1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.
Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih di dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gzi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes RI, 2010). Pemerintah selama lebih dari 30 tahun telah melakukan upaya perbaikan gizi masyarakat secara intensif untuk menurunkan prevalensi Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Energi Kronis (KEK), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan Anemia Gizi. Namun sampai saat ini anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama yang diderita oleh ibu hamil dan wanita pada umumnya. Anemia pada ibu hamil meningkatan risiko terjadinya keguguran, lahir sebelum waktunya, melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), lahir mati dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita anemia berat dapat mengalami kegagalan jantung, yang dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 2008). 1
2
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia pada ibu hamil pada tahun 1993-2005 di seluruh dunia mencapai 41,8%. Prevalensi di Afrika 57,1%, di Amerika 24%, di Asia Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1% dan di Timur Tengah 44,2%. Berdasarkan data dari Health Nutrition and Population Statistics diperoleh prevalensi anemia pada ibu hamil di beberapa negara tahun 2005. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Asia masih cukup tinggi misalnya di Laos 56,4%, India 49,7%, Irak 38,2%, Arab Saudi 32%, Korea Selatan 22,6%, Korea Utara 22,6%, Indonesia (20%). Prevalensi terendah di Asia yaitu di Jepang (14,8%). Prevalensi di negara-negara Eropa antara lain Spanyol 17,6%, Portugal 17,3%, Italia 15,5%, Belanda 12,5%, Denmark 12,4%, dan Jerman 12,3%. Di Australia diperoleh prevalensi 12,4%. Kejadian anemia sebagian besar timbul di Negara berkembang dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Secara keseluruhan anemia terjadi pada 45% wanita di Negara berkembang dan 13% di Negara maju (Fatmah, 2007), hal ini berkaitan erat dengan faktor sosial ekonomi. Kemiskinan menyebabkan rendahnya daya beli dan konsumsi masyarakat. Kehamilan dan menyusui akan meningkatkan kebutuhan bahan makanan, padahal wanita yang berasal dari keluarga miskin jarang mampu memenuhi kebutuhan makan dan istirahat yang lebih banyak (Royston, 1994). Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari 307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007. Namun demikian, masih diperlukan upaya keras untuk mencapai
3
RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada tahun 2014 dan Tujuan Pembangunan Milenium (Milenium Development Goals), yaitu AKI 102/100.000 KH pada tahun 2015 (Depkes RI,2010). Sebagian besar penyebab kematian ibu secara langsung (menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, dan anemia (Hb < 11 gr/dl) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia (Depkes RI, 2010). Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi terutama anemia gizi besi.
Anemia pada ibu hamil, dapat mengakibatkan
peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayinya dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil disebut “ potential danger to mother and child” (potensial bahaya bagi ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian yang serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2010). Dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, dilaporkan ada kecendrungan cakupan kunjungan ke 1 (K1) dan kunjungan ke 4 (K4) yang rendah pada
4
kelompok ibu hamil berisiko tinggi: umur <20 tahun dan > 35 tahun, kehamilan ke 4 atau lebih, tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan dan status ekonomi terendah. Adapun tempat pemeriksaan kehamilan sebagian besar ibu hamil melakukannya di klinik/bidan praktek (57,5%), Puskesmas (23,9%), Posyandu (17,4%), klinik/dokter praktek (10,1%), Polindes/Poskesdes (6,8%) dan selebihnya adalah di rumah sakit pemerintah/swasta. Untuk komponen antenatal care yang diterima ibu ketika memeriksa kehamilan pada umumnya sudah cukup baik jika dilihat satu persatu. Namun yang bermasalah adalah komponen antenatal care lengkap “5T” hanya tercakup oleh 19,9% ibu hamil (Riskesdas, 2010). Beberapa penelitian di Bali mendapatkan prevalensi anemia pada ibu hamil yang bervariasi. Prevalensi anemia di Kecamatan Marga, Tabanan sebesar 21% (Inggriani, 1990). Bakta dan Sutirtayasa (1992) dan Sutarga (1994) memperoleh angka sebesar 30%-50%. Penelitian Bakta (1997) yang meliputi daerah Bali mendapatkan prevalensi anemia sebesar 46,2% dan hampir seluruhnya termasuk anemia ringan, hanya 2,1% tergolong sedang dan berat. Penelitian Amiruddin (2004), menemukan prevalensi anemia ibu hamil di Bali sebesar 71,1 %. Data Dinas Kesehatan Propinsi Bali menunjukkan bahwa jumlah kasus anemia pada tahun 2011 adalah sebanyak 1130 kasus (9,24%). Data terbaru dari data Dinas Kesehatan Kota Denpasar mengenai kasus anemia pada ibu hamil tahun 2011, dimana dari 11 Puskesmas yang ada di Kota Denpasar proporsi kasus anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke puskesmas terendah adalah Puskesmas I Denpasar Utara sebesar 0,5%, sedangkan yang tertinggi adalah Puskesmas II
5
Denpasar Selatan yaitu sebesar 23,3%, dengan kategori anemia berat (1,67%), anemia sedang (12,13%), dan anemia ringan (86,19%). Proporsi ibu hamil dengan risiko tinggi (perdarahan, infeksi, abortus, keracunan kehamilan partus lama) yang dirujuk ke Rumah Sakit di Puskesmas II Denpasar Selatan sebesar 33,3%, bayi lahir hidup dengan BBLR yang ditangani yaitu sebesar 2,08% sedangkan yang dirujuk 1,67%. Berdasarkan hasil dari survei yang dilakukan penulis di Puskesmas II Denpasar Selatan pada bulan April-Juni 2011 dari 47 ibu hamil, ditemukan anemia sebanyak 27 orang (57,4%). Dalam survei ditemukan bahwa konsumsi tablet Fe, umur kehamilan, keteraturan pemeriksaan ANC dan status gizi (LILA ≤23,5 cm) merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi adalah umur ibu hamil, paritas jarak kelahiran, pemakaian Intra Uterine Devices (IUD), pendapatan keluarga, dan tingkat pendidikan ibu. Anemia juga dapat disebabkan oleh penyakit infeksi, namun peneliti telah melakukan wawancara pada survei dimana penulis hanya menemukan 1 (satu) orang yang mempunyai riwayat penyakit infeksi yaitu malaria, dimana responden tersebut berasal dari Papua. Sehingga dalam penelitian ini penulis tidak memfokuskan penyakit infeksi sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada ibu hamil.
6
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan di wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan sebagai berikut: 1. Apakah karakteristik ibu hamil (umur ibu saat hamil, umur kehamilan, paritas, jarak kelahiran, tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga) merupakan faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil 2. Apakah status gizi ibu hamil merupakan faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil 3. Apakah riwayat pemakaian Intra Uterine Devices (IUD) merupakan faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil 4. Apakah pola perilaku antenatal care (ANC) merupakan faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil 5. Faktor yang paling berperan dalam terhadap kejadian anemia gizi pada ibu hamil
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.
7
1.3.2 Tujuan khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Risiko karakteristik ibu hamil (umur ibu saat hamil, umur kehamilan, paritas, jarak kelahiran, tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga) terhadap kejadian anemia gizi ibu hamil 2. Risiko status gizi ibu hamil terhadap kejadian anemia gizi ibu hamil 3. Risiko riwayat pemakaian Intra Uterine Devices (IUD) terhadap kejadian anemia gizi ibu hamil 4. Risiko pola perilaku antenatal care (ANC) terhadap kejadian anemia gizi ibu hamil 5. Faktor yang paling berperan terhadap kejadian anemia gizi pada ibu hamil
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai bahan informasi dan masukan bagi dunia keilmuan epidemiologi khususnya mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil. 1.4.2 Manfaat Praktis a.
Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran faktor risiko anemia gizi pada ibu hamil sebagai bahan pertimbangan
8
dalam menentukan perencanaan program penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil di Puskesmas II Denpasar Selatan b.
Bagi masyarakat Hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui informasi mengenai
keadaan kesehatan pada kehamilan khususnya mengenai anemia gizi.