BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di
Indonesia, dari yang menawarkan fasilitas dan produk yang sama sampai yang baru. Jika di dilihat dari sudut pandang perekonomian nasional tentu saja perkembangan dan pertumbuhan ini sangat membantu pemerintah, baik dari segi finansial dan moneter maupun pembangunan ekonomi Indonesia. Tujuan perekonomian nasional yang mampu tumbuh stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pembangunan ekonomi nasional tersebut juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel dengan berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamantkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, dari program pembangunan ekonomi nasional perlu tata kelola pemerintahan yang baik, selain itu komponen penting lainnya dalam sistem perekonomian nasional yang dimaksudkan adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. Saat terjadinya proses globalisasi, dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan tekhnologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan
Universitas Sumatera Utara
yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Seperti yang telah diketahui di tahun 1997-1998 Indonesia pernah dilanda krisis ekonomi dimana kejadian itu telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Selain itu banyaknya muncul permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Dikarenakan krisis dan masalah itulah, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang lain juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa kuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Maka dikarenakan masalah dan melaui pertimbangan yang panjang pemerintah sepakat untuk membentuk OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang menurut Undang-Undang kesepakatan itu harus terbentuk selambat-lambatnya pada 31 Desember 2002, dan itulah yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan. (Zulkarnain Sitompul, vol VIII no 2, 2004, hal 2).
Universitas Sumatera Utara
Walaupun OJK didasarkan atas kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, tapi sampai tahun 2002 draf pembentukan OJK belum ada, hingga akhirnya berdasarkan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi kemudian berubah menjadi UU No 24/2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Lembaga ini juga berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Akhirnya setelah menggantung lebih dari tiga tahun, pada sidang paripurna DPR tanggal 19 Desember 2003 diselesaikanlah amandemen UndangUndang Bank Indonesia, usulan amandemen ini awalnya diajukan pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur. Kemudian Undang-Undang hasil amandemen ini disebut sebagai Undang-Undang Bank Sentral Modern oleh Menteri Keuangan Boediono. Saat itu sempat terjadi tarik ulur yang cukup keras antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini pemerintah diwakili oleh Departemen Keuangan, kemudian akhirnya setelah kompromi yang cukup panjang sehingga dicapailah suatu kesepakatan yang menyatakan bahwa OJK akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Tetapi sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002, tetapi akhirnya diputuskanlah pengesahannya pada tahun 2011 tepatnya pada tanggal 22 November 2011 seperti yang terdapat dalam UU dimana hal mengenai OJK ini tercantum dalam UU Nomor 21.
Universitas Sumatera Utara
Secara historikal, ide dasar pembentukan OJK ini sebenarnya berasal dari hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu akibat dari pembahasan undangundang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal mula pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah sudah mengajukan tentang RUU Bank Indonesia yang memberikan independensi pada bank sentral, selain memberikan independensi RUU ini juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi ini berasal dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan, mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah dirubah beberapa kali, yaitu : •
Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi seluruh kegiatan produktif dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.
•
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang tekhnologi informasi serta inovasi finansial.
•
Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepamilikan di berbagai subsektor keuangan.
