1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan laring, sinus paranasal dan kelenjar ludah. Kanker pada lokasi berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling sering ditemukan (> 90%) (Mehanna et al., 2011; Ferlay et al. 2010 ). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2002 menyatakan ada 600.000 kasus baru kanker kepala dan leher dengan 300.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia (Boyle dan Levin, 2008). WHO memperkirakan angka kematian kanker rongga mulut dan orofaring di seluruh dunia pada tahun 2008 sekitar 371.000 dan akan meningkat menjadi 595.000 pada tahun 2030 (Mehanna et al., 2011). Selama 30 tahun terakhir, tingkat kelangsungan hidup penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan leher relatif tetap. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk semua stadium, berdasarkan Surveillance Epidemiologi dan Data Hasil Akhir (SEER) sekitar 60% (Ries, 2006). Dua pertiga pasien mengalami penyakit lokal lanjut (Horner, 2009), dengan tingkat ketahanan hidup 5 tahun <50%, dengan kualitas perawatan yang buruk (Carvalho et al., 2005). Karsinoma sel skuamosa kepala dan leher merupakan penyakit lokoregional dengan terjadinya metastasis regional dan jauh, dan merupakan penyebab utama kematian pasien. Tempat tersering metastasis adalah paru, hati dan tulang (Argiris
2
et al., 2004). Separuh penderita ditemukan dengan stadium lanjut saat pertama kali diagnosis dengan 43% mengalami metastase regional dan 10% metastasis jauh (Thomas, 2005; Psyrri et al., 2010, Schaaij-Visser et al., 2010). Prognosis penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan leher sebagian besar ditentukan oleh stadium penyakit, terutama adanya metastasis kelenjar getah bening (Leemans et al., 2011). Karsinoma sel skuamosa kepala dan leher juga berdampak buruk terhadap kualitas hidup karena mempengaruhi kemampuan bicara, pernapasan dan makan. Kompleksitas multidisiplin terapi dan rehabilitasi terhadap fungsi bicara, menelan dan penampilan kosmetik, maka sangat penting penderita mendapat perawatan terpadu tim ahli (OHSU Knight Cancer Institute, 2009). Pilihan pengobatan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher meliputi pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi (Gibson, 2004; Licitra, 2006). Strategi sebagian besar dipilih berdasarkan lokasi penyakit dan stadium menurut kriteria TNM (Edge , 2010). Karsinoma sel skuamosa kepala dan leher yang diobati berdasarkan lokasi, stadium penyakit dan pertimbangan klinikopatologi dianggap masih terbatas kemampuannya dalam memprediksi hasil terapi secara tepat. Kegagalan pengobatan dapat berupa kekambuhan lokoregional, metastasis jauh dan resiko mengalami keganasan primer kedua (Argiris et al., 2004). Penderita juga mengalami morbiditas akibat pengobatan, kegagalan pengobatan, kekambuhan penyakit, dan metastasis meskipun banyak pilihan pengobatan tersedia untuk mengobati karsinoma sel skuamosa kepala dan leher.
3
Kegagalan pengobatan bahkan untuk lesi stadium dini, menunjukkan perlunya faktor-faktor tambahan dalam memilih terapi yang lebih komprehensif serta mampu memprediksi hasil terapi dengan tepat. Pemahaman yang baik tentang biologi molekuler karsinoma sel skuamosa kepala dan leher membuka peluang penting pengembangan penanda klinis untuk pemilihan pengobatan dan prognosis pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher (Rodrigo, et al., 2005). Strategi diagnosis berdasarkan analisis histologis sampel biopsi, terbukti belum memadai karena tingginya frekuensi penderita dengan penyakit berulang. Metastasis kelenjar getah bening karsinoma sel skuamosa kepala dan leher diyakini sebagai prognosis buruk, sehingga deteksi dini tumor dengan kecenderungan invasi dan penyebaran melalui limfatik merupakan langkah penting manajemen pasien. Memprediksi adanya metastasis jauh selama masa follow up, akan mempengaruhi keputusan perlakuan penderita karsinoma sel skuamosa kepala leher dini. Menentukan penderita akan mengalami metastasis jauh selama perjalanan penyakit, maka penanda akurat yang memprediksi metastasis jauh sangat dibutuhkan (Braakhuis et al., 2006). Pengetahuan biologi molekuler yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel kanker kepala dan leher sangat penting dalam menentukan biomarker deteksi dini, indikator prognosis atau luaran klinis bahkan terhadap perkembangan terapi yang memiliki target spesifik pada gen atau protein tertentu yang mendasari proses karsinogenesis. Berbagai penelitian terhadap peranan faktor genetik juga telah dikembangkan dalam rangka memahami etiopatogenesis kanker kepala leher, baik melalui pemeriksaan secara langsung terhadap mutasi
4
gen atau secara tidak langsung melalui abnormalitas ekspresi protein yang dihasilkan oleh gen termutasi (Legge et al., 2005). Kanker kepala dan leher adalah penyakit heterogen yang melibatkan disregulasi beberapa jalur terkait dengan diferensiasi sel, kontrol siklus sel, apoptosis, angiogenesis, dan metastasis. Kemajuan dalam penelitian dasar dan genomik telah meningkatkan pemahaman tentang proses molekuler yang mengatur progresifitas kanker kepala dan leher. Sehingga penanda neoplasma baru dan berpotensi kuat terus dikembangkan, dan diimplementasikan dalam praktik klinis. Overekspresi akibat perubahan onkogen karena tidak adanya hambatan apoptosis telah memicu kematian sel terprogram secara efisiens. Pengamatan ini menunjukkan bahwa disregulasi apoptosis dapat menjadi peristiwa penting dalam proses karsinogenesis. Idealnya, semua informasi dari gejala klinis, radiologis, dan gambaran morfologi, serta data genomik dan proteomik baru, akan diterapkan untuk menentukan profil penyakit pasien. Profil ini tidak hanya dapat digunakan untuk mengkonfirmasi dan memperbaiki diagnosis utama tetapi berpotensi digunakan untuk: (1) menentukan risiko perkembangan kanker; (2) mendeteksi kanker pada tahap lebih awal, keadaan dapat disembuhkan; (3) memprediksi khasiat obat terhadap kanker dan juga toksisitas obat; (4) memperbaiki stadium penyakit untuk penentuan risiko penyebaran jauh dan kambuh; (5) menilai respon terhadap terapi dengan memantau penyakit sisa; dan (6) menentukan margin molekul pada pasien yang telah menjalani reseksi tumor primer lanjut (Bhatt, 2010).
5
Penanda molekul tumor dibagi dalam empat kelompok sesuai dengan fungsi mereka: (1) pertumbuhan tumor; (2) penekan tumor; (3) respon imun; dan (4) angiogenesis, invasi tumor, dan potensi metastasis (Lothaire et al., 2006). Onkogen dan gen supresor tumor dilaporkan berperan dalam jalur apoptosis. Diketahui juga bahwa P53, Bcl-2 dan c-Myc mengatur apoptosis (Yoo et al., 2004). P53, tumor suppressor gene, yang mengkode atau mengekspresikan protein P53 berperanan penting dalam etiopatogenesis serta progresi kanker kepala leher. P53 tumor supresor gen dalam kromosom 17p13.1 mengkode protein p53 yang terlibat penting dalam sel seperti regulasi siklus sel dan metabolisme glukosa dalam sel-sel kanker, perbaikan DNA, apoptosis, dan penuaan yang disebabkan berbagai sinyal stres, meliputi kerusakan DNA dan peradangan (Peltonen, 2010). Mutasi gen P53 merupakan abnormalitas molekuler tersering pada lebih dari 50% kasus keganasan terutama pada kanker ovarium, kanker kolorektal dan kanker paru (Reles, 2001). Gen P53 juga berperan sebagai indikator prognostik, pertumbuhan malignansi, rencana pengelolaan dan kandidat potensial untuk terapi adjuvant pada kanker kepala leher (Yuen et al., 2001; Vicente et al., 2004; Ismail et al., 2007). Penelitian-penelitian untuk mengetahui hubungan antara ekspresi P53 dengan parameter klinikopatologis karsinoma sel skuamosa kepala dan leher masih kontroversi. Kapranos et al. (2001) dan Kazkayasi (2001) dalam penelitiannya pada kanker laring dan rongga mulut mendapatkan ekspresi P53 tidak signifikan berhubungan dengan parameter klinikopatologis. Sebaliknya Waitzberg et al. (2004) mendapatkan parameter klinis (kelenjar getah bening, derajat histologis
6
dan lebar tumor) merupakan indikator penting kelangsungan hidup secara keseluruhan, sedangkan Boslooper et al. (2007) menemukan bahwa ekspresi P53 berkaitan dengan diferensiasi dan lokasi karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) merupakan regulator negatif kematian sel, memperpanjang usia sel dan menghambat apoptosis siklus sel. Famili Bcl-2 dan produknya diidentifikasi sebagai regulator utama dalam proses apoptosis pada banyak jenis sel. Famili protein ini dibagi 2 kelompok yaitu proapoptotik dan antiapoptotik, yang berbeda pada fungsi tetapi mempunyai struktur yang homolog. Protein c-Myc (proto-oncogene) adalah protein yang disandi oleh gen c-myc, berfungsi sebagai protein inti sel untuk transkripsi dan replikasi sel dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen pemicu terjadinya tumor. C-Myc memicu replikasi sel dalam menanggapi sinyal ekstraseluler, berkontribusi dalam metabolisme sel, diferensiasi dan apoptosis. Sifat tumorigenesis c-Myc berasal dari rangsangan proliferasi sel dan hambatan apoptosis. Amplifikasi dan overekspresi c-Myc diamati pada 10-40% karsinoma sel skuamosa mulut dan berkorelasi dengan progresifitas transformasi sel. Penelitian Waitzberg et al. (2004) terhadap 140 pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher stadium lanjut, ekspresi c-Myc dikaitkan dengan kelangsungan hidup bebas penyakit yang rendah dan ada peran c-Myc dalam perkembangan kanker kepala dan leher. Sedangkan Yoo et al. (2004), untuk mengetahui ekspresi c-Myc, Bcl-2 dan P53 pada adenokarsinoma paru, c-Myc saja tidak berkontribusi
7
untuk perkembangan dan/atau progresifitas tumor, namun c-Myc berkorelasi dengan waktu kelangsungan hidup. Matrix Metalloproteinase (MMP) merupakan enzim ekstrasel dependen terhadap zinc dan kalsium (Bergers et al., 2000). MMP berperan dalam invasi dan metastasis tumor (Chambers et al., 2005). Beberapa studi menunjukkan bahwa ekspresi famili MMP berkorelasi dengan derajat keganasan, invasi tumor, stadium klinis, dan/atau keterlibatan kelenjar getah bening serta
prognosis meskipun
hasilnya tidak seragam (Katayama et al.,2004; Ruokolainen et al., 2005). Tingginya ekspresi protein MMP-9 berkorelasi dengan status metastasis kelenjar getah bening (klasifikasi N) dan stadium klinis pada KNF (Liu et al., 2010). Ekspresi MMP-9 tinggi dikaitkan dengan kekambuhan yang lebih agresif, terjadi pada 33% kasus kambuh lokal, 52% kasus kambuh kelenjar getah bening, dan 60% kasus kambuh hematogenik (Ruokolainen et al., 2004). Berdasarkan fakta-fakta hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa peran ekspresi protein terutama P53, Bcl-2 dan c-Myc sebagai regulator apoptosis pada berbagai parameter klinikopatologis karsinoma sel skuamosa kepala dan leher masih kontroversi, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini mencoba mengetahui perbedaan ekspresi protein P53, c-Myc, Bcl-2 dan MMP-9 pada berbagai parameter klinikopatologis karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, yaitu usia, jenis kelamin, lokasi tumor, tingkat T, tingkat N, stadium tumor, derajat diferensiasi histologi tumor, metastasis regional dan jauh. Meskipun banyak biomarker berkorelasi dengan kekambuhan, metastasis dan kematian, tidak ada yang cukup prediktif atau bebas untuk digunakan secara rutin.
8
B. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di atas dengan memperhatikan kontroversi hasil yang didapat dari beberapa penelitian sebelumnya serta mengingat heterogenitas lokasi kanker yang termasuk kanker kepala dan leher, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9 dengan metode imunohistokimia pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher? 2. Bagaimana hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9 dengan parameter klinikopatologis pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher?
C. Keaslian Penelitian Simsek et al. (2013) penelitiannya mengenai hubungan ekspresi cyclin D1, P27, P21, Bcl-2, dan P53 dengan prognosis karsinoma sel skuamosa laring berdasarkan parameter klinikopatologis menunjukkan penderita dengan ekspresi cyclin D1 menunjukkan harapan hidup yang pendek, ekspresi P27 tinggi memiliki resiko tinggi invasi vaskular dan ekspresi Bcl-2 tinggi memiliki risiko lebih tinggi metastasis kelenjar getah bening leher. Barber et al. (2013) mengidentifikasi profil biomarker untuk memprediksi metastasis lokoregional dan jauh serta kekambuhan pada karsinoma sel skuamosa orofaring. Hasil penelitian menunjukkan profil biomarker menggunakan P16, Bcl-xL, dan P53 berguna dalam prognosis dan rencana terapi penderita karsinoma sel skuamosa orofaring.
9
Yu et al. (2003) menyelidiki hubungan ekspresi protein dan luaran pada 51 penderita karsinoma nasofaring, 31(61%) tumor terekspresi protein Bcl-2, dan 29 (57%) terekspresi protein c-Myc. Penderita dengan c-Myc positif memiliki tingkat kekambuhan dan kematian lebih rendah, dibandingkan dengan c-Myc tumor negatif. Ada hubungan signifikan antara c-Myc positif dan hasil luaran penderita. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, belum ada yang melaporkan penelitiannya secara lengkap mengenai seluruh lokasi karsinoma sel skuamosa pada kepala leher serta melibatkan ke empat biomarker.
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ekspresi P53, Bcl-2, cMyc dan MMP-9 dengan beberapa parameter klinikopatologis pada penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan leher di RSUD dr. Zainoel Abidin. 2. Tujuan Khusus a. Menentukan frekuensi ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc MMP-9 pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. b. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9 berdasarkan jenis kelamin pasien pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. c. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9, berdasarkan usia pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher.
10
d. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9 berdasarkan lokasi tumor pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher e. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9, berdasarkan stadium tumor pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. f. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9, berdasarkan tingkat T pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. g. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9 berdasarkan tingkat N pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. h. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9, berdasarkan diferensiasi histologi tumor pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. i. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9 berdasarkan metastasis regional pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. j. Mengetahui hubungan ekspresi protein P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9, berdasarkan metastasis jauh pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher.
11
E. Manfaat Penelitian Angka kejadian penyakit kanker di Aceh cenderung meningkat (urutan ke 14 secara nasional) (Data Riskesdas, 2013). Kanker kepala dan leher merupakan salah satu penyakit kanker yang banyak ditemukan, terutama kanker laring, sinonasal, cavum oris dan orofaring. Terjadi kecenderungan usia muda sudah mengalami penyakit kanker meskipun perbandingan prevalensi berdasarkan jenis kelamin belum tampak menonjol. Kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri dan mendapatkan pengobatan semakin tinggi apalagi dengan sistem pembiayaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) sehingga masalah pembiayaan bukan lagi menjadi masalah utama. Persoalan yang perlu menjadi perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan seiring adanya peningkatan kasus dan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan yang meningkat adalah menyiapkan sarana dan prasarana yang mampu mendeteksi dan diagnosis dini serta melakukan terapi adekuat dengan tepat. Rumah Sakit Umum dr. Zanoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh sebagai Rumah Sakit Pendidikan tipe A dan Rumah Sakit Rujukan Provinsi, belum mempunyai fasilitas diagnosis penyakit kanker yang adekuat serta belum tersedianya fasilitas radioterapi. Sehingga pasien harus mendapatkan pelayanan pengobatan ke Medan, Jakarta bahkan Malaysia yang tentu saja memberatkan pasien dari segi biaya serta kehilangan kasus yang menarik untuk pembelajaran. Dengan tersedia fasilitas pemeriksaan imunohistokimia maka beberapa protein marker seperti P53, Bcl-2, c-Myc dan MMP-9, dapat dilakukan pemeriksaan sehingga dapat memperkirakan kemungkinan adanya metastasis regional dan metastasis jauh karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. Kondisi ini diharapkan
12
dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kemampuan identifikasi lesi pra ganas dan melakukan intervensi pada pasien sebelum berkembang menjadi stadium lanjut sehingga dapat digunakan untuk skrining tumor, diagnosis, terapi dan prognosis pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher.