BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 dari jabatan presiden diakibatkan unjuk rasa yang dilakukan terus-menerus oleh mahasiswa, pemuda, dan rakyat di daerah-daerah. Berhentinya Presiden Soeharto di tengahtengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap adanya perubahan besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, dan memiliki akuntabilitas tinggi serta terwujudnya good governance dan adanya kebebasan berpendapat.2 Kesemuanya itu diharapkan agar dapat mendekatkan bangsa Indonesia kepada pencapaian tujuan nasional sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3 Oleh karena itu gerakan reformasi diharapkan dapat mendorong perubahan mental pemimpin dan rakyat agar mampu menjadi bangsa yang menjunjung tinggi nilainilai kebenaran, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, persamaan serta kebenaran.4 Berbagai tuntutan kemudian disuarakan oleh berbagai komponen bangsa untuk memperbaiki kondisi dan struktur ketatanegaraan. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1
Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Kencana Prenada, Jakarta, 2009, hlm ix. 2 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2007, hlm 3. 3 Ibid. 4 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 2. Penghapusan doktrin dwifungsi ABRI 3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah) 5. Mewujudkan kebebasan pers. 6. Mewujudkan kehidupan demokrasi. 5 Adanya tuntutan yang disuarakan oleh masyarakat untuk melakukan amandemen UUD 1945 didasarkan pada pandangan bahwa UUD 1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM.6 Disamping itu di dalam UUD 1945 terdapat pasalpasal yang multitafsir dan membuka peluang bagi penyelenggara negara untuk disalahgunakan. Kekhawatiran akan adanya peluang yang dapat disalahgunakan tersebut memang telah diingatkan Soekarno dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dengan mengatakan UUD yang dibuat adalah UUD kilat atau revolutie grondwet yang akan diganti atau lebih disempurnakan setelah situasi negara sudah normal.7 Walaupun UUD 1945 memilki kelemahan, harus diakui bahwa UUD 1945 memiliki ketentuan yang baik, oleh karena itu wajar dipertahankan seperti prinsip negara berdasarkan hukum, prinsip kesejahteraan sosial, prinsip penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang 5
Abdul Ghoffar, Loc.Cit. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Loc.Cit. 7 Firdaus, Pertanggungjawaban Presiden Dalam Negara Hukum Demokrasi, Penerbit Yrama Widya, Bandung, 2007, hlm 1. 6
Universitas Sumatera Utara
terkandung di dalamnya yang menguasai hajat hidup rakyat banyak untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.8 Tuntutan untuk mengadakan perubahan UUD 1945 pada era reformasi merupakan suatu terobosan yang mendasar karena pada era orde baru tidak dikehendaki adanya perubahan UUD 1945.9 Walaupun pasal 37 UUD 1945 memberi adanya peluang untuk mengadakan perubahan, kemungkinan tersebut dikesampingkan dengan dalih UUD 1945 harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen, dalam arti UUD 1945 merupakan amanat pendiri bangsa yang harus dijaga dan dihormati.10 Sikap politik pemerintah pada saat itu kemudian diperkuat dengan lahirnya dasar hukum Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 Tentang Referendum yang isinya adalah kehendak untuk tidak
melakukan perubahan
UUD 1945. Jika kehendak untuk mengubah UUD 1945 tetap muncul, maka harus terlebih dahulu dilakukan referendum dengan persyaratan yang sangat ketat, sehingga kecil kemungkinannya perubahan UUD 1945 tersebut untuk dilaksanakan.11 Desakan untuk mengadakan perubahan UUD 1945 akhirnya ditanggapi oleh MPR. Amandemen ini dilakukan berdasarkan pasal 37 UUD 1945 dan amandemen ini telah dilakukan sebanyak empat kali oleh MPR. Dalam mengadakan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut terdapat beberapa
8
