bahwa “uji validitas sering digunakan untuk mengukur ketepatan suatu item dalam kuesioner atau skala, apakah itemitem pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam mengukur apa yang ingin diukur”. Pengujian validitas data dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi Bivariate Pearson (Korelasi Pearson Product Moment). Priyatno (2010) mengemukakan bahwa : Analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Itemitem pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap.
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian kriteria pengujiannya adalah jika r hitung ≥ r tabel maka instrumen atau item-item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). Jumlah data (n) = 44, maka didapat t tabel sebesar 0,297. Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel budaya organisasi dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20 semua item pernyataan sebanyak 15 pernyataandinyatakan valid, begitu pula pada variabel iklim organisasi semua
85
item pernyataan sebanyak 20 item pernyataan juga dinyatakan valid. Begitu juga pada variabel kinerja karyawan semua item pernyataan sebanyak 11 item dinyatakan valid. Berikut hasil uji validitas untuk masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8, tabel 4.9, dan tabel 4.10 :
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi
Item/Pernyataan
t hitung
t tabel
Keterangan
1
0,436
0,297
Valid
2
0,537
0,297
Valid
3
0,466
0,297
Valid
4
0,628
0,297
Valid
5
0,591
0,297
Valid
6
0,319
0,297
Valid
7
0,587
0,297
Valid
8
0,663
0,297
Valid
9
0,494
0,297
Valid
10
0,659
0,297
Valid
11
0,491
0,297
Valid
12
0,626
0,297
Valid
13
0,636
0,297
Valid
14
0,525
0,297
Valid
15
0,595
0,297
Valid
ke
86
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Iklim Organisasi
Item/Pernyataan
t hitung
t tabel
Keterangan
1
0,508
0,297
Valid
2
0,386
0,297
Valid
3
0,524
0,297
Valid
4
0,567
0,297
Valid
5
0,433
0,297
Valid
6
0,627
0,297
Valid
7
0,597
0,297
Valid
8
0,594
0,297
Valid
9
0,385
0,297
Valid
10
0,618
0,297
Valid
11
0,470
0,297
Valid
12
0,702
0,297
Valid
13
0,673
0,297
Valid
14
0,655
0,297
Valid
15
0,448
0,297
Valid
16
0,687
0,297
Valid
17
0,545
0,297
Valid
18
0,619
0,297
Valid
19
0,573
0,297
Valid
20
0,453
0,297
Valid
ke
87
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan
Item/Pernyataan
t hitung
t tabel
Keterangan
1
0,508
0,297
Valid
2
0,639
0,297
Valid
3
0,485
0,297
Valid
4
0,646
0,297
Valid
5
0,572
0,297
Valid
6
0,634
0,297
Valid
7
0,624
0,297
Valid
8
0,670
0,297
Valid
9
0,674
0,297
Valid
10
0,667
0,297
Valid
11
0,476
0,297
Valid
ke
4.2.2 Uji Reliabilitas Data Menurut Priyatno (2010) “uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang”. Uji reliabilitas hanya dilakukan 44 untuk item pernyataan yang valid. Uji reliabilitas data dalam penelitian ini menggunakan metode Cronbanch’s Alpha.
Menurut Sekaran (1992) dalam
Priyatno (2010:98), “reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik”. Setelah dilakukan pengujian reliabilitas data pada variabel budaya organisasi dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20 semua item pernyataan sebanyak 15 pernyataan dinyatakan reliabel, begitu pula pada variabel iklim
88
organisasi semua item pernyataan sebanyak 20 item pernyataan juga dinyatakan reliabel. Pada variabel kinerja karyawan semua item pernyataan sebanyak 11 item dinyatakan reliabel juga. Berikut hasil uji validitas untuk masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.11, tabel 4.12, dan tabel 4.13 :
Tabel 4.11 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Budaya Organisasi
Item/Pernyataan
r hitung
r kritis
Keterangan
1
0,733
0,70
Reliabel
2
0,730
0,70
Reliabel
3
0,733
0,70
Reliabel
4
0,720
0,70
Reliabel
5
0,727
0,70
Reliabel
6
0,737
0,70
Reliabel
7
0,725
0,70
Reliabel
8
0,718
0,70
Reliabel
9
0,727
0,70
Reliabel
10
0,719
0,70
Reliabel
11
0,730
0,70
Reliabel
12
0,724
0,70
Reliabel
13
0,725
0,70
Reliabel
14
0,731
0,70
Reliabel
15
0,720
0,70
Reliabel
ke
89
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Iklim Organisasi
Item/Pernyataan
r hitung
r kritis
Keterangan
1
0,734
0,70
Reliabel
2
0,739
0,70
Reliabel
3
0,734
0,70
Reliabel
4
0,736
0,70
Reliabel
5
0,736
0,70
Reliabel
6
0,731
0,70
Reliabel
7
0,733
0,70
Reliabel
8
0,733
0,70
Reliabel
9
0,739
0,70
Reliabel
10
0,731
0,70
Reliabel
11
0,737
0,70
Reliabel
12
0,723
0,70
Reliabel
13
0,724
0,70
Reliabel
14
0,724
0,70
Reliabel
15
0,736
0,70
Reliabel
16
0,728
0,70
Reliabel
17
0,733
0,70
Reliabel
18
0,734
0,70
Reliabel
19
