BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal sebagaimana telah ditegaskan di dalam kebijakan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat pada tahun 2010 (Depkes RI, 2000). Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip Blum, bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu dari 4 (empat) faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat kesehatan sangat besar. Hal ini dapat diartikan bahwa pengelolaan lingkungan yang kurang baik merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular, seperti asma dan kanker kulit. Menurut Azwar (1997) lingkungan adalah kesatuan dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang memengaruhi kehidupan perkembangan suatu organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam yaitu lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik ialah lingkungan alam yang terdapat disekitar manusia, misalnya cuaca, musim, keadaan geografis dan struktur geologi. Sedangkan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya
Universitas Sumatera Utara
interaksi antar manusia, misalnya termasuk faktor sosial budaya, norma, dan adat istiadat. Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat bermacam- macam. Salah satu diantaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit. Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit. Pada reservoir disini bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia. Timbul atau tidaknya penyakit pada manusia tersebut tergantung dari sifatsifat yang dimiliki oleh bibit penyakit ataupun pejamu (Hiswani, 2003). Salah satu penyakit menular berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah kesehatan dan merupakan salah satu penyebab morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) anak-anak di Indonesia
adalah diare. Sebanyak 19 persen penyebab
kematian balita di Indonesia disebabkan karena diare (Unicef, 2007). Penyakit diare disebabkan oleh mikroorganisme (seperti bakteri, parasit, protozoa, dan virus) melalui kontaminasi makanan dan minuman yang tercemar tinja, sedangkan faktor yang berpengaruh lainnya meliputi faktor pejamu dan faktor lingkungan (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) sepanjang tahun 2000-2003, diare merupakan penyebab kematian nomor tiga pada balita di dunia. Di Asia Tenggara juga menempati urutan ketiga penyebab kematian pada balita (WHO, 2005). Untuk kasus diare pada bayi, perilaku orang dewasa yang menangani makanan merupakan salah satu faktor penting. Selain balita belum dapat melakukan dengan baik aktifitas untuk memenuhi kebutuhannya, ibu adalah sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
bergantung dan orang terdekat bagi seorang balita. Sehingga meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap ibu rumah tangga dengan anak balita tentang perilaku hidup bersih dan sehat, diharapkan terjadi penurunan jumlah insiden diare di kelompok balita (KuIS, 2005). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menunjukkan angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita adalah 75 per 100 ribu balita. (Depkes RI, 2005). Di Indonesia pada tahun 2007, terjadi KLB di 16 Propinsi dan 44 daerah tingkat dua, salah satunya adalah Propinsi Sumatera Utara. Jumlah penderita sebesar 10.980 dan 277 penderita di antaranya meninggal dunia akibat penyakit diare (Depkes RI, 2007). Sibolga sebagai salah satu daerah kota di Propinsi Sumatera Utara, secara geografis berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah utara, timur, selatan, dan barat. Merupakan satu-satunya kota pantai sebagai pusat pelayanan primer di pantai barat Sumatera Utara dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan kota, pusat perdagangan barang dan jasa, pusat pelayanan pariwisata, pengolahan hasil perikanan, pusat transportasi laut dan pusat pendidikan (Profil Kota Sibolga, 2005). Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Sibolga tahun 2007, penderita diare di Kota Sibolga berjumlah 2044. Dengan jumlah penderita di setiap Puskesmas di kecamatannya sebagai berikut : Puskesmas Sambas sebanyak 655 penderita, Puskesmas Pelabuhan Sambas sebanyak 181 penderita, Puskesmas Aek Habil
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 480 penderita dan Puskesmas Pintu Angin sebanyak 728 penderita (Dinkes Sibolga, 2007). Di Kecamatan Sibolga Kota jumlah penderita diare pada tahun 2007 adalah sebesar 655 penderita. Di kecamatan ini insiden mulai Januari sampai Desember ratarata bertambah (Puskesmas Sambas, 2007). Pasar belakang adalah salah satu kelurahan yang dimiliki oleh Kecamatan Sibolga Kota. Menurut data dari Puskesmas Sambas jumlah penderita diare pada tahun 2007 adalah 178 di Kelurahan ini, dengan distribusi berdasarkan kelompok umur pada anak usia 0-1 tahun, yaitu 32 penderita (18%), pada anak 1-4, yaitu 90 penderita (51%)dan usia >5 tahun sebanyak 56 penderita (31%) (Puskesmas Sambas, 2007). Hasil survei bulan Juli tahun 2007, di wilayah kerja puskesmas Sambas menunjukkan bahwa sanitasi lingkungan pemukiman rata-rata kondisi bangunan hunian sangat tidak baik. Hasil ini juga didukung oleh data puskesmas sambas tentang kondisi lingkungan pemukiman masyarakat, yaitu: (1) sebesar 64,88% KK, tidak memilki akses air bersih, (2) sebesar 42% KK tidak memiliki jamban, (3) sebesar 37,8% tidak memiliki pembuangan sampah, dan (4) sebesar 69% KK tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Kebiasaan warga yang tidak memiliki jamban, mereka buang air besar di pinggi pantai dan dapat dipastikan semakin memudahkan penularan berbagai penyakit di daerah ini terutama penyakit diare (Puskesmas Sambas, 2007). Berdasarkan pendapat Rochmad (1993), dapat disimpulkan bahwa lingkungan (meliput i air bersih dan sanitasi) memiliki peranan sangat penting sebagai media yang
Universitas Sumatera Utara
dominan untuk penularan penyakit diare. Disamping itu penyakit diare, berkaitan dengan karakteristik individu, seperti faktor sosial ekonomi, pendidikan atau pengetahuan, faktor sarana kesehatan yang ada diwilayah pemukiman, (seperti puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, dan rumah sakit); serta pelaksanaan program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit diare, dan secara klinis terkait dengan daya tahan tubuh. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit diare yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Sibolga di masyarakat bertujuan mewujudkan masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan hidup sehat melalui pendekatan komunikasi, informasi dan edukasi, sehingga kesakitan dan kematian dapat dicegah. Pelaksana kegiatan adalah petugas dari bagian pemberantasan penyakit dibantu oleh kader posyandu dan tokoh masyarakat, dengan sasaran khusus adalah ibu yang memiliki balita. Kegiatan tersebut dilaksanakan di aula gedung Dinas Kesehatan Kota Sibolga , pada 05-06 Agustus 2008, dengan target 90% ibu yang memiliki balita mengikutinya (Dinkes Sibolga, 2008). Dinas kesehatan telah melaksanakan pendekatan kepada para pengambil keputusan sesuai tingkat administratif pelaksana program guna mendukung pelaksanaan program diare, yaitu : 1. Kerjasama bagian pemberantasan penyakit menular dengan bagian promosi kesehatan di dinas kesehatan dalam pelaksanaan penyuluhan kepada tokoh masyarakat, kader, dan masyarakat umum secara rutin.
Universitas Sumatera Utara
2. Melaksanakan upaya untuk mengembangkan norma hidup sehat di masyarakat
melalui
materi-materi yang
disampaikan pada
kegiatan
penyuluhan. 3. Mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat dalam melaksanakan tatalaksana penderita dan pencegahan diare di masyarakat (Dinkes Sibolga, 2008). Metode dan teknik dalam penyampaian materi penyuluhan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kota Sibolga yaitu metode penyuluhan kelompok, dengan menjadwal masing-masing kelompok masyarakat: seperti tokoh masyarakat, kader, dan masyarakat umum. Media saluran komunikasi menggunakan perpaduan media cetak dan elektronika, yaitu brosur, dan penggunaan LCD (Dinkes Sibolga, 2007). Petugas juga memberikan penyuluhan tentang terapi pada penderita diare, yaitu terapi A untuk penderita tanpa dehidrasi/tatalaksana di rumah, terapi B untuk mengobati penderita dehidrasi ringan/sedang, dan terapi C untuk mengobati penderita dehidrasi berat. Pemantauan terhadap program pemberantasan penyakit diare yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah dengan mengunjungi penderita dan lingkungan sekitar penderita untuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) (Dinkes Sibolga, 2008). Berbagai hasil penelitian di berbagai daerah menunjukkan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya diare pada anak. Hasil penelitian Meiyati (2003) di Kota Sibolga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Universitas Sumatera Utara
pendidikan ibu, penyediaan air bersih, penggunaan jamban, dan tingkat pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada anak balita. Hasil penelitian Partama (2006), di desa Tembuku, Propinsi Bali, menunjukkan bahwa ibu balita yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah berisiko kejadian diare pada balita lebih besar dari pada ibu balita yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi. Demikian juga ibu balita dengan kesehatan lingkungan kurang, risiko kejadian diare pada balita lebih besar dari pada ibu balita dengan kesehatan lingkungan baik. Hasil penelitian Yusnani (2007) di Kota Binjai, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, mencuci tangan sebelum makan, penggunaan air bersih, kebersihan jamban dan cara penyimpanan makanan dengan kejadian diare pada anak. Hasil penelitian Handayani (2007), di Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor higiene pribadi seorang ibu yang memiliki Balita dengan kejadian diare pada anak Balita. Hasil penelitian Oktarina (2007), di desa Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu memengaruhi tindakan ibu terhadap pencegahan penyakit diare. Pengetahuan dan sikap responden yang berada dalam kategori baik memiliki tindakan terhadap pencegahan penyakit diare baik pula. Menurut Sarwono (2000) yang mengutip Weber, menjelaskan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu objek rangsangan atau situasi tertentu. Oleh karena itu, perilaku individu bergantung pada lingkungannya, karena perilaku mempunyai
Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang sangat besar dengan derajat kesehatan, maka diperlukan upaya untuk merubah perilaku tersebut agar sesuai dengan norma hidup sehat. Menurut Setiadi (2003) yang mengutip Weber, bahwa persepsi adalah proses bagaimana rangsangan-rangsangan itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Rangsangan adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat memengaruhi tanggapan individu. Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh Karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya (Setiadi, 2003). Aspek persepsi berperan penting dalam perilaku seseorang. Persepsi berhubungan dengan bagaimana individu menanggapi individu lain. Karakteristik penilai dan orang yang dinilai menunjukkan kompleksitas persepsi sosial. Seseorang harus menyadari bahwa persepsi mereka terhadap seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik mereka sendiri dan karakteristik orang lain (Luthans, 2006). Berdasarkan uraian di atas, sangat penting dilakukan penelitian tentang fenomena kejadian diare, yang difokuskan pada faktor persepsi ibu yang terkait dengan tindakan pemberantasan penyakit diare pada balita. Faktor persepsi ibu tentang program pemberantasan penyakit diare (meliputi aspek tujuan, kegiatan, dan pemantauan program yang dilaksanakan dinas kesehatan dan Puskesmas). Adapun aspek tindakan pemberantasan penyakit diare pada balita yang dilakukan oleh ibu meliputi penggunaan dot dan botol susu, penggunaan air bersih yang cukup, penggunaan jamban, membuang tinja anak dengan benar, imunisasi campak,
Universitas Sumatera Utara
pemberian cairan, pemberian makanan bergizi termasuk ASI, dan pengetahuan tentang tanda-tanda penderita diare (balita) yang harus dibawa ke sarana kesehatan. Pilihan lokasi penelitian di Kelurahan Pasar Belakang kota Sibolga dengan mempertimbangkan tingginya kasus diare di daerah tersebut.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: bagaimana pengaruh persepsi ibu tentang program pemberantasan penyakit diare (meliputi aspek tujuan, kegiatan, dan pemantauan) terhadap tindakan pemberantasan penyakit diare pada balita di Kelurahan Pasar Belakang Kota Sibolga tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian adalah: menjelaskan pengaruh persepsi ibu tentang program pemberantasan penyakit diare (meliputi aspek tujuan, kegiatan, dan pemantauan) terhadap tindakan pemberantasan penyakit diare pada balita di Kelurahan Pasar Belakang Kota Sibolga tahun 2009.
1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Masukan untuk Pemerintah Daerah Kota Sibolga, khususnya Dinas kesehatan kota Sibolga dan Puskesmas dalam rangka merumuskan kebijakan, program, dan tindakan administratif dalam penanggulangan masalah diare di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2. Diharapkan dapat memberi kontribusi untuk pengembangan pengetahuan administrasi dan kebijakan kesehatan 3. Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat demi tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara