BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan kebijakan subsidi
menjadi polemik di masyarakat, terkait dengan bagaimana perhitungan subsidi dilaksanakan, berapa besaran yang perlu ditetapkan, siapa yang menjadi target subsidi tersebut, dan apakah subsidi akan benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang menjadi target sasaran. Hal ini akan menjadi rumit ketika subsidi diterapkan pada komoditi yang vital bagi masyarakat seperti minyak tanah. Perbedaan harga yang tajam antara minyak tanah yang bersubsidi dengan tidak bersubsidi dapat menimbulkan kerawanan penyimpangan yang berupa penyelewengan distribusi, penimbunan dan bahan penyelundupan. Penyuluhan
atau
sosialisasi
merupakan
jenis
khusus
pendidikan
pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi pada tindakan, yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan, dan memotivasi, tapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang non-edukatif (Nasution, 1990:7). Persoalan tersebut bertambah rumit ketika minyak mentah dunia naik melambung tinggi dan kenaikan tersebut diperkirakan rata-rata diatas US$100 per barel. Kondisi ini jelas berdampak besar terhadap beban subsidi yang khususnya subsidi BBM dan listik. Dilain pihak, Pemerintah dituntut untuk melakukan beberapa penghematan, namun harus menjaga momentum pertumbuhan agar semua kegiatan ekonomi terselenggara dengan baik. Salah satu langkah yang
1 Universitas Sumatera Utara
dimungkinkan dapat dilaksanakan Pemerintah untuk pengamanan APBN adalah program hemat energi dan efisiensi di Pertamina dan PLN (Anggitto & Andie, 8 November 2007). Berawal dari kondisi di atas, Pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang tidak dapat sasaran misalnya program konversi minyak tanah ke LPG, dengan membagikan paket LPG 3 kilogram beserta isi, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada masyarakat yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Adapun target sasaranya adalah rumah tangga dengan ketentuan yaitu ibu rumah tangga, pengguna minyak tanah murni, pengeluaran kurang dari 1,5 juta per bulan, dan penduduk legal setempat dan usaha mikro yaitu pengguna minyak tanah untuk bahan bakar memasak dalam usahanya. Program tersebut pertama kali dilaksanakan pada pertengahan tahun 2007 di daerah Jakarta Timur dan dilanjutkan dengan daerah lain di Pulau Jawa, Sumatera diperkirakan pada tahun 2008 ini baru bisa dilaksanakan. Program tersebut mengalami beberapa tantangan dan hambatan yang akhirnya tidak sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Target dari enam juta tabung yang akan didistribusikan hanya terealisasi sebesar 3 .975.789 (6 6,26%) sampai akhir tahun 2007. Sosailaisai yang yang merupakan senjata ampuh, namun dalam pelaksanaanya tidak efektif dan berjalan lambat. Disamping itu, resistensi masyarakat dengan penggalihan minyak tanah ke LPG ikut menyulitkan pelaksanaanya. Dalam beberapa kasus banyak masyarakat menerima program tersebut ternyata bukan pengguna minyak tanah. Penentuan siapa yang berhak mendapatkan tabung dan kompor gas tidak melalui seleksi yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
hasil penemuan sementara menunjukkan bahwa pemberian tabung LPG 3 kilogram dan kompor tesebut diserahkan sepenuhnya oleh Ketua RT. Untuk mendistribusikan paket tersebut berdasarkan instusi dan nepotisme. Sosialisasi dilakukan kepada ibu-ibu rumah tangga yang merupakan target program konversi minyak taban ke gas LPG. Ada pun sosialisai yang dilakukan oleh pihak Pertamina dengan mengunjuk konsultan setiap daerahnya. Di dalam sosialisasi ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu pertama tahap pencacahan, dimana konsultan mesurvei masyarakat yaitu ibu-ibu rumah tangga yang layak untuk menerima kompor gas gratis dengan memenuhi prasyarat yang telah ditentukan oleh Pertamina. Tahapa satu ini dilakukan dengan cara door to door. Tahap kedua yaitu pemebelajaran, yaitu ibu-ibu rumah tangga dikumpulkan di suatu tempat misalnya kantor kelurahan untuk menerima pembelajaran menegenai program tersebut baik itu keuntungan menggunakan kompor gas dan cara-cara penggunaanya. Tahap pembelajaran ini dilakukan juga kepada ibu-ibu rumah tangga secara langsung oleh konsultan yang telah di unjuk Pertamina. Konsultan dan petugas lingkungan berfungsi memberikan sosialisasi yang meliputi cara penggunaan kompor gas LPG, kehematan yang diperoleh dengan mengunakan gas LPG dimana 1 liter minyak tanah