0,736
0,70
Reliabel
20
0,736
0,70
Reliabel
ke
90
Tabel 4.13 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kinerja Karyawan
Item/Pernyataan
r hitung
r kritis
Keterangan
1
0,741
0,70
Reliabel
2
0,728
0,70
Reliabel
3
0,730
0,70
Reliabel
4
0,731
0,70
Reliabel
5
0,738
0,70
Reliabel
6
0,726
0,70
Reliabel
7
0,728
0,70
Reliabel
8
0,730
0,70
Reliabel
9
0,732
0,70
Reliabel
10
0,732
0,70
Reliabel
11
0,736
0,70
Reliabel
ke
4.3
Pengolahan Data Penelitian
4.3.1 Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan, pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan, serta pengaruh budaya dan iklim organisasi secara simultan terhadap kinerja karyawan. Hasil analisis regresi linier berganda selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.14 :
91
Tabel 4.14 Tabel Coefficients Regresi Linier Berganda Coefficients Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
10,410
4,468
1 total_budaya
,317
,099
total_iklim
,210
,074
a
t
Sig.
Beta
95,0% Confidence Interval for B
Lower Bound
Upper Bound
2,330
,025
1,388
19,433
,453
3,223
,002
,119
,516
,397
2,829
,007
,060
,361
a. Dependent Variable: total_kinerja
*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = a + bX1 + bX2 Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2 Keterangan : Y
= Kinerja Karyawan
X1
= Budaya Organisasi
X2
= Iklim Organisasi
Persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Konstanta sebesar 10,410 artinya jika budaya organisasi (X1) dan iklim organisasi (X2) adalah 0, maka kinerja karyawan (Y) nilainya adalah 10,410.
92
Koefisien regresi variabel budaya organisasi (X1) sebesar 0,317, artinya jika budaya organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,317.
Koefisien regresi variabel iklim organisasi (X2) sebesar 0,210, artinya jika iklim organisasi mengalami kenaikan 1% maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,210.
4.3.2 Analisis Korelasi (Correlation) Korelasi menunjukkan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih, dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat kekuatan korelasi antara variabel-variabel dinamakan koefisien korelasi. Berikut hasil analisis korelasi dengan menggunakan aplikasi SPSS V20 for windows : Tabel 4.15 Perhitungan Korelasi Budaya Organisasi dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Correlations Total_Budaya Pearson Correlation Total_Budaya
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Total_Kinerja
Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*Sumber : Output SPSS V20; Correlations
Total_Kinerja
**
,729**
,000
,000
44
44
44
,735**
1
,712**
1
Sig. (2-tailed) N
Total_Iklim
Total_Iklim ,735
,000
,000
44
44
44
,729**
,712**
1
,000
,000
44
44
44
93
Nilai korelasi antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan adalah sebesar 0,729 . sedangkan nilai korelasi antara iklim organisasi dengan kinerja adalah sebesar 0,712. Nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara budaya dengan kinerja dan korelasi antara iklim organisasi dengan kinerja sama-sama memiliki tingkat korelasi yang kuat. Taraf signifikansi korelasi pada variabel dependen dan independen menunjukkan nilai yang akurat karena nilai signifikansinya adalah sebesar 0,000 di bawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang nyata baik antara budaya organisasi dengan kinerja ataupun antara iklim organisasi dengan kinerja.
4.3.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) Kofisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu menunjukkan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Berikut nilai koefisien determinasi berdasarkan hasil output SPSS :
94
Tabel 4.16 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2) Model Summary Model
1
R
,774
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,599
,579
2,538
a. Predictors: (Constant), Total_Iklim, Total_Budaya
*Sumber : Output SPSS V20; Model Summary
Dapat dilihat hasil analisis determinasi dari tabel di atas diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,599 atau (59,9%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya dan iklim organisasi) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) sebesar 59,9% atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (budaya dan iklim organisasi) mampu menjelaskan 59,9% variabel dependen (kinerja karyawan), sedangkan sisanya sebesar 40,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,599 yang lebih mendekati ke angka 1, maka bisa disimpulkan bahwa tingkat hubungannya cukup kuat.
4.3.4 Uji Hipotesis 1.
Uji Secara Parsial (Uji-t) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Hipotesis pertama dalam penelitian adalah Ha1 =terdapat pengaruh positif
dan signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Dan Ho1 =tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya
organisasi
dengan
95
kinerja karyawan. Pengujian hipotesis pertama dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.17 : Tabel 4.17 Hasil Uji t Hipotesis Pertama Coefficients Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
10,410
4,468
1 total_budaya
,317
,099
total_iklim
,210
,074
a
t
Sig.
Beta
95,0% Confidence Interval for B
Lower Bound
Upper Bound
2,330
,025
1,388
19,433
,453
3,223
,002
,119
,516
,397
2,829
,007
,060
,361
a. Dependent Variable: total_kinerja
*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows
Pada tabel 4.17 nilai t hitung untuk variabel budaya organisasi adalah sebesar 3,223, sedangkan nilai t tabelnya adalah sebesar 2,020 (df = 44-2-1 = 41). Selain itu, nilai signifikansinya adalah sebesar 0,002 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05. Karena nilai thitung > ttabel (3,223> 2,020) dan nilai signifikansi lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,002 < 0,05), maka Ha1 diterima dan Ho1 ditolak, artinya budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
96
2.
Uji Secara Parsial (Uji-t) Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Hipotesis kedua dalam penelitian adalah Ha2=terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja. Dan Ho2 =tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja. Pengujian hipotesis kedua dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.18 : Tabel 4.18 Hasil Uji t Hipotesis Kedua Coefficients Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
10,410
4,468
1 total_budaya
,317
,099
total_iklim
,210
,074
a
t
Sig.
Beta
95,0% Confidence Interval for B
Lower Bound
Upper Bound
2,330
,025
1,388
19,433
,453
3,223
,002
,119
,516
,397
2,829
,007
,060
,361
a. Dependent Variable: total_kinerja
*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows
Pada tabel 4.18 nilai t hitung untuk variabel iklim organisasi adalah sebesar 2,829, sedangkan nilai t tabelnya adalah sebesar 2,020 (df = 44-2-1 = 41). Selain itu, nilai signifikansinya adalah sebesar 0,007 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05. Karena nilai thitung > ttabel (2,829> 2,020) dan nilai signifikansi lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,007 < 0,05), maka Ha2 diterima dan Ho2 ditolak, artinya iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
97
3.
Uji Secara Simultan (Uji-F) Uji simultan atau F-test digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis ketiga dalam penelitian adalah Ha3=terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja. Dan Ho3 =tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja. Pengujian hipotesis kedua dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.19 : Tabel 4.19 Hasil Uji F Hipotesis Ketiga a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
373,216
1
373,216
Residual
328,330
42
7,817
Total
701,545
43
F 47,742
Sig. ,000
b
a. Dependent Variable: total_kinerja b. Predictors: (Constant), total_iklim
*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows
Pada tabel 4.19 nilai F hitung adalah sebesar 47,742 sedangkan nilai F tabelnya adalah sebesar 3,226 (df 1 = 3-1 = 2 dan df 2 = 44-2-1 = 41). Selain itu, nilai signifikansinya adalah sebesar 0,000 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05. Karena nilai Fhitung > Ftabel (47,742 > 3,226) dan nilai signifikansi lebih kecil dari pada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ha3 diterima dan Ho3 ditolak, artinya budaya dan iklim organisasi secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
98
4.4
Analisis Hasil Pengolahan Data Penelitian
4.4.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Berdasarkan output analisis regresi berganda pada tabel 4.14 diperoleh persamaan Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2. Koefisien regresi variabel budaya organisasi (X1) sebesar 0,317 bernilai positif,hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan, artinya jika budaya organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,317 atau 31,7%. Dilihat dari output koefisien korelasi pada tabel 4.15 yaitu sebesar 0,729, nilai korelasi bertanda positif yang artinya terdapat kecenderungan berbanding lurus dan searah antara budaya organisasi dengan dengan kinerja karyawan dan menunjukkan hubungan yang kuat. Hasil output signifikansi korelasi pada variabel independen dan dependen sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Berdasarkan hasil uji t diperoleh thitung > ttabel (3,223 > 2,020) sehingga Ha1 diterima dan Ho1 ditolak, serta t bernilai positif menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan. Nilai signifikansinya adalah sebesar 0,002 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
99
