BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dimana pemerintah sedang mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. Dalam mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik pemerintah melalukan pembangunan dalam berbagai sektor. Salah satu kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan mengaktifkan kembali kegiatan pasar modal di Indonesia. Hal ini selain untuk menghadapi tuntutan perkembangan dunia usaha dalam era globalisasi dewasa ini, juga dimaksudkan untuk mempercepat proses pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan
saham
perusahaan-perusahaan
menuju
pada
pemerataan
pendapatan masyarakat, serta untuk menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana, sehingga dapat dipergunakan secara produktif untuk pembiayaan pembangunan nasional.1 Dengan diaktifkan kembali pasar modal di Indonesia diharapkan dapat menjembatani pembangunan nasional dengan cara memperoleh dana dari masyarakat
secara
cepat
dan
mengikutsertakan
masyarakat
dalam
kepemilikan saham-saham perusahaan go public. Pengaktifan kembali ini tidak berjalan terlalu mulus karena ada hambatan-hambatan yang merintangi perkembangan pasar modal. Hal ini 1
Nindyo Pramono, 1997, Sertifikasi Saham PT Go Public Dan Hukum Pasar Modal Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 2.
2
disadari oleh pemerintah sehingga pemerintah melakukan perombakan peraturan-peraturan yang ada setelah pengaktifan kembali tersebut. Dengan melalui beberapa tahapan perombakan peraturan-peraturan tersebut, akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal ini mempertemukan pemilik dana dengan pengguna dana untuk tujuan investasi jangka menengah dan jangka panjang. Pemilik dana dan pengguna dana ini melakukan jual beli modal yang berwujud efek. Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima dana menyerahkan surat bukti kepemilikan berupa efek. Secara sederhana, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan berbagai instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta. Seperti halnya negara-negara maju, pasar modal Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pasar modal Indonesia didirikan pada saat Indonesia masih merupakan jajahan Belanda pada zaman VOC. Secara umum, alasan pembentukan pasar modal adalah karena lembaga ini mampu menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan. Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan
3
dana dari lender (pemilik dana) ke borrower (penerima dana) dengan menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki pemberi dana (lenders) dengan mengharapkan akan mendapatkan imbalan dari penyertaan dana tersebut. Sedangkan dari sisi kepentingan borrowers, dengan tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan perusahaan tersebut melakukan pengembangan kegiatan bisnis tanpa harus menunggu dana dari hasil produksi perusahaan. Dari proses ini diharapkan akan terjadi peningkatan produksi barang atau jasa, sehingga, pada akhirnya secara keseluruhan akan berdampak pada peningkatan kemakmuran.2 Pasar modal menyediakan sumber pembiayaan dengan jangka waktu yang lebih panjang, yang diinvestasikan sebagai modal untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja yang akan meningkatkan volume aktifitas perekonomian yang profitable dan sehat. Modal yang bisa berupa dana produksi atau dana untuk pengadaan barang modal seperti barang atau benda, pabrik dan peralatannya yang digunakan secara actual untuk memproduksi barang dan jasa. Instrumen pasar modal dapat dibedakan ke dalam dua macam segmen yaitu, non-securities segment dan securities segment.3 Non-securities segment ini menyediakan dana dari lembaga keuangan langsung kepada perusahaan. Perusahaan langsing bernegosiasi dengan penyedia dana. Dalam non-securities segment ini, investasi tidak dapat dijual secara mudah kepada perorangan maupun kepada investor kecil.
2 Irsan Nasarudin, ET AL, 2011, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm 13-14. 3 J. Supranto, 1992, Statistik Pasar Modal, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 6.
