BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Islam adalah agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi alam semesta,
yakni agama yang membimbing umat manusia untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada pemeluknya untuk hidup sesuai tuntunan bagi tata hidup dan kehidupan, baik yang berkenaan dengan hablum minallah (hubungan manusia dengan tuhannya) maupun hablum minannas (hubungan manusia dengan manusia atau Mu’amalah) (Kurde, 2006:xvii). Islam juga sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata cara kehidupan manusia. Mu’amalah merupakan kegiatan manusia yang berperan sebagai khalifah dimuka bumi dengan cara interaksi antar manusia, misalnya dalam hal kegiatan ekonomi. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi Indonesia adalah permasalahan ekonomi yang dapat berdampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat seperti kemiskinan dan pengangguran, serta dapat menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan kriminal. Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dibutuhkan suatu kebijakan. Namun, permalasahan kemiskinan bukanlah sesuatu yang mudah untuk diselesaikan. Berdasarkan data BPS,
jumlah
penduduk
miskin di Indonesia tahun 2013 mencapai 28,55 juta jiwa, menurun dibanding tahun 2012 yang mencapai 28,59 juta jiwa. Sementara itu jumlah kemiskinan
Sumatera Utara pada tahun 2013 mencapai 1,39 juta jiwa meningkat dibanding tahun 2012 yang mencapai 1,378 juta jiwa (www.bps.go.id). Islam mengajarkan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani masalah kemiskinan, yakni dengan saling tolong-menolong antar manusia melalui sedekah maupun zakat. Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan setiap muslim. Islam mengajarkan bahwa melalui zakat maka dapat mengurangi kesenjangan sosial dari ketidakadilan ekonomi yang tercipta di masyarakat. Konsep zakat dalam Islam menyatakan, terdapat sebagian hak bagi orang lain terutama hak kaum fakir miskin terhadap orang-orang yang memiliki harta berlebih. Harta yang dimiliki akan lebih berkah jika sebagian dari harta itu dapat disalurkan baik dengan sedekah maupun zakat. Hal ini tentu sedikit banyak akan sangat membantu dalam pengentasan kemiskinan. Dilihat dari segi ekonomi, sepintas zakat merupakan pengeluaran (konsumsi) bagi pemilik harta sehingga kemampuan ekonomisnya berkurang. Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan instrument orisinil dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber ekonomi Islam yang merupakan salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya memiliki nilai ketuhanan saja tetapi juga memiliki nilai kemanusiaan yang sangat kuat dan juga harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam yang mampu. Zakat juga memiliki manfaat yang sangat penting dan strategis. Bila dilihat dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan kesejahteraan umat. Zakat membuktikan bahwa adanya hubungan kemanusiaan, dan juga tolong-menolong antar sesama manusia
dibangun di atas nilai-nilai fondasi ketuhanan. Zakat adalah sistem keuangan, ekonomi, sosial, politik, moral, dan agama sekaligus (Mhd. Ali, 2006:152). Di Indonesia terdapat salah satu organisasi yang menangani masalah zakat, yaitu Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS), baik dari tingkat Nasional yang disebut Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah tingkat Nasional (BAZNAS) hingga ditingkat daerah berupa Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah tingkat Daerah (BAZDA). BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan secara nasional. Sistem pengelolaan zakat terdapat dalam UU. No.38 Tahun 1999 di dalamnya mengatur tentang pelaksanaan pengelolaan zakat mulai dari perencanaan sampai pada tahap pendistribusian dan pendayagunaannya (Hasan, 2006:117). Pada tanggal 27 Oktober 2011 melalui Rapat paripurna DPR, UU No.38 tahun 1999 dicabut dan diganti dengan UU yang baru dengan judul yang sama,
yaitu
UU
No.23
Tahun
2011
(www.forumzakat.net).
Dalam
perkembangannya keberadaan organisasi lembaga zakat semakin meluas, terbukti dengan berdirinya Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat seperti Rumah Zakat (RZ) dan Dompet Dhuafa. Di Sumatera Utara khususnya Kota Medan yang terdiri dari 21 Kecamatan dengan luas wilayah 265,10 km² terdapat Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah yang dibentuk oleh pemerintah yaitu BAZNAS SU. BAZNAS SU berada di Kecamatan Medan Tembung
dengan luas wilayah 7,78 km². BAZNAS SU
didirikan pada tahun 2001 yang sebelumnya bernama BAZDA Sumatera Utara
sebagai instansi yang menerima dan menyalurkan zakat. Terdapat juga Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat sebagai lembaga yang menerima dan menyalurkan zakat, yaitu Rumah Zakat yang didirikan sejak tahun 2004, dan Dompet Dhuafa yang didirikan pada tahun 2000. BAZIS dan LAZ dilihat dari perkembangan jumlah donatur/muzakki yang membayar zakat dari tahun ke tahun di BAZ maupun LAZ yang ada di Kota Medan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, maka dapat dilihat perkembangannya sebagai berikut : Tabel 1.1 : Jumlah Donatur/Muzakki di BAZ/LAZ di Kota Medan (orang). BAZ/LAZ Jumlah Tahun
Jumlah
Penduduk
BAZNAS SU
Rumah Zakat (RZ)
Dompet Dhuafa
2009
223
68.410
215
68.848
932.111
2010
199
84.379
227
84.805
1.025.327
2011
159
99.248
227
99.634
1.138.122
2012
157
120.655
590
121.402
1.274.701
2013
244
-
712
956
1.402.176
BAZ/LAZ
Islam (*)
Sumber : BAZNAS SU, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa & Kemenag Medan Keterangan : (*) Semua penduduk Islam yang bukan termasuk donatur/muzakki
Data pada tabel di atas, menunjukkan perkembangan jumlah muzakki yang menyalurkan zakatnya di BAZ maupun LAZ di Kota Medan, dan dibandingkan dengan jumlah penduduk Islam Kota Medan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dari data tabel di atas, ini menunjukkan bahwa masyarakat Islam Kota Medan masih relatif sedikit menyalurkan zakatnya dengan menggunakan BAZ maupun LAZ yang ada di Kota Medan. Padahal dengan adanya instansi Badan
Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah (BAZIS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) seharusnya masyarakat Islam dapat memanfaatkannya untuk membayar zakat. BAZ dan LAZ yang ada di Kota Medan kurang dimanfaatkan oleh penduduk Islam Kota Medan. Untuk itu penulis meneliti apakah yang menjadi faktor-faktor keengganan masyarakat membayar zakat melalui BAZIS dan LAZ. Faktor keengganan itu sendiri menurut penulis di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat religiusitas, lokasi, pendapatan, tingkat kepercayaan dan pelayanan. Dalam faktor tingkat religiusitas, masyarakat/muzakki lebih memilih untuk membayar zakat langsung kepada mustahiq yang menerimanya karena merasa lebih afdhal. Faktor lokasi juga diyakini dapat mempengaruhi masyarakat/muzakki enggan membayar zakat melalui instansi BAZIS/LAZ yang ada di Kota Medan. Jarak dan akses menuju lokasi BAZ dan LAZ dari tempat tinggal/kegiatan
masyarakat/muzakki
diyakini
cukup
berpengaruh
dalam
keengganan masyarakat/muzakki membayar zakat secara langsung pada kantor Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah (BAZIS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) tersebut. Pendapatan juga diyakini merupakan faktor keengganan masyarakat membayar zakat. Islam menyatakan bahwa, seseorang dikenakan zakat apabila pendapatan yang dimiliki telah mencapai nisab dan haulnya, sehingga orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya, dan sebaliknya apabila seseorang tidak memiliki pendapatan yang cukup atau belum mencapai nisab dan haulnya, maka orang tersebut tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Faktor pelayanan juga diyakini merupakan salah satu dari faktor keengganan masyarakat membayar zakat, karena BAZIS
dan
LAZ
harus
memberikan
pelayanan
yang
baik
kepada
masyarakat/muzakki, sehingga muzakki tertarik menggunakan jasa BAZIS maupun LAZ yang ada di Kota Medan. Faktor tingkat kepercayaan diyakini juga sebagai
faktor
keengganan
masyarakat
membayar
zakat,
karena
masyarakat/muzakki kurang mengetahui dalam penyaluran zakatnya. Melihat kondisi di atas, sudah seharusnya masyarakat Islam memanfaatkan BAZIS dan LAZ yang ada di Kota Medan. Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam penulisan skripsi yang berjudul: ”Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keengganan Masyarakat Membayar Zakat Melalui Instansi BAZIS/LAZ di Kota Medan”.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
diteliti adalah sebagi berikut : 1.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap fungsi zakat ?
2.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat enggan menyalurkan zakat melalui lembaga BAZIS/LAZ di Kota Medan ?
3.
Langkah dan kebijakan apa yang perlu dilakukan untuk menghapus keengganan tersebut ?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apakah faktor penyebab keengganan menyebabkan menyebabkan masyarakat enggan menyalurkan zakatnya melalui lembaga BAZIS/LAZ di Kota Medan.
2.
Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap fungsi zakat.
3.
Untuk mengetahui langkah dan kebijakan apa yang perlu dilakukan untuk menghapus keenggenan tersebut.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1.
Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan bagi
BAZIS/LAZ yang ada di Kota Medan. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam melakukan penelitian.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang menyangkut topik yang sama.
4.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, informasi serta pengetahuan bagi masyarakat umum.