Riri Nazriyah, MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan, Yogyakarta, FH UII Press 2007, hlm 118. 9 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Op.Cit. hlm 4. 10 Riri Nazriyah, Op.Cit., hlm 321. 11 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan dasar. Salah satu kesepakatan dasar dalam mengadakan perubahan UUD 1945 tersebut adalah mempertegas sistem pemerintahan presidensial.12 Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mempraktikkan dua model sistem pemerintahan yaitu sistem parlementer dan sistem presidensial. Dari periode 1945-1959, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer dengan tiga konstitusi berbeda, yaitu : Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950), dan UndangUndang Dasar 1950 (1950-1959). Ketika kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 melalui Dekrit Presiden 1959, Indonesia memakai sistem pemerintahan presidensial dengan karakter antara lain Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR, Presiden bertanggung jawab kepada MPR, pembatasan periodisasi masa jabatan presiden yang tidak jelas. Dengan karakter yang demikian, Sri Soemantri beranggapan
sistem
pemerintahan
Indonesia
mengandung
unsur
sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.13 Oleh karena itu, ketika MPR hasil pemilihan umum mempertahankan sistem pemerintahan presidensial dan berupaya memurnikan sistem pemerintahan presidensial. Langkah pemurnian dimaksudkan untuk mengurangi sistem pemerintahan parlementer dalam sistem pemerintahan Indonesia. 14 Penegasan sistem pemerintahan presidensial dalam UUD 1945 hasil amandemen memang sudah dilakukan seperti kedudukan Presiden dan DPR dalam posisi yang sejajar dan sama kuat berdasarkan pemisahan kekuasaan agar sistem dan mekanisme check and balance dapat berjalan. Namun dalam 12
Ibid., hlm 13. Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010,hlm 3. 14 Ibid. 13
Universitas Sumatera Utara
praktiknya, arah untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensial tersebut masih mengalami hambatan karena terjadi pertentangan antara pasal yang terdapat dalam hasil amandemen UUD 1945 itu sendiri.15 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan adapun perumusan
masalah yang diangkat adalah 1. Bagaimana sistem pemerintahan di Negara Republik Indonesia sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945? 2. Bagaimana penerapan sistem pemerintahan presidensial di Negara Republik Indonesia setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut 1. Mengetahui sistem pemerintahan Indonesia sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar 1945. 2. Mendapatkan pemahaman mengenai
penerapan sistem pemerintahan
presidensial di Indonesia. 2. Manfaat Penulisan A. Secara Teoritis Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah serta memberikan
15
Abdul Ghoffar, Op.Cit., hlm xiv.
Universitas Sumatera Utara
kontribusi pemikiran dalam hal sistem pemerintahan setelah adanya amandemen UUD 1945. B. Secara Praktis Hasil penulisan ini semoga bermanfaat bagi semua orang, terutama untuk peminat pada perkuliahan di Fakultas Hukum dan untuk sumbangan pemikiran ilmiah hukum positif Indonesia. Penulisan ini diharapkan mampu mengggambarkan tentang penerapan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia pasca amandemen UUD 1945. D.KEASLIAN PENULISAN Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Penerapan Sistem Presidensial Di Negara Republik Indonesia Setelah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan dari informasi yang diperoleh dari perpustakaan, judul ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Kemudian, permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Dalam skripsi ini, penulis mencoba untuk mengarahkan penerapan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia setelah amandemen UUD 1945. Oleh karena itu, keaslian dari tulisan ini dapat dijamin oleh penulis. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pemerintahan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian sistem. Menurut Poerwodarminto bahwa sistem adalah (1) seperangkat unsur yang secara
Universitas Sumatera Utara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, (2) susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya, dan (3) metode.16 Sedangkan Menurut Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, pengertian sistem adalah : “Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang jika akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu”.17 Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengertian sistem adalah seperangkat atau suatu keseluruhan yang utuh yang terdiri beberapa bagian yang yang mempunyai hubungan fungsional terhadap keseluruhannya dan memiliki keterkaitan antara bagian-bagian untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan kata pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan pemerintah berasal dari induk kata perintah. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata tersebut memiliki arti sebagai berikut: a. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu; b. Pemerintah ialah kekuasaan yang memerintah suatu negara atau badan tertinggi yang memerintah suatu negara; c. Pemerintahan adalah suatu perbuatan atau cara, urusan dalam hal memerintah.18
16
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2024097-pengertian-sistem, diakses 23 Maret 2011. 17 Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, 1983, hlm 171. 18 . http://mjieschool.blogspot.com/2008/10/sistem-pemerintahan-pertemuan-1.html, diakses pada 24 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
Pemerintahan juga memiliki dua pengertian yang berbeda yaitu pemerintahan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan Negara. Sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.19 Jadi, sistem pemerintahan diartikan sebagai seperangkat atau suatu keseluruhan utuh yang terdiri atas berbagai bagian yang yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.20 Kekuasaan dalam suatu negara menurut Montesqieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan membentuk undangundang, Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaaan yang menjalankan undangundang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan, dan kekuasaan yudikatif yaitu kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Jadi sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Lembagalembaga negara yang berada dalam suatu sistem pemerintahan negara bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk dapat mewujudkan tujuan dari
19
.Ibid. http://uzey.blogspot.com diakses 4 Agustus 2011.
20
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan negara yang bersangkutan.21 Secara umum sistem pemerintahan terbagi atas dua yaitu sistem parlementer dan sistem presidensial.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial A. Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan dimana menteri-menteri harus mempertanggung jawabkan kinerja eksekutifnya.22 Sistem pemerintahan parlementer merupakan sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan didunia. Menurut sejarah, Negara Inggris merupakan tempat kelahiran sistem pemerintahan parlementer.23 Sistem parlementer lahir dari pertanggungjawaban menteri seperti yang terjadi di Inggris dimana seorang raja tidak dapat diganggu-gugat (the king can do no wrong), maka jika terjadi perselisihan antara raja dan rakyat, maka menterilah yang bertanggung jawab atas kebijakan raja. Sebagai contoh, Thomas Wenthwoth salah satu menteri pada masa Raja Karel I dituduh melakuka tindak pidana oleh majelis rendah. Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati oleh majelis tinggi. Dari pertanggungjawaban pidana ini, kemudian lahir pertanggungjawaban politik, dimana menteri harus bertanggung jawab atas seluruh kebijaksaanaan pemerintah terhadap parlemen.24 Sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa sistem parlementer ini adalah 21
Ibid. http://ngotakngatik.blogspot.com/2010/01/macam-sistem-pemerintahan diakses pada 5 Agustus 2011. 23 Saldi Isra, Op.Cit., hlm 26. 24 Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm 172. 22
beserta.html,
Universitas Sumatera Utara
kelanjutan dari bentuk negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau ratu dan presiden, kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan ratu di Inggris, raja di Muangthai dan presiden di India. Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri atau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah “the king can do no wrong”.25 Untuk lebih jelasnya karakter
sistem pemerintahan parlementer akan
diuraikan sebagai berikut : 1. Hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan sangat erat. Hal ini disebabkan adanya pertanggung jawaban para menteri terhadap parlemen, oleh karena itu kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan dengan suara yang terbanyak dari parlemen. Sehingga kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari yang dikehendaki parlemen.26 2. Fungsi eksekutif dibagi kedalam dua bagian yaitu kepala pemerintahan dan kepala negara. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri atau kanselir. Kepala negara adalah seorang presiden sebagaimana
25 26
Ibid, hlm 173. Ibid., hlm 172.
Universitas Sumatera Utara
yang ada di Jerman, India, dan Italia atau seorang ratu di Inggris dan seorang kaisar seperti di Jepang.27 3. Pada umumnya sistem kepartaian yang dianut dalam sistem pemerintahan parlementer adalah sistem multi partai. Walaupun demikian ada negara yang menganut sistem partai yang sederhana seperti Inggris yang menganut sistem dua partai. 4. Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai Perdana Menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilihan umum. Sedangkan pihak yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi. Dalam sistem multi partai, karena tidak satu pun parlemen dari partai politik yang menguasai parlemen secara mayoritas, maka pembentukan kabinet tidak lancar seperti yang ada pada sistem dua partai. Formatur (pembentuk kabinet) harus membentuk kabinet secara koalisi berdasarkan kekuatan perimbangan di parlemen.28 Karena koalisi dibentuk atas dasar kompromi, maka kadang kala dukungan partai politik ditarik dengan menarik menterinya di kabinet lalu mengembalikan mandatnya kepada kepala negara. Oleh karena itu, banyak pendapat yang mengatakan sistem parlementer yang diikuti dengan sistem multi partai sering menimbulkan ketidakstabilan pemerintahan karena sering terjadi pertukaran kabinet.29 5. Menteri-menteri biasanya berasal dari anggota parlemen. Para anggota pemerintahan memiliki peranan ganda dalam sistem parlementer. Mereka 27
Abdul Ghoffar, Op.Cit., hlm 55. Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm 174. 29 Ibid., hlm 175 28
Universitas Sumatera Utara
tidak saja sebagai menteri tetapi juga menjadi anggota parlemen. Namun, tidak semua negara parlementer yang memiliki menteri yang juga anggota parlemen. Di negara-negara tertentu seperti Belanda, Norwegia dan Luxemburg memiliki larangan para menteri untuk menjadi anggota parlemen.30 6. Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen, bukan kepada rakyat. Karena pemerintah secara keseluruhan tidak dipilih secara langsung oleh para pemilih, maka pertanggung jawaban kepada rakyat juga dilaksanakan secara tidak langsung yaitu melalui parlemen.31 7. Kepala Pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen. Dalam monarki pra-parlementer di Eropa, jika tidak puas dengan kinerja parlemen, maka raja dapat membubarkan salah satu atau kedua badan legislatif. Pada saat ini, kepala negara tetap dapat membubarkan parlemen tetapi harus berdasarkan permintaan kepala pemerintahan.32 8. Adanya prinsip supremasi parlemen yaitu kedudukan parlemen dianggap lebih tinggi dari bagian-bagian pemerintahan. Kedudukan pemerintah (kabinet) lebih rendah dari parlemen, sehingga pemerintah harus bergantung pada parlemen bila ingin tetap berkuasa.33 9. Kekuasaan Negara terpusat pada parlemen. Penyatuan kekuasaan eksekutif dan legislatif di parlemen menjadikan parlemen menjadi pusat kekuasaan 30
Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, PT RajaGrafindo, Jakarta, 1995,hlm 41. 31 Ibid. 32 Ibid 33 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
negara. Agar sistem pemerintahan parlementer bisa berjalan dengan baik, maka pemerintah sebaiknya tidak menentang penolakan atau kritik atas program pemerintah yang disampaikan parlemen.34 Kelebihan dari sistem pemerintahan parlementer adalah 1. Pembuatan kebijakan dapat dilakukan secara cepat karena penyesuaian pendapat yang mudah antara eksekutif dan legislatif. Hal ini dikarenakan kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. 2. Pertanggungjawaban dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik yang jelas yaitu kabinet. 3. Dengan adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet, maka kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.35 Sedangkan kekurangan sistem pemerintahan parlementer adalah 1. Kedudukan pemerintah atau eksekutif sangat bergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga aewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. 2. Kedudukan pemerintah atau eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesua dengan masa jabatnnya karena eksekutif dapat dibubarkan sewaktu-waktu. 3. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai
34
Ibid http://karuniayeni.blogspot.com/, diakses pada 5 Agustus 2011.
35
Universitas Sumatera Utara
mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen. 4. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.36 B. Sistem Pemerintahan Presidensial Apabila sistem pemerintahan parlementer terkait dengan perkembangan sistem parlementer Inggris, maka sistem pemerintahan presidensial tidak dapat dipisahkan dari Amerika Serikat. Dalam berbagai literatur, Amerika Serikat bukan saja merupakan tanah kelahiran sistem pemerintahan presidensial, tetapi juga menjadi contoh ideal karena telah memenuhi hampir semua kriteria yang ada didalam sistem pemerintahan presidensial.37 Kelahiran sistem pemerintahan presidensial tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Amerika Serikat dalam menentang dan melepaskan diri dari kolonial Inggris serta sejarah singkat pembentukan konstitusi Amerika Serikat.38 Kebencian rakyat terhadap pemerintahan raja George III merupakan alasan dianutnya sistem pemerintahan presidensial di Amerika Serikat. Rakyat tidak menghendaki bentuk negara monarki dan untuk mewujudkan kemerdekaannya dari pengaruh Inggris maka
rakyat
mengikuti
jejak
Montesqieu
dengan
mengadakan pemisahan kekuasaan, karena dengan adanya pemisahan kekuasaan
36
Ibid. Saldi Isra, Op.Cit., hlm 31. 38 Ibid .
37
Universitas Sumatera Utara
dalam ajaran trias politica maka tidak ada kemungkinan kekuasaan yang satu akan melebihi kekuasaan yang lainnya.39 Pembentukan
sistem
pemerintahan
yang
berbeda
dengan
sistem
pemerintahan parlementer yang dipraktikkan di Inggris yang dibentuk oleh pembentuk konstitusi di Amerika Serikat merupakan bentuk penolakan rakyat terhadap Inggris. Pemisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif merupakan salah satu konsep yang dimuat dalam konstitusi Amerika Serikat dan untuk pertama kalinya jabatan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan juga muncul di Amerika Serikat pada abad ke-1840. Jabatan Presiden tersebut merupakan hasil Konvensi Federal pada tahun 1787. Walau memilih Presiden dan menolak raja, para perancang Konstitusi Amerika Serikat memutuskan bahwa sang presiden harus mempunyai kekuatan yang memadai untuk menyelesaikan rumitnya masalah bangsa. Oleh karena itu dirancanglah konstitusi yang memberikan kekuasaan besar kepada Presiden namun dengan menutup potensi hadirnya pemimpin sejenis raja yang tiran.41 Setelah proses kelahiran itu, sistem pemerintahan republik yang dipimpin oleh Presiden muncul diberbagai belahan dunia. Diantara semua kawasan didunia, negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Selatan merupakan kawasan yang paling luas menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Salah satu alasannya adalah secara geografis negara-negara tersebut lebih dekat dengan Amerika Serikat. Di Eropa, presiden pertama kali muncul di Perancis. Meski bentuk negara republik berawal di tahun 1792, jabatan presiden baru muncul de era republik 39
Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit. hlm 177. Saldi Isra, Op.Cit. hlm 32. 41 Ibid. 40
Universitas Sumatera Utara
kedua (1848-1851), dengan Louis Napoleon sebagai presiden. Namun setahun kemudian diubah statusnya menjadi
Kaisar Napoleon (1852) yang terus
memerintah sampai Prancis dikalahkan oleh Jerman (1870). Jabatan Presiden kembali muncul dimasa Republik Ketiga (1875-1940). Di Jerman, jabatan presiden baru muncul setelah selesai perang dunia I (1818), yaitu dengan berlakunya konstitusi Weimar. Sempat menghilang di era diktator Hitler (19341945), jabatan presiden kembali muncul setelah perang dunia kedua. Di Asia, jabatan presiden dicangkokkan oleh Amerika Serikat saat memberikan kemerdekaan yang terbatas dalam bentuk The Commonwealth of The Phillipinnes kepada Filipina pada tahun 1935. Di Afrika, Presiden Liberia yang hadir pada tahun 1948 adalah presiden pertama yang diakui dunia Internasional.42 Secara umum sistem pemerintahan presidensial memiliki karakteristik yaitu: 1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif.43 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif tidak terbagi seperti yang ada pada sistem pemerintahan parlementer dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja. 3. Kepala pemerintahan adalah kepala negara. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki peran ganda yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sebagai kepala negara, jabatan presiden dapat
42 43
Ibid, hlm 33. Ibid, hlm 48.