4
Securities segment dirancang dengan tujuan agar dapat menyediakan sumber pembiayaan perusahaan dalam jangka panjang dan memungkinkan perusahaan untuk melakukan investasi pada barang modal, memperbanyak alat-alat produksi, menciptakan lapangan kerja dan memperbesar perolehan laba (keuntungan). Tujuan dari segmen ini adalah untuk memobilisasi tabungan jangka panjang, menyediakan wahana sebagai saluran investasi jangka panjang, yang ditempatkan pada perusahaan-perusahaan yang produktif. Karena untuk kelangsungan dan pertumbuhan, perusahaanperusahaan memerlukan dana jangka panjang untuk diinvestasikan pada barang modal. Berhubungan investasinya bersifat jangka panjang, maka investor di pasar modal tidak ingin menyerahkan dananya secara tidak terbatas, melainkan harus dapat menjual investasinya seandainya mereka membutuhkan uang tunai atau ingin memindahkan investasinya pada bidang lain, sehingga yang diperlukan adalah negotiable security certificate seperti saham atau obligasi yang dapat diperjualbelikan di pasar modal setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Sementara perusahaan cenderung menanam investasi jangka panjang, sedangkan para investor, di sisi lain, dapat menjual surat berharganya kepada investor lain. Pasar semacam ini disebut sebagai securities segment pasar modal. Para investor yang berkecimpung di securities segment atau bursa efek adalah terdiri dari lembaga-lembaga keuangan dan perorangan. Investor lembaga sering kali memegang peranan
5
penting di dalam memajukan atau mendorong bergairahnya pasar modal, kemudian diikuti investor perorangan.4 Dengan adanya securities segment ini ada keuntungan perusahaan yang membutuhkan dana dan investor yang mempunyai kelebihan dana yang ingin diinvestasikan. Di satu sisi perusahaan yang membutuhkan dana dapat memperoleh dananya dari investor sedangkan di sisi lain investor dapat menginvestasikan dananya melalui securities segment pasar modal ini. Securities segment pasar modal ini memberikan wahana sebagai saluran investasi jangka panjang yang ditempatkan pada perusahaan-perusahaan yang produktif dimana investor dapat menarik dana yang telah diinvestasikan dengan negotiable security certificate seperti saham atau obligasi yang dapat diperjualbelikan di pasar modal setiap saat. Dengan begitu investor dapat menjual sahamnya kepada investor lain melalui securities segment pasar modal ini sehingga dalam hal ini perusahan-perusahaan dapat memperoleh sumber pembiayaan jangka panjang. Dengan adanya securities segment pasar modal ini, Undang-Undang Tentang Pasar Modal mengatur tentang perusahan efek. Perusahaan Efek adalah perusahaan yang telah mendapat izin usaha dari Bapepam untuk dapat melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, atau manager investasi, atau kegiatan lain yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bapepam.
4
Irsan Nasarudin, ET AL, Op. cit, hlm 15-16.
6
Dari uraian tentang perusahaan efek, ada 3 (tiga) macam kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan efek : a. Penjamin Emisi Efek (PEE) adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Izin usaha sebagai PEE berlaku juga sebagai izin usaha Perantara Pedagang Efek. Dengan demikian perusahaan efek yang telah berizin usaha Penjamin Emisi Efek dapat juga melakukan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek namun tidak selalu berlaku sebaliknya. b. Perantara Pedagang Efek (PPE) adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan pihak lain. PPE ini berperan penting dan dominan agar pasar modal berfungsi karena PPE sebagai salah satu pihak yang terkait dengan pasar modal. c. Manager Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio (kumpulan efek yang dimiliki oleh orang perorangan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi) untuk para investor, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu kegiatan investasi dalam pasar modal adalah repurchase share agreement. Repurchase agreement ini dalam praktek disingkat menjadi
7
repo. Repo dalam Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan Nomor KEP-132/BL/2006 tentang Perlakuan Akuntansi Repurchase Agreement (Repo) dengan menggunakan Master Repurchase Agreement (MRA) adalah transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang ditetapkan. Namun peraturan ini hanya berlaku bagi emiten dan/atau perusahaan efek anggota penyelenggara perdagangan Surat Utang Negara di luar Bursa Efek yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yang melakukan transaksi Repo dan Reverse Repo dengan menggunakan MRA. Transaksi jual efek dengan janji membeli kembali ini dalam prakteknya dituangkan dalam perjanjian yang mengacu pada KUHPerdata dimana para pihak yang mengadakan transaksi ini menentukan sendiri isi perjanjiannya sesuai dengan kesepakatan. Repo antara perusahaan efek dengan nasabahnya ini tidak diatur secara khusus oleh peraturan Bapepam sehingga dalam melakukan kegiatan investasi dengan bentuk repo ini mengacu pada asas kebabasan berkontrak dalam perjanjian. Dengan mengacu pada asas kebebasan berkontrak para pihak yang terlibat dalam repo ini menentukan sendiri bentuk transaksi dan perjanjian yang disepakati. Suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu
8
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.5 Dalam hukum perjanjian dikenal adanya asas konsensualitas. Asas konsensualitas memperlihatkan kepada kita semua, bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakalah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.6 Dalam hukum perjanjian juga menganut sistem terbuka yang artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan para pihak dalam perjanjian untuk menentukan sendiri isi perjanjiannya sejauh tidak melanggar hukum. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya ditulis KUHPerdata) Pasal 1338 ayat (1) berbunyi : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari uraian pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa para pihak dalam perjanjian harus 5
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, hlm 1. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 34. 6
9
tunduk pada perjanjian yang dibuatnya, sehingga dalam membuat suatu perjanjian para pihak membuat undang-undang bagi mereka sendiri. Perjanjian repo yang menjadi kesepakatan para pihak menjadi UndangUndang bagi mereka. Dengan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian para pihak mempunyai prestasi masing-masing yang harus dipenuhi. Repo antara perusahaan efek dengan nasabahnya yang tidak diatur secara khusus oleh peraturan Bapepam sehingga perjanjian repo mengacu pada asas kebebasan berkontrak yang justru memberi peluang terjadi masalah dikemudian hari. Misalnya dalam kasus PT. Reliance Asset Management selanjutnya disingkat PT. RAM sebagai perusahan efek yang kegiatan usahanya sebagai manager investasi dengan PT. Askrindo. PT. Askrindo mengadakan beberapa perjanjian repo dengan PT. RAM, saham yang dibeli berupa saham RELI sebesar 5 (lima) miliyar rupiah, saham BUMI sebesar 10 (sepuluh) miliyar rupiah, saham PGAS sebesar 4 (empat) miliyar rupiah dan saham BMRI sebesar 2,5 (dua setengah) miliyar rupiah. Dana yang diperoleh PT. RAM dari PT. Askrindo ini diinvestasikan lagi oleh PT. RAM dalam bentuk investasi Promissory Notes yang diterbitkan oleh PT. Vitron International dan PT. Tranka Kabel. Dalam perjanjian repo antara PT. RAM dengan PT. Askrindo memuat kewajiban PT. RAM untuk membeli kembali saham yang telah dijual kepada PT. Askrindo pada waktu yang telah ditentukan, namun setelah jatuh tempo PT. RAM tidak melakukan prestasinya untuk membeli kembali saham yang telah dijualnya sehingga PT. Askrindo mengalami kerugian atas tidak dilaksanakan prestasi oleh PT. RAM.
10
Perjanjian repo merupakan perjanjian tidak bernama yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata maupun perundang-undangan lainnya sehingga dalam merumuskan perjanjian repo hanya mengacu pada syaratsyarat perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Hal ini menjadi menarik untuk dibahas karena tidak ada aturan khusus mengenai perjanjian repo ini sehingga dalam melakukan perjanjian repo ini masih ada hal yang menjadi polemik. Polemik ini berkaitan dengan penerapan hukum manakala terjadi wanprestasi salah satu pihak dalam perjanjian repo ini. Di satu sisi perjanjian repo mengacu pada hukum perjanjian yang bersumber dari KUHPerdata, di sisi lain salah satu subyek perjanjian repo dalam ilustrasi kasus di atas adalah badan usaha milik Negara yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Ilustrasi kasus di atas menggambarkan bahwa dalam praktek perjanjian repo di pasar modal acap terjadi masalah-masalah hukum.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah pokok yang perlu diteliti adalah : 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap investor dalam perjanjian repurchase agreement (repo) di pasar modal manakala penjual saham tidak memenuhi kewajibannya untuk membeli kembali saham yang telah diperjanjikan?