sama dengan 0,57 kilogram energi gas LPG, penggunaan gas LPG akan lebih efisien, bersih dan masakan akan lebih cepat masak. Kemudian terakhir pada tahap ketiga yaitu pembagian kompor gas, tabung gas dan regulator. Pada tahap ini ibu-ibu rumah tangga mengambil seperangkat kompor gas gratis tersebut di setiap posko-posko yang telah ditentukan oleh pihak konsultan dan petugas lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah membagikan kompor gas gratis sosialisasi dilanjutkan dimana konsultan akan berada di wilayah tersebut kurang lebih 1 (satu) minggu untuk menerima keluhan-keluhan masyarakat. Keluhan-keluhan tersebut dapat berupa pemahaman akan cara-cara penggunaanya dan keluhan akan infrastruktur yang diberikan secara gratis tersebut. Konsultan yang di unjuk yaitu PT Surveyor Indonesia merupakan konsultan yang menangani wilayah lokasi Kabupaten Deli Serdang dan Medan. Daerahnya Pancur Batu, Deli Tua, Namorambe, Kutalimbaru, Patumbak, Sibolangit, Biru-biru, STM Hilir dan STM Hulu. Kemudian Medan Petisah, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Sunggal dan Medan Baru. Dengan adanya konversi minyak tanah ke LPG, terjadi penghematan 1 liter minyak tanah sama dengan 0,57 kilogram setara energi. dengan demikian besarnya rata-rata penghematan penggunaan energi Rp. 16,420 per bulan. Besarnya penghematan yang terjadi dengan adanya program tersebut subsidi APBN P 2007 adalah Rp. 391 milyar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penghematan yang dilakukan oleh Pertamina sebesar Rp.277 milyar. Dengan demikian,
pelaksanaan
program
tersebut
banyak
mengalami
hambatan,
penggunaan LPG jelas mengurangi subsidi BBM. Namun demikian, program ini tetap layak untuk dilanjutkan dengan memperbaiki sosialisasi dan penyiapan infrastruktur seperti peralatan tabung, kompor gas serta kemudahan untuk membeli dan mengisi ulang gas yang telah habis terpakai. Mengingat beban subsidi yang semakin berat sebagai akibat tingginya harga minyak internasional yang telah melampaui US$ 80 per barel, maka sudah sepatutnya program penghematan melalui pengalihan penggunaan minyak tanah
Universitas Sumatera Utara
ke LPG perlu dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Merubah kebiasaan menggunakan kompor minyak tanah sejak turun temurun bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi hal ini menyangkut kebutuhan pokok. Kemudian membeli minyak tanah dengan sistem eceran 1 atau 2 liter minyak tanah juga menjadi hambatan bagi rumah tangga untuk beralih ke LPG 3 kilogram. Namun, dengan perbaikan sosialisasi dengan melibatkan semua unsur masyarakat seperti Pemda, Instansi Pemerintah, Wakil Rakyat dan LSM. Sosialisasi tersebut perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa menggunakan gas LPG memiliki kelebihan dibandingkan minyak tanah. Disamping itu, minyak tanah mempunyai porsi terbesar dibandingkan premium dan solar. Hasil survei BKF, Depkeu sangat besar dalam APBN. Oleh karena itu, subsidi yang tidak tepat sasaran dapat dialihkan kepada subsidi yang tidak tepat sasaran dapat dialihkan kepada subsidi yang lebih bermanfaat seperti ketahanan pangan, pendidikan dan kesehatan. Hal yang tidak kalah penting adalah sosialisasi kepada agen dan pangkalan minyak tanah yang selama ini mengandalkan usahanya dari penjualan minyak tanah. Mereka perlu diberikan bimbingan bagaimana untuk beralih kepada penjualan LPG. Mengingat usaha tersebut juga menghidupi banyak orang, maka insentif dapat diberikan kepada distributor, agen atau pengecer gas LPG yang telah beralih dari bisnis minyak tanah. Program konversi bukanlah milik Pertamina, namun program bersama yang bermanfaat bagi APBN dan pembangunan masyarakat. Keberhasilan program pemerintah mengenai konversi minyak tanah ke LPG dilanjutkan ke berbagai daerah di Indonesia. Walaupun ketika ada beberapa faktor-faktor lain yang menghambat pelaksanaanya program tersebut adalah
Universitas Sumatera Utara
peraturan pelaksanaan yang terlambat, tidak tertampungnaya anggaran pengadaan sarana seperti kompor dan tabung, serta proses lelang yang tidak dapat memenuhi Keppes 80 tahun 2003. Selain itu faktor lain yaitu mengubah suatu kebudayaan dalam penggunaan minyak tanah ke budaya menggunakan gas LPG. Kebudayaan tersebut dimana ketika menggunakan minyak tanah menggunakan pentilasi udara yang sedikit sedangkan menggunakan bahan bakar LPG harus memiliki pentilasi udara yang banyak. Sumatera
Utara
merupakan
tahap
berikutnya.
Menjelang
dilaksanakannya konversi minyak tanah ke LPG di wilayah Sumut tahun 2009 ini, Pertamina Pemasaran Region I menyiapkan sekitar 217.000 tabung Elpiji 3 kg, 80.000 kompor satu tungku serta 60.000 aksesoris (selang, klem, regulator) yang disimpan di gudang Depot LPG Tandem Binjai. Saat ini sekitar 190.000 tabung Elpiji 3 kg dan 230.000 kompor dan aksesorisnya sedang dalam pengapalan dari Tanjung Priok, dan akan tiba dalam waktu dekat. Gudang di Depot LPG Tandem dan 4 SPPBE yang ada di Sumut dapat menampung lebih dari 800.000 tabung Elpiji 3 kg. Pertamina Pemasaran Region I merencanakan menjalankan program pemerintah, dalam upaya penghematan energi melalui konversi minyak tanah ke LPG tahun 2009. Direncanakan program ini akan dilaksanakan di 4 provinsi di Sumatera Bagian Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Untuk wilayah Sumut, direncanakan akhir April proses survei tahap I mulai di Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai. Program konversi akan dilaksanakan secara bertahap dengan total target sekitar 2.035.250
Universitas Sumatera Utara
keluarga di 12 kabupaten dan kota di Sumut hingga akhir 2009. Keduabelas kabupaten/kota terdiri dari 7 kabupaten (Asahan, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Serdang Bedagai, Simalungun) dan 5 kota (Binjai, Medan, Pematang Siantar, Tanjung Balai, dan Tebing Tinggi). (Batak Pos online, Jumat (3/4/2009). Adapun alasan penulis memilih wilayah Kecamatan Delitua dikarenakan Kecamatan Delitua merupakan wilayah tahap satu yang sudah selesai dilaksanakan dan penulis cukup mengenal wilayah kecamatan Delitua. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang sejauhmanakah efektifitas sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG kepada masyarakat dalam rangka mengubah keputusan penggunaan bahan bakar di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur, dan Kelurahan Delitua Kota).
I.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Sejauhmanakah efektivitas sosialisasi program konversi minyak tanah ke LPG kepada ibu-ibu rumah tangga dalam rangka mengubah keputusan penggunaan bahan bakar di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur, dan Kelurahan Delitua Kota)?”
Universitas Sumatera Utara
I.3
Pembatasan Masalah Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat
mengaburkan penelitian, maka peneliti menetapkan batasan masalah yang lebih jelas dan spesifik mengenai hal-hal yang diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Penelitian bersifat korelasional yang menjelaskan hubungan antara efektivitas sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG terhadap perubahan keputusan penggunaan bahan bakar.
b.
Objek penelitian adalah ibu rumah tangga penerima konversi minyak tanah ke LPG di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur, dan Kelurahan Delitua Kota).
c.
Penelitian sosialisasi dilakukan pada tahap pemebelajaran dan penerimaan keluhan dari ibu-ibu rumah tangga.
d.
I.4
Penelitian dilakukan pada bulan November 2009.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui proses sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG yang dilakukan oleh Pertamina.
b.
Untuk mengetahui penerimaan informasi konversi minyak tanah ke gas di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur, dan Kelurahan Delitua Kota).
Universitas Sumatera Utara
c.
Untuk mengetahui pengaruh sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG terhadap perubahan keputusan penggunaan bahan bakar
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menguji pelbagai teori yang digunakan untuk mengukur efektivitas sosialisasi.
b.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian serta menambah bahan referensi dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.
c.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada Pertamina dan pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.
I.5
Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1991:39-40). Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 1993:6).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi dan Komunikasi Efektif, Komunikasi Penyuluhan, Agen-Agen Perubahan, Teori Adopsi Difusi Inovasi, Komunikasi Kelompok, dan Komunikasi Antar Pribadi.
5.1
Komunikasi dan Komunikasi Efektif Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin
communicatio dan bersumber dari kata kommunis yang berarti “sama”, yakni “sama makna” (lambang) (Ruslan, 2005:17). Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesanpesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator kepada penerima pesan sebagai komunikan yang bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antar kedua belah pihak. Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan/informasi kepada pihak komunikan, terlebih dahulu memberikan makna dalma pesan-pesan tersebut (decode). Pesan tersebut ditangkap oleh komunikasi dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya (encode) (Ruslan, 1999:69-70). Menurut Gary Cronkhite dalam bukunya “Communication Awarness”, Cuming Publishing, Co. Inc. California, 1976 (Ruslan, 1999:86-87), ada empat pendekatan atau asumsi pokok untuk memahami tentang komunikasi, yaitu: a.
Komunikasi merupakan suatu proses (communication is a process).
b.
Komunikasi adalah suatu pertukaran pesan (communication is message transactive).
c.
Komunikasi
merupakan
interaksi
yang
bersifat
multi
dimensi
(communication is multi dimensional), yaitu berkaitan dengan dimensi dan
Universitas Sumatera Utara
•
karakter komunikator (sources), Ditinjau dari komunikator, untuk melaksanakan komunikasi efektif. Terdapat dua factor penting dari komunikator, yakni Kepercayaan pada komunikator (source credibility), hal ini meliputi (1) sifat bisa dipercayai si pengirim sebagai sumber informasi, (2) intensi, (3) sikap hangat dan bersahabat, (4) predikat komunikator, (5) latar belakang komunikator, (6) sikap dinamis yaitu proaktif, agresif dan empatik (Supratiknya, 1995:35). Daya tarik komunikator (source attractiveness), hal ini meliputi kecakapan komunikator (Effendy, 2003:45).
•
pesan (message) yang akan disampaikan, yaitu ditinjau dari pesan, pesan yang dapat disampaikan ke komunikan yaitu (Supratiknya, 1995:36), yaitu: (1) menarik, (2) jelas dan ringkas, (3) lengkap dan mudah dipahami, (4) redundansi, (5) arti denotatif dan konotatif.
d.
•
media (channels or as tools) yang dipergunakan
•
komunikasi (audience) yang akan menjadi sasarannya, dan
•
dampak (efect) yang ditimbulkan. Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan atau maksud ganda (communication is multi-purposeful). Komunikasi efektif harus direncanakan dengan memperhatikan situasi,
waktu, tempat, dan pendengarnya. Untuk membantu supaya komunikasi bisa efektif, ada beberapa ketentuan untuk memudahkannya.
Universitas Sumatera Utara
Empat hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan komunikasi (Rumanti, 2002 : 107) adalah sebagai berikut: 1.
Bahwa publik kita itu manusia, jadi mereka tidak pernah bebas dari berbagai pengaruh apa saja.
2.
Manusia
itu
cenderung
suka
memperhatikan,
membaca
atau
mendengarkan pesan yang dirasakan sesuai dengan kebutuhan atau sikap mereka. 3.
Adanya berbagai media massa yang beragam memberikan efek yang beragam pula bagi publiknya.
4.
Media massa memberikan efek dengan variasi yang besar kepada publik atau perseorangan maupun kelompok.
5.2
Komunikasi Penyuluhan Pada hakikatnya penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses
yang dialami mereka yang disuluh sejak mengetahui, memahami, meniati, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan yang nyata, dalam suatu proses komunikasi yang baik untuk tercapainya hasil penyuluhan yang baik. Seperti mana suatu komunikasi baru berhasil bila kedua belah pihak sama-sama siap untuk itu, demikian pula dengan penyuluhan, suatu perencanaan yang matang, dan bukan dilakukan secara asal-asalan saja. Persiapan dan perencanaan inilah yang hendak dipenuhi dengan menyusun lebih dahulu suatu disain komunikasi penyuluhan. Secara harafiah, penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut
Universitas Sumatera Utara
dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada yang disuluhi, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai sesuatu masalah tertentu (Nasution, 1990:7). Claar et al, (1984) membuat rumusan bahwa penyuluhan merupakan jenis khusus pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi pada tindakan, yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan, dan memotivasi, tapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang non-edukatif (Nasution, 1990:7).
5.3
Agen-Agen Perubahan Agen perubahan (change agents) adalah sejumlah orang-orang yang
mempelopori, menggerakkan dan menyebarluaskan proses perubahan dalam usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat. Rogers dan Shoemakers mengartikan agen perubahan sebagai professional yang mempengaruhi putusan inovasi klien menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan (Nasution, 1996:114). Sedangkan Havelock berpendapat agen perubahan adalah seseorang yang membantu terlaksanya perubahan sosial atau suatu difusi inovasi yang berencana. Dengan kata lain, agen perubahan adalah mereka yang sehari-hari bekerja sebagai perencana pembangunan hingga para petugas lapangan pertanian, pamong, guru, dan penyuluhan lainya. Rogers dan Shoemaker menggariskan bahwa setidaknya ada tujuan tugas utama agen perubahan dalam melaksanakan difusi inovasi, yakni: 1)
Menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan
2)
Membina suatu hubungan dalam rangka perubahan (change relationship)
Universitas Sumatera Utara
3)
Mendiagnosa permaslahan yang dihadapi oleh masyarakat
4)
Menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien
5)
Menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata
6)
Menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop-out
7)
Mencapai suatu terminal hubungan.
5.4
Model Adopsi Difusi Inovasi Adopsi adalah keputusan untuk mengunakan secara menyeluruh suatu
inovasi. Keputusan dapat berubah arah setelah proses selanjutnya seperti discontinuance yaitu keputusan untuk menolak inovasi setelah mengadopsinya. Penyebabnya adalah karena ketidakpuasn atas adanya ide baru tersebut. Namun penolakan juga dapat berubah menjadi adopsi. Perubahan ini biasanya terjadi pada tahap konfirmasi. Rogers mendefenisikan difusi sebagai proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the process overtime among the vation is communicated through certain channels overtime among the members of a social system). Unsur-unsur difusi ide (Effendy, 2003:284) adalah: 1. Inovasi 2. Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu 3. Dalam jangka waktu tertentu 4. Di antara anggota suatu sistem sosial
Universitas Sumatera Utara
Inovasi adalah suatu ide, karya, atau objek yang dianggap baru oleh seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi: (1) relative advantage (keuntungan relatif), (2) compatibility
(kesesuaian),
(3)
complexity
(kerumitan),
(4)
trialability
(kemungkinan dicoba), (5) observability (kemungkinan diamati) (Ardianto, 2004:63) Dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya seseorang memalui sejumlah tahapan yang disebut tahap putusan inovasi (Nasution, 1996:113), yaitu: 1) Tahap Pengetahuan. Tahap dimana seseorang sadar, tahu, bahwa ada suatu inovasi 2) Tahap Bujukan. Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan, atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak. 3) Tahap Putusan. Tahap dimana seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud. 4) Tahap Implementasi. Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai sesuatu inovasi. 5) Tahap pemastian. Tahap seseorang memastikan atau mengkomunikasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.
5.5
Komunikasi Kelompok Kelompok merupakan sejumlah orang yang berkelompok atau berkerumun
bersama-sama di suatu tempat, misalanya sejumlah orang di alun-alun yang secara bersama-sama
sedang
mendengarkan
pidato
tukang
obat
yang
tengah
Universitas Sumatera Utara
mempromosikan dagangannya, atau ibu-ibu di pasar secara bersama-sama sedang megurumuni seorang pedagang sayur. Kelompok dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni kelompok kecil dan kelompok besar (Effendy, 2003:71) Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Karakteristik proses komunikasi kelompok (Nasution,1989:27) yaitu: a) Komunikasi kelompok merupakan suatu proses sistematik b) Komunikasi kelompok adalah bersifat kompleks c) Komunikasi kelompok adalah bersifat dinamik Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit (komunikasi kelompok kecil) dan bisa banyak (komunikasi kelompok besar). Jadi, pengkategorian kelompok kecil dan besar tergantung dari jumlah kelompok pesertanya.
5.6
Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-
orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi dan komunikasi antar pribadi merupakan jenis dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis dan memilki arus balik bersifat langsung (Liliweri, 1991:12). Pendapat lain Barnlund bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang, atau tiga atau empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak terstruktur (Liliweri, 1991:12).
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan tatap muka merupakan hal utama di dalam komunikasi antar pribadi. Dalam kegiatan tatap muka yang dilakukan antar pribadi dengan sesamanya merupakan suatu gerakan yang terus menerus dalam waktu dan ruang sebagai wujud keberadaan dan hubungannya yang aktif dengan orang lain (Liliweri, 1991:71). Di dalam komunikasi antar pribadi terdapat tujuh sifat (Liliweri, 1991:310) yaitu: a.
Melibatkan di dalamnya perilaku Verbal nonverbal •
kinesik meliputi penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.
b.
•
proksemik meliputi jarak tubuh
•
paralinguistic meliputi intonasi dan kecepatan berbicara.
Melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan, scripted (tertulis), dan contrived (dipersiapkan)
c.
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang dinamis
d.
Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain sebelumnya)
e.
Dipandu dengan tata aturan yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik
f.
Menunjukkan adanya suatu tindakan
g.
Merupakan komunikasi yang persuasive Di dalam prosees komunikasi antar pribadi hal yang penting dalam
tahapan-tahapan menyampaikan pesan yaitu (Devito, 2001:232):
Universitas Sumatera Utara
1. Opening 2. Feedforward 3. Business 4. Feedback 5. Closing
I.6
Kerangka Konsep Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti,
yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social (Singarimbun,1995:33). Konsep adalah generalisasi dan sekelompok fenomena yang sama. Sebagai hal yang umum konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2005:57). Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Perumusan kerangka konsep ini merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 1991:40). Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variable yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikit: 1.
Variabel Bebas (X) Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menetukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor
Universitas Sumatera Utara
unsur lain (Nawawi, 1991: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sosialisasi program konversi minyak tanah ke LPG. 2.
Variabel Terikat (Y) Variable terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1991: 57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan keputusan penggunaan bahan bakar di kalangan ibu rumah tangga Kecamatan Delitua.
3.
Variabel Antiseden (Z) Variabel antara adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol, atau tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 1991: 58). Variabel antara berada di antara variabel bebas dan variable terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dengan karakteristik responden.
Universitas Sumatera Utara
I.7
Model Teoritis Model
teoritis
merupakan
paradigma
yang
mentransformasikan
permasalahan-permasalahan terkait antara satu dengan lainya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:
Variabel Bebas (X)
Variabel Terikat (Y)
Sosialisasi Konversi Minyak Tanah ke LPG
Perubahan Keputusan Penggunaan Bahan Bakar
Variabel Antiseden(Z)
Karakteristik Responden
Gambar 1 Model Teoritis
I.8
Variabel Operasional Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di
atas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuain dalam penelitian. Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Variabel Operasional Variabel Teoritis Variabel Bebas (X) Sosialisasi Konversi Minyak Tanah ke LPG
a.
b.
c. d.
e. f.
Variabel Operasional Komunikator source credibility • sifat bisa dipercayai si pengirim sebagai sumber informasi • intensi • sikap hangat dan bersahabat • predikat komunikator • latar belakang • sikap dinamis source attractiveness • kecakapan Jenis pesan 2. Verbal Menarik Jelas dan ringkas Lengkap dan mudah dipahami Redundansi Arti denotatif dan konotatif 3. Nonverbal Kinesik • Penampilan fisik • Sikap tubuh dan cara berjalan • Ekspresi wajah • Kontak mata Proksemik • jarak Paralinguistik • Intonasi dan kecepatan berbicara Saluran Alat peraga Proses komunikasi Opening Feedforward Business Feedback Closing Waktu dalam berkomunikasi Suasana berkomunikasi
Universitas Sumatera Utara
Variabel Terikat (Y) Perubahan Keputusan Penggunaan Bahan Bakar
Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden
I.9
g. Jumlah peserta a. Kesadaran b. Bujukan/persuasi Relative advantage (keuntungan relatif) Compatibility (kesesuaian) Complexity (kerumitan) Trialability ( kemungkina dicoba) Observability (kemungkinan diamati) c. Putusan d. Implementasi e. Pemastian a. Pendapatan b. Usia c. Pendidikan Terakhir d. Pekerjaan
Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995: 46). Defenisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Variabel Bebas (Sosialisasi Konversi Minyak Tanah ke LPG) a. Komunikator, yaitu seseorang yang menyampaikan pesan kepada komunikan, dalam hal ini adalah konsultan yang diunjuk oleh Pertamina.. source credibility, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh komunikator sehingga meningkatkan kepercayaan komunikan (ibu-ibu rumah tangga) kepada komunikator (konsultan).
Universitas Sumatera Utara
• sifat bisa dipercayai si pengirim sebagai sumber informasi yaitu tabiat yang dimiliki oleh konsultan untuk berbicara jujur kepada ibuibu rumah tangga. • Intensi
yaitu
kehebatan
konsultan
dalam
menyampaikan
maksud/tujuan dari program konversi minyak tanah ke LPG. • sikap hangat dan bersahabat, yaitu keadaan tidak kaku dan akrab yang diciptakan oleh konsultan ketika menyampaikan sosialisasi kepada ibu-ibu rumah tangga . • predikat komunikator, yaitu gelar atau cap yang dimiliki oleh konsultan di mata masyarakat (ibu-ibu rumah tangga) • latar belakang, yaitu asal-usul konsultan baik itu pendidikan atau keahlian menyangkut pesan yang akan disampaikan mengenai konversi minyak tanah ke gas. • sikap dinamis yaitu kemampuan komunikator dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan ketika sosialisasi. source attractiveness, yaitu daya tarik yang dimiliki komunikator. • kecakapan, yaitu kepandaian komunikator dalam mensosialisasikan konversi minyak tanah ke gas dengan baik. b. Jenis pesan III..
Verbal, merupakan jenis pesan dalam bentuk tulisan dan lisan.
Menarik, yaitu isi pesan mengenai program konversi minyak tanah ke gas dikemas dengan baik oleh konsultan agar pesan tidak membosankan.
Universitas Sumatera Utara
Jelas dan ringkas, yaitu isi pesan mengenai program
konversi
minyak tanah ke gas terang dan tidak bertele-tele. Lengkap dan mudah dipahami, yaitu isi pesan mengenai program konversi minyak tanah ke gas tidak kurang/tepat sehingga mudah untuk dimengerti. Redundansi, yaitu pesan yang disampaikan dilakukan secara pengulangan oleh konsultan. Arti denotatif dan konotatif yaitu pesan mengenai konversi minyak tanah ke gas memiliki makan Denotasi dimana pesan tersebut yang disampaikan memiliki makna sebenarnya, dan konotasi merupakan pesan yang disampaikan memiliki makna ganda. 2. Nonverbal Kinesik • Penampilan fisik, yaitu kemampuan konsultan dalam menampilkan diri seperti cara berpakaian yang baik dan rapi. • Sikap tubuh dan cara berjalan, yaitu gerak tekstur tubuh konsultan ketika mensosialisasikan program konversi minyak tanah ke gas sesuai dengan pesan verbal. • Ekspresi wajah, yaitu mimik muka/pengungkapan wajah konsultan ketika sosialisasi. • Kontak mata, yaitu pandangan fokus konsultan kepada ibu-ibu rumah tangga ketika sosialisasi. Proksemik
Universitas Sumatera Utara
• Jarak, yaitu ruang/sela antara konsultan dengan ibu-ibu rumah tangga. Paralinguistik • Intonasi dan kecepatan berbicara yaitu ketepatan tinggi rendahnya nada dan gaya berbicara konsultan ketika sosialisasi. c. Saluran, alat peraga yang digunakan konsultan ketika melakukan sosialisasi. d. Proses komunikasi, yaitu proses yang dimaksudkan merupakan tahapan-tahapan ketika mensosialisasikan konversi minyak tanah ke gas. Opening, yaitu tahap pembuka sebelum konsultan menyampaikan isi mengenai konversi minyak tanah ke gas. Feedforward, tahap basa-basi sebelum konsultan menyampaikan isi mengenai konversi minyak tanah ke gas. Business, tahap inti/materi pesan dimana konsultan menyampaikan materi pesan mengenai konversi minyak tanah ke gas. Feedback, tahap respon/tanggapan yang diberikan oleh ibu-ibu rumah tannga setelah menerima pesan konversi minyak tanah ke gas kepada konsultan. Closing, tahap penutup setelah pesan konversi minyak tganah ke gas selesai disampaikan oleh konsultan kepada ibu-ibu rumah tangga. e. Waktu dalam Berkomunikasi Menggunakan waktu yang efektif, memanfaatkan waktu dengan tepat
Universitas Sumatera Utara
f. Suasana dalam berkomunikasi Keadaan sekitar/lingkungan ketika sosialisasi dalam hal ini meliputi formal atau nonformal g. Jumlah peserta, yaitu banyak peserta ketika menerima program konversi minyak tanan ke gas. 2.
Variabel Terikat (Perubahan Keputusan Penggunaan Bahan Bakar) a. Kesadaran yaitu hal yang dirasakan/dialami oleh ibu-ibu rumah tangga akan pentingnya program konversi minyak tanah ke gas LPG. b. Tahap Bujukan/persuasi yaitu tahap dimana ibu-ibu rumah tangga dirayu untuk mempertimbangkan, atau sedang membentuk sikap terhadap program konversi minyak tanah ke LPG yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak. Relative advantage (keuntungan relative), yaitu manfaat yang diperoleh ibu-ibu rumah tangga jika menerima program konversi minyak tanah ke gas. Compatibility (kesesuaian), yaitu sosialisasi konversi minyak tanah ke gas serasi dengan nilai-nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan selera, adat-istiadat, dan sebagainya dari ibu-ibu rumah tangga. Complexity (kerumitan), yaitu sosialisasi konversi minyak tanah ke gas dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban yang baru.
Universitas Sumatera Utara
Trialability ( kemungkina dicoba), yaitu bahwa program konversi minyak tanah ke gas akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran sebelum orang terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip manusia yang selalu ingin menghindari suatu resiko yang besar dari perbuatannya sebelumnya “nasi menjadi bubur”. Observability (kemungkinan diamati), yaitu jika program konversi minyak tanah ke gas dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung
hasilnya,
maka
orang
akan
lebih
mudah
untuk
mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam fikiran, atau hanya dapat dibayangkan c. Tahap Putusan yaitu
tahap dimana ibu rumah tangga membuat
putusan apakah menerima atau menolak program konversi minyak tanah ke gas yang dimaksud. d. Tahap Implementasi yaitu tahap ibu rumah tangga melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai konversi minyak tanah ke gas tersebut. e. Tahap pemastian yaitu tahap ibu rumah tangga memastikan atau mengkomunikasikan putusan yaitu menolak atau menerima yang telah diambilnya tersebut. 3.
Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden a. Pendapatan Jumlah penghasilan yang diterima ibu-ibu rumah tangga perbulan.
Universitas Sumatera Utara
b. Usia Tingkat umur ibu-ibu rumah tangga. c. Pendidikan Terakhir Jenjang sekolah terakhir ibu-ibu rumah tangga. d. Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga sehari-hari. I.10 Hipotesa Hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995:43). Hipotesa adalah kesimpulan yang masih belum final, dlam arti masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya (Nawawi, 1991:44). Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H0
: Tidak terdapat hubungan antara sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG terhadap perubahan keputusan mengenai bahan bakar di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur dan Kelurahan Delitua Kota).
Ha
: Terdapat hubungan antara sosialisasi konversi minyak tanah ke LPG terhadap perubahan keputusan mengenai bahan bakar di Kecamatan Delitua (Kelurahan Delitua Timur dan Kelurahan Delitua Kota).
Universitas Sumatera Utara