BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan dan kegiatan komunikasi. Dalam berkomunikasi, bahasa memiliki perangkat-perangkat yang menyaratkan terjadinya suatu proses komunikasi, salah satunya tindak tutur antara penutur dan lawan tutur. Komunikasi sempurna akan terbentuk apabila ada pesan yang dikirim oleh penutur dan pesan yang diterima oleh lawan tutur serta timbal balik dari kedua belah pihak. Berbahasa merupakan aktivitas sosial. Kegiatan berbahasa akan terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya, seperti pada kegiatan sosial lainnya. Didalam berbicara, penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari adanya kaidahkaidah
yang
mengatur tindakan,
penggunaan
bahasa,
dan
interpretasi-
interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Tindak tutur dalam ujaran suatu kalimat mengandung prinsip adanya kemungkinan untuk menyatakan secara tidak tepat apa yang dimaksud oleh penutur (Venhaar, 2001:16). Hal ini berkaitan dengan strategi untuk membuat mitra tutur melakukan dan tidak melakukan sesuatu sesuai dengan isi ujaran yang disampaikan penutur. Apabila tindak tutur yang digunakannya berupa kalimat yang unik, seorang penutur berusaha menyesuaikan tuturannya dengan kontekskonteks yang dimaksud, yaitu mitra tutur, tujuan, dan situasi tutur. Sebagai contoh, untuk meminta tuan rumah agar segera menyuguhkan minuman, sementara tamu 1
2
sudah lama menunggu dan kehausan, tamu ini dapat menyampaikan permintaannya dalam beberapa pilihan tuturan: (1) Minta minum, dong! (2) Saya kehausan, nih. (3) Cuaca seperti ini enaknya minum apa, ya...? (4) Hawanya panas, ya? Bikin haus. (5) Dari tadi saya disini sepertinya ada yang kurang. Secara fungsional, contoh-contoh kalimat di atas memang digunakan untuk meminta dan bersifat imperatif. Kalimat (1) merupakan tuturan yang bersifat lugas, langsung, jelas, dan menjawab modus kalimat. Kalimat (2), (3), (4), dan (5) merupakan tuturan tidak langsung karena bentuk kalimat yang dijumpai adalah kalimat interogatif dan kalimat deklaratif. Fenomena kebahasaan seperti pada kalimat di atas dapat ditemukan dalam semua bahasa, tidak terkecuali dalam Bahasa Korea. Meskipun dalam Bahasa Korea terdapat cara tersendiri dalam menyampaikan kalimat tidak langsung, yaitu berdasarkan tata bahasa yang ada, kalimat interogatif juga merupakan salah satu cara menyampaikan kalimat tidak langsung. Ini merupakan realitas bersama yang dimiliki oleh setiap bahasa dan digunakan oleh penutur bahasa. Tuturan penutur tidak selalu sesuai dengan apa yang tersurat dalam tuturan, tetapi ada maksud lain dibalik tuturan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari
3
sering terjadi peristiwa seperti itu. Hal ini dikarenakan penutur tidak ingin mengatakan secara langsung apa yang ingin disampaikan atau dimaksudkan oleh penutur dengan berbagai alasan. Terdapat berbagai cara yang digunakan untuk menyampaikan maksud tuturan secara tidak langsung, salah satunya dengan menggunakan kalimat interogatif. Kalimat interogatif merupakan modus kalimat yang digunakan untuk menanyakan sesuatu dan mengharapkan jawaban dari lawan tutur. Namun demikian, dalam prakteknya di kehidupan sehari-hari kalimat interogatif tidak hanya digunakan untuk menanyakan sesuatu, tetapi memiliki maksud lain dibalik tuturan interogatif tersebut. Fenomena penggunaaan kalimat interogatif dengan adanya maksud lain dibalik tuturan interogatif tersebut menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut. Serial film Hello Jadu (안녕자두야!) Season 1 adalah serial animasi Korea Selatan tahun 2011. Serial film ini diadaptasi dari serial komik yang terbit pada tahun
1997 dan berjumlah 40 episode. Serial ini dibintangi Choi Jadu dan
ceritanya berpusat pada petualangan Jadu yang biasanya melibatkan keributan dan kerusakan. Karakter lain yang sering muncul dalam serial ini adalah teman-teman dan keluarganya. Serial Hello Jadu menceritakan kehidupan sehari-hari Jadu yang penuh kegembiraan dan masalah-masalah yang muncul akibat ulahnya. Penulis memilih serial film Hello Jadu karena percakapan yang ditampilkan dalam film ini dekat dengan percakapan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan
4
bahasa yang mudahdipahami penonton. Dalam serial ini juga terdapat tuturan interogatif yang memiliki maksud tersirat didalamnya. Tuturan interogatif tersebut menarik perhatian peneliti untuk dianalisis. Oleh karena itu, peneliti memilih serial Hello Jadu! Season 1 sebagai objek material dalam penelitian. Penelitian ini juga menggunakan kajian pragmatik sebagai objek formal. 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak tutur interogatif yang digunakan dalam film Hello Jadu? b. Prinsip kesopanan apa saja yang ada dalam tindak tutur interogatif pada film Hello Jadu? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang
lingkup
penelitian
ini
adalah
percakapan-percakapan
yang
mengandung tindak tutur interogatif dalam serial Hello Jadu episode 1,3,19, dan 22. Episode-episode tersebut dipilih sebagai data penelitian karena percakapan dalam episode-episode tersebut mengandung tindak tutur yang cukup untuk diteliti. 1.4 Tujuan Penelitian a. Mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur permintaan interogatif dalam film Hello Jadu. b. Mengetahui prinsip kesopanan dalam tindak tutur interogatif pada film Hello Jadu.
5
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat berguna untuk perkembangan penelitian terhadap bentuk tindak tutur interogatif dalam Bahasa Korea. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan pengetahuan tentang bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tindak tutur interogatif khususnya dalam tutur Bahasa Korea. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian sebelumnya yang serupa dengan penelitian ini, antara lain Skripsi berjudul “Tindak Tutur Imperatif dalam film Baby and Me ( 아 기 와 나 ) Kajian Pragmatik” karya Luluk Nihayati, mahasiswi jurusan Bahasa Korea yang ditulis tahun 2013. Skripsi tersebut membahas jenis-jenis tindak tutur dan maksimmaksim yang ada dalam tuturan perintah pada film Baby and Me, serta faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk tindak tutur tersebut. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat 12 kalimat perintah, 3 kalimat imperatif yang mengekspresikan permintaan, dan 4 kalimat imperatif yang mengekspresikan peringatan dari 19 kalimat perintah yang ditemukan dalam film Baby and Me. Skripsi berjudul “Tindak Tutur Permintaan Deklaratif dalam Serial Komik Cedric: Kajian Pragmatik” karya Lilis Nurhayati, mahasiswi jurusan Sastra Roman yang ditulis tahun 2008. Skripsi tersebut membahas bentuk-bentuk tindak tutur permintaan deklaratif dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
6
bentuk-bentuk tindak tutur tersebut dalam serial komik Cedric. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat beberapa bentuk permintaan deklaratif, diantaranya bersifat asertif, komisif, direktif, dan ekspresif. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk-bentuk permintaan deklaratif yaitu, usia peserta tutur, watak penutur, emosi penutur saat tindak tutur dilakukan, dan tingkat keakraban antarpeserta tutur. Penelitian ini menggunakan kalimat interogatif sebagai data. Data yang digunakan tersebut merupakan kalimat dalam Bahasa Korea. Data diambil dari serial film berbahasa Korea sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. 1.7 Landasan Teori Beberapa teori dan konsep yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian adalah sebagai berikut. a. Pragmatik Pragmatik adalah cabang ilmu yang mempelajari pengaruh konteks dalam menerangkan suatu kalimat (Lee, 2006:197). Konteks memiliki memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur. George Yule dalam bukunya Pragmatics menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Cabang ilmu ini lebih banyak berhubungan dengan analisis maksud tuturan daripada makna kata terpisah dari kata atau frase yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.
7
Tipe cabang ilmu ini juga melibatkan penafsiran tentang maksud tuturan seseorang dalam suatu konteks khusus dan pengaruhnya terhadap perkataan tersebut. Diperlukan suatu pertimbangan cara penutur mengatur hal yang ingin dikatakannya sesuai dengan lawan tutur, tempat, waktu, dan situasi. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa hubungan antara bahasa dan konteks merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud adalah memahami maksud penutur, lawan tutur, dan partisipan yang melibatkan konteks. Tanpa konteks akan sulit untuk dapat memaknai makna eksternal bahasa dan maksud tuturan penutur dan lawan tutur. b. Tindak Tutur George Yule (1996: 92) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics mengungkapkan bahwa sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur, yaitu deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Penutur harus memiliki peran dan konteks khusus untuk menampilkan suatu deklarasi yang tepat. Contohnya: a. Priest
: I now pronounce you husband and wife. (Sekarang saya menyebut Anda berdua suami-istri)
b. Refree
: You’re out! (Anda keluar!)
c. Jury Foreman : We find the defendant guilty. (Kami menyatakan terdakwa besalah)
8
Pada saat menggukan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata. Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur.
Pernyataan
suatu
fakta,
penegasan,
kesimpulan,
dan
dalam
mendeskripsikan sesuatu. Contohnya: a. The earth is flat. (Bumi itu datar) b. Chomsky didn’t write about peanuts. (Chomsky tidak menulis tentang kacang) c. It was a warm sunny day. (Suatu hari cerah yang hangat) Pada saat menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya). Ekspresif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis. Jenis tindak tutur ini digunakan penutur dengan menyesuaikan kata-kata dan perasaannya. Contohnya: a. I’m really sorry. ‘ (Sungguh, saya minta maaf) b. Congratulation! (Selamat!) d. Oh, yes, great, mmmm…ssahh. (Oh, yah, mmmm…aahh)
9
Pada saat mengggunakan ekspresif penutur menyesuakan kata-kata dengan dunia (perasaannya) Direktif adalah jenis tindak tutur yang digunakan untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindakan ini meliputi perintah, permohonan, dan pemberian saran. Jenis tindak tutur ini digunakan penutur dengan menyesuaikan dunia dan kata (lewat pendengar). Contohnya: a. Gimme a cup of coffee. Make it black. (Berilah aku secangkir kopi. Buatkan kopi yang pahit.) b. Could you lend me a pen, please? (Dapatkah Anda meminjami saya sebuah pena?) c. Don’t touch that! (Jangan menyentuh itu!) Pada saat menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata (lewat pendengaran). Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, dan penolakan. Contohnya: a. I’ll be back. (Saya akan kembali) b. I’m going to get it right next time. (Saya akan membetulkannya lain kali) d. We will not do that.
10
(Kami tidak akan melakukan itu) Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata (lewat penutur). Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya terangkum dalam tabel berikut.
Tipe tindak tutur
Arah penyesuaian
P= Penutur X= Situasi tutur
Deklarasi
Kata mengubah dunia P menyebabkan X
Representatif
Kata disesuaikan P meyakini X dengan dunia
Ekspresif
Kata disesuaikan P merasakan X dengan dunia
Direktif
Dunia disesuaikan P menginginkan X dengan kata
Komisif
Dunia disesuaikan P memaksudkan X dengan kata
Tabel 1. Lima fungsi umum tindak tutur (mengikuti Searle 1979) c.Jenis-jenis Tindak Tutur Wijana (1996:4) menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tindak langsung, tindak tutur literal dan tidak literal.
11
1. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (declarative), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat perintah (imperative). Secara konvensional kalimat berita (deklaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaaan atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengadakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak memohon dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung (direct speech). Misalnya seorang Ibu mengatakan kepada anak perempuannya yang berambut panjang, diungkapkan dengan “Rambutmu sudah panjang”. Kalimat tersebut mengandung arti yang sebenarnya dan bertujuan untuk menyatakan
informasi
secara
langsung.
