1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil observasi awal pada salah satu SMP swasta di Bandung, diperoleh data rata-rata hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA TERPADU untuk kelas VIII adalah 48,83 dalam skala 1-100. Diketahui nilai Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) yang telah ditetapkan pihak sekolah adalah 60. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa jumlah siswa yang nilainya sudah mencapai SKBM tidak lebih dari 12 persen. Menurut hasil wawancara dengan guru bidang studi, rendahnya nilai hasil belajar ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya masih banyak siswa yang belum memahami materi yang diajarkan. Padahal soal-soal yang diberikan pada Ujian Akhir Sekolah adalah soal-soal dari ulangan harian dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sebelumnya sudah dibahas. Guru menginformasikan juga bahwa metode mengajar yang selama ini digunakan olehnya masih didominasi dengan ceramah, dan sesekali digunakan metode yang lainnya yaitu diskusi dan pemberian tugas. Dari angket yang disebarkan kepada siswa, diperoleh data sebagai berikut: Jumlah siswa yang menyenangi pelajaran IPA sebanyak 28,6 persen. Sementara yang tidak menyenangi pelajaran IPA sebanyak 71,4 persen. Alasan tidak menyenangi IPA lebih disebabkan karena faktor guru dalam membawakan pelajaran IPA, jumlahnya mencapai 52 persen. Sementara yang tidak menyenangi
2
IPA lebih disebabkan materinya yang sulit dan membosankan sekitar 48 persen. Untuk pertanyaan mengenai metode yang sering digunakan oleh guru dalam membawakan pembelajaran IPA, 80 persen siswa menyatakan bahwa guru sering membawakan materi dengan metode ceramah, yang lainnya dengan diskusi sebanyak 17 persen dan 3 persen menyatakan demonstrasi. Untuk pertanyaan seberapa sering siswa diajak untuk
praktikum, 97 persen siswa menyatakan
jarang dibawa praktikum. Sementara itu, jumlah praktikum yang dilakukan oleh siswa pada semester lalu, 40 persen mengatakan tidak pernah praktikum, 37,1 persen mengatakan satu kali dan sisanya 22,9 persen menyatakan pernah 2 kali praktikum. Untuk pertanyaan mengenai pemahaman mereka terhadap materi yang diajarkan oleh guru, 28,6 persen menyatakan memahami apa yang diajarkan oleh guru. Sementara sisanya 71, 4 persen menyatakan tidak memahami apa yang diajarkan oleh guru. Ketidakpahaman siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa diakibatkan kurangnya pengalaman belajar siswa. Untuk mendapatkan pengalaman belajar yang optimum diperlukan interaksi dan peran serta siswa dalam proses pembelajaran. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin banyak pula pengetahuan dan pemahaman yang diingat siswa. Menurut hasil penelitian Dr. Vernon Magnesen (Colin Rose, 1999), persentase seseorang dalam mengingat suatu hal akan lebih banyak jika hal tersebut ia alami dengan melibatkan seluruh indra. Hasil penelitian beliau tentang persentase hasil daya ingat dari jenis kegiatan belajar yang dilakukan disajikan dalam tabel 1.1.
3
Tabel 1.1 Persentase hasil daya ingat dari proses belajar Persentase Hasil Daya Ingat (%) 20
Kegiatan Belajar Membaca
30
Mendengar
40
Melihat
50
Mengucapkan
60
Melakukan
90
Melihat, mengucapkan, mendengar dan melakukan
Berikut ini disajikan pula beberapa hasil pengamatan peneliti terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. a. Siswa tidak mampu mengerjakan soal yang berbeda dengan contoh soal yang diberikan oleh guru padahal tipe dan kesulitannya setara b. Hanya sedikit siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru padahal materi itu belum lama berlalu. c. Kebanyakan siswa tidak paham jika diberikan soal yang berhubungan dengan diagram maupun data grafik. Kalau kita merujuk pada taxonomi Bloom pada aspek kognitif, fenomena yang terungkap dari hasil pengamatan tadi menunjukkan masih rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Padahal, pemahaman akan konsep dasar merupakan prasyarat mutlak untuk memahami materi selanjutnya. Lebih penting lagi, IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang antara konsep satu dan lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Kalau satu konsep IPA tidak dipahami maka konsep yang lainnya, besar kemungkinan tidak bisa
4
dipahami. Kemampuan memahami konsep yang telah dipelajari merupakan modal awal bagi siswa untuk memahami materi yang akan dipelajari kemudian. Salah satu penyebab kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep IPA disebabkan karena pengalaman belajar siswa tidak maksimal. Padahal, jika kita memperhatikan kurikulum yang digariskan oleh DEPDIKNAS, kita dapat melihat bahwa
selain memperhatikan produk, IPA adalah mata
pelajaran yang mementingkan proses. Dan proses pembelajaran yang berlangsung semestinya bisa diorkestrasi untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa sehingga mereka bisa belajar dengan aktif, mandiri dan mampu menuangkan gagasan-gagasannya. Pendek kata, pembelajaran berpusat di siswa (student centered). Olivia (2005) melaporkan bahwa kenyataaan di lapangan ternyata banyak guru yang masih cenderung mendominasi pengajaran. Padahal sejalan dengan perubahan paradigama pendidikan, pelajaran IPA diharapkan tidak terfokus pada guru saja (teacher centered) tapi bergeser pada siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered). Salah satu alternatif pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bisa menumbuhkan pemahaman konsep adalah Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran
tersebut
akan
lebih
menarik
bagi
siswa
karena
proses
pembelajarannya akan lebih terasa dan kontekstual dengan kehidupan sehari-hari. Siswa dituntut mengalami secara penuh apa yang ia pelajari. Melalui pembelajaran berbasis masalah diharapkan siswa dapat memahami konsep yang disajikan dalam permasalahan. Alhasil, dengan memahami konsepnya, ketika
5
siswa dihadapkan pada masalah lain, ia mampu menyelesaikan dengan pengalaman yang telah ia miliki. Pembelajaran berbasis masalah memungkinkan siswa untuk memanfaatkan kemampuan awalnya dan menerapkan kemampuan akademik serta keterampilan yang ia peroleh dari sekolah dalam kehidupan sehari-harinya di masyarakat (Abdullah, 2007). Hasil penelitian sebelumnya, yakni Runi (2005) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Demikian pula penelitian Mulkayatiyah (2005) dan Abdullah (2007) menunjukkan bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah siswa dapat memiliki penguasan konsep IPA lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Dengan melihat uraian karakterstik konsep pada pokok bahasan Getaran , penulis berpendapat kalau pembelajaran akan lebih tepat kalau dibawakan dengan Pembelajaran Berbasis Masalah . Untuk mengetahui apakah Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan seberapa besar peningkatan pemahaman konsep IPA setelah diterapkan Pembelajaran Berbasis Masalah, mendorong keinginan penulis untuk menelitinya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa? Supaya lebih terarah, masalah penelitian di atas diurai dalam pertanyaanpertanyaan penelitian berikut ini.
6
1. Apakah penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada pokok bahasan Getaran dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa? 2. Bagaimana efektivitas pembelajaran setelah diterapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah? 3. Bagaimana profil pencapaian pemahaman siswa pada aspek translasi, interpretasi dan ekstrapolasi? 4. Bagaimana profil siswa yang mencapai nilai SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum Siswa) setelah diterapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah? 1.3 Batasan Masalah Supaya masalah penelitian lebih mengerucut dan tidak melebar, maka perlu dibuat batasan masalah. Yang dimaksud meningkatkan pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah peningkatan gain pretes-postes pada setiap seri pembelajaran dan peningkatan gain dari seri pertama ke seri selanjutnya. 1.4 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel 1. Variabel bebas, yaitu penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah 2. Variabel terikat, yaitu pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan Getaran 1.5 Definisi Operasional Untuk memperjelas maksud dari judul penelitian ini, dipandang perlu untuk membuat definisi operasional.
7
1. Yang dimaksud Pembelajaran Berbasis Masalah pada penelitian ini adalah lima langkah dari model pembelajaran yang dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur (2000) yang meliputi: orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Keterlaksanaan model pembelajaran berbasis masalah diukur melalui format observasi berbentuk rating scale yang memuat kolom ya dan tidak yang diisi oleh observer. Observer hanya memberikan tanda cek cek (√) pada kolom yang sesuai dengan aktivitas guru yang diobservasi. 2. Yang dimaksud pemahaman konsep pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada aspek kognitif tipe pemahaman (C2) pada taksonomi
Bloom
yang
meliputi
(menerjemahkan/mengkomunikasikan
kemampuan dengan
mentranslasi
bahasa
lain),
menginterpretasi (menafsirkan) dan mengekstrapolasi (memperkirakan kecendrungan data). Untuk mengukur pemahaman konsep siswa dipergunakan instrumen tes berupa tes pemahaman konsep yang diberikan sebelum pembelajaran (pretes) dan sesudah pembelajaran (postes).
8
1.6 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.6.1
Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan Getaran dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Jika diperinci, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa pada setiap seri dan peningkatan gain dari seri pembelajaran satu ke seri pembelajaran selanjutnya. 2. Mengetahui efektifitas pembelajaran setelah diterapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah. 3. Mengetahui profil pencapaian pemahaman siswa pada aspek translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. 4. Mengetahui profil siswa yang mencapai nilai SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum) setelah diterapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah. 1.6.2
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti
bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan diantaranya: a. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas yang pada akhirnya bisa meningkatkan pemahaman konsep siswa.
9
b. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi untuk meneliti lebih jauh mengenai pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa. c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini bisa dijadikan masukan dan bahan pertimbangan sekaligus tambahan wawasan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. 1.7 Hipotesis Penelitian Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah di atas yang diajukan dalam penelitian ini, maka diperlukan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis nol H0: Tidak terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah, pada taraf signifikansi α = 0,05. (H0 : µ1 = µ 2 ); α = 0,05. Hipotesis alternatif H1: Terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah, pada taraf signifikansi α = 0,05. (H1 : µ1 ≠ µ 2 ); α = 0,05.
10