BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan dana ini, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan. Masyarakat akan mau menitipkan uangnya apabila masyarakat yakin dan percaya bahwa uangnya akan dikelola dengan baik dan pada saat tertentu simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank juga akan mau menempatkan uang tesebut atau menyalurkan kredit kepada masyarakat apabila pihak bank
percaya bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk
membayar dan mengembalikan pinjaman pada saat jatuh tempo. Perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbankan mempunyai kegiatan dalam mempertemukan pihak yang membutuhkan dana (borrower) dan pihak yang mempunyai kelebihan dana (saver). Dalam kegiatan perkreditan, bank berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat bagi kelancaran usaha mereka. Sedangkan dengan kegiatan penyimpanan dana, bank menawarkan kepada masyarakat akan keamanan dananya dengan jasa-jasa bank yang ditawarkan. Kondisi
dunia
perbankan
di
Indonesia
telah
banyak
mengalami
perkembangan dari dulu hingga sekarang. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh 12
perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum, dan sosial. Perkembangan dunia perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan kedalam empat periode, antara lain kondisi sebelum deregulasi, kondisi sesudah deregulasi, kondisi saat krisis ekonomi tahun 1990-an, dan kondisi pada saat sekarang ini. Kondisi perbankan di Indonesia sebelum deregulasi ditandai dengan masih besarnya pengaruh penguasa sehingga perbankan hanya difokuskan untuk melayani perusahaan-perusahaan besar milik pemerintah. Pada periode kedua yaitu kondisi perbankan sesudah deregulasi ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi sehingga membuat perbankan tidak dapat memobilisasi dana dengan baik. Namun, pada periode ini pemerintah mulai menetapkan kebijakan-kebijakan deregulasi terkait dunia perbankan, hal ini membuat meningkatnya kepastian hukum akan usaha perbankan dan mendorong tingkat persaingan bank yang semakin kuat dan kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat. Deregulasi dan penerapan kebijakan-kebijakan sektor riil dan moneter menyebabkan sektor perbankan mampu melakukan mobilisasi dana lebih cepat dan perbankan memiliki peran yang lebih besar. Namun, perkembangan yang pesat pada masa setelah deregulasi tidak berlangsung cukup lama. Perkembangan ini menjadi terhenti dan bahkan mengalami kemunduran total akibat adanya krisis ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 1990-an. Krisis ekonomi ini membuat sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat, adanya spread negatif, jumlah bank menurun, dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan juga menurun
13
drastis. Pemulihan dari krisis ekonomi kearah kondisi perbankan yang lebih baik ditandai dengan menculnya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Pada kondisi bank terakhir ini, praktik perbankan yang lebih baik ini lebih mengarah kepada manajemen pengelolaan risiko dan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang konsisten. Perkembangan perbankan enam tahun terakhir menunjukkan kemajuan, salah satunya dapat dilihat dari jumlah bank mengalami pertumbuhan sebesar 92,48% setiap tahun, hal ini juga tidak terlepas
dari bagaimana perbankan
Indonesia mampu menjaga kesehatan bank. Dalam rangka menjaga kesehatan bank, bank dapat berpedoman pada Peraturaan Bank Indonesia terkait indikator penilaian kesehatan bank. Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang penilaian kesehatan bank yang menyatakan bahwa penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan pendekatan risiko (risk-based bank rating). Penilaian kesehatan bank menggunakan pendekatan ini didasarkan pada lima faktor antara lain Profil Risiko (Risk Profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (Earnings), dan Permodalan (Capital). Perbedaan metode RGEC dengan metode sebelumnya yang kita kenal dengan istilah CAMEL hanya terletak pada Profil Risiko. Mengingat perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan konsolidasi, serta perubahan penilaian kondisi bank yang
diterapkan
secara
internasional
maka
Bank
Indonesia
melakukan
penyempurnaan dalam menilai tingkat kesehatan bank yaitu dengan menambah satu
14
faktor yang dinamakan profil risiko, sehingga penilaian kesehatan RGEC dapat berjalan efektif dalam menghadapi perubahan yang ada. Kelima faktor dalam penilaian kesehatan bank tersebut memiliki banyak rasio keuangan bank yang dapat digunakan untuk menilai kesehatan bank. Didalam penelitian ini, peneliti membahas empat rasio keuangan antara lain Capital Adequacy Ratio (CAR), Komposisi Aset (KA), Net Interest Margin (NIM), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO).
Keempat rasio
keuangan bank ini dianggap peneliti sudah dapat mewakili dari faktor Profil Risiko (Risk Profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (Earnings), dan Permodalan (Capital). Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank. Dengan menghitung CAR maka kita dapat menilai kesehatan bank dari aspek permodalan (capital). Komposisi Aset (KA) adalah perbandingan antara aset likuid primer dan sekunder dengan total aset. Dengan menghitung KA berarti kita dapat menilai kesehatan bank dari aspek risk profile dan good corporate governance. Net Interest Margin (NIM) adalah perbandingan pendapatan bunga bersih dengan rata-rata total aset produktif. BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) adalah perbandingan antara biaya operasional dengan
15
pendapatan operasional. Dengan menghitung NIM dan BOPO maka kita dapat menilai kesehatan bank dari aspek rentabilitas (earnings). Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa rasio keuangan sangat penting dalam menilai tingkat kesehatan bank dan profitabilitas bank. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh rasio keuangan terhadap tingkat profitabilitas pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah
Capital Adequacy Ratio (CAR), Komposisi Aset (KA), Net Interest
Margin (NIM), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik secara parsial maupun simultan? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Komposisi Aset (KA), Net Interest Margin (NIM), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
terhadap tingkat profitabilitas pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik secara parsial maupun simultan.
16
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, peneliti selanjutnya, dan bagi perusahaan perbankan. 1. Bagi Peneliti Penelitian ini akan menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap tingkat profitabilitas perusahaan perbankan. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya mengenai rasio keuangan perusahaan perbankan. 3. Bagi Perusahaan Perbankan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam melihat pengaruh rasio keuangan terhadap profitabilitas perusahaan perbankan dan sebagai tolak ukur dalam pengambilan keputusan.
17