Tindak tutur tak langsung (indirect speech act) ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang ibu menyuruh anaknya mengambil sapu, diungkapkan dengan “Upik, sapunya dimana?” Kalimat tersebut
selain
untuk
bertanya
sekaligus
memerintah
mengambilkan sapu. 2. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal
anaknya
untuk
12
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan tindak tutur tidak literal (non-literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan kalimat (a) s.d. (d) berikut. (a) Penyanyi itu suaranya bagus. (b) Suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja). (c) Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu. (d) Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi. Aku mau belajar. Apabila kalimat (a) diutarakan untuk memuji atau mengagumi kemerduan suara penyanyi yang dibicarakan, kalimat (a) merupakan tindak tutur literal, sedangkan (b) merupakan tindak tutur tidak literal karena penutur memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus dengan mengatakan tak usah nyanyi saja. Demikian pula karena penutur benar-benar menginginkan lawan tutur untuk mengeraskan (membesarkan) volume radio untuk dapat secara lebih mudah mencatat lagu yang diperdengarkannya, kalimat (c) adalah tindak tutur literal. Sebaliknya, karena penutur sebenarnya menginginkan lawan tutur mematikan radionya, tindak tutur dalam (d) adalah tindak tutur tidak literal. Dengan tindak tutur literal dan tak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut: 1. Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) 2.Tindak
tutur
tidak
langsung
literal
(indirect
literal
speech
act)
13
3.Tindak
tutur
langsung
tidak
literal
(direct
non
literal
speech)
4. Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect non literal speech act) d. Kalimat Interogatif Berdasarkan modusnya, kalimat dalam sebuah tuturan dibagi menjadi empat jenis. Sementara itu, secara konvensional para ahli bahasa membagi kalimat dalam tindak tutur menjadi tiga, yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif. Kalimat deklaratif merupakan kalimat yang isinya hanya meminta pendengar dan yang mendengar untuk menaruh perhatian saja, tidak melakukan apa-apa sebab maksud penutur hanya untuk memberitahukan saja. Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta pendengar atau orang yang mendengar memberi jawaban secara lisan. Jadi, yang diminta bukan hanya perhatian, namun juga jawaban. Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta pendengar atau yang mendengar melakukan tindakan sesuai dengan tuturan yang diminta. Wijana
(1996:30)
mengatakan
bahwa
pemfungsian
kalimat
secara
konvensional akan membentuk tuturan langsung, sedangkan pemfungsian kalimat secara non konvensional akan membentuk tuturan tidak langsung. Kalimat interogatif secara konvensional digunakan untuk menanyakan sesuatu dan meminta jawaban dari pertanyaan itu. Seperti pada contoh berikut ini. (1) Sebaiknya saya melanjutkan bekerja atau kembali sekolah? (2) Mereka bekerja sama dengan penduduk?
14
Jika konteks kalimat di atas penutur bermaksud untuk meminta jawaban kepada lawan tutur, maka kalimat jawaban dari kalimat (1) adalah “Lanjutkan bekerja” atau “Kembalilah ke sekolah”, sedangkan kalimat jawaban dari kalimat (2) adalah “Ya, mereka bekerja sama dengan penduduk” atau “Tidak, mereka tidak bekerja sama dengan penduduk”. Kalimat interogatif yang berfungsi secara non konvensional digunakan tidak hanya untuk menanyakan suatu hal atau meminta jawaban, tetapi dapat digunakan untuk menyuruh, meyakinkan pendengar, mengekspresikan perasaan, dan sebagainya. Seperti pada contoh kalimat berikut ini. (3) Apakah kamu tidak ingin tinggal sebentar lagi? Jika kalimat di atas diucapkan seseorang kepada temannya yang meminta ijin pulang berkunjung ke rumah padahal Ia sedang sendirian, bisa jadi maksud kalimat interogatif yang diucapkan penutur bermaksud untuk meminta temannya menemaninya lebih lama lagi. Kalimat interogatif secara konvensional digunakan untuk menanyakan sesuatu dan meminta jawaban dari pertanyaan itu, namun dalam kehidupan berbahasa sehari-hari sering digunakan dengan maksud dan tujuan yang berbeda. Dalam Bahasa Korea, pemakaian kalimat interogatif untuk fungsi secara non konvensional sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. e. Prinsip Kesopanan
15
Berbicara tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, tetapi sering pula berhubungan dengan persoalan yang bersifat interpersonal. Retrorika interpersonal pragmatik membutuhkan prinsip kesopanan. Prinsip kesopanan memiliki sejumlah maksim, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian.
1. Maksim kebijaksanaan Maksim kebijaksanaan adalah maksim yang menggariskan setiap peserta tutur meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan orang lain. Contohnya: (a) Datang ke rumah saya! (b) Kalau tidak keberatan sudikah kiranya Anda datang ke rumah saya? Tuturan (b) lebih sopan dan meminimalkan kerugian bagi orang lain jika dibandingkan dengan tuturan (a). 2. Maksim kemurahan Maksim kemurahan atau kedermawanan adalah maksim yang mewajibkan peserta tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Contohnya: (a) Anda harus meminjami saya mobil. (b) Saya akan meminjami Anda mobil.
16
Tuturan (b) yang memaksimalkan kerugian untuk diri sendiri lebih sopan dibandingkan tuturan (a). 3. Maksim penerimaan Maksim penerimaan atau pujian adalah maksim yang menuntut peserta tutur untuk memaksimalkan rasa hormat atau pujian kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Contohnya: (a)Masakanmu sungguh enak. (b) Masakan apa ini, rasanya kok tidak karuan? Tuturan (b) dianggap tidak sopan apabila dibandingkan dengan tuturan (a). Jika seorang penutur mengatakan (b), maka Ia akan terkesan sombong dan tidak menghargai orang lain. 4. Maksim kerendahan hati Maksim kerendahan hati menuntut peserta tutur untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan memimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Contohnya: (a) Ah, saya tidak sepandai itu. (b) Ya, saya memang pandai. Kalimat di atas merupakan dua tanggapan yang berbeda apabila ada seseorang yang kepandaiannya. Tanggapan (a) dinilai lebih sopan dibandingkan tanggapan (b). 5. Maksim kecocokan
17
Maksim kecocokan adalah maksim yang menggariskan setiap penutur dan lawan
tutur
untuk
memaksimalkan
kecocokan
di
antara
mereka
dan
meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Contohnya: (a)+ Pertunjukannya sangat menarik, ya? - Tidak, sangat membosankan. (b) + Pertunjukannya sangat menarik, ya? - Ya, bagus sekali. Berbeda dengan dialog (a) yang terkesan kurang sopan, dialog (b) merupakan contoh dialog yang sopan dan mematuhi maksim kecocokan.
6. Maksim kesimpatian Maksim kesimpatian adalah maksim yang mengharuskan peserta tutur untuk memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan bicara. Contohnya: (a) Saya sangat menyesal mendengar bahwa kucingmu mati. (b) Saya sangat menyesal mendengar tentang kucingmu. (c) Saya senang sekali mendengar tentang kucingmu. Ucapan (a) dinilai sopan apabila dibandingkan dengan ucapan (c). Namun demikian, tetap ada keengganan untuk mengucapkan belasungkawa karena dengan menyebut isi proposal X (dalam ucapan belasungkawa), sebenarnya telah diucapkan suatu keyakinan yang tidak sopan. Oleh karena itu, ucapan (b) lebih disukai dari ucapan (a).
18
Maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, dan maksim kerendahan hati adalah maksim yang berskala dua kutub karena berhubungan dengan keuntungan atau kerugian diri sendiri dan orang lain. Sementara itu, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian adalah maksim yang berskala satu kutub karena berhubungan dengan penilaian buruk, baik penutur terhadap dirinya sendiri atau orang lain. Dalam kaitannya dengan maksim berskala dua kutub, maksim kebijaksanaan dan maksim kemurahan adalah maksim yang berpusat pada orang lain, dan maksim penerimaan dan maksim kerendahan hati adalah maksim yang berpusat pada diri sendiri.
1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak catat. Data penelitian diperoleh dengan mendownload video dan mendengarkan percakapan dalam serial Hello Jadu Season 1 kemudian mencatat percakapan yang mengandung tindak tutur interogatif. Setelah itu, dipilih episode 1, 3, 19, dan 22
yang mengandung tindak tutur interogatif. Episode-episode tersebut
dipilih karena dalam episode-episode tersebut terdapat dialog-dialog yang beragam antara orang tua dan anak, guru dan murid, serta dialog antar teman sebaya. Selain itu, dalam episode ini terdapat data yang cukup untuk dianalisis pada penelitian ini. 1.6.2 Metode Analisis Data
19
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual penentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto dalam Kesuma, 2007:49). Teknik yang digunakan yaitu teknik pilah unsur tertentu dengan jenis penentu daya pilah pragmatis. Daya pilah pragmatis adalah daya pilah yang menggunakan mitra wicara sebagai penentu (Kesuma, 2007: 54). Data dipilah untuk memudahkan analisis agar data yang sama tidak teranalisis dua kali. Selanjutnya data diidentifikasi untuk mengelompokkan data berdasarkan bentuk lingualnya dan strategi yang dilakukan dalam tindak tutur interogatif. Masing-masing bentuk dihubungkan dengan latar belakang pemakainya untuk mengetahui alasan penggunaan kalimat interogatif tersebut. Selanjutnya data hasil penelitian disajikan dalam bentuk skripsi. 1.9 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab pertama berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua dan ketiga berisi analisis data. Bab keempat berisi simpulan dan saran penelitian.
20