Universitas Sumatera Utara
dikatakan sebagai simbol negara dan sebagai kepala eksekutif, presiden merupakan pemegang kekuasaan tunggal dan tertinggi.44 4. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, atau melalui mekanisme yang lain yang sah misalnya melalui badan pemilih di Amerika Serikat. Selain itu, Presiden yang dipilih untuk masa jabatan tertentu yang sesuai dengan konstitusi dalam suatu negara sehingga presiden tidak dapat dipaksa mengundurkan diri oleh badan legisalatif, kecuali melalui impeachment karena kepala negara melakukan tindak pidana yang diatur dalam konstitusi.45 5. Sistem kepartaian dalam sistem pemerintahan presidensial adalah sistem kepartaian sederhana atau sistem dua-partai. Karena sistem pemerintahan yang memiliki sistem kepartaian sederhana atau sistem dua partailah yang memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melahirkan sistem presidensial yang efektif.46 Memang ada beberapa negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial yang dipadukan dengan sistem multi partai, namun perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial yang menganut sistem multi partai menyulitkan untuk melahirkan pemerintahan yang stabil dan
efektif. Karena pemerintah harus mengakomodasikan
kepentingan banyak partai politik koalisi untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen.47 44
Ibid., hlm 40. Zakaria Bangun, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Penerbit Bina Media Perintis, 2007, hlm 162. 46 Denny Indrayana, Refleksi Lima Tahun Amandemen UUD 1945, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2008, hlm 11. 47 Jimly Asshiddiqie, Makalah Dinamika Partai Politik, hlm 8. 45
Universitas Sumatera Utara
6. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya. Hal ini dikarenakan karena dalam sistem pemerintahan presidensial ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara legislatif dan eksekutif, sehingga pembentukan pemerintah tidak tergantung terhadap pada proses politik di lembaga legislatif.48 7. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan begitu juga sebaliknya. 8. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen, dan parlemen juga tidak dapat menjatuhkan pemerintah (eksekutif). Kedua lembaga ini ini bersifat mandiri dan setara dalam menjalankan fungsi checks and balances pemerintahan.49 9. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu pemerintahan bertanggung jawab karena konstitusi.50 10. Eksekutif tidak bertanggung jawab kepada parlemen tetapi bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat.51 11. Kekuasaan
tersebar
secara
tidak
terpusat
seperti
dalam
sistem
pemerintahan parlementer yang terpusat pada parlemen. Sekalipun dalam sistem presidensial tidak satu lembaga negara pun yang menjadi fokus kekuasaan, tetapi peran dan karakter individu presiden lebih menonjol
48
Jimly Asshiddiqie dalam Saldi Isra, Loc.Cit, hlm 40. Zakaria, Op.Cit., hlm 162. 50 Jimly Asshiddiqie dalam Saldi Isra, Op.Cit.,hlm 39. 51 Ibid. 49
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan peran kelompok, organisasi, atau partai politik yang ada dalam negara.52 Dengan pola hubungan eksekutif dan legislatif yang terpisah, setidaknya
ada
empat
keuntungan
yang
terdapat
dalam
sistem
pemerintahan presidensial yaitu : a. Presiden yang dipilih secara langsung menjadikan kekuasaannya menjadi legitimate karena mendapat mandat langsung dari rakyat. Sementara itu dalam sistem pemerintahan parlementer, Perdana Menteri diangkat melalui proses penunjukan. b. Adanya pemisahan antara lembaga negara terutama antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Dengan adanya pemisahan itu, setiap lembaga negara dapat saling melakukan pengawasan terhadap lembaga negara
lainnya
untuk
mencegah
terjadinya
penumpukan
dan
penyalahgunaan kekuasaan. c. Dengan posisi sentral dalam jajaran eksekutif, Presiden dapat mengambil kebijakan strategis yang amat menetukan secara cepat. d. Dengan masa jabatan yang tetap, posisi Presiden jauh lebih stabil dibandingkan dengan Perdana Menteri yang bisa diganti setiap waktu.53 Sedangkan kelemahan sistem pemerintahan presidensial adalah terdapat kemungkinan perbedaan pandangan antara eksekutif dan legislatif tentang apa yang ditetapkan sebagai tujuan negara atau dalam mengambil suatu kebijakan
52 53
Ibid. Ibid, hlm 42.
Universitas Sumatera Utara
politik.54 Hal ini dikarenakan partai politik Presiden yang memenangkan pemilihan umum tidak jarang menjadi kekuatan minoritas di parlemen.55 3. Partai Politik Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.56 4. Koalisi Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, dimana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Dalam hubungan internasional, sebuah koalisi bisa berarti sebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan tertentu. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warga negara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Koalisi dalam
54
Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit., hlm 179 Saldi Isra, Op.Cit, hlm 271. 56 UU RI Nomor 2 Tahun 2011Tentang Partai Politik LN RI Nomor 8 Tahun 2011. 55
Universitas Sumatera Utara
ekonomi menunjuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan hubungan saling menguntungkan.57 5 .Pemerintahan Koalisi Pemerintahan Koalisi adalah kabinet dalam pemerintahan parlementer, dimana beberapa partai bekerja sama. Alasan yang biasanya menyebabkan pembentukan koalisi ialah karena tidak adanya partai yang secara sendirian dapat mencapai suara mayoritas di parlemen. Selain itu, sebuah pemerintahan koalisi mungkin juga dibentuk dalam masa kesulitan atau krisis nasional, misalnya selama perang, untuk memberikan kepada pemerintah tingkat legitimasi politik yang tinggi yang dibutuhkannya; selain juga mengurangi pertikaian politik internal. Pada saat itu, partai-partai akan membentuk koalisi semua partai (kadang-kadang juga disebut “pemerintahan persatuan nasional”, atau “koalisi akbar”). Umumnya jika suatu koalisi runtuh, maka pengambilan suara untuk mosi kepercayaan atau mosi tidak percaya akan dilaksanakan.58 Koalisi pemerintahan terbagi atas tiga yaitu koalisi pas terbatas (minimal winning coalition), koalisi kekecilan (undersized coalition ) dan koalisi kebesaran (oversized coalition). Koalisi pas-terbatas adalah koalisi yang mendapatkan dukungan mayoritaas sederhana di parlemen. Jumlah partai yang berkoalisi dibatasi hanya untuk mencapai dukungan mayoritas sederhana. Koalisi kekecilan adalah koalisi yang mendapatkan dukungan mayoritas sederhana. Koalisi kekecilan adalah koalisi yang tidak mendapatkan dukungan sederhana di
57
http://id.wikipedia.org/wiki/Koalisi ,diakses pada 27 Juli 2011.
58
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_koalisi, diakses pada 27 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
parlemen.
Koalisi
kebesaran
adalah
potret
pemerintahan
yang
nyaris
mengikutsertakan semua partai ke dalam kabinetnya.59 F.METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer dan sekunder, dan tersier. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel. G.SISTEMATIKA PENULISAN Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II : Dalam bab ini akan dibahas mengenai sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 yaitu pada masa berlaku UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949), masa berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950), masa berlaku UUDS
59
Denny Indrayana, Mendesain Presiden Yang Efektif, PT Kompas Media Nusantara , Jakarta, 2008, hlm 221.
Universitas Sumatera Utara
1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959), masa berlaku kembalinya UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Bab III : Dalam bab ini akan dibahas mengenai sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia setelah amandemen UUD 1945, serta mengenai penerapan sistem pemerintahan Presidensial di Indonesia setelah amandemen UUD 1945. Bab IV : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran mengenai pembahasan yang dikemukakan
Universitas Sumatera Utara