4.4.2 Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Berdasarkan output analisis regresi berganda pada tabel 4.14 diperoleh persamaan Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2. Koefisien regresi variabel iklim organisasi (X2) sebesar 0,210 bernilai positif,hal ini menunjukkan bahwa iklim organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan, artinya jika iklim organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,210 atau 21%. Dilihat dari output koefisien korelasi pada tabel 4.15 yaitu sebesar 0,712, nilai korelasi bertanda positif yang artinya terdapat kecenderungan berbanding lurus dan searah antara iklim organisasi dengan kinerja karyawan dan menunjukkan hubungan yang kuat. Hasil output signifikansi korelasi pada variabel independen dan dependen sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara iklim organisasi dengan kinerja karyawan. Berdasarkan hasil uji t diperoleh thitung > ttabel (2,829> 2,020) sehingga Ha2 diterima dan Ho2 ditolak, serta t bernilai positif menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan. Nilai signifikansinya adalah sebesar 0,007 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
100
4.4.3 Pengaruh Budaya dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Berdasarkan output analisis regresi berganda pada tabel 4.14 diperoleh persamaan Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2. Koefisien regresi variabel budaya organisasi (X1) sebesar 0,317 bernilai positif, artinya jika budaya organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,317 atau 31,7%. Sedangkan koefisien regresi variabel iklim organisasi (X2) sebesar 0,210 bernilai positif mengartikan bahwa jika iklim organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,210 atau 21%. Berdasarkan hasil uji simultan atau uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar sebesar 47,742 sedangkan nilai F tabelnya adalah sebesar 3,226. Nilai Fhitung > Ftabel (47,742 > 3,226) dan nilai signifikansi lebih kecil dari pada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ha3 diterima dan Ho3 ditolak, artinya budaya dan iklim organisasi secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Dari hasil output koefisien determinasi atau R square pada tabel 4.16 diperoleh nilai sebesar 0,599 atau (59,9%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya organisasi dan iklim organisasi) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) memiliki kekuatan sebsesar 59,9% atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (budaya dan iklim organisasi) mampu menjelaskan 59,9% variabel dependen (kinerja karyawan). Sedangkan sisanya sebesar 40,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
101
Dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,599 yang lebih mendekati ke angka 1, maka bisa disimpulkan bahwa tingkat hubungannya cukup kuat.
102
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya dan iklim
organisasi terhadap kinerja karyawan di MPC PT. Pos Indonesia Bandung. Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Budaya organisasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai thitung > ttabel (3,223 > 2,020) sehingga Ha1 diterima dan Ho1 ditolak,
dan nilai signifikansi < taraf
signifikansi (α) 0,05 yaitu sebesar (0,002 < 0,05). 2.
Iklim organisasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai thitung > ttabel (2,829> 2,020) sehingga Ha2 diterima dan Ho2 ditolak, dan nilai signifikansi < taraf signifikansi (α) 0,05 yaitu sebesar (0,007 < 0,05).
3.
Budaya dan iklim organisasi secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung > Ftabel (47,742 > 3,226) sehingga Ha3 diterima dan Ho3 ditolak, dan nilai signifikansi < taraf signifikansi (α) 0,05 yaitu sebesar (0,000 < 0,05). Dari hasil output koefisien determinasi atau R square pada tabel 4.16 diperoleh nilai sebesar 0,599 atau (59,9%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya organisasi dan
103
iklim organisasi) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) memiliki kekuatan sebsesar 59,9%. Sedangkan sisanya sebesar 40,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,599 yang lebih mendekati ke angka 1, maka bisa disimpulkan bahwa tingkat hubungannya cukup kuat.
5.2
Saran Setelah menganalisis hasil dari penelitian tentang pengaruh budaya dan
iklim organisasi terhadap kinerja yang telah dilakukan di MPC PT. Pos Indonesia, berikut saran-saran yang diajukan oleh peneliti : 1.
PT. Pos Indonesia harus tetap mempertahankan budaya organisasi yang sudah terbentuk dengan kuat dan juga terus menjaga budaya organisasi dalam tubuh perusahaan karena budaya organisasi merupakan sekumpulan nilai yang menjadi pedoman dan tolak ukur bagi individu dalam bersikap dan berperilaku.
2.
Sesuai dengan salah satu misi PT. Pos Indonesia yang bersinggungan dengan iklim organisasi yaitu “Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi”, PT. Pos Indonesia diharapkan tetap konsisten dalam menciptakan iklim kerja yang aman, bersih, dan sehat bagi karyawan. Sehingga dengan iklim organisasi yang demikian diharapkan bisa menciptakan suasana nyaman, tenang, dan kondusif bagi karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
104
3.
Budaya organisasi yang telah terbentuk kuat di MPC PT. Pos Indonesia Bandung diharapkan tidak luntur dan tetap terjaga, karena sudah terbukti budaya organisasi yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap komitmen individu yang tinggi. Begitu juga dengan iklim organisasi, kualitas iklim organisasi yang baik dan harmonis akan menciptakan keharmonisan pula di antara karyawan sehingga akan tercipta pula kerja sama antar individu yang selaras dan harmonis.
4.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memperluas sampel penelitian tidak hanya di satu perusahaan sehingga hasil penelitiannya dapat lebih tergeneralisasi.