BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skabies merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting khususnya pada populasi dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah di negara berkembang. Skabies tidak mengancam jiwa sehingga biasanya mendapatkan penanganan yang rendah. Namun sebenarnya skabies kronis dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip Ratnasari, 2012). Beberapa hal yang berperan dalam tingginya prevalensi skabies di negara berkembang terkait dengan kemiskinan di hubungkan dengan rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat, akses air bersih yang sulit serta kepadatan hunian (Gelmore 2011). Tingkat prevalensi tertinggi banyak ditemukan di
lingkungan dengan kepadatan penghuni
dan kontak
interpersonal tinggi seperti halnya pondok pesantren, pantai asuhan dan penjara (Roodsari, 2007). Prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus per tahun (Chosidow 2006). Di negara industri seperti di Jerman, skabies terjadi secara sporadik atau dalam bentuk endemik yang panjang (Ariza et al. 2012). Baur (2013) melaporkan prevalensi skabies di India 20,4%. Sedangkan prevalensi skabies di Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data dari 1
2
Puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (Azizah 2011). Insiden dan prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan masyarakat pesantren. Hal ini tercermin dari penelitian Ma’rufi et al. (2005) bahwa prevalensi skabies pada pondok pesantren di Kabupaten Lamongan 64,2%, senada dengan hasil penelitian Kuspiantoro (2005) di Pasuruan prevalensi skabies di pondok pesantren adalah 70%. Menurut analisis data statistik Islam (2012), Pondok Pesantren (Pesantren) yang memiliki jumlah tertinggi siswa yang terletak di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten, sekitar 78,6% dari total pesantren di Indonesia. Kementerian agama, Kabupaten Banyuwangi, departemen Pondok Pesantren (sekolah-Kasi asrama Pontren) Data tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah total Pondok Pesantren adalah 147 dengan jumlah siswa laki-laki dan siswa perempuan 11. 359 dan 11. 728, sehingga totalnya 23,087 siswa. Jumlah tertinggi siswa Pondok Pesantren di Banyuwangi yaitu Pondok Pesantren Darussalam Dusun Blokagung dengan 4,899 siswa. yang terdiri dari 1.970 siswa laki-laki, 2.264 siswa perempuan dan 704 orang siswa dari desa dengan jenjang pendidikan, MI, MTS, MA dan SI, jumlah MI ada 52 siswa, MTS 1.679, MA 1.241 siswa, dan siswa SI 1.927. Berdasarkan data klinik Ponpes Asyifa di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung pada bulan november tahun 2014 – bulan februari 2015 kejadian penyakit skabies
sejumlah 465 siswa, dengan kejadian
3
penyakit scabies banyak terjadi pada kelompok usia ≥12 tahun atau setara pada jenjang pendidikan Madarasah Aliah yaitu sejumlah 387 siswa dari jumlah total santri kelas Madarasah Aliah yang menderita penyakit skabies pada bulan november tahun 2014 – bulan februari 2015. Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung, yang paling sering adalah kontak langsung atau dapat pula melalui kontak tak langsung melalui alat-alat seperti tempat tidur, brhanduk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif sempit. Dan apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada (siswono, 2008). Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas (Ma’rufi, 2005).
4
Penyakit skabies dapat di cegah dengan cara menjaga kebersihan dan meminimalisir kontak langsung maupun kontak tak langsung terhadap penderita skabies. Dilihat dari pernyataan di atas bahwa dampak dari permasalahan penyakit skabies sangat penting sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penyakit skabies yang berhubungan dengan faktor – faktor yang menyebabkan kejadian penyakit skabies.
B. Rumusan masalah` 1. Adakah hubungan antara mitos santri dengan kejadian penyakit skabies? 2. Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan kejadian penyakit skabies? 3. Adakah hubungan antara uang saku santri dengan kejadian penyakit skabies? 4. Adakah hubungan antara perilaku kesehatan dengan kejadian skabies?
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi hubungan antara mitos santri dengan kejadian penyakit skabies
5
b. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan kejadian penyakit skabies c. Mengidentifikasi hubungan antara jumlah uang saku santri dengan kejadian penyakit skabies d. Mengidentifikasi hubungan antara perilaku kesehatan santri dengan kejadian penyakit skabies
D. Manfaat penelitian 1. Bagi Pondok Pesantren Memberi informasi kepada pengurus pondok tersebut tentang perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies. 2. Bagi Puskesmas Memberi informasi tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat terhadap kejadian skabies yang dapat digunakan dalam program pencegahan dan penanggulangan penyakit skabies. 3. Bagi Profesi Kesehatan Sebagai masukan yang bermakna demi pengembangan profesi kesehatan peningkatkan program pendidikan kesehatan akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat 4. Bagi Peneliti Berikutnya Merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah wawasan keilmuan, dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan personal higiene dan kejadian skabies dilingkungan komunitas selain lingkungan pesantren.