Universitas Sumatera Utara
•
Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan. Selain hal itu, kepercayaan konsumen juga menjadi prioritas utama,
terutama masyarakat
yang pernah mengalami ketidakadilan dalam hal
peminjaman kredit yang diberikan perbankan, serta penyebaran informasi yang masih belum menyeluruh yang menyebabkan masyarakat beranggapan tidak membutuhkan jasa perbankan. Dikarenakan hal tersebut maka pemerintah berinisiatif untuk segera mengesahkan RUU OJK ini, yang kemudian akhirnya disahkanlah Undang-Undang tentang Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang terdapat pada UU Nomor 21 tahun 2011, dengan demikian maka pemerintah tidak akan kesulitan dalam mengawasi dan menjaga stabilitas jasa keuangan dan sistem perekonomian di Indonesia. Dengan adanya OJK ini pemerintah berharap bahwa dengan adanya lembaga OJK ini maka akan tercipta mekanisme yang efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan dan terintegrasinya keseluruhan kegiatan jasa keuangan. Undang-Undang tentang OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organiasasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas peraturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Untuk ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan di atur dalam undangundang sektoral tersendiri, diantaranya Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar
Universitas Sumatera Utara
Modal, Usaha Perasuransian, dana Pensiun, dan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan jasa keuangan. Jika dilihat dari sudut pandang pemerintah, selain sangat bermanfaat terhadap stabilitas jasa keuangan dan sistem perkonomian, OJK juga berpengaruh terhadap masyarakat terutama bagi para nasabah dan pemilik jasa keuangan. Tetapi jika ditelaah secara mendalam belum tentu semua masyarakat mengetahui tentang tugas dan wewenang dari OJK apalagi UU tentang OJK ini baru disahkan tahun 2011 yang tertuang dalam UU Nomor 21 tahun 2011 sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengenal dan mengetahui tentang lembaga ini. Apalagi sampai sekarang masih banyak masyarakat yang tidak terlalu percaya dengan jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, dan pasar modal, sehingga banyak masyarakat yang menutup mata dan telinganya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan lembaga jasa keuangan tersebut. Dalam hal pemahamannya sendiri, jika dilihat dari pengertian pemahaman itu ialah pengertian dan pengetahuan yang mendalam serta beralasan mengenai reaksi-reaksi pengetahuan atau kesadaran untuk dapat memecahkan masalah suatu problem tertentu dengan tujuan mendapatkan kejelasan. Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat pemahaman seseorang, maka diperlukan adanya suatu variabel pendukung untuk mengukur tingkat pemahaman masyarakat tersebut. Bisa dilihat bahwa masyarakat kebanyakan menganggap bahwa OJK itu bukanlah suatu hal yang menarik untuk dikaji secara mendalam, tetapi itu hanya bagi sebahagian masyarakat awam, jika dilihat dari sudut pandang pendidikan dan pengalan kerja terutama jika dilihat dari lamanya bekerja seseorang di suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan terutama bagi pekerja yang bekerja di sektor perbankan, mereka pasti akan mencari tahu mengenai hal ini. Karena bagaimanapun, pengetahuan mereka mengenai OJK sangatlah bermanfaat untuk kelangsungan pekerjaan mereka, walaupun tidak berpengaruh secara keseluruhan. Jika pemahaman masyarakat akan OJK ini semakin banyak dan berkembang, pastilah akan membuat OJK ini semakin dikenal oleh masyarakat. Pemahaman masyarakat akan OJK membuat semakin banyaknya orang akan berfikir idealis bahwa dalam sistem perbankan, bukan hanya ada hal-hal yang sama di dunia perbankan. Bahwa dalam dunia perbankan masih ada lembaga atau organisasi yang mengurus dan mengatur jalannya sistem perbankan dan sistem ekonomi di Indonesia. Sehingga membuat keberadaan OJK di akui oleh masyarakat Indonesia, terutama bagi masyarakat awam maupun yang bekerja sehubungan dengan ekonomi dan perbankan. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat pemahaman masyarakat diantaranya yaitu tingkat pendidikan individu, pengalaman bekerja yang dilihat dari lama bekerja individu saat ini. Jika dilihat dari ketiga hal tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam mengukur sampai sejauh mana pemahaman masyarakat diperlukannya suatu tolak ukur untuk menjadi variabel pengikat dan penentu tingkat pemahaman tersebut akan OJK, pemahaman masyarakat akan OJK yang ingin diketahui oleh peneliti hanyalah sebatas pengertian, tugas, fungsi, wewenang dan Undang-Undang yang berkaitan tentang OJK. Maka peneliti menetapkan untuk mengambil judul “ Analisis Tingkat
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman Masyarakat Kota Medan terhadap Lembaga Otoritas Jasa Keuangan.” 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
diketahui perumuskan masalah yang dapat di teliti dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana tingkat pemahaman masyarakat kota Medan terhadap Lembaga Otoritas Jasa Keuangan jika dilihat dari faktor tingkat pendidikan dan pengalaman kerja seseorang? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini
yaitu : Untuk mengetahui
bagaimana tingkat pemahaman masyarakat kota Medan terhadap Lembaga Otoritas Jasa Keuangan jika dilihat dari faktor tingkat pendidikan dan lama bekerja seseorang. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti lain tentang Lembaga Otoritas Jasa Keuangan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan informasi dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang Otoritas Jasa Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam memajukan dan menyebarluaskan informasi tentang Otoritas Jasa Keuangan kepada masyarakat. 4. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada jurusan ekonomi pembangunan fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara