1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam membangun dan memberikan kontribusi bagi kemajuan peradaban umat manusia. Hal itu terbukti dengan adanya berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia sebagai akibat dari perkembangan dan temuan-temuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi informasi. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara-negara di dunia. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang membuat teknologi informasi dianggap begitu penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Pertama, teknologi informasi mendorong permintaan atas produkproduk teknologi informasi itu sendiri, seperti komputer, modem, sarana untuk membangun jaringan internet lainnya, serta yang kedua, adalah memudahkan transaksi bisnis terutama bisnis keuangan di samping bisnis-bisnis umum lainnya.1 Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pula berbagai bidang kehidupan manusia mengalami dinamika perubahan yang cepat, efektif, dan efisien. Kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti telekomunikasi, transportasi, kesehatan, dan pertanian, adalah beberapa contoh yang menunjukkan kemampuan serta keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat signifikan dalam
1
Agus Raharjo, 2002, Cybercrime (Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi), Citra Aditya Bakti, Purwokerto, h. 1.
1
2
memberikan kemudahan serta kecepatan pemenuhan berbagai macam kebutuhan dan tuntutan hidup manusia. Bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi menempati posisi kunci dan strategis dalam pergaulan atau kerja sama internasional di dalam memasuki persaingan di era globalisasi yang tengah berlangsung dewasa ini. Demikian penting dan strategisnya peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor penentu bagi suatu negara untuk dapat berdiri di garis terdepan dalam persaingan global. Pembangunan nasional yang berlangsung selama ini juga memandang penting peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengelola sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lingkungan hidup bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Pada era yang modern ini, berbagai perkembangan telah membuat perubahan yang cukup signifikan terhadap masyarakat, termasuk dalam gaya hidup. Masyarakat kini cenderung menginginkan sesuatu yang lebih praktis dan efisien. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat kondisi masyarakat yang sedang berada dalam era globalisasi. Pada dasarnya, tiga pilar penting dalam globalisasi yaitu perlindungan hak atas kekayaan perorangan, konsentrasi pasar, dan persaingan sehat, ketiganya merupakan prasyarat keberhasilan suatu negara memasuki era globalisasi2. Masyarakat pun sesungguhnya berperan dalam keberhasilan suatu negara dalam menghadapi era globalisasi. Sehingga sangatlah penting bila suatu masyarakat bisa memilah dengan baik dan turut berperan dalam
2
Romli Atmasasmita, 2014, Hukum Kejahatan Bisnis: Teori dan Praktik di Era Globalisasi, Predana Media, Jakarta, h. 25.
3
era globalisasi tersebut. Salah satunya ialah dengan menghadapi perkembangan teknologi dalam memberikan sebuah jasa terhadap masyarakat. Indonesia yang memiliki banyak kota besar tentu menghadapi berbagai masalah terkait transportasi sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang salah satunya ialah kemacetan. Kemacetan di kota-kota besar di Indonesia semakin menjamur dan sangat merugikan masyarakat produktif terlebih dalam hal waktu. Sehingga masyarakat pun membutuhkan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut agar tetap produktif dan bisa menghemat waktu. Hal ini pun seakan dibantu dengan berkembangnya berbagai aspek dengan pesat, baik itu aspek teknologi, informasi, dan yang sekarang sedang menjamur yakni di bidang transportasi. Dewasa ini, berbagai perusahaan teknologi di bidang transportasi terus menjamur di Indonesia dan semakin diminati masyarakat, terutama di kotakota besar. Persaingan berebut pasar transportasi berbasis aplikasi pun mulai terasa di bisnis yang mengandalkan kemudahan dan kepraktisan ini. Munculnya perusahaan ini dianggap sebagai perkembangan dari pembangunan nasional dalam ilmu teknologi. Hal ini pun seakan memberi bukti bahwa Indonesia memiliki sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu dimanfaatkan, sehingga potensi ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan Indonesia dalam memasuki kerja sama dan persaingan global. Salah satu perusahaan teknologi di bidang transportasi yang kini sedang marak ialah Go-Jek. Go-Jek adalah perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi ojek. GoJek bermitra dengan para pengendara ojek berpengalaman di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Bali dan Surabaya, serta menjadi solusi
4
utama dalam pengiriman barang, pesan antar makanan, berbelanja dan berpergian di tengah kemacetan.3 Kehadiran jasa ini merupakan media alternatif dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat sebagai konsumen yang ingin mengedepankan aspek kemudahan, fleksibilitas, dan efisiensi dalam menggunakan sebuah jasa. Kendaraan yang digunakan oleh Go-Jek dalam memberikan jasanya ialah sama dengan yang digunakan oleh ojek konvensional, yakni kendaraan bermotor beroda 2 (dua). Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh motor (mekanik) yang berjalan di atas jalan darat (jalan aspal, jalan berbatu, jalan tanah/pasir) nuatan manusia atau buatan alam seperti mobil sedan, mobil stasion, jeep, kombi, bis umum, truk, trailer, kendaraan beroda tiga dan beroda dua, dan lain-lain.4 Masyarakat sebagai konsumen yang ingin menggunakan jasa ini tidak perlu mencari ojek di pangkalan ataupun menunggu di pinggir jalan, dengan adanya Go-Jek masyarakat hanya perlu memesan ojek melalui aplikasi Go-Jek yang telah diunduh terlebih dahulu, kemudian memesan dan memasukkan alamat atau lokasi di mana konsumen berada. Konsumen dapat melihat foto pengemudi Go-Jek yang dipesan dan menghubunginya melalui pesan singkat ataupun melalui telepon. Kemudian setelah dikonfirmasi dan ditunggu beberapa saat, maka pengemudi Go-Jek akan langsung datang dan siap untuk memberikan jasa terhadap konsumen. Di akhir layanan, konsumen dapat memberikan komentar dan penilaian terhadap pengemudi ojek tersebut. Maka
3
Situs Resmi Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-jek.com, diakses tanggal 8 November
2015 4
110.
Radiks Purba, 1997, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Djambatan, Jakarta, h.
5
dilihat dari hal tersebut, maka tentu Go-Jek lebih unggul dari jasa ojek konvensional, karena memberikan kemudahan, kenyamanan, dan proses yang lebih cepat. Kehadiran jasa ini seakan menjadi solusi efektif dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat di kota-kota besar. Terlebih lagi masyarakat cenderung menginginkan kenyamanan dan efisiensi. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki oleh internet itu sendiri, yakni ketika seseorang ingin mengakses suatu jasa dapat dilakukan di mana saja hanya menggunakan layanan internet dan alat komunikasi yang menunjang, dan sebagian masyarakat Indonesia pasti memiliki hal tersebut. Namun, kemudahan dan efisiensi yang dihadirkan melalui aplikasi Go-Jek ini diikuti pula dengan semakin banyaknya resiko dalam penggunaannya. Perkembangan yang ada saat ini mengakibatkan pengaturan hukum mengenai hal tersebut seakan tidak dapat lagi mengantisipasi dinamika bisnis sektor transportasi di Indonesia. Terlepas dari nilai lebih jasa Go-Jek, maka dari sudut pandang hukum kehadiran jasa yang berbasis aplikasi ini masih menyimpan sejumlah permasalahan, salah satunya ialah dalam perlindungan data pribadi dari pengguna jasa Go-Jek itu sendiri. Aspek kemudahan yang dihadirkan melalui penerapan teknologi informasi pada suatu jasa diikuti pula dengan semakin banyaknya resiko dalam penggunaannya. Perlu diingat pula bahwa teknologi mempunyai 2 (dua) sisi yang berbeda, yakni sisi positif dan negatif. Sehingga eksistensi dan fungsi teknologi harus didukung oleh suatu pranata nilai budaya dan pranata sosial ekonomi tertentu. Pranata itu juga termasuk tingkat pengetahuan atau tingkat intelek
6
masyarakat yang sesuai.5 Perkembangan teknologi yang sekaligus merupakan perkembangan dalam pemberian jasa juga memiliki dua sisi dampak yang berbeda, yakni di satu sisi memberi kemudahan dan efisiensi sehingga menghemat waktu, namun di sisi lain kemudahan dan efisiensi tersebut sangatlah beresiko. Namun resiko-resiko tersebut seakan terlupakan karena aspek kemudahan dan efisiensi yang diberikan oleh perkembangan ini. Resiko ini tentu juga terdapat dalam jasa Go-Jek, salah satu resikonya ialah penyalahgunaan data pribadi konsumen. Hal ini terjadi mengingat prosedur pemesanan jasa Go-Jek itu sendiri, yakni ketika konsumen mulai memesan jasa Go-Jek, maka dari konsumen akan tercantum di smartphone milik pengemudi Go-Jek yang ditugaskan, beserta rute pengantaran yang konsumen inginkan. Di samping itu, pengemudi Go-Jek yang ditugaskan tersebut bisa menghubungi nomor telepon konsumen yang telah dicantumkan di akun konsumen itu sendiri, untuk mengkonfirmasi titik jemput. Setelah itu, jika konsumen meminta untuk diantar ke rumah atau ke kantor, maka secara tidak langsung pengemudi Go-Jek tersebut juga akan mengetahui alamat rumah atau alamat kantor konsumen. Jadi dalam sekali perjalanan saja, seorang pengemudi Go-Jek yang bertugas sudah bisa mengetahui data-data konsumen yakni nama, nomor telepon, dan alamat rumah atau alamat kantor. Hal ini mungkin terasa biasa saja, namun segala kemungkinan dapat terjadi. Salah satunya ialah penyalahgunaan dari data pribadi konsumen tersebut yang sangat rentan terjadi. Salah satu resiko terbesarnya ialah penyalahgunaan terhadap nomor telepon dari konsumen tersebut yang diketahui oleh pengemudi Go-Jek yang
5
Agus Raharjo, op. cit, h. 22.
7
ditugaskan untuk memberi jasa terhadap konsumen. Penyalahgunaan tersebut tentu saja dapat merugikan konsumen sebagai pengguna jasa Go-Jek. Dampak dari penyalahgunaan tersebut ialah mengganggu privasi seseorang. Menurut Alan F. Westin, privasi dapat digolongkan dalam apa yang dimaksud dengan kerahasiaan, tetapi privasi merupakan konsep yang jauh lebih luas dari kerahasiaan yang meliputi hak untuk mengontrol informasi pribadi seseorang dan kemampuan untuk menentukan dalam hal apa saja dan bagaimana informasi tersebut diperoleh dan digunakan.6 Karena itu privasi mempunyai konsep lebih luas dari kerahasiaan, karena meminta pembatasan kegiatan yang lebih luas berhubungan dengan suatu informasi pribadi, dalam hal pengumpulan, penyimpangan, penggunaan dan penyingkapannya. Privasi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah berkaitan dengan data elektronik, sehingga hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE masih mengatur secara terbatas mengenai ketentuan data pribadi. Pasal 1 angka 1 UU ITE menentukan sebagai berikut. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Selanjutnya, Pasal 1 angka 4 UU ITE menentukan sebagai berikut.
6
Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Cet. II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Edmon Makarim I), h. 148.
8
Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Kedua ketentuan dalam UU ITE tersebut belum menjelaskan secara rinci mengenai pengertian data pribadi itu sendiri. Namun di sisi lain, diatur bahwa data pribadi mendapat perlindungan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 26 UU ITE, yakni sebagai berikut. (1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. (2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa UU ITE tidak menjelaskan mengenai data pribadi secara eksplisit, namun di sisi lain UU ITE turut memberi perlindungan hukum terhadap data pribadi itu sendiri. Bertitik tolak pada latar belakang di atas maka diangkat judul penelitian tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Go-Jek Atas Penyalahgunaan Data Pribadinya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. 1.2
Rumusan Masalah Dalam uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
9
1.
Bagaimanakah hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek?
2.
Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa GoJek atas penyalahgunaan data pribadinya?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan penelitian ini untuk menghindari uraian yang tidak
menyimpang dari pokok permasalahan maka perlu dibatasi permasalahannya yakni mengenai hal sebagai barikut. 1. Hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek. Hubungan hukum tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. 2. Bentuk perlindungan hukum pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya, serta diuraikan mengenai tanggung jawab dalam hal terjadinya penyalahgunaan terhadap data pribadi pengguna jasa Go-Jek. 1.4
Orisinalitas Penelitian Berdasarkan data yang didapat oleh, ditemukan penelitian sejenis dengan
penelitian yang dilakukan. Indikator pembeda penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan disajikan dengan tabel di bawah ini.
10
Tabel 1: Daftar Penelitian Sejenis. No
1
Penulis
Ni Putu Ria Dewi Marheni, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar
Judul
Rumusan Masalah
Perlindungan Hukum 1. Bagaimanakah Terhadap Konsumen pengaturan Berkaitan Dengan mengenai Pencantuman pencantuman Disclaimer Oleh disclaimer pada Pelaku Usaha Dalam suatu situs internet Situs Internet (website) di (Website) Indonesia?
Tahun
2013
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen berkaitan dengan dicantumkanya disclaimer oleh pelaku usaha dalam situs internet (website)?
2015 2
Windi Dianti Agustin, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar
Perlindungan Hukum 1. Bagaimanakah Atas Data Pribadi perlindungan hukum Nasabah Dalam atas data pribadi Penyelenggaraan nasabah dalam Layanan Internet penyelenggaraan Banking Pada PT layanan internet Bank Syariah banking pada PT Mandiri Bank Syariah Mandiri? 2. Apakah upaya yang dilakukan oleh PT Bank Syariah Mandiri dalam meminimalisir resiko yang terjadi dalam penyelenggaraan internet banking?
11
1.5
Tujuan Penelitian 1.5.1
Tujuan umum Adapun tujuan umum dari penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut. 1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjalin antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek. 2. Untuk mengetahui secara umum perlindungan hukum terhadap pengguna jasa Go-Jek dalam hal terjadi penyalahgunaan terhadap data pribadinya. 1.5.2
Tujuan Khusus Terkait dengan tujuan umum di atas maka penelitian ini memiliki
tujuan khusus yang hendak dicapai, yakni sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui masing-masing hak dan kewajiban dari pihak perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek. 2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum dan tanggung jawab dalam hal terjadinya penyalahgunaan terhadap data pribadi pengguna jasa Go-Jek. 1.6
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi manfaat teoritis dan
manfaat praktis, yakni diuraikan sebagai berikut.
12
1.6.1
Manfaat teoritis. 1.
Sebagai sumbangan dalam rangka pengembangan disiplin ilmu pemikiran terutama ilmu hukum khususnya mengenai perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.
2.
Penulisan skripsi ini juga diharapkan terdapat informasi mengenai perlindungan hukum data pribadi, khususnya perlindungan hukum data pribadi dalam sistem elektronik.
1.6.2
Manfaat praktis 1.
Untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau masukan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan mengenai perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.
2.
Untuk dapat digunakan sebagai bahan atau penambah ilmu bagi pembaca serta sebagai referensi di bidang perlindungan hukum data pribadi dalam sistem elektronik.
1.7
Landasan Teoritis Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindetifikasi teori hukum,
konsep hukum, asas hukum, aturan hukum, norma hukum, dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk menganalisis dan membahas permasalahan dalam penelitian. Landasan teori yang digunakan yakni diuraikan sebagai berikut. 1.
Teori Perlindungan Hukum. Timbulnya suatu perlindungan hukum pada dasarnya karena adanya suatu
hubungan hukum. Manusia sebagai makhluk sosial tentu hidup dalam kehidupan
13
bermasyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai interaksi. Berdasarkan hal tersebut secara sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).7 secara umum perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut. Perlindungan hukum diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan hal tersebut maka perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.8 Secara teoritis, perlindungan hukum dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yakni sebagai berikut. a) Perlindungan hukum preventif, yakni bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat berarti bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak.
7
Soeroso, R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 49. Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h.2. 8
14
b) Perlindungan hukum represif, yakni bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau sengketa. Berkaitan dengan pengguna jasa atau konsumen, perlindungan hukum terhadap konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen penyedia dan pengguna yang berkaitan dengan barang dan jasa.9 2.
Perlindungan Data Pribadi di Media Elektronik. Mengenai data pribadi, Indonesia belum memiliki kebijakan atau regulasi
mengenai perlindungan data pribadi dalam satu peraturan khusus. Pengaturan mengenai hal tersebut masih termuat terpisah di beberapa peraturan perundangundangan dan hanya mencerminkan aspek perlindungan data pribadi secara umum. Data pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah data pribadi yang berkaitan langsung dengan data elektronik. Sehingga peraturan perundangundangan yang dijadikan referensi ialah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 1 angka 1 UU ITE mengatur bahwa: Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 UU ITE dinyatakan bahwa: Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
9
Nasution, A.Z, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Diadit Media, Jakarta, h.22.
15
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Kedua pengertian tersebut tidak secara eksplisit memberi pengertian terhadap data pribadi, begitu juga dengan ketentuan-ketentuan lainnya dalam UU ITE. Tetapi, secara implisit UU ITE ini mengatur pemahaman baru mengenai perlindungan terhadap keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang bersifat umum maupun pribadi. Perlindungan data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal. Terkait perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa izin, Pasal 26 UU ITE mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang ditimbulkan. Bunyi Pasal 26 UU ITE yakni sebagai berikut. (1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. (2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menentukan sebagai berikut. Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi yang dimaksud mengandung pengertian sebagai berikut: a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
16
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan (Orang lain tanpa tindakan memata-matai). c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang. Sehingga dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam UU ITE dilindungi hak pribadi seseorang untuk bebas dari segala macam gangguan terhadap kehidupan pribadinya, yang disebabkan oleh penyalahgunaan data pribadi teknologi informasi, baik data yang bersifat umum maupun pribadi. Berkaitan dengan UU ITE, dalam peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 1 angka 27 bahwa, “data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.” Dalam pengertian tersebut tidak dijelaskan rincian data pribadi yang dimaksud, namun data pribadi tersebut haruslah dijaga dan dilindungi. Selanjutnya Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 82 Tahun 2012 menentukan sebagai berikut. Penyelenggara Sistem Elektronik wajib: a. menjaga rahasia, keutuhan, dan ketersediaan Data Pribadi yang dikelolanya; b. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan Data Pribadi berdasarkan persetujuan pemilik Data Pribadi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan c. menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik Data Pribadi tersebut dan sesuai dengan tujuan yang disampaikan kepada pemilik Data Pribadi pada saat perolehan data. Berdasarkan ketentuan tersebut, data pribadi dalam sistem elektronik tentu mendapat perlindungan hukumnya untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan, serta
17
penggunaan dan pemanfaatannya yang harus dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik data pribadi tersebut. 3.
Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Hukum. Terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi tentu
berdampak terhadap kerugian, sehingga ada prinsip tanggung jawab yang berlaku. Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai berikut. a) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault). Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.10 Prinsip ini tergambar dalam beberapa ketentuan di Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yakni Pasal 1365 dan 1367. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1365 KUHPerdata mengharuskan terpenuhinya
empat
unsur
pokok
untuk
dapat
dimintai
pertanggungjawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Ketentuan
10
Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Edmon Makarim II) h. 187.
18
tersebut mengatur mengenai perbuatan melawan hukum yang pada dasarnya ialah perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain. b) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability). Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability) sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah, dengan kata lain beban pembuktian ada pada tergugat.11 Dalam prinsip beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. c) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability). Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.12 Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Sekalipun
11 12
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, h. 61. Ibid.
19
demikian, dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara ada penegasan, „prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab‟ ini tidak lagi diterapkan secara mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi (setinggi-tingginya 1 (satu) juta rupiah). Artinya, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan tetap dapat dimintakan pertanggung jawaban sepanjang bukti kesalahan pihak pengangkut (pelaku usaha) dapat ditunjukan. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada si penumpang. d) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian, ada pula para sarjana yang membedakan kedua terminologi tersebut. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya dalam keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Pada dasarnya strict liability adalah bentuk khusus dari tort (perbuatan melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan (sebagaimana tort pada umumnya), tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena
20
perbuatan melawan hukum itu.13 Dengan prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengkonsumsi produk yang cacat merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Karena itu, pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen. Di Indonesia, prinsip tanggung jawab mutlak secara implisit dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1367 dan 1368 KUH Perdata. Pasal 1367 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Sedangkan Pasal 1368 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab pemilik atau siapapun yang memakai seekor binatang atas kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu tanggung jawab
tanpa
mempersoalkan
adanya
perbuatan
melepaskan
atau
menyesatkan binatangnya. e) Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability). Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Namun secara umum prinsip tanggung jawab ini
13
Ibid, h. 63
21
sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. f) Tanggung jawab produk (product liability). Menurut Agnes M. Toar, product liability adalah tanggung jawab produsen untuk produk yang telah dibawanya kedalam peredaran yang telah menimbulkan/menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Dalam hal ini, product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.14 Product liability disebabkan oleh keadaan tertentu (cacat atau membahayakan orang lain). Tanggung jawab ini sifatnya mutlak (strict liability) atau semua kerugian yang diderita seorang pemakai produk cacat atau membahayakan (diri sendiri dan orang lain) merupakan tanggung jawab mutlak dari pembuat produk atau mereka yang dipersamakan dengannya. Dengan diterapkannya tanggung jawab mutlak itu, pelaku usaha telah dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen akibat produk cacat yang bersangkutan (tanggung jawab tanpa kesalahan “liability without fault”), kecuali apabila ia dapat
14
Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 65.
22
membuktikan sebaliknya bahwa kerugian itu bukan disebabkan produsen sehingga tidak dapat dipersalahkan padanya. g) Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Menurut Van Dunne, penyalahgunaan keadaan terjadi karena ada 2 (dua) unsur, yakni kerugian bagi salah satu pihak dan penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain. Dari unsur kedua, timbul sifat perbuatan, yaitu adanya keunggulan pada salah satu pihak yang bersifat ekonomis dan/atau psikologis. Keunggulan ekonomis terjadi bilamana posisi kemampuan ekonomi kedua belah pihak tidak seimbang sehingga salah satu bergantung pada yang lain. Pada keunggulan psikologis, boleh jadi ketergantungan ekonomis tidak ada, tetapi salah satu pihak mendominasi secara kejiwaan. Kondisi penyalahgunaan keadaan ini dapat tercipta karena adanya “ketergantungan relatif (misalnya antara orang tua dan anak; suami dan istri; dsb) dan salah satu pihak menyalahgunakan keadaan pihak lain untuk kepentingannya. Keadaan yang dimaksud disebabkan, misalnya, yang bersangkutan belum berpengalaman, gegabah, kurang cerdas dan/atau kurang informasi. Melengkapi pandangan Dunne, J. Satrio menambahkan 6 (enam) faktor lagi yang dapat dianggap sebagai ciri dari penyalahgunaan keadaan, diantaranya: a. Pada waktu menutup perjanjian, salah satu pihak ada dalam keadaan terjepit; b. Karena keadaan ekonomis, kesulitan keuangan yang mendesak; c. Karena hubungan atasan-bawahan, keunggulan ekonomis pada salah satu pihak; hubungan majikan-buruh; orang tua/wali-anak belum dewasa; d. Karena keadaan, seperti pasien
23
membutuhkan pertolongan dokter ahli; e. Perjanjian itu mengandung hubungan yang timpang dalam kewajiban timbal balik antara para pihak (prestasi yang tidak seimbang); pembebasan majikan dari resiko dan menggesernya menjadi tanggungan si buruh; dan f. Kerugian yang sangat besar dari salah satu pihak. Penyalahgunaan keadaan ini tentulah sangat relevan untuk disinggung dalam kaitan dengan persengketaan transaksi konsumen. Keadaan yang lebih unggul dari pelaku usaha baik dari segi ekonomis maupun psikologis menjadi senjata yang ampuh untuk mempengaruhi konsumen, sehingga tampaklah bahwa konsumen sangat rasional dalam memutuskan kehendaknya padahal sejatinya justru sebaliknya. Terkait dengan uraian di atas, dalam penerapannya, setiap pertanggung jawaban harus memiliki dasar yang jelas. Dasar pertanggung jawaban dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya: a. Pertanggung jawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melanggar hukum, atau tindakan yang kurang hati-hati; dan b. Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung jawab yang harus dipikul sebagai resiko yang harus diambil oleh seorang pelaku usaha atas kegiatan usahanya. 1.8
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu pedoman untuk mempelajari dan
menghadapi lingkungan-lingkungan yang dihadapi, dan digunakan dalam penelitian ilmiah. Hasil dari penelitian ilmiah ialah sangat bergantung dari pengumpulan data-data penunjang yang lengkap dan jelas agar hasilnya nanti
24
dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan jelas. Demikian halnya dengan penelitian ini menggunakan metode yang diuraikan sebagai berikut. 1.8.1
Jenis penelitian. Dalam
penyusunan
penelitian
ini
jenis
penelitian
yang
dipergunakan dalam mengkaji kedua permasalahan di atas adalah yuridis normatif, yakni penelitian yang mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum positif. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan ini mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Jenis penelitian ini dilakukan karena adanya kekosongan norma hukum
(rechtsvacuum)
yang
secara
khusus
mengatur
mengenai
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. 1.8.2
Jenis pendekatan. Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
ialah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (the statute approach), yaitu dilakukan dengan meneliti semua norma hukum yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.15 Sehingga berbagai peraturan perundangundangan yang bersangkutan dengan penelitian ini, yakni Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 11 Tahun
15
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 93.
25
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Selanjutnya, yakni pendekatan analisis konsep hukum (analitacal and conceptual approach), bahwa digunakan berbagai konsep mengenai perlindungan data pribadi yang terdapat dalam berbagai literatur. 1.8.3
Sumber bahan hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan sebagai bahan dalam
penyusunan penelitian ini adalah: 1. Bahan hukum primer, berupa perundang-undangan yang terkait untuk analisa dalam penelitian ini yakni, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan
Pemerintah
Nomor
82
Tahun
2012
Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 2. Bahan hukum sekunder, berupa bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dapat berupa buku-buku teks, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas
26
putusan pengadilan.16 Bahan hukum sekunder juga termasuk internet dengan menyebut nama situsnya. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan ialah berbagai penelitian mengenai perlindungan data pribadi dan berbagai ketentuan serta informasi yang ada dalam Situs Resmi Go-Jek Indonesia, http://www.go-jek.com. 3.
Bahan hukum tersier, berupa bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Contoh dari bahan hukum tersier adalah bibliografi dan indeks kumulatif.17 Bahan hukum tersier yang digunakan yakni kamus hukum.
1.8.4
Teknik pengumpulan bahan hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini diawali dengan inventarisasi berbagai bahan-bahan hukum, kemudian dilakukan klasifikasi untuk lebih memfokuskan pada bahanbahan hukum yang mendasar dan penting. Selanjutnya dilakukan sistematisasi bahan hukum untuk mempermudah dalam membaca dan memahaminya.
16
Ibid, h. 141. Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24. 17
27
1.8.5
Teknik analisis bahan hukum. Dalam penyusunan penelitian ini, digunakan teknik analisis yuridis
deskriptif yaitu diuraikan fakta mengenai pengaturan perlindungan data pribadi. Kemudian berdasarkan studi kepustakaan yang diperoleh, maka bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif sehingga menghasilkan bahan hukum yang bersifat deskriptif. Teknik ini digunakan karena teknik deskriptif merupakan suatu cara penelitian yang menghasilkan data dekriptif-analitif serta bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.18 Selain itu juga digunakan teknik evaluasi yakni dilakukan penilaian terhadap berbagai bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier tentang perlindungan hukum data pribadi, khususnya bagi pengguna jasa Go-Jek. Selanjutnya dilakukan teknik argumentasi karena teknik ini selalu berdampingan dengan teknik evaluasi. Penilaian-penilaian yang diuraikan dalam penelitian ini harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.
18
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 250.