11
2. Bagaimana status saham dalam perjanjian repurchase agreement (repo) manakala penjual saham tidak membeli kembali saham yang telah diperjanjikan?
C. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelusuran pada berbagai informasi dan hasil penelitian pada perpustakaan pasca sarjana Universitas Gajah Mada, perpustakaan magister hukum Universitas gajah Mada, perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan perpustakaan Universitas lainnya, peneliti menemukan penilitian yang terkait, yaitu: Hendrik Tanjaya, 2010, Transaksi Jual Beli Saham Dengan Hak Membeli Kembali (Repo) di Pasar Modal, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumusan Masalah: 1. Bagaimana terjadinya transaksi jual beli saham dengan hak membeli kembali (repo) di pasar modal? 2. Masalah hukum apa yang mungkin timbul dalam transaksi repo yang dituangkan di dalam perjanjian jual beli saham dengan hak membeli kembali (perjanjian repo)? Hasil Penelitian: Di dalam prakteknya perjanjian jual-beli saham dengan hak membeli kembali sering dipakai untuk menyelubungi suatu perjanjian gadai saham. Masalah Transaksi Repo ini sangat menarik untuk dibahas,
12
terutama apabila nilai jaminannya (rasio jaminan) turun karena nilai sahamnya turun, maka penjual tersebut berjanji akan langsung menutup kekurangannya dengan tambahan jaminan saham baru, sehingga jaminan pinjaman (dalam bentuk saham atau obligasi), akan selalu lebih besar nilainya dari uang yang dipinjam. Perbuatan menambah jaminan saham untuk menutup kekurangan rasio jaminan saham dalam praktek disebut sebagai “top up”. Apabila perusahaan efek tidak dapat melakukan penambahan jaminan saham maka perusahaan efek dapat dikatakan telah wanprestasi. Masalah hukum yang timbul dari permasalahan di atas adalah transaksi jual beli saham menjadi transaksi hutang piutang.
D. Faedah yang Diharapkan Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu hukum, terutama terkait tidak adanya peraturan khusus yang mengatur tentang hubungan hukum yang jelas antara para pihak dalam perjanjian repo di pasar modal, sehingga ada permasalahanpermasalahan yang belum memperoleh kejelasan di kalangan teoritis. Ada peraturan Bapepam tentang Perlakuan Akuntansi Repurchase Agreement (Repo) dengan menggunakan Master Repurchase Agreement (MRA), namun peraturan ini hanya berlaku bagi Emiten dan atau Perusahaan Efek anggota penyelenggara perdagangan Surat Utang Negara di luar Bursa
13
Efek yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yang melakukan transaksi Repo dan Reverse Repo dengan menggunakan MRA. Dengan tidak ada pengaturan khusus tentang hubungan hukum yang jelas antara para pihak dalam perjanjian repo di pasar modal diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran jelas tentang perlindungan hukum salah satu pihak dalam perjanjian repo dan status yuridis obyek dalam perjanjian repo terebut. 2.
Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada masyarakat, terutama mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hukum salah satu pihak dalam perjanjian repo dan status yuridis obyek dalam perjanjian repo tersebut.
E. Tujuan Penelitian Mengacu pada pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mencari jawaban atas masalah-masalah tentang: 1. Perlindungan hukum terhadap investor dalam perjanjian repurchase agreement (repo) di pasar modal manakala penjual saham tidak memenuhi kewajibannya untuk membeli kembali saham yang telah diperjanjikan.
14
2. Status saham dalam perjanjian repurchase agreement (repo) manakala penjual saham tidak membeli kembali saham yang telah diperjanjikan.